BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tindak Pidana Judi Menurut Hukum Positif (Kuhp) Dan Qanun Nomor 13 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentunya turut pula

  mempengaruhi cara berpikir, bersikap, dan bertindak. Perubahan sikap pandangan Dan orientasi warga masyarakat inilah yang mempengaruhi kesadaran hukum dan penilaian terhadap suatu tingkah laku. Apakah perbuatan tersebut dianggap lazim atau bahkan sebaliknya merupakan suatu ancaman bagi ketertiban sosial. Perbuatan yang mengancam ketertiban sosial yang tergolong kejahatan, seringkali memanfaatkan atau bersaranakan teknologi. Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan yang tergolong baru serta berbahaya bagi ketertiban dalam masyarakat. Perjudian menjadi salah satu pilihan yang dianggap sangat menjanjikan keuntungan tanpa harus bersusah payah bekerja. Judi dianggap sebagai pilihan yang tepat bagi rakyat kecil untuk mencari uang dengan lebih mudah. Mereka kurang menyadari bahwaakibat judi jauh lebih berbahaya dan merugikan dari keuntungan yang akan diperolehnya dan yang sangat jarang dapat diperolehnya. Perjudian tidak bisa dibenarkan oleh agama manapun. Jadi dapat dikatakan, perjudian itu sebenarnya untuk masyarakat pada umumnya tidak mendatangkan manfaat tetapi justru kesengsaraan dan Penderitaan yang sudah ada menjadi lebih berat lagi.Perjudian banyak Ditemui di berbagai tempat atau lokasi, yang diperkirakan tidak dapat diketahui oleh pihak berwajib, bahkan dekat pemukiman pun judi sering ditemukan dandilakukan. Demikian pula di daerah-daerah atau sekitar tempat tinggal. Tidak sedikit masyarakat yang terganggu dalam hal keamanan dan kenyamanannya.Keberadaannya yang mulai merambah dan meresahkan semua lapisan masyarakat ini, membuat para penegak hukum kesulitan dalam menyikapinya.Ini bukan hal yang tabuh lagi bagi masyarakat akibat realita kemiskinan yang ada di Negara Indonesia, sebagai salah satu faktor penyebab makin menjamurnya perjudian.

  Meskipun judi dilarang dan diancam dengan hukuman, masih saja banyak yang melakukannya. Hal itu antara lain karena manusia mempunyai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, sedangkan di sisi lain tidak setiap orang dapat memenuhi hal itu karena berbagai sebab misalnya karena tidak mempunyai pekerjaan atau mempunyai penghasilan lain untuk memenuhi kebutuhan mereka, atau dapat juga mempunyai pekerjaan tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. Pilihan mereka untuk menambah kekurangan kebutuhan tersebut adalah antara lain pilihannya melakukan judi dan perjudian, judi menjadi alternatif yang terpaksa dilakukan meskipun mereka tahu risikonya, untuk mencukupi kebutuhannya dan keluarganya.

  Perjudian sebagai salah satu yang digolongkan sebagai penyakit masyarakat, tetap saja ada dan dilakukan oleh anggota masyarakat tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang diperkirakan dapat diperoleh melalui judi.bahkan dari hari ke hari terdapat kecenderungan perjudian semakin marak dengan berbagai bentuknya dan yang dilakukan secara terbuka maupun secara terselubung serta tersembunyi, sehingga aparat kesulitan memberantasnya. Termasuk masyarakat Aceh dalam sejarahnya yang cukup panjang telah menjadikan Islam sebagai pedoman hidup dan bagian dari kehidupan masyarakat Aceh. Salah satu penerapan hukum Islam yang berlaku di Aceh. Sebagaimana telah diketahui bahwa penerapan hukum cambuk di Indonesia secara resmi baru di berlakukan Qanun (Perda) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi daerah Aceh, salah satu babnya membahas mengenai pemberlakuan Syari’at Islam bagi daerah Aceh yang tertuang dalam bab XII tentang Mahkamah Syariah

   pada Pasal 25-26.

  Masyarakat Aceh dalam sejarahnya telah mengenal hukum pidana Islam serta menerapkan hukum tersebut. Sehingga keinginan masyarakat untuk menerapkan syari’at Islam di dukung dengan sejarah tanah kelahiran mereka sendiri. Sejarah pula yang menyebutkan bahwa hukuman cambuk sudah berlaku di Indonesia di Aceh khususnya. Sebelum Indonesia merdea dan mengenal tatanan hukum sendiri.

