Mitra Bestari Sebagai Wujud Kolaborasi A

Ns, H. Kusnadi Jaya, S.Kep.
Prodi Magister Keperawatan FK Undip Konsentrasi Manajemen Keperawatan

Mitra Bestari Sebagai Wujud Kolaborasi
Antara Rumah Sakit dan Institusi Pendidikan Keperawatan
Untuk Mengembangkan Profesionalisme Perawat
Sesuai Permenkes 49 Tahun 2013
Ns, H. Kusnadi Jaya, S.Kep.
Mahasiswa Prodi Magister Keperawatan FK Undip
Konsentrasi Manajemen Keperawatan

A. Pendahuluan
Secara konseptual, penyelenggaraan pelayanan keperawatan di Rumah
Sakit ditentukan oleh tiga komponen utama yaitu : a) jenis pelayanan
keperawatan yang diberikan; b) sumber daya manusia tenaga keperawatan
sebagai pemberi pelayanan; dan c) manajemen tata kelola pemberian pelayanan 1.
Secara formal Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 49 Tahun 2013 Tentang
Komite Keperawatan dalam pasal 2 mengemukakan bahwa “Penyelenggaraan
Komite Keperawatan bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme tenaga
keperawatan serta mengatur tata kelola klinis yang baik agar mutu pelayanan
keperawatan dan pelayanan kebidanan yang berorientasi pada keselamatan pasien

di

Rumah

Sakit

lebih

terjamin

dan terlindungi” 2. Dengan

demikian

penyelenggaraan Komite keperawatan di Rumah Sakit fokus terhadap
pengembangan tata kelola klinis dan pengembangan keprofesian berkelanjutan
dari tenaga keperawatan.
Komite Keperawatan sebagai wadah pengembangan profesionalisme
bagi tenaga keperawatan sebenarnya telah dikenal sejak diterbitkannya
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pedoman

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Daerah. Namun dalam UndangUndang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Komite Keperawatan tidak
lagi disebutkan sebagai bagian penting dari struktur organisasi rumah sakit,
sebagaimana Komite Medik, hingga akhirnya Permenkes 49/2013 diterbitkan.
Banyak kemungkinan penyebab hilangnya komite keperawatan dari UU Rumah
Sakit, namun setidaknya dapat dianalogikan bahwa sesuatu yang tidak dianggap
penting tidak akan dipertahankan. Karena itu, tantangan terbesar pasca
dipulihkannya eksistensi komite keperawatan adalah memberikan bukti bahwa

1

Mitra Bestari Sebagai Wujud Kolaborasi Antara Rumah Sakit dan Institusi Pendidikan Keperawatan
Untuk Mengembangkan Profesionalisme Perawat Sesuai Permenkes 49 Tahun 2013

Ns, H. Kusnadi Jaya, S.Kep.
Prodi Magister Keperawatan FK Undip Konsentrasi Manajemen Keperawatan

wadah ini berkontribusi terhadap peningkatan tata kelola klinis keperawatan dan
meningkatkan performa rumah sakit menghadapi akreditasi.
B. Mimpi Indah Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Praktik profesional perawat sebagai ciri utama profesi, diharapkan tetap

dipelihara, dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya guna mempertahankan
standar praktik profesional yang tinggi, sehingga masyarakat dapat menerima
haknya untuk memperoleh pelayanan keperawatan yang aman dan berkualitas3.
Lebih jauh dijelaskan bahwa pengembangan keprofesian berkelanjutan
merupakan kegiatan yang bersifat terencana, self directed dan practice based dari
seorang perawat. Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan terdiri dari :
1) kegiatan praktik profesional (memberikan asuhan langsung atau membimbing
mahasiswa melakukan asuhan keperawatan); 2) pendidikan berkelanjutan; 3)
pengembangan ilmu pengetahuan; serta 4) pengabdian masyarakat. Output dari
kegiatan ini sendiri adalah : 1) registrasi dan re-registrasi (STR); dan 2) lisensi
(SIPP).
Secara sederhana Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
yang diterbitkan oleh PPNI menghendaki seorang perawat untuk terus-menerus
mengembangkan profesionalismenya secara sadar dan terencana sehingga
kualitas prakteknya semakin meningkat serta etik dan legal secara hukum
(teregistrasi dan terlisensi). Hanya saja sampai saat ini masih terdapat beberapa
kendala dalam implementasinya, misalnya :
1. STR yang diajukan sejak tahun 2012 masih banyak yang belum terbit. Tentu
tidak fair apabila rumah sakit diberikan sanksi karena mempekerjakan
perawat yang tidak teregistrasi sementara proses registrasi sendiri masih

