Manajemen Investigasi Tindak Kriminal

MANAJEMEN INVESTIGASI TINDAK KRIMINAL
ETIKA DAN PROFESIONALISME SAKSI AHLI
Dosen : dr. Handayani Dwi Utami, Sp.

di susun oleh :
Subektiningsih
15197221

MAGISTER TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2016

ETIKA DAN PROFESIONALISME SAKSI AHLI
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sebuah permasalahan selalu membutuhkan penyelesaian. Sama
halnya dengan sebuah kasus dalam persidangan membutuhkan bukti-bukti
untuk menyelesaikannya. Pembuktian ini diharapkan bisa memberikan
keputusan kasus yang tepat dan tidak menimbulkan kekeliruan. Dalam

sebuah persidangan terdapat berbagai alat bukti yang sah untuk melakukan
pembuktian tersebut. Alat bukti yang sah ialah : Keterangan Saksi,
Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk, dan Keterangan Terdakwa. 1 Seorang ahli
ini dapat dipanggil oleh penyidik ketika diperlukan dalam pemeriksaan
sebuah perkara. Ahli juga dapat dihadirkan dalam persidangan untuk
membantu memperjelas sebuah perkara sehingga membantu Hakim dalam
mengambil keputusan. Selain itu, seorang ahli juga dapat berada dalam
posisi untuk membantu meringankan tersangka atau terdakwa.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Tahun (KUHAP)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 ini berlaku untuk melaksanakan
tatacara peradilan dalam lingkungan peradilan umum pada semua tingkat
peradilan.2 Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan tentang alat bukti
yang sah digunakan dalam pengadilan, yang pada khususnya keterangan
saksi dan keterangan ahli. Sehingga dapat ditarik pemahaman tentang
saksi ahli dan tentang prinsip utama saksi ahli yang meliputi kompetensi
serta kemampuan yang harus dimiliki. Supaya saksi ahli dapat
membedakan ruang lingkup untuk menyampaikan informasi yang hanya
boleh disampaikan di pengadilan atau informasi yang boleh dibagikan
kepada masyarakat umum. Dan dapat menjabarkan tentang berbagai sanksi
yang bisa diberikan kepada saksi ahli apabila tidak memenuhi kualifikasi

sehingga

lembaga

profesi

bisa

mengadakan

pembinaan

mengantisipasi sebuah kesalahan yang dapat ditimbulkan.
1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Bab XVl Pasal 184 Ayat
2 Ibid. Bab II Pasal 2

(1)

untuk


I.2 Tujuan
Tujuan dari pembahasan ini diharapkan bisa menambah pemahaman
tentang saksi ahli pada khususnya dan berbagai penjelasan tentang alat
bukti yang sah pada umumnya. Memahami etika yang harus dimiliki para
saksi ahli sehingga menjadikan para saksi ahli yang profesional dalam
bidangnya, khususnya dalam bidang forensik digital. Dan memberikan
contoh tentang pemaparan saksi ahli tentang sebuah kasus.
I.3 Ruang Lingkup Materi
Semua tatacara dalam peradilan diatur dalam KUHAP (Kitab
Undang Undang Hukum Acara Pidana) Undang-Undang nomor 8 tahun
1981. Dan untuk forensik digital mengacu Undang-Undang ITE Nomor 11
tahun 2008.
II. LANDASAN TEORI
II.1

Alat Bukti yang Sah
Sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief

wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat
dipergunakan untuk pembuktian.3 Hal ini mempunyai arti bahwa sebuah bukti

yang berada di luar ketentuan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti
yang sah. Alat bukti yang sah sudah dijabarkan di dalam Undang-Undang dan
berikut ini penjelasannya :
1. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di
sidang pengadilan.4
2. Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan. 5
3. Surat dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.6

3 Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, hal. 19
4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Bab XVl Pasal 185 Ayat (1)
5 Ibid. Pasal 186
6 Ibid. Pasal 187

4. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan
tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak
pidana dan siapa pelakunya.7
5. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang
perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.8

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 183 menyebutkan
bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya. Sehingga dalam hal ini keberadaan alat bukti sangat
penting untuk menentukan penyelesaian sebuah perkara. Dalam hal ini akan
difokuskan pembahasan tentang keterangan saksi dan keterangan ahli yang
kedudukannya sebagai alat bukti yang sah.
II.2

Keterangan Saksi
KUHAP Pasal 185 Ayat (1) sudah menjelaskan tentang keterangan saksi.

