Chapter II Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Proyek Pembangunan Jembatan Rel Kereta Api

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Kegiatan konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan.
Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan antara
lain yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan. Kegiatan
konstruksi harus dikelola dengan memperhatikan standar dan ketentuan K3 yang
berlaku. Karakteristik Kegiatan Proyek Konstruksi :
a. Memiliki masa kerja terbatas
b. Melibatkan jumlah tenaga kerja yang besar
c. Melibatkan banyak tenaga kerja kasar (labour) yang berpendidikan relatif
rendah
d. Memiliki intensitas kerja yang tinggi
e. Bersifat multi disiplin dan multi crafts
f. Menggunakan peralatan kerja beragam, jenis, teknologi, kapasitas dan
kondisinya
g. Memerlukan mobilisasi yang tinggi (peralatan, material dan tenaga kerja)

2.1.1. Tempat Kerja
Menurut undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
yang dimaksud dengan tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup

atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering
dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber
atau sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di

21

dalam air maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.
Kemudian dalam penjelasannya pada pasal 1 ayat (1), dengan perumusan
ini, maka ruang lingkup dari UU tersebut jelas ditentukan oleh 3 unsur yaitu:
a. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
b. Adanya tenaga kerja yang bekerja.
c. Adanya bahaya dan resiko kerja yang ada di tempat kerja.

2.1.2. Keselamatan kerja
Menurut Widodo Siswowardojo (2003), keselamatan kerja adalah
keselamatan dan kesehatan kerja secara definitif dikatakan merupakan daya dan
upaya yang terencana untuk mencegah terjadinya musibah kecelakaan ataupun
penyakit akibat kerja. Menurut Suma’mur (1996), keselamatan kerja adalah
keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses

pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan. Pendapat-pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
keselamatan kerja merupakan suatu program perlindungan terhadap karyawan
pada saat bekerja dan berada didalam lingkungan tempat kerja dari resiko
kecelakaan dan kerusakan mesin atau alat kerja untuk berusaha mencegah dan
menimbulkan atau bahkan menghilangkan sebab terjadinya kecelakaan.

2.1.3. Kesehatan Kerja
Menurut

Widodo

Siswowardojo

(2003),

kesehatan

kerja


adalah

peningkatan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja setinggi-tingginya,

22

baik fisik, mental maupun sosial, mencegah dan melindungi tenaga kerja terhadap
gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja dan faktor-faktor lain yang
berbahaya, menempatkan tenaga kerja dalam suatu lingkungan yang sesuai
dengan fatal dan jiwa serta pendidikannya, meningkatkan efisiensi kerja dan
produktivitas, serta mengusahakan agar masyarakat lingkungan sekitar perusahaan
terhindar dari bahaya pencemaran akibat proses produksi, bahan bangunan, dan
sisa produksi.
Sedangkan menurut Suma’mur (1996), berpendapat bahwa kesehatan kerja
adalah spesialisasi dari ilmu kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya yang
bertujuan agar pekerja ataupun masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif
dan kuratif terhadap faktor-faktor pekerjaan, lingkungan kerja dan terhadap
penyakit umum.
Pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kesehatan kerja

merupakan suatu kondisi di lingkungan kerja yang bebas dari penyakit fisik dan
mental.

2.1.4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara filosofi adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya. Secara disiplin ilmu, Keselamatan dan Kesehatan Kerja diartikan
sebagai“ilmu dan penerapannya secara teknis dan teknologis untuk melakukan

23

pencegahan terhadap munculnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dari
setiap pekerjaan yang dilakukan”.
Secara hukum, Keselamatan dan Kesehatan Kerja diartikan sebagai “Suatu
upaya perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki
tempat kerja senantiasa dalam keadaan yang sehat dan selamat serta sumbersumber proses produksi dapat dijalankan secara aman, efisien dan produktif”.
Ditinjau dari segi ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) merupakan skala prioritas, karena dalam pelaksanaannya,

selain dilandasi oleh peraturan perundang-undangan tetapi juga dilandasi oleh
ilmu-ilmu tertentu, terutama ilmu keteknikan dan ilmu kedokteran. Adapun tujuan
dari keselamatan dan kesehatan kerja menurut Suma’mur 1989 antara lain:
a.Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatan dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas nasional.
b. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja.
c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman.

2.2. Defenisi Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah
bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian,
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja guna

24

terciptanya tempat kerja yang selamat, aman, efisien dan produktif. (Permen:
2008).

Sedangkan

menurut

Peraturan

Menteri

Tenaga

Kerja

Nomor:

05/MEN/1996 Bab 1 Pasal 1, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur,
proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan,
pencapaian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna

terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Pada dasarnya SMK3
merupakan implementasi ilmu dan fungsi manajemen dalam melakukan
perencanaan, implementasi, maupun evaluasi program K3 di tempat kerja dalam
suatu sistem.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mencakup
hal-hal sebagai berikut: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung
jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan
penerapan, pencapaian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Berdasarkan Pasal 4 Permenaker tentang Sistem Manajemen K3, terdapat
5 (lima) ketentuan yang harus perusahaan/pengusaha laksanakan, yaitu:

1. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin
komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3.

25

2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif
dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang
diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan
kesehatan kerja.
4. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.
5. Meninjau

secara

teratur

dan

meningkatkan

pelaksanaan

Sistem


Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan
kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

2.2.1. Pentingnya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Terdapat beberapa alasan yang mengungkapkan pentingnya Sistem
Manajemen K3 diterapkan dalam suatu perusahaan/laboratorium. Alasan tersebut
dapat dilihat dari aspek manusiawi, ekonomi, UU dan Peraturan, serta nama baik
(Adrian, dkk, 2009). Berikut adalah argumentasi betapa pentingnya Sistem
Manajemen K3.