mengalami kendala.
2. Pendidikan berkelanjutan berupa pelatihan yang berkontribusi meningkatkan
praktik belum tertata dengan baik. Kita masih menemukan perawat mengikuti
pelatihan yang sama sekali tidak berhubungan dengan bidang pekerjaannya
klinisi. Atau pelatihan teknis yang diikuti oleh seseorang yang tidak bekerja
dalam bidang yang berhubungan. Selain itu masih banyak perawat yang
enggan mengikuti pelatihan karena menganggap kontribusinya terlalu mahal

1

Mitra Bestari Sebagai Wujud Kolaborasi Antara Rumah Sakit dan Institusi Pendidikan Keperawatan
Untuk Mengembangkan Profesionalisme Perawat Sesuai Permenkes 49 Tahun 2013

Ns, H. Kusnadi Jaya, S.Kep.
Prodi Magister Keperawatan FK Undip Konsentrasi Manajemen Keperawatan

dan tidak dibantu oleh instansi (seperti pemberian SPPD untuk mengikuti
pelatihan).
3. Keterlibatan perawat praktisi untuk melakukan penelitian dan pengabdian
masyarakat sangat kurang, bahkan dapat dikatakan tidak terlihat. Selain

kapasitas SDM perawat yang umumnya tidak memadai untuk melakukan
penelitian dan pengabdian masyarakat, dukungan fasilitasi dari instansi untuk
melakukan kegiatan tersebut juga kurang. Perawat lebih banyak disibukkan
dengan urusan adminsitrasi, pelayanan dan tindakan kolaborasi. Meskipun
ada beberapa rumah sakit mulai mengembangkan evidence based practice,
tetapi publikasi tentang manfaat dan berjalannya kegiatan secara nasional
tidak pernah terekspos sehingga tidak menginspirasi institusi lain melakukan
hal yang sama.
Hadirnya regulasi tentang Komite Keperawatan seolah memberikan
angin sejuk untuk menstimulasi pengembangan keprofesian berkelanjutan yang
masih dilaksanakan setengah hati oleh sebagian besar perawat saat ini. Penerapan
jenjang karir klinis, pemberian surat penugasan klinis dan kredensial tenaga
keperawatan dalam pemberian kewenangan klinis memberikan koridor yang
lebih

realistis

dalam

upaya


pengembangan

keprofesian

berkelanjutan.

Penyusunan Nursing Staff By Law dan White Book seolah-olah memberikan
kerangka kerja yang lebih operasional tentang bagaimana menyelenggarakan tata
kelola klinis yang baik dan bagaimana mengimplementasikan pengembangan
keprofesian berkelanjutan dalam area klinis masing-masing perawat. Hanya saja
belum semua rumah sakit terpapar mengenai hal ini.
Hasil penelusuran Penulis di beberapa rumah sakit di Kalimantan
Tengah, sebagian besar sudah memiliki Komite Keperawatan. Namun saat
ditanyakan kepada beberapa perawat mengenai kegiatan komite maka sebagian
besar sepakat bahwa kegiatan yang sudah dilaksanakan adalah seminar tentang
keperawatan. Belum ada yang menerapkan jenjang karir profesional, belum ada
yang memiliki NSBL dan White Book, serta belum ada yang menerapkan
kredensial untuk penerbitan surat penugasan klinis bagi tenaga keperawatan yang
memberikan pelayanan di rumah sakit. Penulis juga masih menemukan di

beberapa daerah lainnya di luar Jawa bahwa dalam banyak kasus terjadi

1

Mitra Bestari Sebagai Wujud Kolaborasi Antara Rumah Sakit dan Institusi Pendidikan Keperawatan
Untuk Mengembangkan Profesionalisme Perawat Sesuai Permenkes 49 Tahun 2013