Sebuah kesaksian yang diperoleh dari pihak ketiga (testimonium de auditu)
tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti karena kesaksian yang hanya didengar
dari orang lain tidak terjamin kebenarannya. Namun kesaksian de auditu ini
perlu didengar oleh hakim untuk memperkuat keyakinan hakim yang
bersumber pada alat bukti lain.9
II.3


Keterangan Ahli
Penjelasan tentang keterangan ahli tidak ditegaskan dalam HIR

(Herzien Inlandsch Reglement), karena keterangan ahli tergabung dengan
keterangan saksi. Padahal kedua alat bukti tersebut merupakan dua hal yang
berbeda. Keterangan saksi merupakan keterangan yang diberikan oleh
seseorang yang mengalami, melihat, dan mendengar suatu peristiwa tindak
7 Ibid. Pasal 188
8 Ibid. Pasal 189
9 Andi Hamzah. 1983:242

pidana. Sedangkan keterangan ahli merupakan sebuah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang mempunyai pengetahuan khusus yang dapat
membantu dalam penyelesaian sebuah tindak pidana.
Hal ini juga disebutkan di dalam Undang-Undang ITE tahun 2008 Pasal
43 Ayat (5) huruf h, yaitu “meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam
penyidikan terhadap

tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;”.


Selanjutnya pengertian ahli dijelaskan lebih lanjut bahwa yang dimaksud
dengan “ahli” adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang
Teknologi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis
maupun praktis mengenai pengetahuannya tersebut.10 Ketika keterangan ahli
berada pada tingkat penyidikan, maka sebelum memberikan keterangan
tersebut, ahli harus mengucapkan sumpah atau janji terlebih dahulu.
Melihat uraian KUHAP Pasal 186 tersebut tidak penegaskan secara
lengkap dan jelas tentang keahlian apa yang seharusnya dimiliki seorang ahli
supaya bisa memberikan keterangan ahli yang dapat disampaikan dalam
pengadilan. Sehingga melihat dalam Pasal 343 Ned. SV (Werboek Van
Strafvording Belanda) menyatakan bahwa,
“Keterangan ahli adalah pendapat yang berhubungan dengan ilmu
pengetahuan yang telah dipelajarinya, tentang sesuatu apa yang dimintai
pertimbangannya.”11
Pendapat seorang ahli yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan
yang telah dipelajari tentang sesuatu apa yang diminta pertimbangannya, oleh
karena itu sebagai saksi ahli seseorang dapat didengar keterangannya
mengenai persoalan tertentu yang menurut pertimbangan hakim orang itu
mengetahui bidang tersebut secara khusus.12 Dalam HIR disebutkan
kriminalistik


termasuk

ilmu

pengetahuan.

Sehingga Van

Bemmelen

menyatakan bahwa ilmu tulisan, ilmu senjata, ilmu pengetahuan tentang sidik
jari dan sebagainya termasuk dalam pengertian ilmu pengetahuan.

10 Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik No. 11 Tahun 2008
11 Andi Hamzah. 2009: 13
12 Ibid. 2002:268

II.4


Saksi Ahli
Istilah saksi ahli tidak disebutkan dalam KUHAP, seperti yang telah

dijelaskan di atas bahwa dalam KUHAP disebutkan alat bukti yang sah
diantaranya; keterangan saksi dan keterangan ahli. Antara “saksi” dan “ahli”
berdiri sendiri-sendiri. Secara sederhana saksi memberikan keterangan melalui
apa yang dialami, dilihat, atau didengar secara langsung. Sedangkan ahli
memberikan keterangan berdasarkan kompetensi yang dimilikinya, sehingga
seorang ahli bisa menganalisa dan menjabarkan keterangan yang diperlukan.
Namun, dalam prakteknya istilah saksi ahli digunakan untuk penyebutan
seseorang yang mempunyai keahlian dalam bidang khusus yang memberikan
keterangan terkait yang disampaikan dalam peradilan.
dr. Handoko Tjondroputranto memberikan pernyataan bahwa ahli
terbagi menjadi dua, yaitu antara “ahli” dan “saksi ahli”. Ahli adalah orang
yang dimintakan keterangan itu hanya mengemukakan pendapatnya saja tanpa
melakukan pemeriksaan di persidangan. Sedangkan saksi ahli adalah orang
yang memberikan keterangan di hadapan hakim dengan disumpah baik
sebelum atau sesudah memberikan keterangannya.13
Pencatatan dalam Kamus Hukum menyatakan bahwa saksi ahli adalah
orang yang mengetahui dengan jelas mengenai sesuatu karena melihat sendiri

atau karena pengetahuannya. Dalam memberikan keterangan di muka
pengadilan, seorang saksi harus disumpah menurut agamanya agar supaya apa
yang diterangkannya itu mempunyai kekuatan sebagai alat bukti.14
Penuturan lain disampaikan oleh Sudarsono bahwa saksi ahli adalah
orang yang tidak terlibat suatu perkara yang sedang disidangkan akan tetapi
dijadikan saksi karena keahliannya.15 Hal ini mempunyai kaitan erat dengan
KUHAP Pasal 180 ayat (1) dan (2).