1. Alasan Manusiawi. Membiarkan terjadinya kecelakaan kerja, tanpa
berusaha melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan, merupakan
suatu tindakan yang tidak manusiawi. Hal ini dikarenakan kecelakaan
yang terjadi tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi korbannya
(misalnya kematian, cacat/luka berat, luka ringan), melainkan juga
penderitaan bagi keluarganya. Oleh karena itu pengusaha mempunyai

26


kewajiban untuk melindungi pekerja dengan cara menyediakan lapangan
kerja yang aman.

2. Alasan Ekonomi. Setiap kecelakaan kerja yang terjadi akan menimbulkan
kerugian ekonomi, seperti kerusakan mesin, peralatan, bahan dan
bangunan, biaya pengobatan, dan biaya santunan kecelakaan. Oleh karena
itu, dengan melakukan langkah-langkah pencegahan kecelakaan, maka
selain dapat mencegah terjadinya cedera pada pekerja, kontraktor juga
dapat menghemat biaya yang harus dikeluarkan.

3. Alasan UU dan Peraturan. UU dan peraturan dikeluarkan oleh pemerintah
atau suatu organisasi bidang keselamatan kerja dengan pertimbangan
bahwa masih banyak kecelakaan yang terjadi, makin meningkatnya
pembangunan dengan menggunakan teknologi modern, pekerjaan
konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang dapat merupakan sumber
terjadinya kecelakaan kerja dan pentingnya arti tenaga kerja di bidang
konstruksi.

4. Nama Baik Institusi. Suatu perusahaan yang mempunyai reputasi yang

baik dapat mempengaruhi kemampuannya dalam bersaing dengan
perusahaan lain. Reputasi atau citra perusahaan juga merupakan sumber
daya penting terutama bagi industri jasa, termasuk jasa konstruksi, karena
berhubungan dengan kepercayaan dari pemberi tugas/pemilik proyek.
Prestasi keselamatan kerja perusahaan mendukung reputasi perusahaan itu,
sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi keselamatan kerja yang baik akan
memberikan keuntungan kepada perusahaan secara tidak langsung.

27

Manfaat penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja bagi
perusahaan menurut Tarwaka (2008) adalah :
a.

Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur sistem
operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan, insiden
dan kerugian-kerugian lainnya.

b.

Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3 di
perusahaan.

c.

Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang
K3.

d.

Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran tentang
K3, khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit.

e.

Dapat meningkatkan produktivitas kerja.

2.2.2. Pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Tujuan pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja adalah mencegah
terjadinya kecelakaan. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan, harus
diambil tindakan yang tepat terhadap tenaga kerja dan perlengkapan, agar tenaga
kerja memiliki konsep keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah
terjadinya kecelakaan.

Menurut H. W. Heinrich, penyebab kecelakaan kerja yang sering ditemui
adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak
aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan. Oleh
karena itu, pelaksanaan diklat keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dapat

28

mencegah perilaku yang tidak aman dan memperbaiki kondisi lingkungan yang
tidak aman.

2.3. Prinsip Dasar SMK3 dalam Perundang-undangan

Sesuai dengan Bab III pasal 3 ayat 1, Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor: PER.05/MEN/1996 tentang penerapan SMK3 diwajibkan yang kepada
perusahaan dengan syarat:

1. Setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang
atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh
karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit
akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.
2. Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai
satu kesatuan.
Keberhasilan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) di tempat kerja dapat diukur menurut Permenaker Nomor:
05/MEN/1996 sebagai berikut:
1. Untuk tingkat pencapaian 0-59% dan pelanggaran peraturan perundangan
(nonconformance) dikenai tindakan hukum.
2. Untuk tingkat pencapaian 60-84% diberikan sertifikat dan bendera perak.
3. Untuk tingkat pencapaian 85-100% diberikan sertifikat dan bendera emas.

29

Sedangkan pada undang-undang No.13 tahun 2003 terdapat prinsip dasar
SMK3 yang diatur dalam pasal 87 tentang ketenagakerjaan yang diantaranya
berisi:
1. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
2. Ketentuan mengenai penerapan sistem manjemen keselamatan dan
kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Setelah peraturan SMK3 dalam undang-undang, maka dikeluarkan
peraturan

pelaksanaan

dalam

Peraturan

Menteri

Tenaga

Kerja

PER.

05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Peraturan pelaksanaan ini ditujukan untuk kegiatan industri yang terdiri dari ayat
(b), (c) dan (d) sebagai berikut:
a) Ayat (b) menyatakan bahwa untuk menjamin keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja, serta sumber
produksi, proses produksi dan lingkungan kerja dalam keadaan aman,
maka perlu penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.

b) Ayat (c) menyatakan bahwa dengan penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat mengantisipasi hambatan teknis
dalam era globalisasi perdagangan.

c) Ayat (d) menyatakan bahwa untuk Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

30

2.4. Acuan/Elemen-elemen Penerapan SMK3

Dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) perusahaan wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan
SMK3. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan
kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan mencapai
kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan
tindakan perbaikan dan pencegahan.

4. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara
berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja K3.

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor: 09/PRT/M/2008 tentang pedoman SMK3 konstruksi bidang
Pekerjaan Umum tercantum elemen-elemen yang harus dilaksanakan oleh
Penyedia Jasa sebagai berikut:

31

2.4.1. Komitmen dan Kebijakan K3

Pengurus dan pengusaha menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga
mengeluarkan suatu kebijakan K3 demimemulai sebuah aturan terhadap
pelaksanaan SMK3 di proyek konstruksi. Kebijakan K3 suatu pernyataan tertulis
yang ditandatangani oleh pengusaha dan pengurus yang memuat seluruh visi dan
tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program
kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum
dan atau operasinal (Permenaker, 1996). Adapun persyaratan kebijakan K3 yang
diatur dalam Permen Nomor: 09/PRT/M/2008 adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan Penyedia Jasa harus menetapkan Kebijakan K3 pada kegiatan
konstruksi yang dilaksanakan.
b. Pimpinan Penyedia Jasa harus mengesahkan Kebijakan K3.
c. Kebijakan K3 yang ditetapkan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a) Sesuai dengan sifat dan kategori resiko K3 bagi Penyedia Jasa.
b) Mencakup komitmen untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja serta peningkatan berkelanjutan SMK3.
c) Mencakup komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dan
persyaratan lain yang terkait dengan K3.
d) Sebagai kerangka untuk menyusun dan mengkaji sasaran K3.
e) Didokumentasikan, diterapkan dan dipelihara.
f) Dikomunikasikan

kepada

semua

personil

yang

bekerja

dibawah

pengendalian Penyedia Jasa agar peduli K3.
g) Dapat diakses oleh semua pihak yang berkepentingan.