Ns, H. Kusnadi Jaya, S.Kep.
Prodi Magister Keperawatan FK Undip Konsentrasi Manajemen Keperawatan

ketegangan peran antara pengurus komite keperawatan dan pejabat bidang
keperawatan akibat belum terpapar tentang fungsi masing-masing dalam
pengembangan tenaga keperawatan. Hal ini terjadi karena sebagian besar rumah
sakit masih menganggap masalah ini adalah masalahnya sendiri yang harus
mereka selesaikan dengan seluruh kapasitas yang tersedia dalam diri institusi
sendiri. Padahal sumber-sumber yang tersedia untuk penyelesaian masalah di
dalam institusi sangat terbatas.
C. Kolaborasi Praktisi dan Akademisi Dalam Pengembangan Profesionalisme
dan Praktik Keperawatan
Penelitian Lindberg dkk (2012) menyimpulkan bahwa dalam konteks

kerjasama praktik keperawatan antara institusi pendidikan dan rumah sakit,
belum ada kesadaran kolektif bahwa pengembangan kualitas praktik keperawatan
dalam tatanan klinis sebenarnya merupakan tanggung jawab bersama kedua belah
pihak4. Situasi yang sama juga terjadi di Indonesia, dimana institusi pendidikan
dianalogikan sebagai wadah penelitian dan pengembangan konsep keilmuan yang
ideal sedangkan rumah sakit merupakan dunia realita (dengan segala dinamika
internalnya) yang sampai kapanpun tidak akan pernah ideal sebagaimana konsep
di pendidikan.
Systematic review yang dilakukan Uhrenfeldt dkk (2014) terhadap
publikasi di 5 negara Eropa mengidentifikasi bahwa keberhasilan kolaborasi
antara praktisi dan akademisi sangat bergantung pada kapasitas fasilitator
(pemahaman tentang konteks dan mekanisme kerjasama, komitmen dan
tanggungjawab serta kerjasama tim yang mendukung) dan seringkali terhambat
karena dana dan waktu yang tidak memadai serta hambatan komunikasi
(termasuk beban kerja yang tinggi dan mekanisme bimbingan yang tidak terarah).
Karena itu dibutuhkan perencanaan yang baik dengan konteks yang lebih spesifik
untuk memfasilitasi kolaborasi yang baik5.
Meskipun disepakati bahwa kolaborasi antara praktisi dan akademisi
akan bermanfaat bagi pasien, namun terbatasnya pengetahuan masing-masing
pihak tentang apa yang dipahami dan terjadi dalam keseharian pihak lainnya

diakui sangat menghambat majunya kolaborasi meskipun dalam konteks
interprofesi. Namun demikian, kolaborasi akan menjadi bermakna apabila

1

Mitra Bestari Sebagai Wujud Kolaborasi Antara Rumah Sakit dan Institusi Pendidikan Keperawatan
Untuk Mengembangkan Profesionalisme Perawat Sesuai Permenkes 49 Tahun 2013

Ns, H. Kusnadi Jaya, S.Kep.
Prodi Magister Keperawatan FK Undip Konsentrasi Manajemen Keperawatan

melibatkan pejabat struktural tertinggi dalam keperawatan6–8. Penelitian Spicer
dkk (2010) yang dilakukan di Cina sebagai evaluasi terhadap “collaborative
nursing leadership project” antara Departemen Kesehatan, organisasi profesi
keperawatan dan universitas yang menyelenggarakan pendidikan keperawatan
mengidentifikasi bahwa sebagian besar direktur keperawatan di rumah sakit
mempersepsikan bahwa pengembangan kapasitas staff keperawatan dan praktik
keperawatan bersama-sama dengan lembaga pendidikan merupakan pengalaman
yang paling berharga. Leadership yang baik dari para direktur keperawatan ini
menjadikan rumah sakit sebagai “magnet” bagi pengembangan profesionalisme