13 dr. Handoko Tjondroputranto, Pokok-Pokok Ilmu Kedokteran Forensik
14 J.C.T. Simorangkir. Kamus Hukum. 2002:151
15 Sudarsono. Kamus Hukum. 1992:415

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan penjelasan tentang saksi
ahli adalah orang yang dijadikan saksi karena keahliannya, bukan terlibat
dengan suatu perkara yang sedang disidangkan.16
Menurut Federal Rules of Evidence, Amerika Serikat, saksi ahli itu
adalah “An expert witness, professional witness or judicial expert is a witness,
who by virtue of education, training, skill, or experience, is believed to
have expertise and specialised knowledge in a particular subject beyond
that of the average person, sufficient that others may officially and legally

rely upon the witness's specialised (scientific, technical or other) opinion
about an evidence or fact issue within the scope of his expertise, referred to
as the expert opinion, as an assistance to the fact finder.”17
Artinya :
“Seorang saksi ahli, saksi profesional atau ahli peradilan yang
bertindak sebagai saksi, adalah mereka yang mempunyai pendidikan,
pelatihan, keterampilan, ataupun pengalaman, yang diyakini mempunyai
keahlian dan pengetahuan khusus di bidang tertentu yang tidak semua
orang bisa, sudah bisa dikatakan sah dan pendapat saksi yang mempunyai
spesialisasi (sains, teknik, atau lainnya) tentang barang bukti dalam
lingkup keahliannya tersebut dapat dipercayai dan legal dalam segi
hukum. Dan pendapat mereka tersebut dikatakan sebagai pendapat ahli dalam
membantu menemukan fakta yang sebenarnya”.
Saksi harus memberikan keterangan secara lisan. Apabila saksi ini
menyampaikan keterangan secara tertulis, maka keterangan saksi yang ditulis
tersebut dikategorikan menjadi alat bukti tertulis (surat) bukan termasuk ke
dalam alat bukti keterangan saksi. Asas unus testis nullus testis (seorang saksi
bukanlah saksi) merupakan keterangan saksi tanpa barang bukti tidak bisa
membuktikan sebuah perkara. Sehingga keterangan saksi tersebut harus
dilengkapi dengan barang bukti yang tepat. Namun, berbeda dengan
keterangan ahli. Seorang ahli dapat menyampaikan keterangan secara lisan
16 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1994:864
17 H. A. Feder, Law 101: Legal Guide for the Forensic Expert. U.S. Department of Justice, 2011.

maupun tertulis. Dan keterangan ahli dalam bentuk tulisan tersebut tetap
merupakan kategori alat bukti keterangan ahli. Pada keterangan ahli, asas
unus testis nullus testis tidak berlaku. Sehingga dengan keterangan ahli saja
dapat meyakinkan hakim dengan dilengkapi alat bukti yang lain. 18 Selain
digunakan dalam persidangan, keterangan dari saksi ahli juga bsa digunakan
dalam penyidikan, atau pun penuntutan.
III.PEMBAHASAN
Pembahasan ini memaparkan tentang prinsip utama dari seorang saksi
ahli. Bagaimana seharusnya saksi ahli menjaga etika dan profesionalisme
dalam memberikan keterangan yang dimilikinya. Dan penjelasan tentang
sanksi serta pembinaan dari lembaga profesi bagi yang tidak memenuhi
kualifikasi. Terakhir akan disajikan contoh sebuah kasus.
III.1

Prinsip Saksi Ahli
Saksi ahli merupakan salah satu tugas dari seorang yang sudah ahli

dalam forensik digital. Forensik merupakan suatu bidang ilmu yang
diterapkan untuk membantu proses pengungkapan kejahatan sehingga bisa
diajukan ke pengadilan. Lebih khusus dijelaskan bahwa dalam forensik
digital yang menjadi objek utama adalah system digital. Sehingga seorang
ahli forensik digital harus mampu menganalisa setiap temuan bukti digital
untuk membantu penuntasan suatu perkara jika diperlukan.
Penunjukkan sakhi ahli juga berbeda-beda. Tergantung dengan
kebutuhan yang diinginkan oleh penegak hukum. Saksi ahli bisa
diperlukan oleh penuntut dalam proses penyidikan. Selain itu, saksi ahli
bisa

berada

dalam

posisi

pihak

terdakwa

untuk

membantu

menggumpulkan materi dan bukti yang diajukan. Sebagai saksi ahli
mempunyai fungsi utama, yaitu dapat membuat terang sebuah perkara.
Sebuah perkara ini bisa dalam tingkat penyidikan, pengadilan, maupun
tuntutan. Meyakinkan hakim atas sebuah perkara dengan pembuktian
ilmiah. Seorang saksi ahli harus mempunyai kompetensi yang sesuai
18 Andi Hamzah. 2010