32

h) Dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa kebijakan K3 masih
relevan dan sesuai.

2.5. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko
(IBPR)
Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko dari kegiatan
produk, barang dan jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana
untuk memenuhi kebijakan K3. Untuk itu harus diterapkan dan dipelihara
prosedurnya sebagai berikut yang diatur dalam Permen Nomor: 09/PRT/M/2008
berikut:
1) Penyedia Jasa harus menetapkan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan
pengendaliannya secara berkesinambungan.
2) Prosedur untuk identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya
harus mempertimbangkan:
a) Mengakomodasi kegiatan rutin.
b) Mengakomodasi kegiatan non rutin.
c) Kegiatan semua orang yang memiliki akses di tempat kerja.
d) Perilaku manusia, kemampuan dan factor manusia lainnya.
e) Mengidentifkasi bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang
dapat mempengaruhi kesehatan dan krselamatan personil di tempat
kerja.
f) Bahaya yang ada di sekitar tempat kerja dikaitkan dengan kegiatan
kerja penyedia jasa.

33

g) Sarana dan prasarana, peralatan dan bahan di tempat kerja yang
disediakan oleh penyedia jasa atau pihak lain.
h) Modifikasi pada SMK3 termasuk perubahan sementara dan
dampaknya pada operasi, proses dan kegiatannya.
i) Beberapa kewajiban perundangan yang digunakan terkait dengan
penilaian resiko dan penerapan dan pengendaliannya.
j) Desain lokasi kerja, proses, instalasi, mesin/peralatan, prosedur
operasi dan instruksi kerja termasuk penyesuaian terhadap
kemampuan manusia.
3). Penyedia Jasa harus menerapkan prosedur untuk identifkasi bahaya,
penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinambungan.
4). Penyedia Jasa harus memelihara prosedur untuk identifkasi bahaya,
penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinambungan.
5)

Penyedia Jasa harus mendokumentasikan dan menjaga rekaman hasil
identifkasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya secara
berkesinambungan.

Identifikasi

potensi

bahaya

merupakan

suatu

proses

aktivitas

yangdilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi
sebagaipenyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin
timbul ditempat kerja.
Berikut variabel bahaya yang mungkin timbul selama proses proyek
konstruksi jembatan rel kereta api:

34

1. Bekerja di dalam penggalian:


Air yang merembes masuk ke dalam galian dari dinding atau dasar
galian



Air permukaan masuk ke dalam galian atau berakumulasi pada
permukaan tanah dekat penggalian









Heaving atau swelling tanah di dasar galian
Permukaan tanah yang turun (amblas) sepanjang tepi galian
Mesin dioperasikan dekat tepi galian (pengaruh berat dan vibrasi)
Tidak

disiplin

dalam

menggunakan

pakaian

atau

peralatan

pengamanan pribadi
2. Bekerja di permukaan tanah:










Tidak ada pagar pengaman di sekeliling penggalian
Tangga akses di dalam penggalian yang tidak aman
Lubang yang tidak diproteksi0diidentifikasi
Penyimpanan materil konstruksi yang melintas di atas orang
Pergerakan beban crane yang melintas di atas trotoar, jalan akses,
gudang dan fasilitas lainnya



Tidak disiplin dalam menggunakan pakaian atau peralatan pengaman
pribadi

3. Bekerja di ketinggian:






Bukaan/lubang yang tidak diidentifikasi atau diberi pagar pengaman
Bagian tepi bangunan yang tidak diberi pengaman
Tidak ada/disediakan perlengkapan dan system penahan jatuh (failarrest system)

35







Penggunaan tangga yang tidak tepat
Tidak adanya pegangan tangan
Tidak disiplin dalam menggunakan peralatan pribadi

4. Pekerjaan strukur yang bersifat sementara (penahan galian, bekisting,
scaffolding):










Penahan galian yang kurang kuat
Pembongkaran penahan galian yang premature
Tidak adanya penahan galian
Pmbongkaran penahan galian secara tidak aman
Tidak disiplin dalam menggunakan pakaian atau peralatan pengaman
pribadi



















Kesalahan desain, seperti asumsi desain yang buruk atau tidak tepat
Kualitas material yang cacat (defect), seperti kurang homogeny
Kerusakan fisik material sehingga kekuatan dan dimensinya berubah
Pembebanan pada saat pelaksanaan tidak sesuai desain
Pemeliharaan, penggunakan dan inspeksi material yang buruk
Ketidakstabilan tanah di bawah base plate scaffolding
Pembongkaran penyangga yang premature
Kesalahan penempatan kembali dari penyangga ulang
Kendaraan dan peralatan yang bergerak berada terlalu dekat dengan
berkisting/scaffolding







Penuangan beton yang tidak tepat
Pemasangan komponen bekisting secara tidak tepat
Penuangan beton yang terlalu cepat

36







Bracing dan ikatan (ties) yang tidak memadai
Drat (thread) dari adjustable jack yang karatan/usang
Training yang tidak memadai yang berakibat paktek kerja yang tidak
aman



Pengawasan yang tidak memadai berakibat praktek kerja yang tidak
aman

5. Penanganan Material:




Overloading pada alat pengangkat
Kegagalan akibat instabilitas tumpuan (tidak rata, menyudut, kasar,
dsb) sehingga terguling

















