Nidhal Guessoum Mempertemukan Islam Deng

Nidhal Guessoum
“Mempertemukan Islam Dengan Sains Modern”
By Testiani Makmur (17300016079)
Pendahuluan
Salah satu ciri agama Islam yaitu penekanan terhadap masalah ilmu. Alquran dan
Sunnah mengajak kaum muslim untuk mencari ilmu, hikmah atau kearifan. Dalam Islam
ilmu memiliki peranan sangat penting, dan menjadi pilar dari segala kebaikan. Agama
Islam adalah agama yang sangat dekat dengan ilmu dan pengetahuan, tidak ada
ketidaksesuaian antara ilmu dan pengetahuan dengan dasar-dasar keyakinan Islam1. Imam
Syafi’i mengutarakan untuk memperoleh dunia dan akhirat diraih melalui ilmu
“Barangsiapa yang menginginkan dunia maka wajib atasnya memperoleh ilmu, dan
barangsiapa yang menginginkan akhirat maka wajib pula baginya mengetahui ilmunya”.
Kemudian beliau mengatakan, “siapa yang tidak menyukai ilmu maka tidak ada kebaik
baginya, maka antara dirimu dan dirinya tidak ada pengetahuan dan kepercayaan 2.
Begitupun dengan penutaran Imam Bukhari dan membuat suatu bab khusus dalam kitab
Shahihnya dengan judul al-ilmu qabla al-qauli wa al-amal” intinya bahwa ilmu itu asas
dari segala sesuatu, baik yang sifatnya perkataan maupun perbuatan. Tanpa ilmu segala
sesuatu itu tiada membawa arti. Imam Malik dalam Adian Husaini berkata “orang yang
mencari ilmu seharusnya memiliki sifat ketenangan, ketentraman dan rasa takut kepada
Allah swt3. Ini mengindikasikan bahwa ilmu adalah sumber kebaikan. Dari ilmu itulah,
peradaban Islam menjadi maju dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Jadi begitu tinggi

dan mulianya kedudukan ilmu dalam islam, menandakan islam sangat menjunjungi tinggi
ilmu dan tidak menantang sains serta mengharuskan untuk meraih ilmu.
Perlu dipahami sains tanpa agama adalah timpang (lame), sedangkan agama tanpa
sains adalah buta/gelap (blind). Sebagaimana ungkapan Albert Einstein. Ini artinya
kehidupan manusia memerlukan arah dan pedoman. Agama merupakan pedoman dan
arah kehidupan. Manusia sudah pasti tidak hidup tenang tanpa agama. Manusia tidak
hidup berkembang tanpa sains. Agama dan sains saling melengkapi. Manusia juga
beriman dengan dasar-dasar sains. Iman dapat dilengkapi oleh sains, karena sains
1

Ikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din al-Afghani: A Political Biography (Berkeley: University of
California, 1972)
2
Mafatih Taddabur As-Sunnah II, Vol.I, hlm.30 (dalam Maktabah Syamilah) Lihat juga Al-Majmu’ Syarh
al-Muhadzdizib, Vol.I, hlm.43)
3
Adian Husaini, Filsafat Ilmu (Jakarta: Gema Insani, 2013)

0


merupakan matanya iman, dan iman sebagai hatinya sains. Sains akan sempurna kalau
manusia memiliki agama. Agama akan mendalam dan terang bila diikuti oleh sains. Sains
dan agama memberikan kita mata dan hati untuk meliht alam. Bahkan Majunya sebuah
peradaban sangat ditentukan oleh bagaimana penghuni peradaban itu menempatkan ilmu
pengetahuan dan agama secara seimbang. Keduanya adalah komponen yang tak
terpisahkan satu sama lain, untuk mencapai ketenangan hidup dan melengkapi dan
melengkapi keperluan jiwa manusia, sehingga manusia itu mencapai hidup yang
seimbang4. Masa itu pernah dialami oleh umat Islam selama hampir 17 abad lamanya.
Prof Bj Habbie selalu mengutarakan supaya manusia menyandingkan Imtaq (iman dan
takqa) dan Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) merupakan unsur penting dalam
kehidupan manusia yang senantiasa harus dijaga. Imtaq menjaga agar manusia tidak
tersesat dalam kehidupan. Sementara iptek diperlukan untuk membawa perubahan positif,
kemajuan, dan kesajahteraan dalam kehidupan manusia. Tidak jauh berbeda dengan
ungkapan Prof Jalaludin Rakhmat yang mengajak kaum muslim untuk menaruh perhatian
pada sains sebaga panggilan ilahi.
Ilmu dalam Islam mencakup dua pengertian, pertama sampainya ilmu dari Allah
ke dalam jiwa manusia dan kedua, sampainya jiwa manusia terhadap objek ilmu melalui
penelitian dan kajian5. Cara memperoleh ilmu pengetahua diterangkan dalam Al-quran
antara lain (1) Melalui eksprimen dan pengamatan indrawi 6, (2) Lewat akal yaitu dengan
jalan ta’aqqul, tafaqquh dan tazakkur (merenungkan, memikirkan, memahami dan

mengambil pelajaran)7, (3) Lewat wahyu atau ilham, Allah dapat memberikan kepada
manusia yang dikehendaki tanpa proses berpikir ataupun pengamatan empiris tetapi
diberikan secara langsung8. Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk bagi pembangunan
manusia, dan ia berisi apapun yang dibutuhkan manusia di dalam keseluruhan iman dan
4

Muhammad Solikhudin, Rekonsiliasi Tradisi Muslim Dan Sains Modern Telaah Atas Buku Islam’s
Quantum Question Karya Nidhal Guessoum, Kontemplasi, Volume 04 Nomor 02, Desember 2016
5
Yazdi, Buku Daras Filsafat Islam (Bandung: Mizan, 2003)
6
(QS. Al 'Ankabuut: 20) Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah
menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
7
(QS. Al Baqarah: 164) Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan
siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan
dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di
bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi;
sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

8
(QS. Al Baqarah: 251) Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam
peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan
hikmah[157] (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.
Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti
rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.