dalam bidangnya. Dalam KUHAP memang tidak mengatur tentang syarat
teknis yang harusdimiliki oleh seorang saksi ahli. Namun, berikut ini
disampaiakan kriteria yang harus dimiliki oleh saksi ahli menurut Debra
Shinder :19
1. Gelar pendidikan tinggi atau pelatihan lanjutan dibidang
tertentu;
2. Mempunyai spesialisasi tertentu;
3. Pengakuan sebagai guru, dosen, atau pelatih dibidang tertentu;
4. Lisensi Profesional;
5. Anggota dalam suatu organisasi profesi
6. Publikasi artikel, buku, atau publikasi lainnya;
7. Sertifikasi teknis. Untuk bidang Forensika Digital diantaranya
yaitu CEH, CHFI, GCIH, LPT, CEI, MCSE;
8. Penghargaan atau pengakuan dari industri.
Sebuah keberatan terhadap keterangan seorang saksi ahli bisa
diutarakan oleh salah satu pihak apabila meragukan hasil keterangannya.
Keberatan tersebut diajukan kepada hakim yang selanjutnya diputuskan
apakah penolakan tersebut diterima atau ditolak. Apabila keberatan
diterima maka harus mencari saksi ahli lain yang lebih dipercaya
kemampuannya. Oleh karena penyebab ini maka, pemilihan saksi ahli
harus cermat. Harus dipastikan semua kriteria dimiliki oleh seorang saksi
ahli. Supaya keterangan yang disampaikannya tepat dan tidak diragukan
lagi kesaksian yang disampaikannya.

III.2

Etika dan Profesionalisme Saksi Ahli
Etika (Etimologi) berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” yang

artinya watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Etika ini berkaitan dengan
moral. Namun, dari keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Moral
19 D. L. Shinder, “Testifying as an expert witness in computer crimes cases,” techrepublic.com

merupakan penilaian terhadap sebuah perbuatan yang dilakukan
seseorang. Namun, apabila etika merupakan pengkajian dari nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat. Sebuah etika diterapkan juga dalam
sebuah profesi yang merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya. Sehingga dikenal
istilah etika profesi. Pengertian dari etika profesi menurut Suhrawardi
Lubis adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan
professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian
sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban
terhadap masyarakat. 20
Setiap orang yang menjalankan profesinya harus memegang rasa
profesionalisme dalam pekerjaannya. Profesionalisme adalah sebuah
komitmen dari para anggota suatu profesi untuk terus meningkatkan
kemampuan yang dimilikinya. Profesionalisme mengacu terhadap sikap
mental yang berupa bentuk komitmen dari anggota suatu profesi agar
senantiasa meningkatkan kualitas profesionalnya untuk sebuah kemajuan.
Penjelasan tersebut mengarahkan bahwa seorang saksi ahli juga
harus

mempunya

etika

dan

profesionalisme

dalam

memberikan

keterangan. Saksi ahli harus berani bertanggung jawab atas keterangan
yang disampaikannya adalah sebuah kebenaran. Tanggung jawab tersebut
meliputi proses dan hasil yang disampaikan. Seorang saksi ahli juga harus
mempunyai rasa keadilan. Memberikan hak keterangan yang sesuai
kepada pihak yang meminta keterangan darinya. Saksi ahli juga harus
mempunyai kompetensi dalam melaksanakan pekerjaan sesuai jasa
profesionalnya.
Etika seorang ahli diatur dalam Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia, antara lain :21
1. Ahli adalah orang yang dipanggil dalam persidangan untuk
memberikan keterangan sesuai keahliannya;
20 Suhrawardi Lubis, 1994:6-7
21 Mahkamah Konstitusi RI, “Pengajuan Saksi Ahli.”
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.TataCara&id=12.

2. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan dalam
persidangan;
3. Ahli dapat diajukan oleh pemohon, presiden atau pemerintah,
dpr, dpd, pihak terkait, atau dipanggil atas perintah mahkamah;
4. Ahli wajib dipanggil secara sah dan patut;
5. Ahli wajib hadir memenuhi panggilan mahkamah;
6. Keterangan ahli yang dapat dipertimbangkan oleh Mahkamah
adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang tidak
memiliki kepentingan yang bersifat pribadi (conflict interst)
dengan subjek dan atau objek perkara yang sedang diperiska;
7. Sebelum memberikan keterangannya, ahli wajib mengangkat
sumpah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
8. Pemeriksaan ahli dalam bidang keahlian yang sama yang
diajukan