Pemasangan pembongkaran dan pemeliharaan yang tidak tepat
Keterbatasan daya pandang selama operasi
Penggunaan sling yang tidak tepat
Material sling yang tidak memenuhi syarat
Mulut kait yang melebar akibat beban berulang
Tidak ada pengunci pada mulut kait
Penyimpanan/penumpukan material yang tidak tepat
Beban yang sedang diangkut/diangkat berada dalam kondisi tidak
stabil



Kegagalan pada komponen control, seperti alat pengangkat, rem dan
stir







Pengoperasian kendaraan/peralatan yang terlalu cepat
Overlapping antara tower crane satu dengan lainnya
Operator tidak sepenuhnya terbiasa dengan karakter tower crane

37







Tidak adanya pengetesan peralatan sebelum digunakan
Modifikasi dari peralatan sehingga timbul kondisi tidak aman
Tidak membuat prosedur kerja yang aman atau memberikan pekerja
informasi yang berhubungan dengan penggunaan peralatan yang aman



Kurangnya prosedur kerja berkaitan dengan inspeksi, pemeliharaan
dan/atau perbaikan











Membuka/melepaskan alat pengaman (safeguard) pada peralatan
Bekerja pada peralatan yang sedang bergerak atau berbahaya
Mengoperasikan peralatan tanpa adanya perintah
Training yang tidak memadai yang berakibat praktek kerja tidak aman
Tidak disiplin dalam menggunakan pakaian atau peralatan pengaman
pribadi

6. Bekerja pada lapangan yang berhubungan dengan sumber/arus listrik:


Instalasi, pembongkaran dan pemindahan scaffolding dalam jarak
yang dekat dengan arus listrik



Memasang kawat (leads) dan kabel listrik tegangan tinggi pada
scaffolding



Mengoprasikan peralatan dalam jarak yang cukup dekat dengan kabel
listrik tegangan tinggi









Instalasi dan/atau peralatan listrik yang tidak aman
Konektivitas/sambungan yang buruk
Arus listrik yang melalui sebuah kabel /konduktor melebihi kapasitas
Kerusakan atau usangnya kabel listrik yang digunakan

38



Tidak disiplin dalam menggunakan pakaian atau peralatan pengaman
pribadi

7. Kondisi lapangan (site) secara umum:


Akses yang terbatas untuk pekerja material dan peralatan serta
kendaraan







Cuaca yang buruk
Penerangan yang tidak memadai dan memuaskan
Instalasi public bawah tanah (PAM, gas, listrik, dan sebagainya) yang
tidak diketahui posisinya





Kontrol lalu lintas yang kurang baik
Penyimpanan/penempatan

material

membuat

kondisi

lapangan

menjadi padat

2.5.1. Pemeriksaan (Evaluasi)
Pemeriksaan merupakan pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja
SMK3 dan hasilnya harus dianalisis guna menentukan keberhasilan atau untuk
melakukan identifikasi tindakan perbaikan.

2.5.2. Pengukuran dan Pemantauan
Adapun syarat dalam pengukuran dan pemantauan adalah sebagai berikut:
1) Membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk pengukuran dan
pemantauan kinerja K3 secara teratur yang meliputi:
a) Pengukuran kualitatif dan kuantitatif.

39

b) Pemantauan lebih luas terhadap keseuaian dengan sasaran K3
penyedia jasa.
c) Pemantauan efektivitas.
d) Pemantauan penyakit, insiden (termasuk kecelakaan, hampir kena)
dan bukti historis.
e) Pencatatan data, hasil pemantauan dan pengukuran harus dapat
mencukupi kebutuhan untuk analisa tindakan perbaikan dan
pencegahan.
2) Merencanakan memelihara prosedur kalibrasi peralatan.

2.5.3. Evaluasi Kepatuhan
Adapun syarat dalam evaluasi kepatuhan adalah sebagai berikut:
a. Membuat, menerapkan dan memelihara prosedur secara berkala sehingga
dapat mengevaluasi kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
b. Mengevaluasi kepatuhan terhadap persyaratan lainnya yang diikuti.
c. Penyedia jasa dapat menggabungkan evaluasi ini dengan evaluasi
kepatuhan terhadap peraturan yang mengacu dalam prosedur terpisah.

2.5.4. Penyelidikan Insiden, Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan &
Pencegahan
a. Penyelidikan Insiden
Adapun syarat/peraturan dalam hal penyelidikan insiden adalah:
1) Penyedia Jasa harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur
untuk mencatat, menyelidiki dan menganalisa insiden untuk:

40

a) Identifikasi kebutuhan tindakan dan perbaikan.
b) Identifikasi peluang untuk tindakan pencegahan.
c) Identifikasi peluang untuk peningkatan berkelanjutan.
d) Mengkomunikasikan

hasil

penyelidikan

kepada

pemangku

kepentingan.
2) Penyelidikan harus tepat waktu.
3) Beberapa identifikasi memerlukan tindakan perbaikan atau peluang
tindakan pencegahan harus sesuai dengan klausul.
b. Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan Pencegahan
Semua hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan, audit dan tinjauan
ulang SMK3 didokumentasi dan digunakan untuk identifikasi tindakan perbaikan
dan pencegahan serta pihak manajemen menjamin pelaksanaannya secara
sistematik dan efektif. Adapun syarat untuk membuat dan memelihara prosedur
untuk menentukan potensi ketidaksesuaian, tindakan perbaikan dan pencegahan
ialah:
1) Memperbaiki ketidaksesuaian dan mengambil tindakan untuk mencegah
resiko K3.
2) Menyelidiki ketidaksesuaian, menentukan penyebab dan mengambil
keputusan untuk menghindari terjadi kembali.
3) Mengevaluasi tindakan perbaikan dan pencegahan agar tidak terjadi
ketidaksesuaian.
4) Mengkomunikasikan hasil tindakan perbaikan dan pencegahan yang
diambil kepada pihak yang berkepentingan.