1

perbuatan, tidak bisa mengabaikan bahwa Quran berisi rujukan untuk beberapa fenomena
alam sehingga dapat menjadi pesan bagi para ilmuwan atau saintis9. Qur’an juga
mengandung metafisika, kosmologi dan ajaran tentang dunia dan akhirat10. Ghusyani11
mempaparkan ayat-ayat semesta agar manusia memikirkan alam semesta dengan ilmu
pengetahuan antara lain (1) ayat-ayat mengambarkan elemen-elemen pokok objek atau
menyuruh manusia untuk menyingkapkannya12, (2) Ayat-ayat yang mencakup masalah
cara penciptaan objek-objek material maupun yang menyuruh manusia untuk menyingkap
asal-usulnya13, (3)ayat Ayat-ayat yang menyuruh manusia untuk menyingkap bagaimana
alam semesta ini berwujud14, (4) Ayat- ayat yang menyuruh manusia untuk mempelajari
gejala-gejala alam15, (5) Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah bersumpah atas
berbagai objek alam16, (6) Ayat-ayat yang dengan merujuk beberapa gejala alam,

menjelaskan kemungkinan terjadinya kebangkitan17, (7) Ayat-ayat yang menekankan
kelangsungan dan keteraturan penciptaan Allah18, (8) Ayat-ayat yang menjelaskan
keharmonisan keberadaan manusia dengan alam semesta19. Bahkan terdapat dua puluh
macam ilmu dalam Al-Quran yaitu Kosmologi, astronomi, Antrologi, ilmu Alam (fisika),
Matematika, Sejarah, Antropologi, Geografi, Sejarah tentang alam, Geologi, Mineralogi,
Biologi, Botami, Zoologi, Ekonomi, Pertanian, Perkebunan, Irigasi, Perdagangan,
Arkeologi, Arsitektur, Psikologi, Sosiologi, Sekslogi, Fisiologi, Ilmu Kimia, dan Ilmu
Kedokteran (pengobatan)20. Ini membuktikan bahwa Al-Quran memberi porsi yang besar
terhadap semesta alam dalam berbagai aspek. Namun terjadi juga perselihan pendapat
dikalangan para ulama tentang hubungan ayat-ayat Alquran dengan ilmu pengetahuan,
9

Mehdi Golshani, The Scientific Dimension of the Quran, dalam http://www.al-islam.org
Sayyed Hossein Nars, Islam Antara Cita dan Fakta (Yogyakarta: Pusaka, 2001)

10

11
12


Ghulsyani Mahdi, Filsafat-Sains Menurut AI-Quran (Bandung, Mizan, 1995)
QS. Ath Thaariq: 5, lihat Naquib AI-Attas, 1995:6

13

QS. Huud: 7, QS.AlMu'minuun: 12-14, QS. Al-Anbiyaa: 30, QS. Luqman:10

14

QS. AI Ankabuut: 20,

15

QS. Az Zumar:2, QS.Ar Ruum: 48, QS.Al-Baqarah:164

16

QS. Asy Syams: 1-6, QS. Al Waqiah: 75-76, QS.Ath Thaariq: 1-3
QS. AI Hajj: 5, QS. Yaa Sin: 81, QS. Ar Ruum:19


17
18

QS. An Naml: 88, QS. AI Mulk: 3-4, QS. Al-Hijr: 9, QS. AI Furqaan: 2, QS. AZ Zumar:5, QS. AI Anbiyaa:165
19

QS. Al-Baqarah: 29, QS. An-Nahl: 5, QS. Al-Hadiid: 25, QS. AI An'aam: 97,

20

Afzalur Rahman, Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan, Terjemahan H.M Arifin, (Jakarta: Bina Aksara,
1989)

2

dalam hal ini sudah berlangsung sejak lama. Imam Al-Ghazali menernagkan bahwa
seluruh cabang ilmu pengetahuan yang terdahulu dan yang Kemudian, yang telah
diketahui maupun yang belum semua bersumber pada Alquran. Imam Asy-Syathibi
(W.1388M) tidak sependapat dengan Al-Ghazali bahwa tidak semua ilmu pengetahuan
disebut dalam Alquran.

Islam berasal dari kata aslama-yuslimu-islaman yang berarti patuh, tunduk dan
menyerah21. Akan tetapi tidak berhenti sampai disituja saja. Islam juga mengajarkan cara
dan bentuk ketundukan. Ketuhananlah yang akan menentukan cara dan bentuk
ketundukan kepada Tuhan22. Modernisasi diupayakan berlangsung tanpa merusak
keaslian dan otensitasnya sebagai agama wahyu23. Philip Clayton mendamaikan tradisi
keagamaan dengan ilmu pengetahuan tidak dapat dengan cara anti-modern dan
fundamentalis24. Memaknai sains sebagai pengetahuan yang sistematis. Sains adalah suatu
eksplorasi ke alam materi berdasarkan observasi, dan mencari hubungan-hubungan
alamiah yang teratur mengenai fenomena yang diamati serta bersifat mampu menguji diri
sendiri. Sains bertumpu pada obyektivitas yang dapat diuji ulang dan merupakan
kontribusi semua ilmuwan di muka Bumi tanpa pandang bangsa dan agama. Mengingat
sifatnya yang demikian maka tidak semua ilmu atau pengetahuan manusia dapat
dikategorikan sebagai sains25. Akan tetapi sains modern membawa tata nilai peradaban
modern, yakni materialisme dan kisah tragis kematian Tuhan. Oleh karena itu sains
modern bergerak menuju deisme, kepercayaan bahwa Tuhan memulai alam semesta,
tetapi Kemudian membiarkannya berjalan sendiri. Jika dianalogikan dengan jam, peran
Tuhan seolah-olah dibatasi sebagai pembuat jam belaka, setelah itu diam kejauhan dan
membiarkan jam berjalan sendiri sampai rusak26.
Di dunia Islam, menurut Zaenal Abidin Bagir paling tidak ada empat kelompok
dalam membangun sains Islam, yaitu mazhab Instrumentalis, mazhab Creationist, mazhab

I’jaz (perumpamaan), dan mazhab Sains. Dari keempat mazhab tersebut yang paling
banyak penganut-nya adalah mazhab terakhir, sehingga ada empat model pengembangan
21

Ahmad Warson Munnawwir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya:Pustaka Progesif, 1997)
Adian Husaini, Hegemoni Kristen-Barat (Jakarta: Gema Insani, 2006)
23
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: Rosdakarya, 2000)
24
Philip Clayton adalah guru besar agama dan filsafat di Claremont Graduate University, serta penulis
buku God and Contemporar y Science and The Oxford Handbook of Religion and Science. Lihat Nidhal
Guessoum, Islam’s Quantum Question: Reconciling Muslim Tradition and Modern Scince, (London: I.B
Tauris and Co. Ltd, 2011), ii.
25
Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta: Menjadikan Al-Qur’an Sebagai Basis Konstruksi Ilmu
Pengetahuan (Bandung: Mizan, 2012)
22

26


Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta: Sisi-Sisi Al-Quran Yang Terlupakan (Mizan: Bandung,2008)

3

“Sains Islam” dalam mazhab ini, antara lain: (a) model Islamisasi Ilmu, (b) Ilmuisasi
Islam, (c) Rekonsiliasi Tradisi Muslim klasik dan Sains Modern, (d) IntegrasiInterkoneksi27.
Adapun ilmuwan Muslim yang berupaya merespon

perkembangan sains modern

dengan sudut pandang berbeda, di antaranya yaitu Seyyed Hossein Nasr, Al-Faruqi,
Naquib al-Attas, Ziauddin Sardar, Mehdi Golshani,

Fazlur Rahman dll. Salah satu

tokoh kontemporer yang melanjutkan perjuangan mereka adalah Prof. Nidhal
Guessoum. Kehadiran Guessoum di kancah diskursus
memperkaya pemikiran dalam dunia Islam.