oleh

pihak-pihak

dilakukan

dalam waktu yang

bersamaan;
Sama halnya dengan ahli forensik digital. Seorang ahli forensik
digital dari saksi ahli ini mempunyai kewajiban untuk menyajikan tujuan
yang berisi kebenaran dari materi pengadilan. Seorang ahli harus
membantu pengadilan untuk mencapai tujuan utama dengan memberikan
keterangan yang obyektif. Memberikan opini yang berisi tentang hal-hal
dalam keahliannya yang diperlukan untuk memperjelas sebuah perkara.
Seorang ahli wajib menyampaikan kepada pengadilan apabila menemui
perubahan dalam menganalisa alat bukti yang ada. Ada banyak faktor yang
dapat mempengaruhi kinerja dari seorang ahli. Hal ini wajar karena
seorang ahli juga mempunyai perasaan, tuduhan, dan bahkan prasangka.
Namun, untuk menjadi seorang ahli harus bisa mengatasi perasan itu
semua. Seorang ahli, maupun saksi ahli harus mempunyai rasa sadar diri
yang tinggi dan harus tahan terhadap pengaruh perasaan seperti emosi,
keserakahan yang bisa menjadi perangkap dalam dirinya. Sehingga

menjaga etika dan menumbuhkan profesionalisme seorang ahli forensik
digital adalah sangat penting.
Sudah disinggung bahwa seorang ahli harus mempunyai prinsip
keadilan. Sehingga untuk menjalankan prinsip tersebut ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, yaitu :
1. legitimasi moral keahlian.
Ahli harus benar-benar mempunyai kompetensi pada bidang
keahliannya tersebut
2. Kebebasan profesi
Dalam memberikan keterangan ahli tidak boleh ditekan untuk
memberikan keterangan sesuai permintaan pihak tertentu.
Keterangan yang disampaikan harus berdasarkan kebenaran dan
keadilan.
3. Kebenaran Ilmiah
Keterangan yang diberikan ahli harus bersifat seilmiah mungkin
bersama dengan barang bukti yang ada.
Penyampaian keterangan ahli mempunyai mekanisme yang harus
dipatuhi. Berikut ini mekanisme tersebut sebagaimana dikemukakan oleh
Yahya Harahap :22
1. Diminta penyidik pada taraf pemeriksaan penyidikan. Tata cara dan
bentuk atau jenis keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah pada
bentuk ini:
a. Diminta dan diberikan ahli pada saat pemriksaan penyidikan. Jadi
pada saat penyidikan demi kepentingan peradilan, penyidik
meminta keterangan ahli. Permintaan itu dilakukan oleh penyidik
secara tertulis dengan menyebut secara tegas untuk hal apa
pemeriksaan itu dilakukan.

22 Yahya Harahap. 2002: 275

b. Atas permintaan penyidik, ahli yang bersangkutan membuat
laporan. Laporan itu berupa surat keterangan, misalnya visum et
repertum.
c. Laporan atau visum et repertum itu dibuat oleh ahli yang
bersangkutan mengingat sumpah di waktu ahli menerima jabatan
atau pekerjaan.
d. Dengan tata cara dan bentuk laporan ahli, keterangan yang
dituangkan dalam laporan, mepunyai sifat dan nilai sebagai alat
bukti yang sah menurut undang-undang.
2. Tata cara keterangan ahli yang diminta dan diberikan di persidangan
melalui mekanisme:
a. Apabila dianggap perlu dan dikehenndaki baik oleh ketua sidang
karena jabatan atau permintaan penuntut umum, terdakwa atau
penasihat hukum dapat meminta pemeriksaan keterangan ahli
dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.
b. Keterangan ahli menurut tata cara ini berbentuk keterangan lisan
dan secara langsung diberikan dalam pemeriksaan sidang
pengadilan oleh panitera.
c. Dan untuk itu ahli yang memberikan keterangan lebih dahulu
mengucapkan sumpah atau janji sebelum ia memberikan
keterangan.
d. Dengan dipenuhinya tata cara dan bentuk keterangan

yang

demikian dalam pemeriksaan sidang di pengadilan, bentuk
keterangan ahli tersebut menjadi alat bukti yang sah menurut
udang-undang dan sekaligus keterangan ahli yang seperti ini
mempunyai nilai kekuatan pembuktian.

Seorang saksi ahli selain memberikan keterangan yang diinginkan
oleh pihak hukum yang berwenang juga harus membuat laporan. Dalam
membuat laporan atau keterangan ahli mempunyai standart yang harus
dijalankan. Laporan yang dibuat ini merujuk terhadap Visum et Repertum
dari forensik kedokteran. Dalam laporan tersebut harus memuat hal-hal
sebagai berikut :
1. Bagian paling adalah kepala surat dari instansi
2. Bagian pembuka harus terdapat kata “projustisia” yang berarti
untuk keperluan pengadilan.
3. Bagian Pendahuluan. Memuat sejumlah informasi antara lain;
identitas pemeriksa, intitusi tempat bekerja, tanggal dan tempat
pemeriksaan,

institusi

peminta

pemeriksanaan,

obyek

pemeriksaan sesuai dengan uraian dalam surat pemeriksaan.
Dalam hal permintaan pemeriksaan, maka harus ada surat untuk
menunjukkan hal itu bukan semata-mata permintaan informal
dan sifatnya verbal.
4. Bagian Pemberitaan. Memuat hasil pemeriksaan tentang obyek
pemeriksaan yang terkait dengan perkara. Bagian ini harus
diuraikan secara rinci dan obyektif.
5. Bagian

Kesimpulan.