dan praktik keperawatan9.
Dobalian dkk (2014) berhasil mengidentifikasi bahwa pengembangan
kemitraan akademisi-klinisi memerlukan sebuah wadah organisasi yang
merupakan wujud kolaborasi kedua institusi yang berbeda. Beberapa tema
penting yang berhasil teridentifikasi antara lain : 1) kolaborasi antar organisasi
pendidikan dan pelayanan adalah sesuatu yang kritis (perlu mendapat perhatian);
2) tantangan untuk memadukan kedua budaya yang berbeda; 3) tantangan untuk
merekrut perawat untuk berperan dalam kegiatan pembelajaran di kampus; 4)
pentingnya penataan kemitraan untuk mempromosikan praktik berbasis bukti dan
pembelajaran berbasis simulasi dalam pengaturan klinis; dan 5) mengakui bahwa
hubungan yang stabil harus didasarkan pada komitmen jangka panjang daripada
sekedar perubahan jangka pendek10.
Coonan (2008) merekomendasikan bahwa collaborative leadership perlu
segera diintegrasikan untuk mengembangkan, meningkatkan dan memelihara
kompetensi klinis perawat baik di akademik maupun di klinik. Institusi rumah
sakit dan pendidikan harus mulai berbagi sumber daya yang berharga dan keluar
dari isolasi yang dibuat sendiri untuk mulai melihat pengembangan keperawatan
dalam kerangka berpikir yang lebih besar11.
Berdasarkan beberapa publikasi yang telah disampaikan, diidentifikasi
kunci keberhasilan kolaborasi antara institusi pendidikan dan institusi rumah

sakit meliputi :
1) Adanya kesadaran kolektif untuk secara bersama-sama memajukan praktik
keperawatan dalam tatanan klinis;

1

Mitra Bestari Sebagai Wujud Kolaborasi Antara Rumah Sakit dan Institusi Pendidikan Keperawatan
Untuk Mengembangkan Profesionalisme Perawat Sesuai Permenkes 49 Tahun 2013

Ns, H. Kusnadi Jaya, S.Kep.
Prodi Magister Keperawatan FK Undip Konsentrasi Manajemen Keperawatan

2) Adanya leadership yang kuat dan ditunjang kapasitas individual yang baik
dari orang-orang yang menjadi fasilitator dalam kegiatan kerjasama;
3) Adanya perencanaan yang baik dengan konteks kerjasama yang lebih
spesifik;
4) Saling memahami peran/fungsi dan dinamika yang terjadi pada kedua belah
pihak;
5) Melibatkan pejabat struktural keperawatan dan stakeholder lain yang
berpengaruh dalam pembuatan keputusan-keputusan;
6) Saling berbagi sumber daya; dan
7) Dalam koridor organisasi formal.
D. Mitra Bestari
Mitra Bestari adalah sekelompok tenaga keperawatan dengan reputasi
dan kompetensi yang baik untuk menelaah segala hal yang terkait dengan tenaga
keperawatan. Organisasi Mitra Bestari bersifat adhoc sesuai disiplin/spesifikasi
dan peminatan sesuai kebutuhan rumah sakit2. Mitra Bestari bukan mitra dari
Komite Keperawatan melainkan mitra dari institusi rumah sakit yang dibentuk
dengan keputusan direktur rumah sakit dan berperan sebagai fasilitator bagi
pengembangan Komite Keperawatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Mitra Bestari merupakan organisasi formal pelaksana kolaborasi antara rumah
sakit dan institusi lain (termasuk institusi pendidikan maupun organisasi profesi).
Dengan demikian ruang lingkup kerjasama Mitra Bestari sebenarnya
tidak sebatas memfasilitasi Komite Keperawatan semata-mata, tetapi mencakup
juga

pengembangan

profesionalisme

mahasiswa,

staff

keperawatan,

pengembangan leadership dalam keperawatan serta peningkatan praktik
keperawatan secara terus-menerus. Dengan kata lain Mitra Bestari juga dapat
diposisikan sebagai konteks kerjasama antara klinisi dan akademisi untuk
meningkatkan praktik. Konteks kerjasama ini dioperasionalkan dengan
pembentukan panitia-panitia kecil dengan masa kerja yang ditentukan, berisi
fasilitator-fasilitator yang lebih spesifik untuk menghasilkan output tertentu
sesuai kebutuhan rumah sakit.
Mengingat posisi Mitra Bestari sebagai implementasi dari model
kolaborasi antara praktisi dan akademisi yang diisi oleh fasilitator-fasilitator