“Islam dan Sains”


semakin

Salah satu karyanya yaitu rekonsiliasi

tradisi muslim dan sains modern membangun sains islam dengan memadukan khazanah
pemikiran islam klasik dengan sains modern untuk menjawab persoalan-persoalan
kontemporer keumatan maupun kemanusian. Selain itu Guessoum mengajak umat Islam
bergandengan tangan dengan sains modern (ilmu pengetahuan yang dihasilkan di luar
Islam), serta menjauhkan prasangka terhadap Barat.
Prof Nidhal pada pengantar bukunya: Quantum Question: Reconciling Muslim
Tradition mengutip dengan sangat indah pandangan integrasi sains dan agama. Beliau
mengutip karya monumental Ibnu Rusyd, Fashl al-Maqal bain al-Hikmah wa al-Syari'ah
min Ittishal. Bahwasanya syariah, wahyu tidak boleh dipertentangkan dengan sains, dan
ilmu pengetahuan. Agama dan sains ibarat saudara sesusuan (a'ni anna al-hikmah hiya
shahibat al-syari'ah, wa al-ukhtu al-radhi'ah). fa al-adziyyatu mimman yunsabu ilaiha
asyaddu al-adziyyah, ma'a ma yaqa'u bainahuma min al-'adawah wa al-baghdh'i wa almusyajarah. wa huma al-muthahibatani bi al-thab'i. al-mutahabbatani bi al-jauhar wa algharizah (Fashl al-Maqal, h. 66-67).
Akan tetapi fenomena integrasi sains dan agama dalam dunia Islam memiliki
beragam sikap dan respons umat Islam. Secara umum mereka dapat dibagi ke dalam tiga
kelompok; pertama adalah mereka yang menerima sains seraya menginterasikan sains ke
dalam Islam. Islam dipandang sebagai agama yang mendukung perolehan pengetahuan.
Sains modern adalah pengetahuan dan perolehan pengetahuan adalah kewajiban bagi
kaum beriman. Tiga kelompok ini senantiasa menghiasi perdebatan seputar hubungan
Islam dengan sains modern. Tidak jauh berbeda yang dipaparkan oleh Ian G. Barbour
setidaknya, ada 4 pola hubungan antara agama dan ilmu, yaitu Konflik (bertentangan),
Independensi (masing-masing berdiri sendiri-sendiri), Dialog (berkomunikasi) atau
27

Zaenal Abidin Bagir (ed.), Science and Religion in a Post-Colonial World Interfaith Perspectives
(Australia: ATF Press, 2005)

4

Integrasi (menyatu dan bersinergi). Pemahaman mereka dalam hal itu berimbas pada cara
pandang mereka terhadap peradaban Islam dan peradaban Barat serta hubungan antar
keduanya28.
Biografi Dan Pendidikan Nidhal Guessoum
Prof. Dr. Nidhal Qassum dilahirkan di Al-Jazair pada tangga 6 September 1960
dari keluarga pecinta ilmu. Ayahnya berhasil mendapatkan gelar doktor dalam bidang
filsafat dari Universitas Kairo dan Sorbonne, Paris. Ibunya mendapatkan gelar master
dalam bidang sastra Arab, sedangkan keempat saudaranya tumbuh menjadi ilmuwan,
dokter, dan guru sains yang semuanya menjiwa rasionalisme filsafat, metodologi sains
modern, keindahan seni dan sastra, serta keseluruhan pandangan dunia mengenai Islam.
Sejak usia dini dan remaja dibesarkan dalam linkungan pendidikan tradisi budaya
Muslim dan gemar mempelajari segala bentuk ilm pengetahuan dan agama. Sejak awal
Nidhal Qassum menempuh pendidikan dengan menguasai dua bahaa dunia yaitu bahasa
arab dan bahasa Prancis. Bahasa inggris dipelajari pada masa remajanya. Pendidikan
formalnya dibidang fisika, tidak mengherankan tertarik dan terlibat penuh dalam berbagai
penelitian atau riset astrofisika. Nidhal Qassum termasuk gemar membaca buku, baik
filsafat maupun astronomi, khususnya yang berkaitan agama dan ilmu pengetahuan.
Untuk lebih jelas perjalanan akademik dan karya Prof. Dr. Nidhal Qassum 29 seperti tertera
dalam tabal dibawah ini
Title and Institution
Education
Academic
Experience

28

 Professor of Physics and Astronomy, Interim Physics
Dept. Head, American University of Sharjah, UAE
and  Ph.D. in Astrophysics (1988), University of California,
San Diego (USA)
 Post-Doctoral
Research
Associate
(1988-1990):
NASA/Goddard Space Flight Center
 Faculty Member at: University of Blida (Algeria), College
of Technological Studies (Kuwait), American University
of Sharjah (UAE)
 Department Chair/Head at: Physics Dept., University of
Blida (Algeria) and American University of Sharjah
(UAE)
 Past President of Faculty Senate and Chair of various
academic committees at the American University of
Sharjah (UAE)

Ian G. Barbour, Issues in Science and Religion (New York: Harper Torchbooks, 1966)

29

http://www.nidhalguessoum.org/vvold/public_html/sites/all/modules/ckeditor/ckfinder/userfiles/files/
Nidhal%20Guessoum%20Short%20CV.pdf

5

Publications
and  Over 60 Astrophysics papers published in first- rate
Other Achievements:
journals and international conference proceedings; 36
international conferences attended.
 Invited visiting researcher by various international
academic institutions (17 times total) in the USA, the UK,
France, and the Arab world.
 Invited speaker at several renowned universities, including
Cornell University (“University Lecture Series”), April
2009.
 Over 1 million dollars received in research grants from
various institutions (UAE, USA, France).
 Three books published (2 of them co-authored) in Arabic,
French, and English; 2 conference proceedings co-edited;
1 monograph published.
 Over 120 general-public articles published, most of them
in highly respected journals and magazines: 60 in Arabic,
40 in English, 20 in French.
 Over 100 guest-blog articles written on Science and
Religion.
 Interviewed in various international media outlets: BBC
World Service, Al-Jazeera, NPR, BBC Arabic, Al-Hurra
TV, Le Monde; Radio France International; France 2;
France Culture; others.
Gagasan Abdul Prof. Dr. Nidhal Qassum
1. Islam dan Kosmologi
Kosmologi termasuk ilmu yang unik diantara ilmu-ilmu yang lain, karena melingkupi
keseluruhan universum fisikawi, jadi merangkul problem kesatuan-kesatuan alam yang
konkret kodratnya serta dapat diamati30. Kosmologi sebagai ilmu yang membahas tentang
alam semesta31. Ilmu yang menyelidiki dan mempelajari kosmos (alam semesta) yana
biasanya didefinisikan sebagai segala sesuatu selain Tuhan Yang Maha Esa. Kosmologi,
ilmu tentang sejarah, struktur, dan cara kerja alam semesta secara keseluruhan, telah
berkembang selama ribuan tahun dalam beberapa bentuk: bersifat mitologi dan religius,
mistis dan filosofis, bersifat astronomis32. Kosmologi kajian mengenai semesta sebagai
suatu keseluruhan. Kosmologi pada prinsipnya terfokus pada persoalan bagaimana
semesta berkembang seperti sekarang ini dan bagaimana semesta akan berubah di masa