  Hukuman cambuk di Aceh relevan dengan kondisi sosio kultur masyarakatnya, karena hukuman tersebut diinginkan oleh mayoritas masyarakatnya dan itu bisa mempengaruhi tingkah laku dan hubungan sosial terhadap hukum itu sendiri. Hal ini senada dengan pendapat Soerjono Soekamto, bahwa hukum itu harus mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. Maksudnya sejauh mana hukum itu mempengaruhi tingkah laku sosial dan pengaruh tingkah laku sosial terhadap pembentukkan

   hukum. 1 Setneg. RI. Co.id UU No.18 tahun 2001 diakses tanggal 1 Maret 2015 Ketika Islam masuk ke dalam kawasan nusantara termasuk Aceh, terbentuklah apa yang disebut “Komunitas Islam” yang kemudian menjelma menjadi kesatuan politis, yang dikenal dengan kerajaan Islam. Hal inilah yang terjadi di Pasai, Malaka, Aceh, Mataram, dan lainnya. Semua kerajaan ini telah berperan secara aktif dalam proses “Islamisasi”. Hal ini dilakukan dengan mengadopsi dan mengadaptasi Islam yang datang dari timur tengah, menjadi sebuah agama yang dianut oleh masyarakat setempat. Dengan kata lain, ketika Islam yang telah diwarnai oleh budaya Arab dan Persia datang ke kawasan ini, masyarakat melakukan penyesuaian dengan budaya dan tradisi setempat.

  Jika dicermati secara mendalam, hakikat penerapan Syari’at Islam di Aceh adalah menyangkut proses pengembangan jiwa keagamaan, yang dimulai dengan pengenalan terhadap Tuhan dan Tauhid. Oleh karena itu syari’at Islam di Aceh menyisakan beberapa agenda, menyikapi persoalan simbolisasi dalam bentuk legal formal penegakan syari’at Islam. Tidak dipungkiri, sisi lain dari penegakan

  

  aspek personal. Seperti ibadah shalat, larangan meminum minuman keras dan perjudian.

  Pentingnya penelitian ini adalah memberikan penjelasan fenomena seputar penerapan Syari’at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam. Ruang lingkup kajian ini adalah legalisasi Syari’at Islam berupa larangan meminum minuman keras dan perjudian yang terdapat dalam qanun. Masih minimnya perhatian dari lingkungan sekitar, dapat membuat kita tumbuh dan berkembang dengan cara yang kurang tepat. Pendidikan moral sangat diperlukan untuk membangun karakter setiap insan manusia. Ketika berada di lingkungan yang baik, dikelilingi oleh orang yang baik, maka yang terjadi adalah kita akan tertular kebaikannya, atau biasa dikenal dengan istilah‘manjalis jalis’. Karena itu, dari lingkup terkecil, pengaruh baik dan buruk itu pasti berpengaruh bagi hidup.

  Memang tidak bisa memilih ingin tinggal di lingkungan yang seperti apa, atau dari keluarga yang bagaimana ketika dilahirkan. Untuk itu, kita harus berusaha membangun karakter diri yang kuat agar tidak mudah terpengaruh oleh hal yang negatif akibat pengaruh dari lingkungan sekitar kita. Salah satu contoh pengaruh negatif yang berasal dari lingkungan sekitar adalah judi. Al qimar / judi adalah permainan yang seorang mengambil dari kawan sepermainnya sesuatu demi sesuatu(berupa material). Al qimar/judi pada masa kini adalah seluruh permainan yang diisyaratkan padanya adanya suatu pemberian (berupa material) bagi pihak yang menang yang diambil dari pihak yang kalah.

  Ironisnya sekalipun secara eksplisit hukum menegaskan bahwa segala bentuk “judi” telah dilarang dengan tegas dalam undang-undang, namun segala bentuk praktik perjudian menjadi diperbolehkan jika ada “izin” dari pemerintah. Perlu diketahui masyarakat bahwa Permainan Judi (hazardspel) mengandung unsur ; a) adanya pengharapan untuk menang, b) bersifat untung-untungan saja, c) ada insentif berupa hadiah bagi yang menang, dan d) pengharapan untuk menang

   semakin bertambah jika ada unsur kepintaran, kecerdasan dan ketangkasan.