Bagian

ini

memuat

kesimpulan

pemeriksanaan berdasarkan kompetensi keilmuan tentang temuan
yang didapat selama proses pemeriksaan. Bila memungkinkan
maka kaitkan temuan dengan status perkara yang dihadapi dan
ketentuan hukum yang relevan. Bagian ini bersifat lihat dan
laporkan, yaitu harus dilaporkan semua yang dilihat. Kesimpulan
ini membantu hakim untuk mengarahkan dalam penyelesaian
perkara.
6. Bagian Penutup. Memuat penegasan bahwa laporan dan proses
pemeriksanaan dilakukan dengan secara jujur dan menjunjung
tinggi keadilan berdasarkan kompetensi keilmuan yang dimiliki

sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan. Dan terdapat
jaminan bahwa laporan ini adalah asli.
Untuk keabsahan, dalam visum et repertum harus dibubuhi tanda
tangan dan cap instantsi. Visum ini juga harus dibuat dengan bahasa yang
sebiasa mungkin supaya dapat digunakan oleh orang-orang yang
berkepentingan namun bukan ahli dalam bidang pembuat visum ini.
Ketika laporan ini lebih dari satu lembar, maka harus dibubuhkan paraf
disetiap lembarnya.
Seorang saksi ahli harus bisa menjaga kerahasiaan setap informasi
yang dimilikinya. Saksi ahli tidak boleh menyampaikan detail data yang
ada di dalam visum et repertum. Karena detail keterangan yang ada di
dalam visum et repertum hanya ditujukan untuk keperluan pengadilan dan
hanya boleh disampaikan di dalam pengadilan. Ahli boleh menyampaikan
kepada publik proses yang dilakukan dalam menganalisa barang bukti
untuk mendapatkan data yang relevan.
III.3

Lembaga Profesi Ahli Forensik Digital
Ahli forensik digital bisa bergabung dengan lembaga Polri untuk

membantu menanggani sebuah kasus. Namun, ahli forensik digital juga
bisa berdiri sendiri atau melakukan pekerjaannya secara independent.
Sebuah profesi biasanya mempunyai perkumpulan atau asosiasi. Hal
ini bertujuan untuk menghimpun orang-orang yang mempunyai profesi
yang sama sehingga bisa saling berbagi ilmu yang mereka miliki. Setiap
asosiasi mempunyai peraturan yang harus ditaati oleh setiap anggota.
Dengan adanya asosiasi profesi diharapkan dapat menjaga dan
meningkatkan profesionalisme mereka. Sama halnya dengan ahli forensik
digital juga mempunyai asosiasi yang berskala internasional maupun
nasional. Berikut ini asosiasi dari forensik digital yaitu :
1. International

High

Association (HTCIA)

Technology

Crime

Investigation

Asosiasi ini dibentuk untuk memberikan pendidikan dan
kolaborasi sesame anggota secara global untuk pencegahan dan
investigasi

kejahatan

cyber

tingkat

tinggi. Asosiasi

ini

mempunyai tujuan untuk membantu orang yang dibidang
teknologi dengan memberikan informasi, pendidikan,kemitraan
kolektif. HTCIA ini merupakan asosiasi non profit atau asosiasi
yang tidak mencari keuntungan. Untuk menjadi anggota asosiasi
ini harus membayar uang pendaftaran dan disetujui oleh Komite
Keanggotaan HTCIA. Besarnya biaya pendaftaran berbeda untuk
setiap Negara berbeda-beda. Untuk di wilayah Asia sebesar 75
dollar. sifat keanggotaan ini tidak permanaen. Jadi haru
diperpanjang setiap tahun dengan kembali membayar biaya
perpanjangan untuk tetap menjadi anggota. HTCIA ini berada di
140 Bogart Court Roseville, California 95747. Praktisi forensic
digital yang bergabung dengan HTCIA ini salah satunya adalah
Ruby Alamsyah.
2. Asosiasi Forensik Digital Indonesia (AFDI)
AFDI merupakan asosiasi berskala nasional yang digagas oleh
beberapa praktisi forensik digital Indonesia dan didukung oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia. Asosiasi
Forensik Digital Indonesia ini bertujuan untuk menghimpun dan
mengkoordinir para analis dan peminat forensik digital menjadi
satu wadah sehingga menghasilkan manfaat untuk kemajuan
anggota Asosiasi itu sendiri maupun bagi bangsa dan Negara.
Para

anggota

asosiasi

dapat

menambah

wawasan

dan

pengetahuan tentang forensik digital sehingga dapat saling
bertukar informasi dan mampu mengakselerasi perkembangan
forensik digital di Indonesia. Beberapa ahli forensik digital di
Indonesia antara lain; Ruby Alamsyah, Sylvia W Sumarlin, Dr.
Rudi Lumanto, Fetri Miftach, Gildas Deograt Lumy.

