LAPORAN TUTORIAL Infeksi Menular Seksual

BAB III
ANALISIS MASALAH

1.

Mengapa pasien mengeluhkan kencing nanah dari kemaluannya?
Kencing nanah menandakan adanya proses infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Berdasarkan letak keluhannya dapat dicurigai adanya infeksi menular
seksual. (Price, 2013)
Infeksi bakteri/mikroorganisme

Melekat pada sel epitel yang melapisis selaput
lendir

Terutama pada uretra dan canalis
endoserviks

Bakteri menghasilkan produk ekstraseluler yang
mengakibatkan kerusakan sel (enzim
fosfolipase/peptidase)


Komponen permukaan sel bakteri (Lipopolisakarida
dan peptidoglikan akan memicu produksi endotoksin)

Menimbulkan respon inflamasi

Lokal invasi neutrofil, pembentukan
mikroabses submukosa
Kerusakann epitel

Keluarnya discharge purulen

2. Mengapa istrinya mengeluhkan keluarnya caiiran bening dan tidak
nyeri ?
Penularan melalui kontak langsung

Suami berhubungan seksual
dengan istri

Pingpong phenomenon


Pada canalis
endoservikalis

Menimbulkan gejala 7-12 hari
setelah pejanan

Peningkatan skresi vagina
Disuria
Perdarahan uterus diluar siklus
menstruasi
Menoragia

Resiko tinggi dari pria ke wanita lebih
tinggi karena luasnya mukosa yang
terpajan pada wania dan eksudat
yang berdiam lama divagina

(Daili, 2009)

BAB VII

BERBAGI INFORMASI
1.

All about sifilis ?
I.

Definisi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema
pallidum, merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama
perjalanan penyakit dapat menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten
tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat ditularkan kepada bayi di dalam
kandungan. (Natahusada, 2010)

II.

Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan
Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales,
familia Spirochaetaceae, dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral
teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri atas delapan

sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang
aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam.
(Natahusada, 2010)
Klasifikasi sangat sulit dilakukan, karena spesies Treponema tidak
dapat dibiakkan in vitro. Sebagai dasar diferensiasi terdapat 4 spesies yaitu
Treponema pallidum sub species pallidum yang menyebabkan sifilis,
Treponema pallidum sub species pertenue yang menyebaban frambusia,
Treponema pallidum sub species endemicum yang menyebabkan bejel,
Treponema carateum menyebabkan pinta (Hutapea, 2009)
Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir
(misalnya di vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam,
bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat, kemudian
menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Sifilis juga bisa
menginfeksi janin selama dalam kandungan dan menyebabkan cacat
bawaan

III.

Epidemiologi
Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di

Eropa. Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian
yang dibawa oleh anak bush Columbus waktu mereka kembali ke
Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli.
Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan gonore
disebabkan oleh sanggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh
infeksi yang sama (Natahusada, 2010)
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996
berkisar antara 0,04 -0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan
yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Di
bagian kami penderita yang terbanyak ialah stadium laten, disusul sifilis
stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.
WHO memperkirakan bahwa terdapat 12 juta kasus baru pada
tahun 1999, dimana lebih dari 90% terdapat di negara berkembang.

IV.

Patogenesis
Stadium dini
T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput
lender, biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan

bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan
sel- sel plasma, terutama di perivaskular, pembuluh-pembuluh darah kecil
berproliferasi di kelilingi oleh T. pallidum dan sel-sel radang. Treponema
tersebut terletak di antara endotelium kapiler dan jaringan perivaskular di
sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan
hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis
obliterans). Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada
pemeriksaan klinis tampak sebagai S1 (Natahusada, 2010)
Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening
regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi

manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi
jaringan sebagai SII, yang terjadi enam sampai delapan minggu sesudah
S1. S1 akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut
jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan
akhirnya sembuh berupa sikatriks. SII jugs mengalami regresi perlahanlahan dan lalu menghilang.
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi
yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu
dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenital.
Stadium lanjut

Stadium laten

dapat

berlangsung

bertahun-tahun,

rupanya

treponema dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada
dalam serum penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan
dapat sekonyong-konyong berubah, sebabnya belum jelas, mungkin
trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah S
III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan
T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung
bertahun-tahun. Setelah mengalami mass laten yang bervariasi guma
tersebut timbul di tempat-tempat lain.
V.