  Selain merusak moral bangsa, berjudi juga bisa merubah sifat dan sikap seseorang yang terlibat di dalamnya. Ketika si pejudi menang, mungkin hasil yang ia dapatkan tersebut tidak akan bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dan keluarganya. Biasanya mereka yang sudah terbiasa, tidak akan pernah puas dan terus bermain judi meskipun sudah menang. Dan kalaupun bisa dipakai untuk kebutuhan keluarga, yang terjadi adalah uang tersebut adalah uang haram, yang berarti tidak akan membawa keberkahan baginya dan keluarganya.

  Sementara itu, jika si pejudi kalah, ia akan kehilangan harta yang dipertaruhkannya. Sebenarnya apa yang di pertaruhkannya itu adalah harta milik keluarga dirumah untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Setelah kalah, biasanya si pejudi menjadi lebih emosional dan temperamental. Yang menjadi korban dari emosinya akibat kalah berjudi bisa jadi adalah keluarganya dirumah yang tidak bersalah sama sekali. Karenanya, tidak sedikit orang yang sudah ’gila judi’ sering kali melupakan atau bahkan hingga menelantarkan keluarganya. Kejadian seperti inilah yang menimbulkan adanya efek domino yang buruk bagi seluruh lapisan masyarakat kita. Karena itulah berdasarkan cirinya, hukum setidaknya memiliki tiga poin penting, yang pertama berupa perintah dan atau larangan, kedua, larangan dan atau perintah itu harus dipatuhi, dan terakhir terdapat sanksi hukum

   yang tegas bagi pelanggarnya.

  Tindak kejahatan perjudian ini sudah dilarang keberlangsungannya di Negara kita, berdasarkan UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian yang kemudian menyebutkan bahwa semua tindak pidana perjudian tentu menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kemajuan bangsa pada hakikatnya. Namun faktanya, aturan hukum yang berlaku sampai dengan saat ini masih belum bisa maksimal dalam menertibkan atau mengurangi berlangsungnya tindak kejahatan perjudian di Indonesia. Mengapa? Tentu saja, teori yang baik tidaklah cukup tanpa praktek atau aplikasi yang baik pula. Jadi, antara teori dan aplikasinya harus seimbang.

  Untuk itulah pemerintah berupaya untuk menertibkan perjudian, membatasinya sampai lingkungan sekecil-kecilnya, untuk akhirnya menghapusnya sama sekali dari seluruh wilayah Indonesia.(UU RI Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Tindak Perjudian) Pemerintah melarang adanya perjudian melalui beberapa ketentuan dan peraturan yang dikeluarkannya dalam bentuk UU atau peraturan lainnya. Sebagai masyarakat yang baik dan taat hukum, kita harusnya mendukung upaya yang dilakukan pemerintah tersebut untuk memberantas perjudian yang sejatinya, tindak kejahatan tersebut bisa merusak dan merugikan banyak orang.

  Pasal 303 bis KUHP tersebut, juga merupakan perubahan aturan dari UU Nomor 7 tahun 1974 di ayat yang sama, yang berbunyi “Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (1) Kitab Undang- undang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya satu bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah, menjadi hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh juta rupiah. Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (2) KUHPidana, dari hukuman kurungan selama- lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak- banyaknya lima belas juta rupiah. Merubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis”.

  Pasal 1 UU Nomor 7 tahun 1974, menyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian adalah kejahatan. Artinya, dalam bentuk dan istilah apapun, yang terkait dengan tindak pidana perjudian, adalah kejahatan. Dan bagi siapapun yang melakukannya, bisa dikenakan hukuman sebagaimana yang telah ditetapkan.

  Dalam perspektif yang lebih luas, kecanduan judi adalah jenis perilaku yang menyebabkan gangguan besar dalam segala bidang kehidupan. Satu dapat menderita secara fisik wilayah satu status sosial atau bahkan kejuruan. Ada beberapa sebab mengapa judi bersifat adiktif, yaitu: a) Kelebihan paparan dengan perjudian dalam keadaan tertentu di mana ia dihargai. b) kapasitas yang lebih besar untuk menipu diri sendiri. c) Negara perasaan tak tertahankan seperti

   depresi, tidak berdaya atau bersalah.

  Pengaturan hukuman terhadap suatu perbuatan pidana di Indonesia tidak selalu sama. Ada wilayah tertentu yang mempunyai ketentuan hukum yang berbeda pengaturannya dari daerah lain. Tentu saja ada alasan dan sebab yang khusus untuk menjelaskan mengapa perbedaan tersebut bisa terjadi. Hal ini biasa dikenal dengan istilah otonomi. Berdasarkan UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, Pasal 1 huruf (h) menyebutkan, yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. rah otonom Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Semboyan ini masih dapat diartikulasikan dalam perspektif modern dalam bernegara dan mengatur pemerintahan yang demokratis dan bertanggung jawab.