30

31

A.Rahman Djay, Al Quran Dalam Focus Kosmologi Modern Dalam Ulumul Qura’an, No.4, Vol.1, 1990.
Iqbal, Science and Islam (Berulington: Ashgate, 1988)

32

Oward R. Turner, Science in Medieval Islam, An Illustrated Introduction, terj., Zulfahmi Andri, Sains
Islam Yang Mengagumkan: Sebuah Catatan abad Pertengahan (Bandung: Nuansa, 2004)

6

mendatang. Pada akhirnya, kosmologi juga bermuara pada persoalan mengenai
bagaimana semesta bisa berada33.
Prinsip kosmologi islam ialah menetapkan keesan Tuhan dan martabat al-wujud
(Gradution Of Being) secara metafisika menegaskan bahwa realitas pada dasarnya hanya
satu, namun secara kosmologis alam yang dapat dirasakan dan dipikirkan merupakan
salah satu dari beragam al-wujud yang ada. Seluruh ilmu keislaman dan lebih khusus lagi
kosmologis menunjukkan kesatuan dan saling terkait dari segala eksistensi yang
membawa kepada keesan ilahi34. Kosmologi dalam Islam berbicara bukan hanya satu
tatanan kosmos yaitu tatanan fisik tetapi juga meliputi tatanan dunia lain yang non fisik 35.
Kosmologi pertama kali muncul dalam deskripsi wahyu Islam tentang kosmos 36.
Kosmografi sebagai ilmu yang muncul sejak masa Nabi dan para sahabatnya. Ilmu
tersebut berasal dari ayat-ayat Al-quran dan dikonstruksi melalui penafsiran ayat-ayat
tersebut. Penciptaan alam semesta sebagaimana termaktub dalam Al-Qur‟an, surat Ali
Imran; 190-19137, memberikan informasi tentang penciptaan, struktur, dan perkembangan
(evolusi) alam semesta adalah salah satu hal untuk mengingat kekuasaan Allah.
Kosmologi dalam Al-Quran yaitu (1) Alam semesta atau jagad raya (kosmos)
merupakan makhluk ciptaan Allah swt dan Allah-lah yang mengendalikan sekaligus
sebagai sentral alam semesta ini. Hal ini merupakan penolakan terhadap pandangan yang
menyatakan bahwa kosmos ini ada dengan sendirinya secara alami, (2) Alquran hanya
memberikan penjelasan secara global tentang proses kejadian alam ini, sehingga memberi

33

Bdk., Stuart Clark, op.cit.hal. 1; Paul Brockelman, Cosmology and Creation: The Spiritual Significance
of Contemporary Cosmology (New York: Oxford University Press, 1999)
34

Sayyed Hossein Nasr, Science and Civilization In Islam (New York: The New American Library, 1970)
Ian Richard Netton, Allah Transcendent: Studies in the Structure and Semiotics of Islamic Philosopy,
Theologi and Cosmologi, dalam Kartanegara Mulyadhi, Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam, (Jakarta: Baitul
Ihsan, 2006)
35

36

Nasr, Introduction to Islamic cosmological Doctrines (Newyork: Suny Press, edisi revisi, 1993)
QS.Ali-Imran: 190-191 (Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
37

7

kesempatan siapapun untuk mengadakan penelitian menurut kemampuan pemikirannya,
(3) Kosmos diciptakan dalam enam masa, maulai masih berupa asap, hingga terjadi
seluuruh alam beserta isinya. Begitupun juga penciptaan langit yang tujuh termasuk
didalamanya38. Berbeda dengan kosmologi Barat yang hanya mempelajari satu tatanan
fisik, dalam Islam selain tatanan fisik juga meliputi tatanan dunia lain yang non fisik39
Oleh karena itu, kajian ilmiah mengenai keseluruhan alam semesta dan sifat-sifatnya
dalam skala besar. Berupaya menggunakan metode ilmiah untuk memahami asal-muasal,
evolusi, dan nasib akhir seluruh semesta. Melibatkan pembentukan teori-teori atau
hipotesis-hipotesis tentang alam semesta yang dapat menghasilkan prediksi spesifik
mengenai fenomena yang dapat diuji dengna pengamatan-pengamatan40. Pada dasarnya
alam fisik atau jagad raya (kosmos) merupakan obyek penyelidikan ilmu-ilmu alam,
khususnya fisika41. Ilmu tentang jagad raya ini setidak-tidaknya terdiri dari dua bagian
yaitu (1) Penyelidikan kefilsafatan mengenai istilah-istilah pokok yang terdapat dalam
fisik seperti ruang, waktu dan sebagainya, (2) Praanggapan-praanggapan yang terdapat
dalam fisika sebagai ilmu tentang jagad raya.
Kosmologi modern dalam menjelaskan penciptaan alam semesta berpegang kepada
teori big bang (Dentuman Besar). Kosmolog pertama yang merumuskan teori standar ini
ialah Georges

Lemaitre (1894-1966) kebangsaan Belgia pada 1927, alam semesta

sebelumnya teremas dalam singularis yang Kemudian sekitar 15 milyar Tahun yang lalu
meledak, pecah berkeping-keping

dengan dahsyatnya42. Begitupun dengan ungkapan

Baiquni menyatakan bahwa alam semesta (kosmos) tercipta dari ketiadaan sebagai
goncangan volume yang membuatnya mengandung energy yang sangat tinggi dalam
singularitas yang tekanannya menjadi negatif. Volume yang mempunyai kandungan
energy yang luar biasa besarnya serta tekanan gravitasi yang negatif ini menimbulkan
suatu dorongan eksplosif keluar dari singularitas. Tatkala alam mendingin, karena
ekspansinya, sehingga suhunya merendah melewati 1000 trilyun derajat, pada umumnya
10-35 sekon, terjadilah gejala “lewat dingin”. Pada saat pengembunan tersentak, keluarlah
materi yang memanaskan kosmos kembali menjadi 1000 trilyun-trilyun derajat, dan
38

39

Imam Syafi’ie, Konsep Ilmu Pengetahuan Dalam Alquran (Yogyakarta: UII Press, 2000)
Mulyadhi Kartanegara, Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam (Jakarta: Baitul Ihsan, 2006),