Gejala Klinis
Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan; sebelum
perkembangan tes serologikal, diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini
sering disebut "Peniru Besar" karena sering dikira penyakit lainnya..Bila
tidak terawat, sifilis dapat menyebabkan efek serius seperti kerusakan
sistem saraf, jantung, atau otak. Sifilis yang tak terawat dapat berakibat
fatal. Orang yang memiliki kemungkinan terkena sifilis atau menemukan
pasangan seks yang mungkin terkena sifilis dianjurkan untuk segera
menemui dokter secepat mungkin.
Sifilis dapat dirawat dengan penisilin atau antibiotik lainnya.
Menurut statistik, perawatan dengan pil kurang efektif dibanding
perawatan

lainnya,

karena

pasien

biasanya


tidak

menyelesaikan

pengobatannya. Cara terlama dan masih efektif adalah dengan penyuntikan

procaine penisilin di setiap pantat (procaine diikutkan untuk mengurangi
rasa sakit); dosis harus diberikan setengah di setiap pantat karena bila
dijadikan satu dosis akan menyebabkan rasa sakit. Cara lain adalah
memberikan kapsul azithromycin lewat mulut (memiliki durasi yang lama)
dan harus diamati. Cara ini mungkin gagal karena ada beberapa jenis sifilis
kebal terhadap azithromycin dan sekitar 10% kasus terjadi pada tahun
2004. Perawatan lain kurang efektif karena pasien diharuskan memakan
pil beberapa kali per hari.
Seks aman dilakukan dengan menggunakan kondom bila
melakukan aktivitas seks, tapi tidak dapat menjamin sebagai penjaga yang
pasti. Usul terbaik adalah pencegahan aktivitas seksual dengan orang yang
memiliki penyakit kelamin menular dan dengan orang berstatus penyakit
negatif.

Penyakit ini pada laki-laki lebih terlihat gejalanya dibandingkan
dengan

perempuan.Biasanya

kaum

perempuan

tidak

mengetahui

gejalanya.Gejala yang ada yaitu seperti ruam berwarna merah pada daerah
kelamin,dan biasanya sangat gatal.Meski kaum perempuan tidak akan tau
apakah dia menderita penyakit sifilis,sebaiknya menjaga diri agar tidak
tertular penyakit ini dan menularkan penyakit ini pada orang lain.Dan bagi
kaum lelaki sebaiknya juga menjaga diri sendiri agar tidak tertular atau
menularkannya pada orang lain.Cara satu-satunya untuk mencegah hal ini
terjadi adalah setia pada pasangannya dan juga rutin diperiksa oleh dokter

agar tidak menjadi terlalu parah.
Kalau Anda menduga bahwa Anda menderita sifilis atau kalau
Anda mempunyai pasangan yang mungkin menderitanya, Anda dan
pasangan perlu mengunjungi dokter spesialis kulit dan kelamin. Kalau
mereka mendiagnosa adanya sifilis, Anda akan diberikan antibiotik. Setiap
orang yang menjadi partner seksual tanpa perlindungan juga harus segera
diperiksa untuk mengetahui apakah mereka telah terinfeksi sifilis.
Begitulah himbauan dokter menyangkut penyakit ini.

Stadium satu. Stadium ini ditandai oleh munculnya luka yang
kemerahan dan basah di daerah vagina, poros usus atau mulut. Luka ini
disebut dengan chancre, dan muncul di tempat spirochaeta masuk ke tubuh
seseorang untuk pertama kalinya. Pembengkakan kelenjar getah bening
juga ditemukan selama stadium ini. Setelah beberapa minggu, chancre
tersebut akan menghilang. Stadium ini merupakan stadium yang sangat
menular.
Stadium dua. Kalau sifilis stadium satu tidak diobati, biasanya para
penderita akan mengalami ruam, khususnya di telapak kaki dan tangan.
Mereka juga dapat menemukan adanya luka-luka di bibir, mulut,
tenggorokan, vagina dan dubur. Gejala-gejala yang mirip dengan flu,
seperti demam dan pegal-pegal, mungkin juga dialami pada stadium ini.
Stadium ini biasanya berlangsung selama satu sampai dua minggu.
Stadium tiga. Kalau sifilis stadium dua masih juga belum diobati,
para penderitanya akan mengalami apa yang disebut dengan sifilis laten.
Hal ini berarti bahwa semua gejala penyakit akan menghilang, namun
penyakit tersebut sesungguhnya masih bersarang dalam tubuh, dan bakteri
penyebabnya pun masih bergerak di seluruh tubuh. Sifilis laten ini dapat
berlangsung hingga bertahun-tahun lamanya.
Stadium empat. Penyakit ini akhirnya dikenal sebagai sifilis tersier.
Pada stadium ini, spirochaeta telah menyebar ke seluruh tubuh dan dapat
merusak otak, jantung, batang otak dan tulang. (Harahap, 2000)
VI.