  Tatanan kehidupan yang demikian itu, sangat memungkinkan untuk dilestarikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menganut semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dengan berlandaskan kepada dasar hukum dan nilai sejarah di atas, maka untuk Provinsi Daerah Istimewa Aceh dipandang perlu untuk mendapatkan kesempatan menyelenggarakan pemerintahan daerah dalam bentuk otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal tersebut dituangkan dalam bentuk Undang-undang, yang kemudian disebut "Undang-undang tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam". Undang-undang ini pada prinsipnya mengatur kewenangan pemerintahan di Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang merupakan kekhususan dari kewenangan pemerintahan daerah, selain sebagaimana yang diatur dalam Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Hal mendasar dari undang-undang ini adalah pemberian kesempatan yang lebih luas untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri termasuk sumber-sumber ekonomi, menggali dan memberdayakan sumber daya alam dan sumber daya manusia, menumbuh kembangkan prakarsa, kreativitas dan demokrasi, meningkatkan peran serta masyarakat, menggali dan mengimplementasikan tata bermasyarakat yang sesuai dengan nilai luhur kehidupan masyarakat Aceh, memfungsikan secara optimal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam memajukan penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan mengaplikasikan syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka perumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tindak pidana judi menurut hukum positif? 2.

  Bagaimana tindak pidana judi menurut Syariat Islam dan Qanun? 3. Bagaimana perbandingan tindak pidana judi menurut hukum positif dan

  Qanun? C.

   Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.

  Tujuan penulisan Suatu penulisan skripsi, perlu memiliki tujuan didalam penulisannya tersebut, sehingga dapat memberikan arah dan jawaban atas permasalahan yang ada. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: a.

  Untuk mengetahui tindak pidana judi menurut hukum positif.

  b. c.

  Untuk mengetahui perbandingan tindak pidana judi menurut hukum positif dan Qanun

2. Manfaat penulisan a.

  Manfaat Teoritis

1) Untuk menambah pengetahuan tentang tindak pidana judi.

  2) Agar dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya dalam bidang hukum pidana dan hukum acara pidana.

  3) Agar dapat memberikan kontribusi dalam ilmu pengetahuan tentang tindak pidana judi sehingga diharapkan skripsi ini dapat memperkaya pembendaharaan dan koleksi karya ilmiah yang terkait dengan hal tersebut.

  b.

  Manfaat Praktis 1)

  Memberikan kontribusi dalam sosialisasi tentang tindak pidana judi kepada masyarakat yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan perannya dalam mencegah dan memberantas tindak pidana judi di Indonesia.

  2) Memberikan kontribusi pemikiran bagi aparat penegak hukum untuk dapat meningkatkan profesionalisme dan melakukan terobosan serta inovasi-inovasi dalam upaya penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana judi.

  3) Untuk membantu memberikan pemahaman tentang efektivitas berbagai perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana judi agar aparat penegak hukum dan lembaga yang berwenang dapat meningkatkan kinerja dan berupaya penerapan undang-undang tersebut agar lebih efektif.

D. Keaslian Penulisan

  Bahwa penulisan skripsi dengan judul “Tindak Pidana Judi Menurut Hukum Positif (KUHP) dan Qanun Nomor 13 Tahun 2003” telah diperiksa melalui penelusuran kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, hasil penelusuran itu ditemukan skripsi dengan judul “ kajian asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence terhadap tembak mati di tempat tersangka pelaku tindak pidana terorisme”,oleh : Gerhat Siagian , NIM : 070200103 dengan topik pembahasannya adalah: Pertama, bagaimana kedudukan asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence dalam penegakan hukum pidana Indonesia. Kedua, bagaimana pemberlakuan asas tidak bersalah atau presumption

  

of innocence dalam undang-undang nomor 15 tahun tahun 2003 tentang

  pemberantasan tindak pidana terorisme. Ketiga, bagaimana landasan tembak mati pada asas praduga tidak bersalah atau presumption of innocence terhadap tersangka pelaku tindak pidana terorisme sebagai bentuk tembak matidi tempat.