III.4

Sanksi dan Pembinaan Pelanggaran Saksi Ahli
Orang yang menjadi saksi ahli harus benar-benar orang yang

mempunya kompetensi dan keahlian dalam bidangnya. Ketika saksi ahli
kurang memiliki kredibilitas atau terdapat faktor lain yang dapat
menimbulkan membuat kesalahan, maka saksi ahli tidak bisa diberi sanksi.
Selain itu, KUHAP juga tidak mengatur pemberlakukan sanksi apabila
seorang ahli melakukan kesalahan dalam penyampaian keterangannya. Hal
ini relevan dengan pernyataan Reynolds,
“Pertama, walaupun ahli sesungguhnya sudah disumpah, namun
apa yang ia kemukakan di pengadilan hanyalah sebatas opini yang
apabila ia berbohong, tidak bisa dikenakan sanksi pidana atas sumpah
palsu. Kedua,

Saksi ahli “dipekerjakan” oleh yang

memanggilnya.

Seberapa jujur si ahli, secara alamiah pendapatnya akan bisa
mendukung orang yang membayarnya. Hal tersebut menurutnya sangat
mungkin terjadi dalam sistem peradilan adversarial (adversarial system)
karena ahli hanya memiliki akses kepada satu pandangan saja dan
satu sisi pembuktian saja, yakni dari kliennya.”23
Sistem perundangan-undangan Indonesia juga belum mengatur
tentang permasalahan ini. Sehingga dengan menerapkan etika dan
profesionalisme sebagai ahli yang dimintai keterangan untuk membuat
jelas sebuah perkara diharapkan bisa membuat para ahli benar-benar bisa
memberikan keterangan berasa keadilan. Tanpa ada dorongan untuk
berusaha menguntungkan diri sendiri maupun pihak tertentu.
Indonesia belum terdapat pembinaan khusus bagi ahli forensik
digital. Kecuali untuk mereka yang tergabung dalam sebuah asosiasi atau
perkumpulan, maka mereka akan mendapatkan ilmu dan pengarahan
tentang menjadi seorang ahli forensik digital yang kompeten.
III.5

23 Reynolds. The

Contoh Kasus

Expert Witness in Construction Disputes, Blackwell Science Ltd. 2002:2

Ahli forensik digital bisa menganalisa keasliaan sebuah foto ataupun
bukti digital lain. Berikut ini akan diberikan contoh ahli Forensik Digital
Ruby Alamsyah dalam menganalisa sebuah foto mesra yang mirip
Abraham Samad dan wanita yang diduga Puteri Indonesia 2014 Elvira
Devinamira Wirayanti. Menurut menuturan Ruby, foto bisa dipastikan
keasliannya ketika ada foto aslinya. Ruby tidak bisa langsung
menyimpulkan asli atau tidak foto itu sebelum melakukan investigasi
ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan melalui ilmu forensik digital.
Teknik yang pertama dilakukan adalah melakukan pencarian sumber
aslinya. Yaitu tentang keberadaan foto aslinya, keberadaan pengirim foto
asli, dan siapa yang mengirim foto asli. Menurut Ruby kasus tersebut
simple karena sumbernya hanya satu dan terlacak IP address-nya. Dengan
kecanggihan teknologi, Ruby mengakui dua foto yang berbeda bisa
tampak asli dengan teknik cropping yang halus. Satu-satunya cara untuk
membuktikan keaslian foto hanyalah melalui analisa ilmiah. Menurut
pendapat Ruby, orang awam bisa saja membantah keaslian dari foto yang
beredar dan menyatakan bahwa foto itu palsu, akan tetapi pembuktian
secara ilmiah tidak pernah salah. Persepsi bisa banyak jumlahnya, tetapi
ilmiah hanya satu jawabannya dan bisa dipertanggungjawabkan secara
hukum dan ilmiah.
Ruby Alamsyah juga pernah menangani kasus Artis yang bernama
Alda yang dibunuh di sebuah hotel di daerah Jakarta Timur. Ruby
melakukan analisa video cctv yang terekam di sebuah server yang
tersimpan dalam hardisc. Akan tetapi cctv tersebut terus merekam selama
2 minggu setelah kejadian hingga diterima oleh Ruby. Sehingga data yang
penting tertimpa dengan data yang lain. Hal ini menjadikan barang bukti
pertama tertimpa sehingga tidak berhasil untuk pengambilan data yang
bisa dianalisa. Hal ini bisa diantisipasi dengan cara segera mengamankan
barang bukti yang ditemukan.
IV. PENUTUP