40

Nidhal Guessoum, Islam Dan Sains Modern (Bandung: Mizan, 2014)
Louis O.Kattsoff, Pengantar Filsafat (element of philosophy), terjemahan Hasan Basri (Jakarta: Yayasan
Obor, 1989)
42
John Gribbin, In search of The Big Bang (t.t., Corgi Book, 1987)
41

8

seluruh kosmos terdorong membesar dengan kecepatan luar biasa selama waktu 1035

sekon43. Dapat dimungkinkan bahwa terjadinya fatq (pecah), atau terpisahnya bumi dari

langit disebabkan adanya tenaga dahsyat yang meledak. Dengan tenaga tersebut membuat
benda yang akan membentuk alam semesta seperti bumi terpisah dari benda langit. Kalau
demikian halnya, maka teori big bang sejalan dengan keterangan 44 QS.Al Anbiya: ayat
3045.
Pemahaman terhadap hakikat alam semesta mengelami beberapa tahap mulai dari
klasik hingga modern. Teori-teori utama kosmologi Islam dapat dibagi kedalam teori
yang bertendensi filosofis dan teologi yaitu filsuf Helenistik, kelompok Ikhwan Al-Safa,
cendekiawan independen/ilmuwan dan para Sufi seperti berikut ini
 Konsep Ibn Sina tentang kosmos mirip dengan konsep
Yunani, kecuali pandangannya tentng Sembilan lingkaran,
(Ibn Sina, Ibn Rusyd
bukan delapan seperti yang biasa dikenal (satu untuk bumi
dan Para Filsuf)
dan tujuh lain untuk planet-planet). Membayangkan bahwa
setiap lingkaran pasti dikendalikan oleh sebuah kekuataan
akal yang memerintahkan jiwa-jiwa, akal-akal, dan
malaikat-malaikat untuk tunduk dibawah komando
kekuatan akal yang utama. Panggabungan total antara dunia
fisik dan dunia metafisik tidak hanya masuk akal, tetapi
juga menyeluruh.
Filsuf Helenistik

 Ibn Rusyd memperkenalkan sebuah tilikan baru yang
menarik terhadap konsep lama mengenai kesatuan kosmos.
Mengembangkannya dari sudut pandangan perubahan
(bentuk tidak dapat dipisahkan dari keduanya kekal, maka
kosmos pastilah statis meskipun terus berkembang.
Ikhwan Al-Safa
(Persaudaran Murni)

Kauh ikhwan percaya pada konsepsi organic tentang kosmos,
didasarkan pada perspektif sufi, menganggap seluruh eksistensi
merupakan kesatuan tunggal. Kelompok ini juga menganut
sistim numerology alam semesta-mulai dari angka 1 yang
dianggap mewakili eksistensi (wujud) hingga angka 0 yang
mewakili tak terhingga atau esensi ilahi. Juga menyusun sebuah
skema formal yang mengambarkan kosmos dari 1 sampai 9,
sementara 10 melembangkan kosmos kembali kepada esensi
yakni angka 0. Skema tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
1. Sang Pencipta (wujud) yaitu zat yang satu, sederhana, abadi
dan konstan

43

Ahmad Baiquni, Al-Quran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Yogyakarta: Dana Bhakti, 1994)
Musthafa, Alam Semesta Kehancurannya Menurut Alquran Dan Ilu Pengetahuan (Alma’arif:Bandung,
1980)
45
QS.Al Anbiya: 30 “...bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang berpadu;
Kemudian kami pisahkan antara keduanya.
44

9

2. Akal/kecerdasan terdiri dari dua jenis: kecerdasan yang
sudah
ada
sebelumnya
dan
kecerdasan
yang
diperoleh/diupayakan
3. Ruh terdiri dari tiga jenis: nabati, hewan dan akal
4. Materi terdiri dari jenis: buatan, fisik, kosmik dan
primordial
5. Alam semesta dibagi menjadi lima katagori: empat unsur
alam (tanah, air, udara dan api) dan satu unsur langit (eter)
6. Tubuh atau objek memiliki kemungkinan ena arah: atas,
bawah, depan, belakang, kanan dan kiri
7. Tujuh lingkaran, terdiri dari tujuh planet
8. Delapan elemen: empat elemen yang dikaitkan dengan
empat karakteristik fisik (panas, dingin, lembab dan kering)
9. Tubuh duniawi/jasmani: mineral, nabati dan hewani yang
masing-masing memiliki tiga jenis.
Cendekiawan
Berbagai pengamatan dan penyelidikan terhadap alam semesta
Independen/ilmuwan berkesimpulan bahwa hukum-hukum alam pastilah tetap dan
tidak berubah seiring berjalannya waktu. Menerima
Al Biruni (973-1051) kepercayaan kuno mengani siklus alam semesta dalam sejarah,
termasuk pandangan menganai adanya kemusnahan secara
bertahap, baik pada materi maupun karateristik morak makhluk
hidup. Kosmologinya Al-Biruni mirip dengan pandangan para
pemikir Yunani (khususnya Aristoteles dan Plotomeus yang
menyatakan bahwa kosmos layaknya bola kerang yang berpusat
dibumi).
Para Sufi
Ibn “Arabi” (11651240)

Pengetahuan tentang kosmos hanya dapat dicapai dengan
melakukan perjalanan mistis melalui kosmos itu sendiri.

K

Beberapa dekade terakhir kemajuan kosmologi coba menjawab pertanyaanpertanyaan seperti (1) seberapa besar alam semesta dan berapa jauh benda-benda
didalamnya terpisah satu sama lain? (struktur skala besar alam semesta), (2) seperti apa
bentuk (topologi yaitu geometri) alama semesta?, (3) seperti apa isi alam semesta?, (4)
apakah alam semesta berubah dan bagaimana caranya?, (5) berapa umur alam semesta,
(7) bagaimana nasib akhir alam semesta, (8) adakah alam-alam semesta yang lain. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut mendasarkan pada dua pilar

10

Tantangan kemudian bagaimana membangun sebuah teologi dapat mengawinkan
konsepsi-konsepsi agama Allah dengan sebuah teologi alamiah (natural theology).
Kosmologi modern, selain didasarkan pada pengetahuan ilmiah terbaru, juga
mempehitungkan perspektif sosial dan budaya (disebut dengan mitos). Gambarangambaran tradisional, cultural bahkan agama justru sangat berguna dalam menyajikan
kosmologi dewasa ini tanpa mengimpilikasikan adanya kompromi dalam kesimpulan
ilmiah atau metodologi yang digunakan untuk menemukan sebuah pengetahuan46.
Perlunya menyatu dual hal ini karena sains modern tidak mampu menemukan makna
dibalik temuan-temuan yang dihasilkannya. Beberapa pemikir dan ilmuwan semakin
menyakini bahwa pendekatan ilmiah murni terhadap kosmos tidaklah memuasakan.
Kosmologi modern, alam semesta (yang didefenisikan sepenuhnya dan tak memerlukan
Pencipta). Sains modern juga tidak membuka ruang terhadap transendasi atau pemaknaan.
2. Islam dan Argumen Rancangan (Keberadaan Pencipta)
Gagasan bahwa dunia (alam dan manusia) memperlihatkan tanda-tanda rancangan
yang ‘gamblang’ dan mengisyaratkan keberadaan pencipta telah terungkap sejak dahulu
kala dalam berbagai budaya. Pengamatan dan kesimpulan adanya pencipta ini lazimnya
disebut sebagai argument rancangan atau argument (keberadaan pencipta) dari sebuah
rancangan. Siapapun bisa dengan mudah menemukan contoh-contoh argument ini
berserakan dalam tradisi-tradisi Islam. Dalam tradisi-tradisi filsafat kemanusian klasik
(termasuk dan khususnya tradisi Kristen dan Islam) berkembang menuju argument
rancangan berkembangan
46