  Judul skripsi di atas jika dibandingkan dengan judul dalam skripsi ini, jauh berbeda baik dari judul maupun dari permasalahan yang dibahas, dimana fokus pembahasan dalam skripsi ini dititikberatkan pada: “Tindak pidana judi menurut hukum positif dan Qanun nomor 13 tahun 2003”. Oleh karena itu, judul dan permasalahan di dalam penelitian ini, dapat dikatakan jauh dari unsur plagiat berasal dari peraturan perundangan-undangan, buku-buku hukum, literatur- literatur, dan media elektronik yang berhubungan dengan skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

  Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang pada dasarnya dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan (nestapa) yang sengaja Dikenakan /dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana. Moeljatno dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, istilah hukuman yang berasal dari kata straf, merupakan suatu istilah yang konvensional. Moeljatno

  

  menggunakan istilah yang inkonvensional, yaitu pidana 1.

  Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah hukum pidana Belanda yaitu “

  Strafbaar feit”. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda dan KUHP, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Tindak pidana dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang- undangan pidana kita. Dalam hampir seluruh peraturan perundang-undangan menggunakan istilah tindak pidana, seperti UU No. 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Subversi atau UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

  R. Soesilo menyebutkan bahwa tindak pidana adalah sesuatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh Undang-Undang yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan hukuman.

   a.

  unsur objektif yang meliputi : Dalam hal ini tindak pidana juga terdiri dari dua unsur yaitu: 1.

  Perbuatan manusia yang positif atau negative yang menyebabkan pidana.

  2. Akibat perbuatan manusia yang terdiri atas membahayakan kepentingan hukum yang menurut norma hukum itu perlu agar dapat dihukum.

  3. Keadaan di sekitar perbuatan itu, atau bisa jadi keadaan pada waktu melakukan perbuatan.

  b.

  Unsur subjektif yaitu unsur yang ada dalam diri si pelaku yaitu kesalahan dari orang yang melanggar aturan-aturan pidana, artinya pelanggaran itu harus dapat dipertanggung jawabkan kepada si pelanggar.

  Suatu perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan tersebut : a.

  Melawan hukum b. Merugikan masyarakat c. Dilarang oleh aturan pidana d. Pelakunya diancam dengan hukuman pidana.

   2.

  Pengertian Judi Pengertian tindak pidana judi dalam Pasal 303 ayat 3 KUHP, Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang 8 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Bogor: Politea,1998), hlm. 26. keputusan perlombaan atau permainanlain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan

   lainnya.

3. Judi dalam perspektif hukum islam

  Kata judi dalam bahasa Indonesianya memiliki arti "permainan dengan

  

  memakai uang sebagai taruhan (seperti main dadu dan main kartu). Sedang

  

  penjudi adalah (orang yang) suka berjudi. Kata judi tersebut biasanya dipadankan dengan maysir dalam bahasa Arabnya. Kata maysir berasal dari akar kata al-yasr yang secara bahasa berarti "wajibnya sesuatu bagi pemiliknya". Ia juga bisa berasal dari akar kata al-yusr yang berarti mudah. Akar kata lain

   adalah al-yasar yang berarti kekayaaan.

  Pengertian judi atau maisir dalam Qanun No. 13 Tahun 2003, dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 20, maisir adalah kegiatan dan/atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih di mana pihak yang menang

   mendapatkan bayaran.

  10 11 Hlm 303 ayat 3 KUHP Buku Kedua Departemen P&K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 367. 12 13 Ibid.

  Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farh al-Qurthubiy (selanjutnya disebut al- Qurthubiy), al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, (Kairo: Dar al-Syu'ub, 1372 H), Juz 3, hlm. 53. 1414 Himpunan Undang-Undang, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah/Qanun, Instruksi

F. Metode Penelitian 1.

  Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu

   pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

  2. Sifat penelitian Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini, bermaksud untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh, mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan Tindak pidana judi menurut Hukum Positif (KUHP) dan Qanun Nomor 13 Tahun 2003.

  3. Sumber dan pengumpulan data Sumber data dalam penulisan skripsi ini meliputi data sekunder. Kemudian diolah dan di analisa dengan mempergunakan tehnik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data dan sifat serta peristiwa hukumnya.

  4. Analisis Data Skripsi ini menggunakan analisis data kualitatif yang berpedoman pada tipe dan tujuan dari penelitian yang dilakukan. Data yang terkumpul dalam penelitian deskriptif diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan, sehingga analisis data ini merupakan penjelasan terhadap penemuan yang ada di lapangan.