41

5) Mengakaji ulang keefektifan tindakan perbaikan dan pencegahan yang
diambil.

2.5.5. Pengendalian Risiko
Pengendalian resiko merupakan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan
kerja yang terbagi atas 5 hierarki sebagai berikut:
a) Eliminasi, yaitu menghilangkan sumber bahaya di tempa kerja.
b) Substitusi, yaitu mengganti bahan dengan proses yang lebih aman.
c) Engineering, yaitu melakukan perubahan atau modifikasi terhadap desain
peralatan, proses dan lay out.
d) Administrasi, yaitu cara kerja yang aman dengan melakukan pengontrolan
dari sistem administrasi. Hierarki ini dapat diterapkan dalam hal pekerjaan
sebagai berikut:




Pemisahan lokasi kerja/penempatan material.
Izin kerja/working permit.

e) Alat pelindung diri (APD) yang terdiri dari sabuk pengaman, sarung
tangan, pelindung kepala, pelindung wajah (masker) dan lain-lain.
Kelima hierarki di atas memperlihatkan adanya hierarki cara berfikir yang
harus ditanamkan kepada pelaksana dalam rangka mengendalikan resiko.
Pelaksana harus memulai dari butir a (eliminasi), kemudian butir b (substitusi),
lalu ke butir c (engineering), demikan seterusnya sampai butir e. Sebuah
kesalahan apabila pelaksana pekerjaan langsung loncat atau melangkah ke butir e
tanpa berfikir terlebih dahulu tentang butir-butir sebelumnya. Pada kasus lain,
meskipun pelaksana pekerjaan sudah memulai tahap-tahap sesuai hierarki di atas

42

dikarenakan nilai resiko yang diterima sedimikian besarnya, maka pelaksana
pekerjaan diharuskan untuk tetap sampai pada hierarki terakhir (e=alat pelindung
diri).
Pengendalian resiko akan direalisasikan ke dalam Program Kerja K3 yang
terdiri dari:
a) Item program kerja.
b) Durasi masing-masing program kerja.
c) Waktu dimulainya program kerja.
d) Keterkaitan satu program kerja dengan program kerja lainnya.
e) Penanggung jawab masing-masing program kerja. (BPKSDM, 2009)

2.6. Program Kerja K3
Hasil dari IBPR diutamakan dalam penyusunan sasaran dan program K3
konstruksi, yaitu merencanakan kebutuhan fasilitas dan kegiatan K3 yang
diperlukan dalam pelaksanaan proyek konstruksi tersebut. Perlindungan
daribahaya kecelakaan harus diprogramkan dengan cara memberi keterampilan
kerja dengan memperhatikan upaya K3 agar terlindung dan mencegah dari resiko
bahaya yang mengancam kepada setiap personil yang berada di lokasi proyek
konstruksi sampai pada batas yang dapat diterima. Program K3 harus dibuat tidak
terlepas dari program pembelajaran yang harus dilakukan untuk menerapkan K3
dalam melaksanakan pekerjaan proyek konstruksi agar semua pihak yang
berkepentingan dalam proyek tersebut memahami kondisi proyek yang beresiko
tinggi. Adapun beberapa bagian dari program kerja Keselamtan dan Kesehatan
Kerja (K3) adalah sebagai berikut:

43

a) Kelengkapan Administrasi K3
Setiap pelaksanaan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi kelengkapan
administrasi K3, meliputi:
a. Pendaftaran proyek ke departemen tenaga kerja setempat.
b. Pendaftaran dan pembayaran asuransi tenaga kerja (Astek).
c. Pendaftaran dan pembayaran asuransi lainnya, bila disyaratkan proyek.
d. Ijin dari kantor kimpraswil tentang penggunaan jalan atau jembatan yang
menuju lokasi untuk lalu lintas alat berat.
e. Keterangan layak pakai untuk alat berat maupun ringan dari instansi yang
berwenang memberikan rekomendasi.
f. Pemberitahuan kepada pemerintah atau lingkungan setempat.
b) Pelaksanakan Kegiatan K3 di Lapangan
Pelaksanaan kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lapangan
meliputi:
a. Kegiatan K3 di lapangan berupa pelaksanaan safety plan melalui kerja
sama dengan instansi yang terkait K3 yaitu depnaker, polisi dan rumah
sakit.
b. Pengawasan pelaksanaan K3, meliputi kegiatan:


Safety patrol, yaitu suatu tim K3 yang terdiri dari 2 atau 3 orang
yang melaksanakan patroli untuk mencatat hal-hal yang tidak
sesuai ketentuan K3 dan yang memiliki resiko kecelakaan.



Safety supervisor, yaitu petugas yang ditunjuk manajer proyek
untuk mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan
dilihat dari segi K3.

44



Safety meeting; yaitu rapat dalam proyek yang membahas hasil
laporan safety patrol maupun safety supervisor.

c. Pelaporan dan penanganan kecelakaan berat, ringan, korban meninggal
dan peralatan berat. (Beesono, 2012)
c). Pelatihan K3
Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terdiri atas 2 bagian
yaitu pelatihan secara umum dan pelatihan khusus:
1) Pelatihan secara umum diberikan dengan materi pelatihan tentang panduan
K3 di proyek, misalnya:






Pedoman praktis pelaksanaan K3 pada proyek bangunan gedung.
Penanganan, penyimpanan dan pemeliharaan material.
Pengarahan K3 dalam pekerjaan sipil, finishing luar, mekanikal
dan elektrikal, finishing dalam, bekisting, pembesian sementara,
rangka baja, struktur khusus, pembetonan, pondasi pile dan
strutting, pembongkaran.