Primack, Joel&Abrams, Nancy Ellen, The View From The Center Of The Universe (London: Fourth
Estate, 2006)

11

Argument rancangan dalam islam begitu jelas Alquran menceritakan kisah Nabi
Ibrahim sebagai renungan filosofis dan rasional pertama manusia terhadp alam semesta
dan bagaimana renungan tersebut bisa mengantarkan seseorang kepada Tuhan. Tertera
dalam QS Al-Anam:7747, dan QS. Al-An’am: 76-7848. Sementara itu pandangan ilmuan
argumen rancangan versi tertua (Al-Kindi, Al-Baqillani, Al-Ghazali, Ibn Rusyd) hingga
para pemikir muslim modern (kaum cendikiawan agama/ulama dari segala bidang
keahlian, kaum filsuf termasuk cendiakwan ilmu sosial dari segala bida keahlian, para
komentator dari disiplin atau minat lain, termasuk para saintis seperti (1) muhammad
Abduh, Rasyid Ridha, Muhamamad Tahar Bin Akhour49, (2) Muhammad Iqbal Talbi,
Seyyed Hossein Nasr dll50, (3) Maurice Bucaille, Zaghlul, Al-Najjar, Harun Yahya dll51)
menegaskan keteraturan, keindahan fenomena alam semesta sebagai pilar inti bahwa
Dunia pasti memiliki pencita dan perancang. Untuk lebih jelas paparan mereka tentang
argumen rancangan seperti tabel berikut ini
Al-Kindi

Merujuk pada dalil al-‘inayah (argumen pemeliharaan atau
kebajikan) menegaskan bahwa keteraturan dan keindahan
fenomena alam semesta mustahil tidak memiliki tujuan apa
atau merupakan kebetulan belaka

47

QS Al-Anam:77 (Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberiku petunjuk, pastilah aku termasuk orang
yang sesat).
48
Al-An’am: 76-78 (Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) berkata: ‘inilah Tuhanku’
[...] Tatkala dia melihat bulan terbit, dia juga berkata: ‘Inilah Tuhanku’ [...] Begitu juga, tatkala melihat
matahari terbiat, dia berkata: ‘Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar.
49
Kelompok pertama
50
Kelompok Kedua
51
Kelompok ketiga

12

Al-Baqillani

Versi

Al-Ghazali

Tertua

Ibn Rusyd

Dunia pasti memiliki pencipta dan perancang (Muhdist wa
musawwir) “layaknya tulisan yang pasti memiliki penulis,
lukisan yang pasti memiliki pelukis, dan bangunan yang pasti
memiliki tukang bangunan.
Rancangan yang begitu menakjubkan menunjukkan luasnya
pengetahuan sang pencipta, sedangkan kerapian segala sesuatu
didalamnya juga menujuk kepada maksud-maksud sang
pencipta. Ia menukan banyak sekali ayat Al-quran membahas
seputar rancangan alam semesta seperti QS. Qaf:652, QS AlNahl: 10-1153. Ia mencari lebih banyak fenomena dan tandatanda rancangan diseluruh bagian alam semesta. Menyebutkan
beberapa contoh
- Bintang-bintang berguna sebagai penunjuk arah dan waktu
bagi manusia. Letak bulan dirancang khusus untuk
membantu manusia saat beraktivitas pada malam hari
- Kayu lebih ringan dibandingkan air agar perahu bisa
mengapung dan mengangkut manusia di lautan
- Spesies binatang-binatang begitu banyak, beraneka ragam
dan selaras adalah tanda kemahakuasaan Pencipta. Masingmasing spesies tersebut memiliki peran yang harus
dimainkan di alam semesta (termasuk estetika), sekaliun
tak jarang perang tersebut sulit dikenali.
Alasan dibalik luasnya paparan Al-quran mengenai rancangan
adalah karena wahyu tersebut ingin mengajarkan manusia
untuk memberdayakan segala potensi mentalnya dan perantara
argument rancangan yang menurutnya sangat tepat.
Begitu kuat mendukung argument rancangan karena
kesesuaiannya dengan ayat Al-quran dan pendekatan rasional
modern terhadap teisme.

Muhammad
Abduh,
Rasyid
Ridha,
Muhamamad
Tahar Bin
Akhour
Muhammad Sudah jelas bahwa argumen ontologis dan teteologis,
Iqbal Talbi sebagaimana digembar-gemborkan tidak membawa kita
kemana-mana
Pemikir
Harun
- Perhatikan sekeliling mu dari tempat dudukmu. Akan jelas
muslim
Yahya
bagimu bahwa segala sesuatu di ruangan itu adalah buatan’
modern
[...] Orang yang hendak membaca sebuah buku mengetahui
kalau buku tersebut ditulis untuk alasan tertentu oleh
pengarangnya, [...] bukan sekedar hasil pengetahuan atau
karya seni. Bahkan, tumpukan batu bata pun bisa membuat
orang berpikir bahwa susunan tersebut memang telah
52

QS. Qaf:6 (Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ?)
53
QS Al-Nahl: 10-11 (Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya
menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya)
kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman;
zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.)

13

Maurice
Bucaille,
Zaghlul, AlNajja

direncanakan secara khusus oleh seseorang tertentu.
- Bila kita mempelajari struktur atom-atom, kita akan
melihat rancangan dan tatanannya yang luar biasa
- Sejatinya, setiap keberadaan diawali sebuah tatanan yang
bercacat. [...] Pertama, elektron yang menemukan dirinya
berada dalam sebuah inti atom kemudian mulai berkeliling
mengitari inti tersebut. Lalu, atom-atom bertemu dan
membentuk materi, dan dari semua proses inilah lahir
benda-benda yang bermakna, bertujuan dan beralasan.
Dari ketiga kutipan tersebut, sangat jelas bahwa Yahya
mengemukan argumen rancangan yang paling sederhana.
- Zaghloul Al-Najjar lebih tertarik untuk membuktikan
kemukjizatan ilmiah dalam Al-Quran dibandingkan tunduk
pada argumen rasional atau naturalistis mengenai
keberadaan Tuhan