IV.1

Kesimpulan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah mengatur segala

tatacara peradilan. Salah satu yang diatur adalah jenis alat bukti yang sah,
yang diantaranya keterangan saksi dan keterangan ahli. Alat bukti
keterangan ahli dikaitkan dengan penyebutan saksi ahli. Dan dalam
prakteknya serta para pakar menyebut keterangan dari ahli ini ini disebut
Saksi

ahli. Saksi ahli bisa menyampaikan keterangan secara tertulis

maupun menyampaikan langsung di pengadilan. Saksi ahli dalam
persidangan bertindak untuk membuat terang suatu perkara pidana dari
alat bukti yang ada, bukan menjadi penambahan alat bukti.
Kasus yang melibatkan forensika digital biasanya bukti yang ada
beruba bukti digital. Supaya bukti digital dapat sah menjadi alat bukti dan
dapat diajukan ke persidangan perlu dilakukan tindakan forensik digital
yang terdiri atas pengumpulan, akuisisi, pemulihan, penyimpanan, serta
pemeriksaan bukti digital berdasarkan cara dan dengan alat yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah untuk kepentingan pembuktian
sebuah perkara tersebut. Saksi ahli harus menjaga etika

dan

profesionalismenya sebagai ahli. Hal ini selain bertujuan untuk menjaga
kualitas dirinya secara pribadi juga bertujuan untuk menjaga, menganalisa,
dan menyampaikan keterangan secara tepat. Hingga saat ini PerundanganUndangan Indonesia belum mengatur tentang syarat dan kriteria untuk
menjadi saksi ahli.
IV.2

Saran
Saran yang bisa diberikan semoga untuk kedepannya Perundang-

undangan Indonesia yang mengatur tentang tatacara persidangan,
khususnya mengenai alat bukti yang sah berupa keterangan ahli tersebut
lebih tegas. Sehingga jelas tentang kriteria, syarat, prinsip, untuk ahli yang
menjadi saksi. Selain itu diharapkan diberlakukannya sanksi bagi ahli yang
tidak professional dalam memberikan keterangan atau ahli yang membuat
kesalahan dengan disengaja untuk menguntungkan dirinya sendiri atau

pihak tertentu. Selain itu diharapkan Departemen kehakiman Indonesia
bisa membuat peraturan khusus tentang forensik digital dan membuat
membuat perundang-undangan untuk melindungi maupun sanksi untuk
orang-orang yang profesinya sebagai ahli forensik digital.
V. DAFTAR PUSTAKA
D. L. Shinder, “Testifying as an expert witness in computer crimes cases,”
techrepublic.com.
Michael P. Reynolds, 2002, The Expert Witness in Construction Disputes,
Blackwell Science Ltd, United Kingdom.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Jakarta: Sekretaris Negara,
1981.
Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jakarta:
Sekretaris Negara.
https://academia.edu/16480565/Etika_dan_Profesionalisme_Saksi_Ahli
[accessed : 29 March 2016]
https://academia.edu/9052193/etika_dan_profesionalisme_saksi_ahli_forensik
[accessed : 29 March 2016]
http://beritasatu.com/hukum/240618-ruby-alamsyah-kebenaran-foto-hanyabisa-dibuktikan-jika-ada-foto-asli.html
http:/bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/20215-yangbenar,-saksi-ahli-atau-ahli [accessed : 29 March 2016]
https://catatanforensikadigital.wordpress.com/2014/01/22/keterangan-saksiahli/ [accessed : 29 March 2016]
https://catatanforensikadigital.wordpress.com/2014/06/22/prinsip-menjadisaksi-ahli/ [accessed : 29 March 2016]
http://corporate.findlaw.com/litigation-disputes/the-top-five-mistakes-expertwitnesses-make.html [accessed : 31 March 2016]
https://csagboyz.wordpress.com/2015/11/08/pengertian-etika-profesi-sertaprofesionalisme/ [accessed : 31 March 2016]
http://.expertlaw.com/library/expert_witness/expert_tips-2.html [accessed : 30
March 2016]

http://forensikdigital.web.id/category/manajemen-investigasi-tindak-kriminal/
[accessed : 30 March 2016]
https://www.htcia.org/about/ [accessed : 31 March 2016]
https://www.htcia.org/how-to-become-a-member/ [accessed : 31 March 2016]
http://kbbi.web.id/saksi [accessed : 29 March 2016]
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/6419/Siaran+Pers+No.87-PIHKOMINFO112015+tentang+Kemkominfo+Dukung+Pembentukan+Asosiasi+Digital+For
ensik+Indonesia/0/siaran_pers [accessed : 31March 2016]
http://mudjisantosa.net/2012/10/saksi-ahli-berbeda-dengan-keterangan.html
[accessed : 29 March 2016]
http://negarahukum.com/hukum/keterangan-ahli.html [accessed : 29 March
2016]
http://raypratama.blogspot.co.id/2012/02/pengertian-keterangan-ahli-dalamproses.html [accessed : 29 March 2016]
http://seak.com/the-10-biggest-mistakes-expert-witnesses-make-duringdepositions/ [accessed : 30 March 2016]