Pemeriksaan Penunjang
Untuk

menegakkan

dikonfirmasikan

diagnosis

dengan

sifilis,

pemeriksaan

diagnosis
laboratorium

klinis

harus

berupa

:

(Hutapea,2009)
1. a. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)
Ream sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl
fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara
menekan lesi sehingga serum akan keluar. Diperiksa dengan
mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi. T. pall

berbentuk ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Hares hati-hati
membedakannya dengan Treponema lain yang ada di daerah
genitalia. Karena di dalam mulut banyak dijumpai Treponema
komensal, maka bahan pemeriksaan dari rongga mulut tidak dapat
digunakan.3
b. Mikroskop fluoresensi
Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi
dengan aseton, sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel
fluorescein, kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi.
Penelitian lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat memberi
hasil nonspesifik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan
pemeriksaan lapangan gelap.

2. Penentuan antibodi di dalam serum.
Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan
sifilis, frambusia, atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi.
Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi
nonspesifik, akan tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan IgM dan
juga IgG, ialah :
a. Tes yang menentukan antibodi nonspesifik.
 Tes Wasserman
 Tes Kahn
 Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)
Cara pemerisaannya sebagai berikut: (Aprianti, 2003)
Prinsip: terbentuknya flokulasi
Cara kerja:antigen yang digunakan adalah ektrak jantung sapi
• Kualitatif
- Tandai slide vdrl lubang 1(test) dan lubang 2 ( kontrol)
- Pada lubang 1masukkan 50ul serum dan 18 ul antigen
- Pada lubang 2masukkan NaCl fisiologis 50 ul dan 18 ul
antigen
- Masukkan dalam rotator kec 180 rpm selama 5 menit
- Lihat mikroskop perbesaran 100x

Hasil – jika berbentuk batang menyebar rata seluruh lapangan
pandang
Hasil + jika terdapat flokulasi
• Kuantitatif
- Isi lubang 1-5 dengan 50 ul NaCl
- Masukkan 50 ul serum kelubang 1 dan encerkan kelubang
lubang berikutnya
- Lubang 1=1/2 x
Lubang 2=1/4 x
Lubang 3=1/8 x
Lub1ng 4=1/16 x
Lubang 5=1/32 x
Lubang 6=sebagai pembuangan yang digunakan untuk
pengenceran kembali apabila pengenceran 1/32 x masih
menyatakan hasil + (terjadi flokulasi)
- Masukkan 18 ul antigen kedalam masing masing lubang
kecuali lubang 6.
- Masukkan dalam rotator dengan kec 180 selam 5 menit
Lihat mikroskop perbesaran 100x
Jika hasil kualitatif – maka titer nya adalah 1:1
Jika haisl kuantitatif pada pengenceran 1/16 x tidak terjadi flokulasi
maka titer tertinggi adalah 1/16.
Interpretasi
a. Kualitatif
Hasil non reaktif : tidak ada infeksi, masih dalam masa
inkubasi atau telah mendapat pengobatan yang efektif.
Jika terjadi flokulasi :


Gumpalan besar dan medium  reaktif



Gumpalan kecil  reaktif lemah

b. Kuantitatif

Laporan hasil pengamatan dengan pengenceran tertinggi
yang masih memberikan hasil reaktif  dalam bentuk titer
½, ¼, 1/8, 1/16, 1/32 dan seterusnya.
Hasil reaktif : sedang terinfeksi atau pernah terinfeksi sifilis
atau positif semu.



b.

Tes RPR (Rapid Plasma Reagin)
Tes Automated reagin
Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter

Protein Complement Fixation).
c.
Yang menentukan antibodi spesifik yaitu:
 Tes TPI (Treponema Pallidum Immobilization)
 Tes FTA-ABS (Fluorescent Treponema Absorbed).
 Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)
Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
Sampel: serum, plasma , LCS.
Reagen:
 TPHA diluent (tutup warna putih tabung kuning)
 Test cell (tutup warna merah, sel darah merah domba yang telah
ditempeli ekstrak treponema pallidum yang berfiungsi sebagai
antigen
 Control cell ( tutup warna putih , tabung warna hijau),tidak akan
terjadi hemaglutinasi , karena tidak tejadi reaksi dengan Ab.
 Control positif (tutup warna merah kecil0
 Control negatif( tutup warna biru kecil)
Pada saat inkubasi disuhu ruang hendaknya dihindari adanya
getaran agar hemaglutinasinya tidak lepas.
Alat;
 Pipet 90, 10, 25 ul
 Mikroplate v
 Reading miror / kaca pembaca
 Solasi
Cara kerja:

1. Masukkan 90 ul TPHA diluent + 10 ul kontrol positif pada
sumur pertama
2. Masukkan 25 ul TPHA diluent pada sumur ke2, 3, 4, 5
disamping sumur pertama
3. Homogenkan sumur pertama dengan pipet mikro 25 ul,
Ambil dari sumur pertama, 25 ul masukkan ke sumur 2,
campur/ homogenkan, ambil 25 ul buang.
Ambil dari sumur pertama 25 ul masukkan ke sumur
3,homogenkan, ambil 25 ul masukkan ke sumur ke 4,
homogenkan, ambil 25 ul masukan kesumur ke 5, ambil 25 ul
masukkan kesumur 6.
4. Tambahkan 75 ul control test pada sumur ke 2
5. Tambahkan 75 ul tets cell pada sumur ke 3, 4, 5.
6. Homogenkan keseluruhan dengan sedikit getaran.
Interpretasi
Hasil reaktif : sedang terinfeksi, pernah infeksi reaksi positif semu.
Hasil non reaktif : tidak pernah terinfeksi atau pada masa inkubasi


(belum terbentuk antibodi)
Tes Elisa (Enzyme linked immuno sorbent assay)
Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada

tulang, yang dapat terjadi pada S II, S Ill, dan sifilis kongenital. Juga pada
sifilis kardiovaskular, misalnya untuk melihat aneurisms aorta.
Pada neurosifilis, tes koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena
tidak khas. Pemeriksaan jumlah set dan protein total pada likuor serebrospinalis hanya menunjukkan adanya tanda inflamasi pada susunan saraf
pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga normal ialah 03 sel/mm3, jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga
normal protein total ialah /20-40 mg/100 mm 3 , jika melebihi 40
mg/mm 3 berarti terdapat peradangan (Natahusada, 2010)

VII.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti
ditegakkan berdasarkan hasil pemerikasan laboratorium dan pemeriksaan
fisik.
Pada fase primer atau sekunder, diagnosis sifilis ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis terhadap cairan dari luka di
kulit atau mulut. Bisa juga digunakan pemeriksaan antibodi pada contoh
darah.
Untuk neurosifilis, dilakukan pungsi lumbal guna mendapatkan
contoh cairan serebrospinal. Pada fase tersier, diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala dan hasil pemeriksan antibodi
VIII.

Penatalaksanaan
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga
diobati, dan selama belum sembuh penderita dilarang bersanggama.
Pengobatan dimulai sedini mungkin, makin dini hasilnya makin balk. Pada
sifilis laten terapi bermaksud mencegah proses lebih lanjut. (Nathusada,
2010)
Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.
1. PENISILIN
Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat
menembus placenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat
menyembuhkan janin yang terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.
Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan
kurang dari 0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut hares bertahan
dalam serum selama sepuluh sampai empat betas hari untuk sifilis dini dan
lanjut, dua puluh sate hari untuk neurosifilis dan sifilis kardiovaskular. Jika
kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih dari dua puluh empat
sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat berkembang biak.
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat
jam, jadi bersifat kerja singkat.
b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat
(PAM), lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
a. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juts unit akan bertahan dalam
serum dua sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.

Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per
oral tidak dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerma kurang dibandingkan dengan suntikan.
Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masingmasing; yang pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari,
dan yang ketiga biasanya setiap minggu.
Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, make kadar obat
dalam serum dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak
perlu disuntik setiap hari seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam
akua. Obat ini mempunyai kekurangan, yakni tidak dianjurkan untuk
neurosifilis karens sukar masuk ke dalam darah di otak, sehingga yang
dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua. Karena penisilin G
benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan, ada penyelidik yang
tidak menganjurkan pemberiannya kepada bayi. Demikian pule PAM
memberi rasa nyeri pada tempat suntikan dan dapat mengakibatkan abses
jika suntikan kurang dalam; obat ini kini jarang digunakan.
Pada sifilis kardiovaskular terapi yang dianjurkan ialah dengan
penisilin G benzatin 9,6 juta unit, diberikan 3 kali 2,4 juta unit, dengan
interval seminggu. Untuk neurosifilis terapi yang dianjurkan ialah
penisilin G prokain dalam akua 18-24 juta unit sehari, diberikan 3-4 juta
unit, i.v. setiap 4 jam selama 10-14 hari.
Pada sifilis kongenital, terapi anjurannya ialah penisilin G prokain
dalam akua 100.000150.000 satuan/kg B.B. per hari, yang diberikan
50.000 unit/kg B.B., i.m., setiap hari selama 10 hari.
Reaksi Jarish-Herxheimer
Pada terapi sifilis dengan penisilin dapat terjadi reaksi JarishHerxheimer. Sebab yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui, mungkin
disebabkan oleh hipersensitivitas akibat toksin yang dikeluarkan oleh
banyak T. paffidum yang coati. Dijumpai sebanyak 50-80% pada sifilis
dini. Pada sifilis dini dapat terjadi setelah enam sampai due betas jam pada
suntikan penisilin yang pertama.
Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal. Gejala umum biasanya
hanya ringan berupa sedikit demam. Selain itu dapat pula berat: demam
yang tinggi, nyeri kepala, artralgia, malese, berkeringat, dan kemerahan
pada muka.8 Gejala lokal yakni afek primer menjadi bengkak karena

edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasanya akan
menghilang setelah sepuluh sampai dua betas jam tanpa merugikan
penderita pada S I.
Pada sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya:
edema glotis pada penderita dengan gums di laring, penyempitan arteria
koronaria pada muaranya karena edema dan infiltrasi, dan trombosis
serebral. Selain itu juga dapat terjadi ruptur aneurisms atau ruptur dinding
aorta yang telah menipis yang disebabkan oleh terbentuknya jaringan
fibrotik yang berlebihan akibat penyembuhan yang cepat.
Pengobatan reaksi Jarish-Herxheimer ialah dengan kortikosteroid,
contohnya dengan prednison 20-40 mg sehari. Obat tersebut juga dapat
digunakan sebagai pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada
gangguan aorta dan diberikan dua sampai tiga hari sebelum pemberian
penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga hari kemudian.
2. ANTIBIOTIK LAIN
Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat
digunakan sebagai pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin.
Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500
mg/hari, atau aeritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100
mg/hari. Lama pengobatan 15 hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi
stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil, efektivitasnya meragukan.
Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin, yakni 90-100%,
sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.
Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa doksisiklin atau
eritromisin yang diberikan sebagai terapi sifilis primer selama 14 hari,
menunjukkan perbaikan (Wong, 2008)
Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x
500 mg sehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis
tunggal i.m. atau i.v. selama 15 hari.
Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama
dinegara yang sedang berkembang untuk menggantikan penisilin.
(Reidner, 2005)
Dosisnya 500 mg sehari sebagai dosis tunggal. Lama pengobatan
10 hari. Menurut laporan Verdun dkk. Penyembuhannya mencapai 84,4%.

tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk.,
penyembuhannya mencapai 84,4%.
Pencegahan
 Hindari berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan
 Menjalani screening test bagi anda dan pasangan anda
 Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang
 Gunakan kondom ketika berhubungan sexual
Sifilis tidak bisa dicegah dengan membersihkan daerah genital setelah
berhubungan sexual

DAFTAR PUSTAKA
Natahusada, EC, Djuanda A. Sifilis dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. h:393-413.
Hutapea, NO. Sifilis dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi Menular
Seksual, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,2009. h:84-102.
Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipokrates. Jakarta. 2000. h:170.

Aprianti S, Pakashi RDN, Hardjoeno. Tes Sifilis dan Gonorrhoe dalam: Hardjoeno
dkk. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Penerbit LETHAS,
Makasar.2003. h:353-61.
Wong T et al. Serological Treatment Response to Doxycycline/Tetracycline versus
Benzathine Penicillin. Am J Med 2008 Oct; 121:903.
Riedner G, Rusizoka M, Todd J, Maboko L, Hoelscher M, Mmbando D et al.
Single-Dose Azithromycin versus Penicillin G Benzathine for the Treatment
of Early Syphilis. NEJM 2005 Volume 353:1236-124
Daili, S.F., 2009. Gonore. In: Daili, S.F., et al., Infeksi Menular Seksual. 4th ed.
Jakarta: Balai Penerbitan FKUI, 65-76.
Price, Sylvia A. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta: EGC.