Jadi menurut Gesoum bahwa tulisan-tulisan muslim kontemporer, terdapat keterkaitan
erat antara penekanan kuat atas argumen rancangan dan penolakan yang hampir total atau
evolusi darwin sekalipun skenario-skenario evolusi materi alam semesta, semisal
kosmologi dentuman Besar (Big Bang) usia alam semesta yang sangat tua, serta sistem
tata surya dan bumi umumnya masih diterima. Para teologi dan pemikir Muslim menjadi
enggan mengkaji argumen rancangan dan hanya berupaya menemukan aspek-aspek
didalamnya yang tetap bisa mempertahankan kerangka teologis Islam dan paradigma
evolusi biologis. Situasi ini jugalah yang membuat muslim acuh tak acuh dan menjadi
penonton dalam berbagai perdebatan sengit (intelektual dan sosio-politik) di Barat seputar
topik-topik intelegent design dari sudut pandang ilmiah, teologis atau sosiologis.
3. Islam dan Prinsip Antropis
Prinsip antropik secara resmi dikemukakan sekitar 30 tahun yang lalu menyatakan
bahwa alam semesta sangat cocok dengan kehidupan atau bahkan dengan umat manusia
(antropo’[anthrop] berarti manusia dalam bahasa Yunani. Davies menyebut prinsip
antropik sebagai ‘revolusi pemikiran ilmiah’. Nocola Dallaporta mengatakan bahwa
sudah seharusnya (kumunculan) prinsip antropik dianggap sebagai ‘momentum yang
begitu menentukan dalam perkembangan sains karena telah membuka jalan baru bagi
kajian aspek-aspek alam semesta yang belum diketahui. George V.Coyne menekan bahwa
prinsip antropik adalah titik temu yang mengairahkan antara teologi dan sains, khususnya
dalam hal bersatu padunya kembali factor manusia setelah terpisah dari ilmu fisika
selama berabad-abad.

14

Prinsip antropik menjadi topik yang sangat panas dan kontroversial karena ada dua
alasan yaitu

Banyak orang meyakini bahwa semakin jauh manusia mengungkap alam semesta
beserta skala ruang dan waktunya yang luas sekali serta keanekaragaman objeknya tak
terkira, semakin sadar bahwa manusia sama sekali tidak istimewa dan hanya merupakan
sebutir debu dalam lanskap semesta yang nyaris tak terbatas. Prinsip

antropik

menyiratkan bahwa semua parameter di alam raya ini telah disesuaikan untuk kehadiran
manusia.
Penjelasan Guessoum dari sekian banyak ayat Al-quran yang mendukung Argumen

Rancangan, ada beberapa ayat yang bisa ditafsirkan terkait dengan penalaan-halus alam
semesta atau nilai penting kemanusian sebagai saranan atau tujuan penciptaan 54. yaitu (1)
QS.Al-Rahman:7 ‘Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca
(keadilan)’, (2) QS.Al-Qamar: 49 ‘Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu
menurut ukuran’, (3) QS Al-Ra’d:8 ‘Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya’ , (4)
QS.Al-Hajj:65 ’ Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa
yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan
(benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benarbenar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia’ , (5) QS Al-Jatsiyah:13 ‘Dan

Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir’. Ayat-ayat tersebut
bisa digolongkan kedalam dua jenis

54

Lihat juga penjelasan Ghulsyani Mahdi, Filsafat-Sains menurut AI-Quran

15

Guessoum menujukkan setidak-tidaknya dalam pembacaan atas beberapa ayat AlQuran bisa menemukan berbagai keselarasan antara gagasan penalaan halus kosmos
dengan konsep-konsep taqdir (sesuai ukuran). Sementara mengenai konsep taskhir
menyebutkan sebagai prinsip ultra-antropik. Konsep ini memposisikan manusia tepat
dipusat pandangan hidupnya: manusia bukan hanya tujuan dari keseluruhan penciptaan,
melainkan segala sesuatu memang telah diciptakan dan dibuat ‘tunduk’ (musakhkhar)
kepadanya.
Jadi manusia diciptakan untuk beribadah kepada Tuhan, dan alam semesta hadir untuk
memudahkan ibadah tersebut (baik secara fisik, emosi, dan batin) dengan cara melakukan
perenungan atas alam tersebut. Penalaan halus dan prinsip antropik sebagai penegasa
bahwa manusia “jelas terbukti” adalah pusat alam semesta, dan barangkalai alam semesta
sebenarnya diciptakan untuk manusia. Namun harus tetap diingat bahwa tujuan
penciptaan adalah alasan ilahi yang akan selalu berada diluar jangkauan pemahaman
manusia.
4. Islam dan Evolusi ( Manusia dan Makhluk Hidup)
Pengertian evolusi secara harfiah berarti keadaan berkembang atau keadaan tumbuh.
Selain itu evolusi adalah perkembangan tahap demi tahap. Jika menyebut teori evolusi,
akan segera teringat Charles Darwin55. Pencetus teori evolusi adalah J.B De Lamarck
(1774-1829M), Charles Darwin (1809-1882M), dan Alfred

Russel Willace (1823-

1913M), ketiga orang ini dianggap sebagai pencetus teori evolusi yang amat terkenal.
Evolusi mencakup: (1) perubahan dalam waktu, (2) urut-urutan, (3) sebab musabab yang
terkandung didalamnya, (4) sintesis yang kreatif56. Teori evolusi menunjukkan bahwa
manusia yang ada saat ini merupakan hasil perkembangan yang secara berangsur-angsur
dari waktu ke waktu, berurutan berdasarkan sebab musabab tertentu melalui proses
sisntesis yang kreatif, dimulai dari hewan hingga membentuk menjadi manusia (homo
55

56

Ibid, hlm 101
Poedjawijatna, Manusia dengan Alamnya (Filsafat Manusia) (Jakarta: Bina Aksara, 1981)