2) Pelatihan khusus proyek yang diberikan pada saat awal proyek dan di
tengah periode pelaksanaan proyek sebagai penyegaran dengan peserta
seluruh petugas yang terkait dalam pengawasan proyek dan materi
pengetahuan umum tentang K3 atau safety plan proyek yang
bersangkutan. (Beesono, 2012)

2.7. Perlengkapan dan Peralatan K3
Dalam bidang konstruksi ada beberapa perlengkapan dan peralatan yang
digunakan untuk melindungi seseorang dari kecelakaan ataupun bahaya yang
kemungkinan bisa terjadi dalam proses konstruksi. Perlengkapan dan peralatan ini

45

wajib digunakan oleh seseorang yang bekerja dalan suatu lingkungan konstruksi.
Namun tidak banyak yang menyadari betapa pentingnya peralatan-peralatan ini
untuk digunakan sebab K3 adalah dua hal yang sangat penting. Oleh karenanya,
semua perusahaan kontraktor berkewajiban menyediakan semua keperluan
peralatan/perlengkapan perlindungan diri atau personal protective equipment
(PPE) untuk semua karyawan yang bekerja. Perlengkapan dan peralatan
penunjang program K3 meliputi hal sebagai berikut:
a. Pengendalian Administrasi
Pengendalian administrasi ini mencakup promosi program keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) yang terdiri dari:
a. Pemasangan bendera K3, bendera RI dan bendera perusahaan,
b. Pemasangan

sign

board

K3

yang berisi

slogan-slogan

yang

mengingatkan perlunya bekerja dengan selamat.
b. Pemakaian APD (Alat Pelindung Diri)
Dalam pekerjaan konstruksi, ada peralatan yang digunakan untuk
melindungi seseorang dari kecelakaan ataupun bahaya konstruksi.Peralatan ini
wajib digunakan dalam pelaksanaan konstruksi.Namun banyak pekerja yang tidak
menyadari pentingnya arti peralatan ini. Sarana peralatan yang melekat pada
orang atau disebut perlengkapan perlindungan diri atau personal protective
equipment (PPE) diantaranya adalah:
1) Pelindung Kepala (Helmet)
Helmet sangat penting digunakan karena sudah merupakan keharusan bagi
setiap pekerja konstruksi untuk menggunakannya dengaan benar sesuai peraturan
pemakaian yang dikeluarkan dari pabrik pembuatnya. Helmet dibuat dari lapisan

46

yang keras, tahan dan kuat terhadap benturan yang mengenai kepala. Sistem
suspensi yang ada di dalamnya bertindak sebagai penahan goncangan dan
dirancang supaya tahan terhadap sengatan listrik, melindungi kulit kepala, wajah,
leher, dan bahu dari percikan, tumpahan dan tetesan. Namun sering kita lihat
bahwa kedisiplinan pekerja untuk menggunakannya masih rendah yang tentunya
dapat membahayakan diri sendiri.
2) Pelindung Mata
Kacamata pengaman digunakan untuk melidungi mata dari serpihan kayu,
pecahan batu, atau serpihan besi yang terpental dan beterbangan. Mengingat
partikel-partikel debu berukuran sangat kecil yang terkadang tidak terlihat oleh
mata, maka perlu diberikan perlindungan. Biasanya pekerjaan yang membutuhkan
kacamata seperti dalam pekerjaan mengelas.
3) Pelindung Wajah
Pelindung wajah tediri dari 2 jenis yaitu helm pengelas dan masker yang
tercantum sebagai berikut:


Helm Pengelas (Welding Protect)

Alat ini digunakan untuk melindungi wajah dari percikan benda asing saat
bekerja. Misalnya pada pekerjaan mengelas.


Masker

Masker merupakan pelindung bagi pernapasan yang sangat diperlukan untuk
pekerjaan konstruksi karena mengingat berbagai kejadian dan kondisi lokasi
proyek itu sendiri. Alat ini juga melindungi wajah dari berbagai material
konstruksi berukuran besar sampai sangat kecil yang merupakan sisa dari suatu
kegiatan, misalnya serbuk kayu yang berasal dari sisa bahan dalam kegiatan

47

memotong, mengampelas dan pengerutan kayu. Apabila seorang pekerja yang
secara terus menerus menghisapnya dapat mengalami gangguan pada pernapasan
yang akibatnya tidak dirasakan langsung pada saat itu.
4) Pelindung Telinga (Ear Muff)
Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang
dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup keras dan bising.
Bila setiap hari mendengar suara bising tanpa penutup telinga ini, maka
kemungkinan efeknya cukup panjang.Namun demikian, bukan berarti seorang
pekerja tidak dapat bekerja bila tidak menggunakan alat ini. Pelindung
pendengaran yang paling banyak digunakan seperti foam earplugs, PVC earplugs
dan earmuffs.
5) Pelindung Tangan (Sarung Tangan)
Alat pelindung tangan (sarung tangan) terbuat dari bermacam-macam
bahan disesuaikan kebutuhan. Yang sering digunakan dalam pelaksanaan proyek
konstruksi adalah:


Sarung Tangan Kain

Alat ini digunakan untuk memperkuat pegangan.Hendaknya dibiasakan bila
memegang benda yang berminyak, bagian-bagian mesin atau bahan logam
lainnya.


Sarung Tangan Asbes

Sarung tangan asbes digunakan terutama untuk melindungi tangan terhadap
bahaya pembakaran api. Sarung tangan ini digunakan bila setiap memegang benda
yang panas, seperti pada pekerjaan mengelas dan pekerjaan menempa (pande
besi).

48



Sarung Tangan Kulit

Sarung tangan kulit digunakan untuk memberi perlindungan dari ketajaman sudut
pada pekerjaan pengecoran. Perlengkapan ini dipakai pada saat harus mengangkat
atau memegang bahan tersebut.