1

Mitra Bestari Sebagai Wujud Kolaborasi Antara Rumah Sakit dan Institusi Pendidikan Keperawatan
Untuk Mengembangkan Profesionalisme Perawat Sesuai Permenkes 49 Tahun 2013

Ns, H. Kusnadi Jaya, S.Kep.
Prodi Magister Keperawatan FK Undip Konsentrasi Manajemen Keperawatan

dengan kapasitas yang baik di bidangnya masing-masing, maka Mitra Bestari
membutuhkan leadership yang kuat agar mampu menjadi leader dalam
pengembangan profesi dan peningkatan praktik keperawatan. Karena itu perlu
melibatkan stakeholder yang terkait dalam pembuatan keputusan dan kebijakan
berkaitan dengan keperawatan. Jika dibutuhkan, panitia kecil dari Mitra Bestari
dapat melibatkan Direktur Keperawatan, Direktur Pelayanan atau Ka. Bid.
Keperawatan (jabatan struktural tertinggi dalam keperawatan atau yang langsung
membawahi keperawatan), serta pejabat struktural di kampus (Ketua Program
Studi, unsur pimpinan yang membawahi akademik) dalam kapasitasnya sebagai
individual disamping pakar-pakar lainnya. Dengan demikian pembuatan
keputusan yang penting dan mendasar dapat dilakukan secepatnya dan akan
memperoleh dukungan yang kuat sebab dari awal sudah melibatkan stakeholder
yang berdampak besar dan memiliki ketertarikan yang besar terhadap
pengembangan keperawatan. Mitra Bestari yang baik akan dapat mendorong
penggunaan sumber-sumber secara bersama-sama sehingga masalah-masalah
yang menghambat pengembangan profesionalisme perawat menjadi mudan untuk
diselesaikan.
Dalam konteks pengembangan keprofesian berkelanjutan, Mitra Bestari
berperan sebagai fasilitator untuk membangun sistem yang “click”, bahkan
menjadi bagian dari sistem itu sendiri. Stimulasi-stimulasi melalui kegiatan
coaching, preceptoring, mentoring, baik dalam konteks pembinaan etik-disiplin
maupun penjaminan mutu akan sangat berpengaruh terhadap tumbuhnya
kesadaran

yang

baik

dari

tenaga

keperawatan

untuk

terus-menerus

mengembangkan diri secara sadar dan terencana. Terutama dalam masa transisi
yang penuh kebingungan untuk mencari pola pengembangan profesional yang
ideal. Diskusi-diskusi pakar bersama perawat klinis maupun mahasiswa
keperawatan yang bermuara pada reflective practice akan mendorong tumbuhnya
kesadaran perawat terhadap kebutuhannya sendiri agar dapat membuat keputusan
klinis yang lebih baik.
Leung dkk (2010) mengemukakan bahwa pembelajaran reflektif
(reflective learning) merupakan komponen penting dari integritas intelektual dan
praktek profesional, misalnya sebagai alat penilaian diri sendiri (self-assessment)

1

Mitra Bestari Sebagai Wujud Kolaborasi Antara Rumah Sakit dan Institusi Pendidikan Keperawatan
Untuk Mengembangkan Profesionalisme Perawat Sesuai Permenkes 49 Tahun 2013

Ns, H. Kusnadi Jaya, S.Kep.
Prodi Magister Keperawatan FK Undip Konsentrasi Manajemen Keperawatan

dalam praktik12. Agar Mitra Bestari dapat berkontribusi dalam menumbuhkan
kesadaran

diri

perawat

dalam

mengembangkan

keprofesiannya

secara

berkelanjutan maka setiap kegiatan pendampingan yang diselenggarakan oleh
Mitra Bestari mesti menggunakan kerangka berpikir reflektif.
E. Kesimpulan
Pengembangan keprofesian secara berkelanjutan telah dioperasionalkan
dalam tatanan klinik di rumah sakit melalui mekanisme kredensial, penjaminan
mutu