  Penelitian kualitatif sama halnya seperti penelitian etnografi yang bertujuan untuk menemukan pila-pola kebudayaan yang membuat hidup menjadi berarti bagi orang atau masyarakat, teknik penelitian yang digunakan adalah

   wawancara mendalam, pengamatan terlibat dan wawancara tidak berstruktur.

G. Sistematika Penulisan

  Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur dan terbagi dalam bab-bab yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:

  BAB I PENDAHULUAN Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar yang didalamnya terurai tentang latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah kemudian dilanjutkan dengan keaslian penulisan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan yang kemudian diakhiri dengan sistematika penulisan.

  BAB II TINDAK PIDANA JUDI MENURUT HUKUM POSITIF Berisikan tentang sejarah perjudian, bentuk-bentuk judi dan dasar hukum tindak pidana judi

  BAB III TINDAK PIDANA JUDI MENURUT SYARIAT ISLAM DAN QANUN Berisikan tentang sejarah lahirnya qanun di Nanggroe Aceh Darussalam, tindak pidana judi menurut syariat Islam dan Pengaturan Tindak Pidana Judi menurut Qanun 13 Tahun 2003 BAB IV PERBANDINGAN TINDAK PIDANA JUDI MENURUT HUKUM POSITIF DAN QANUN Berisikan tentang Perbandingan Penerapan Sanksi Pidana Menurut Pasal 33 KUHP dengan Qanun 13 Tahun 2003 yang terdiri dari Unsur-unsur penerapan Sanksi Pidana Menurut Hukum Positif dan Unsur-unsur penerapan Sanksi Pidana Menurut Qanun. Efektivitas Berlakunya Qanun 13 Tahun 2003 di Aceh yang terdiri dari Pidana Cambuk Sebagai Upaya Pencegahan Terhadap Tindak Pidana Judi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi. Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya guna.

Dokumen yang terkait

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengembangan Usaha 2.1.1 Pengertian pengembangan Usaha - Analisis Profitabilitas Dalam Pengembangan Usaha (Studi Kasus Pada Dian Aquatik Indonesia)

0 1 40

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Jus Buah Stroberi (Fragaria X Ananassa) Terhadap Diskolorasi Gigi Yang Disebabkan Oleh Kopi

0 0 18

BAB II TINJAUAN UMUM MASYARAKAT MINANGKABAU DAN SANGGAR TIGO SAPILIN DI KOTA MEDAN 2.1 Asal-Usul Masyarakat Minangkabau - Hubungan Struktur Tari, Musik Iringan, dan Fungsi Sosial Tari Galombang yang Dipertunjukan Sanggar Tigo Sapilin pada Upacara Adat Per

0 1 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Kualitas Pelayanan Publik Di Pt. Pegadaian (Persero) (Studi Pada Kantor Pt. Pegadaian (Persero) Upc Padangmatinggi, Kota Padangsidimpuan)

0 0 22

BAB II TUJUAN PENERAPAN PIDANA BERSYARAT DALAM TINDAK PIDANA KECELAKAAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN ANAK A. Jenis-Jenis Kecelakaan Lalu Lintas - Tindak Pidana Bersyarat pada Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas yang dilakukan oleh Anak Dalam Praktik (Studi Putusa

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang - Tindak Pidana Bersyarat pada Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas yang dilakukan oleh Anak Dalam Praktik (Studi Putusan Nomor: 217/Pid.Sus/2014/PT.Bdg)

0 0 21

BAB II PENGATURAN TERHADAP PELAKU TANPA IZIN MELAKUKAN KEGIATAN INDUSTRI KECIL A. Pengaturan Terhadap Pelaku Tanpa Izin Melakukan Kegiatan Industri dalam UU No. 5 Tahun 1984 1. Tindak Pidana dalam hal Perizinan - Sanksi Denda Terhadap Pelaku Tanpa Izin Me

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Sanksi Denda Terhadap Pelaku Tanpa Izin Melakukan Kegiatan Industri Kecil berdasarkan Persepktif UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 974/Pid.B/2014/PN.Mdn)

0 0 23

BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PERIKANAN MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA - Peran Polisi Perairan Dalam Menangani Tindak Pidana Perikanan di Perairan Serdang Bedagai (Studi di Satuan Kepolisian Perairan Resort Serdang Bedagai)

0 0 19

Tindak Pidana Judi Menurut Hukum Positif (Kuhp) Dan Qanun Nomor 13 Tahun 2003

0 3 21