Sarung Tangan Karet

Sarung tangan karet berfungsi untuk menjaga tangan dari bahaya pembakaran
asam atau melindungi dari kepedasan cairan pada bak dimana pekerjaan tersebut
berlangsung. Sarung tangan karet digunakan pada pekerjaan pelapisan logam
seperti pernikel dan perkhrom. Sarung tangan karet juga digunakan untuk
melindungi kerusakan kulit tangan karena hembusan udara pada saat
membersihkan bagian-bagian mesin dengan menggunakan kompresor.
6) Pelindung Kaki (Sepatu Kerja)
Sepatu kerja berfungsi untuk melindungi kaki dari jatuhnya barang berat
maupun hantaran listrik yang akan menyambar pekerja apabila kaki terkontak
langsung ke tanah. Setiap pekerja konstruksi perlu memakai sepatu dengan sol
yang tebal agar dapat bebas berjalan di lokasi manapun tanpa terluka oleh bendabenda tajam atau kemasukan oleh kotoran bagian bawah. Umumnya, sepatu kerja
disediakan dua pasang dalam setahun.
7) Pelindung Tubuh
Tujuan memakai pelindung tubuh ialah melindungi badan manusia
terhadap pengaruh-pengaruh yang kurang sehat atau yang biasa melukai badan.
Alat pelindung tubuh terbuat dari bermacam-macam bahan disesuaikan kebutuhan
seperti berikut:

49



Pakaian pelindung

Pakaian pelindung biasanya terbuat dari kulit yang digunakan agar terhindar dari
percikan api, terutama pada waktu mengelas dan menempa. Lengan baju jangan
digulung, sebab lengan baju akan melindungi tangan dari sinar api.


Apron

Apron kulit dipakai untuk perlindungan dari rambatan panas nyala api. Ketentuan
memakai sebuah apron pelindung harus dibiasakan di luar baju kerja.


Jas Hujan

Perlindungan terhadap cuaca terutama bagi pekerja pada saat bekerja adalah
dengan menggunakan jas hujan. Pelaksanaan kegiatan di proyek selalu
bersinggungan langsung dengan panas matahari ataupun hujan karena
dilaksanakan di ruang terbuka. Tujuan utama dari jas hujan tidak lain adalah
untuk kesehatan para pekerja.
8) Pelindung Bahaya Jatuh (Safety Belt)
Bagi pekerja yang melaksanakan kegiatannya pada ketinggian tertentu
atau pada posisi yang membahayakan wajib mengenakan tali pengaman atau
safety belt. Fungsi utama tali pengaman ini adalah menjaga seorang pekerja dari
kecelakaan kerja pada saat bekerja, misalnya saja kegiatan erection baja pada
bangunan tower. Tali pengaman (safety harness) berfungsi sebagai pengaman saat
bekerja di ketinggian diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari
1,8 meter. Pakaian penahan bahaya jatuh ini dirancang dengan desain yang
nyaman bagi si pemakai dimana pengikat pundak, dada dan tali paha dapat
disesuaikan menurut pemakaiannya. Pakaian penahan bahaya jatuh ini dilengkapi
dengan cincin “D” (high) yang terletak di belakang dan di depan dimana

50

tersambung tali pengikat, tali pengaman atau alat penolong lain yang dapat
dipasangkan. (Ervianto, 2009).
c. Sarana Peralatan Lingkungan
Sarana peralatan lingkungan terdiri dari sebagai berikut:
a. tabung pemadam kebakaran

b. pagar pengamanan

c. penangkal petir darurat

d. pemeliharaan jalan kerja dan jembatan kerja

e. jaring pengaman pada bangunan tinggi

f. pagar pengaman lokasi proyek

g. tangga

h. pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)

Pertolongan pertama dilakukan di proyek apabila terjadi kecelakaan kerja
baik yang bersifat ringan ataupun berat pada pekerjaan konstruksi. Untuk itu,
pelaksana konstruksi wajib menyediakan obat-obatan yang digunakan untuk
pertolongan pertama (Ervianto, 2009).
d. Rambu-Rambu Peringatan
Rambu-rambu peringatan dapat berfungsi sebagai berikut:


peringatan bahaya dari atas, bahaya dari benturan kepala, bahaya longsor
dan api

51



peringatan tersengat listrik



penunjuk ketinggian (untuk bangunan yang lebih dari 2 lantai)



penunjuk jalur instalasi listrik kerja sementara dan penunjuk batas
ketinggian penumpukan material



larangan memasuki area tertentu dan larangan membawa bahan-bahan
berbahaya



petunjuk untuk melapor (keluar masuk proyek).



peringatan untuk memakai alat pengaman kerja dan peringatan ada
alat/mesin yang berbahaya (untuk lokasi tertentu).



peringatan larangan untuk masuk ke lokasi power listrik (untuk orangorang tertentu). (Beesono, 2012)

2.8. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

2.8.1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan
penyebaran kuesioner mengenai SMK3 dan permasalahan K3 yang terdapat di
lapangan. Sumber data yang diperoleh terdiri dalam 2 bagian yaitu:

52

1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti dari sumber asli (langsung
dari informan) yang memiliki informasi atau data tersebut. (Idrus, 2009) Data
primer diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner.
Kuesioner adalah sebuah set pertanyaan yang secara logis berhubungan dengan
masalah penelitian dan tiap pertanyaan merupakan jawaban-jawaban yang
mempunyai makna. Struktur kuesioner terbagi dalam tiga bagian:
a. Profil responden
Berisi mengenai informasi identitas responden yaitu nama, pendidikan, terakhir,
umur, dan jabatan (spesifikasi pekerjaan).
b. Petunjuk Pengisian Kuesioner
Pada bagian ini, responden diberi petunjuk pengisian kuesioner, sehingga
responden tidak salah dalam pengisian jawaban kuesioner.
c. Kuesioner
Pertanyaan

yang

digunakan

adalah

jenis

pertanyaan

tertutup.

Untuk

mempermudah responden menjawab pertanyaan dan memfokuskan jawaban yang
diharapkan penulis.

2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua (bukan orang
pertama, bukan asli) yang memiliki informasi atau data tersebut. (Idrus, 2009).
Data sekunder dapat diambil dari bacaan, buku-buku refrensi dan informasi lain
yang berhubungan dengan penelitian.