dan

penjagaan

etik-disiplin

profesional

melalui

wadah

Komite

Keperawatan. Mengingat keterbatasan kapasitas dan sumberdaya yang dimiliki
rumah sakit saat ini dalam membangun sistem tata kelola klinis yang baik maka
dibutuhkan Mitra Bestari, baik sebagai organisasi, sebagai konteks kerjasama
maupun sebagai sebuah sistem yang terus-menerus berjalan. Melalui kerjasama
Mitra Bestari maka pemanfaatan sumber-sumber penting yang ada pada rumah
sakit dan lingkungan strategisnya akan dapat dioptimalkan sehingga kualitas
asuhan yang diberikan perawat menjadi semakin baik dari waktu ke waktu. Agar
perawat memiliki kesadaran dan kemampuan self-directing yang baik untuk
mengembangkan keprofesiannya secara berkelanjutan maka setiap kegiatan Mitra
Bestari harus dilaksanakan berdasarkan kerangka berpikir reflektif daripada
sekedar “doing for” terhadap Komite Keperawatan, Perawat Klinik maupun
Mahasiswa Keperawatan.
F. Kepustakaan
1.

Kornela, F., Hariyanto, T. & Pusparahaju, A. Pengembangan Model Jenjang
Karir Perawat Klinis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit (Clinical Nursing
Career Model Development in Inpatient Units of Hospital). J. Kedokt.
Brawijaya 28, 58–63 (2014).

2.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite
Keperawatan RS.

3.

PPNI. Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Perawat
Indonesia. (2013).

4.

Lindberg, E., Persson, E. & Bondas, T. ‘The responsibility of someone else’:
a focus group study of collaboration between a university and a hospital
regarding the integration of caring science in practice. Scand. J. Caring Sci.
26, 579–586 (2012).

1

Mitra Bestari Sebagai Wujud Kolaborasi Antara Rumah Sakit dan Institusi Pendidikan Keperawatan
Untuk Mengembangkan Profesionalisme Perawat Sesuai Permenkes 49 Tahun 2013

Ns, H. Kusnadi Jaya, S.Kep.
Prodi Magister Keperawatan FK Undip Konsentrasi Manajemen Keperawatan

5.

Uhrenfeldt, L., Lakanmaa, R.-L., Flinkman, M., Basto, M. L. & Attree, M.
Collaboration : a SWOT analysis of the process of conducting a review of
nursing workforce policies in five European countries. J. Nurs. Manag. 22,
485–498 (2014).

6.

Paz-lourido, B. & Kuisma, R. M. E. General practitioners ’ perspectives of
education and collaboration with physiotherapists in Primary Health Care : A
discourse analysis. J. Interprof. Care 27, 254–260 (2013).

7.

Richardson, A. & Storr, J. Patient safety : a literative review on the impact of
nursing empowerment , leadership and collaboration. Int. Nurs. Rev. 57, 12–
22 (2010).

8.

Clancy, A., Gressnes, T. & Svensson, C. Public health nursing and
interprofessional collaboration in Norwegian municipalities : a questionnaire
study. Scand. J. Caring Sci. 27, 659–668 (2013).

9.

Spicer, J. G. et al. Collaborative nursing leadership project in the People ’ s
Republic of China. Int. Nurs. Rev. 57, 180–188 (2010).

10. Dobalian, A., Wyte-lake, T., Pearson, M. L., Dougherty, M. B. &
Needleman, J. The critical elements of effective academic-practice
partnerships : a framework derived from the Department of Veterans Affairs
Nursing Academy. BMC Nurs. 13, (2014).
11. Coonan, P. R. Educational Innovation : Nursing ’ s. Nurs. Econ. 26, 117–122
(2008).
12. Leung, K. H., Pluye, P., Grad, R. & Weston, C. A reflective learning
framework to evaluate CME effects on practice reflection. J. Contin. Educ.
Health Prof. 30, 78–88 (2010).

1

Mitra Bestari Sebagai Wujud Kolaborasi Antara Rumah Sakit dan Institusi Pendidikan Keperawatan
Untuk Mengembangkan Profesionalisme Perawat Sesuai Permenkes 49 Tahun 2013