53

2.8.2. Teknik Pengolahan Data
2.8.2.1. Uji Validitas dan Reliabilitas menggunakan software SPSS (Statistical
Package for Social Science)
a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Suatu Instrumen yang valid mempunyai validitas
tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid mempunyai produktivitas rendah.
Sebuah Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan.
Cara untuk menguji validitas adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur, yaitu dengan
(1) mencari definisi dan merumuskan tentap konsep yang akan diukur
yang telah ditulis para ahli dalam literatur, (2) kalau sekiranya tidak
ditemukan dalam literatur maka untuk lebih mematangkan definisi dan
rumusan tersebut peneliti harus mendiskusikannya dengan para ahli. (3)
menanyakan langsung kepada calon responden penelitian mengenai aspekaspek konsep yang akan diukur. Dari jawaban yang diperoleh peneliti
dapat membuat kerangka konsep dan kemudian menyusun pertanyaan
yang operasional.
2. Melakukan uji coba skala pengukuran yang dihasilkan dari langkah
pertama kepada sejumlah responden. Responden diminta untuk menjawab
apakah mereka setuju atau tidak setuju dari masing-masing pertanyaan.
Sangat disarankan agar jumlah responden untuk uji coba, minimal 30
orang agar distribusi skor (nilai) akan lebih mendekati kurve normal.
3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban

54

4. Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total
dengan menggunakan rumus teknik korelasi produk moment. Adapun
rumusnya adalah:

Keterangan :
r

: koefisien korelasi

Y

: produktivitas pekerja

Xi

: elemen variabel bebas

n

: jumlah data

( Masri Singarimbun, 1987 : 124 – 137 )
Syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat validitas adalah jika r hitung > r
tabel

dan taraf signifikasinya sebesar 5 % ( Suharsimi Arikunto, 1996 : 150-160 ).
b. Uji Reliabilitas
Pengukuran reliabilitas adalah pengukuran tentang stabilitas dan

konsintensi dari alat pengukuran. Reabilitas menunjukkan pada satu pengertian
bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen reliabel
sebenarnya yang mengandung arti bahwa instrumen tersebut cukup baik sehingga
mampu mengungkapkan data yang bisa dipercaya.

2.8.2.2. Analisis Kuesioner Menggunakan Metode Pembobotan (Scoring)
55

Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan
SMK3 proyek terhadap pelaksanaan proyek pembangunan jembatan rel kereta api
yaitu dengan menggunakan metode Pembobotan (Scoring). Dari data kuesioner
yang nantinya didapatkan, maka dapat ditentukan jumlah skor kriterium dengan
Skala Likert yaitu:
Jumlah Skor kriterium:
skor item x jumlah responden (1)
keefektifan dan efisiensi penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja (SMK3) responden dapat dihitung dengan:
Jumlah skor kuesioner:
������ ���� ����� ����������� ����
������ ���� ��������

x 100% (2)

Data yang sudah didapat kemudian diolah dengan metode pembobotan (scoring)
yaitu dengan cara menghitung rata-rata jawaban berdasarkan skoring setiap
jawaban dari responden. Adapun langkah-langkah perhitungan yaitu sebagai
berikut:
1. Kuesioner

yang

telah

disebarkan

kepada

responden,

kemudian

direkapitulasi berdasarkan skoring setiap jawaban dari responden.
2. Menghitung skor kriterium
3. Interpretasikan skor perhitungan
4. Untuk mendapatkan hasil interpretasi, harus diketahui dulu skor tertinggi
(X) dan angka terendah (Y) untuk item penilaian dengan rumus sebagai
berikut:
Y = Skor tertinggi likert x jumlah responden
X = Skor terendah likert x jumlah responden

56

5. Menghitung jumlah skor kuesioner
6. Membuat kategori penilaian berdasarkan besarnya skala yang digunakan.
Berikut kriteria interpretasi skornya berdasarkan interval:


Angka 0% – 19,99% = Sangat (tidak setuju/buruk/kurang sekali)



Angka 20% – 39,99% = Tidak setuju / Kurang baik)



Angka 40% – 59,99% = Cukup / Netral



Angka 60% – 79,99% = (Setuju/baik/suka)



Angka 80% – 100% = Sangat (setuju/baik/suka)

7. Menentukan kategori dari skor yang dihitung yaitu dengan cara melihat
skor kuesioner berada pada kategori apa.
Pembobotan (Scoring) merupakan teknik pengambilan keputusan pada
suatu proses yang melibatkan berbagai indikator secara bersama-sama dengan
cara member bobot pada masing-masing indikator tersebut. Skor adalah hasil
pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari angka-angka dari
setiap pertanyaan yang telah di jawab oleh responden dengan benar, dengan
mempertimbangkan bobot.

Pertanyaan pada kuesioner yang disebarkan menjadi

indikator yang digunakan untuk mengetahui penerapan SMK3. Indikator ini diberi
bobot (m) yang nilainya ditentukan berdasarkan hasil kompilasi data kuesioner
yang telah direkapitulasi sebelumnya dan berdasarkan hasil wawancara dan
observasi. Indikator nilai bobot (n), yang nilainya ditentukan dari jumlah 100 %
dibagi dengan jumlah pertanyaan yang diberikan dalam kuesioner tersebut. Nilai
bobot merupakan nilai tetap yang menunjukkan persentase yang diberikan pada
setiap indikator.

57

x=Σ

���
���

(3)

Untuk mengetahui keberhasilan penerapan SMK3 dipakai rumus ukuran
pemusatan sebagai berikut:

dimana:



=

∑ ��


=

� � + � � +� � +⋯+� �


(4)

� = Rata-rata persentase

Σxi = Jumlah keseluruhan persentase
x1 + x2 + x3 + ….+xn= Jumlah masing- masing persentase terhadap kriteria
n = Jumlah kriteria

58

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52