16

species). Evolusi dalam Al-Quran ada beberapa ayat dianggap sebagai dukungan evolusi,
baik evolusi manusia maupun biologis diantaranya: (1) Evolusi manusia QS.Nuh:14, QS.
Al An'aam: 2, QS. Shaad: 71-71, (2) Evolusi biologis QS Al 'Ankabuut: 20, QS. Al
Anbiyaa': 30, QS. An Nuur: 45.
Teori evolusi lebih banyak dibenarkan oleh para ilmuwan yang bergerak dibidang
sains, walaupun sebagian kecil diantara mereka ada yang tidak setuju. Berbeda dengan
sikap kalangan muslim soal evolusi tidak selalu negative dan kaku, baik era klasik islam
modern dan islam kontemporer (beberapa decade setelah terbitnya teori Darwin). Mulai
dari Abad Pertengahan hingga dewasa ini bahwasanya sikap dunia muslim masa-masa
awal terhadap teori Darwin lebih bersahabat dan akomodatif, setidaknya dalam konsep
evolusi teistik. Sementara sikap anti evolusi baru muncul dan mendominasi pada paro
kedua abad ke-20 bersamaan dengan tumbuh kembangnya fundamentalisme57.
Pandangan Guessom tentang evolusi merupakan sebuah fakta alam tak terbantahkan
karena adanya beberapa bukti observasional yang mendukung. Akan tetapi belum
menyentuh semua bidang yang menjadi pokok permasalahan. Oleh karena itu perlunya
sebuah teori-teori evolusi yang baru yaitu teori yang memasukkan unsure-unsur semisal
pengaturan diri (self organization), bebera Neo-Lamarckisme, dan pengecelian peran
seleksi alam ke dalam teori standarnya.
Kesimpulan
Perlunya menyatu dual hal (teologi dan sains) karena sains modern tidak mampu
menemukan makna dibalik temuan-temuan yang dihasilkannya. Beberapa pemikir dan
ilmuwan semakin menyakini bahwa pendekatan ilmiah murni terhadap kosmos tidaklah
memuasakan. Kosmologi modern, alam semesta (yang didefenisikan sepenuhnya dan tak
memerlukan Pencipta). Sains modern juga tidak membuka ruang terhadap transendasi
atau pemaknaan.Tulisan-tulisan muslim kontemporer, terdapat keterkaitan erat antara
penekanan kuat atas argumen rancangan dan penolakan yang hampir total atau evolusi
darwin sekalipun skenario-skenario evolusi materi alam semesta, semisal kosmologi
dentuman Besar (Big Bang) usia alam semesta yang sangat tua, serta sistem tata surya
dan bumi umumnya masih diterima. Para teologi dan pemikir Muslim menjadi enggan
mengkaji argumen rancangan dan hanya berupaya menemukan aspek-aspek didalamnya
yang tetap bisa mempertahankan kerangka teologis Islam dan paradigma evolusi biologis.
Situasi ini jugalah yang membuat muslim acuh tak acuh dan menjadi penonton dalam
57

Gouessoum

17

berbagai perdebatan sengit (intelektual dan sosio-politik) di Barat seputar topik-topik
intelegent design dari sudut pandang ilmiah, teologis atau sosiologis.
Alam semesta hadir untuk memudahkan ibadah tersebut (baik secara fisik, emosi,
dan batin) dengan cara melakukan perenungan atas alam tersebut. Penalaan halus dan
prinsip antropik sebagai penegasa bahwa manusia “jelas terbukti” adalah pusat alam
semesta, dan barangkalai alam semesta sebenarnya diciptakan untuk manusia. Namun
harus tetap diingat bahwa tujuan penciptaan adalah alasan ilahi yang akan selalu berada
diluar jangkauan pemahaman manusia. tentang evolusi merupakan sebuah fakta alam tak
terbantahkan karena adanya beberapa bukti observasional yang mendukung. Akan tetapi
belum menyentuh semua bidang yang menjadi pokok permasalahan. Oleh karena itu
perlunya sebuah teori-teori evolusi yang baru yaitu teori yang memasukkan unsure-unsur
semisal pengaturan diri (self organization), bebera Neo-Lamarckisme, dan pengecelian
peran seleksi alam ke dalam teori standarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adian Husaini, Hegemoni Kristen-Barat (Jakarta: Gema Insani, 2006)
Adian Husaini, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Gema Insani, 2013)
Ahmad Warson Munnawwir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progesif, 1997)
Afzalur Rahman, Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan, Terjemahan H.M Arifin, (Jakarta:
Bina Aksara, 1989)
Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta: Menjadikan Al-Qur’an Sebagai Basis
Konstruksi Ilmu Pengetahuan (Bandung: Mizan, 2012)
Bdk., Stuart Clark, op.cit.hal. 1; Paul Brockelman, Cosmology and Creation: The
Spiritual Significance of Contemporary Cosmology (New York: Oxford University
Press, 1999)
Ghulsyani Mahdi, Filsafat-Sains menurut AI-Quran, (Bandung: Mizan, 1995)
http://www.nidhalguessoum.org/vvold/public_html/sites/all/modules/ckeditor/ckfinder/
userfiles/files/Nidhal%20Guessoum%20Short%20CV.pdf
Ian Richard Netton, Allah Transcendent: Studies in the Structure and Semiotics of
Islamic Philosopy, Theologi and Cosmologi, dalam Kartanegara Mulyadhi,
Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam, (Jakarta: Baitul Ihsan, 2006)
Ian G. Barbour, Issues in Science and Religion (New York: Harper Torchbooks, 1966)
Imam Syafi’ie, Konsep Ilmu Pengetahuan Dalam Alquran (Yogyakarta: UII Press, 2000)
Ikki R. Keddie, Sayyid Jamal ad-Din Al-Afghani: A Political Biography (Berkeley:
University of California, 1972)
Iqbal, Science and Islam (Berulington: Ashgate, 1988)
John Gribbin, In search of The Big Bang (t.t., Corgi Book, 1987)
Louis O.Kattsoff, Pengantar Filsafat (Element Of Philosophy), terjemahan Hasan Basri
(Jakarta: Yayasan Obor, 1989)
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: Rosdakarya, 2000)
18

Mafatih Taddabur As-Sunnah II, Vol.I, hlm.30 (dalam Maktabah Syamilah) Lihat juga
Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdizib, Vol.I, hlm.43)
Muhammad Solikhudin, Rekonsiliasi Tradisi Muslim Dan Sains Modern Telaah Atas
Buku Islam’s Quantum Question Karya Nidhal Guessoum, Kontemplasi, Volume 04
Nomor 02, Desember 2016
Mehdi Golshani, The Scientific Dimension of the Quran, dalam http://www.al-islam.org
Nasr, Introduction to Islamic Cosmological Doctrines (Newyork: Suny Press, 1993)
Nidhal Guessoum, Islam Dan Sains Modern (Bandung: Mizan, 2014)
Oward R. Turner, Science in Medieval Islam, An Illustrated Introduction, terj., Zulfahmi
Andri, Sains Islam Yang Mengagumkan: Sebuah Catatan abad Pertengahan
(Bandung: Nuansa, 2004)
Poedjawijatna, Manusia dengan Alamnya (Filsafat Manusia) (Jakarta: Bina Aksara, 1981)
Primack, Joel&Abrams, Nancy Ellen, The View From The Center Of The Universe
(London: Fourth Estate, 2006)
Philip Clayton adalah guru besar agama dan filsafat di Claremont Graduate University,
serta penulis buku God and Contemporar y Science and The Oxford Handbook of
Religion and Science. Lihat Nidhal Guessoum, Islam’s Quantum Question:
Reconciling Muslim Tradition and Modern Scince, (London: I.B Tauris and Co.
Ltd, 2011)
Sayyed Hossein Nars, Islam Antara Cita dan Fakta (Yogyakarta: Pusaka, 2001)
Sayyed Hossein Nasr, Science and Civilization In Islam (New York: The New American
Library, 1970)
Zaenal Abidin Bagir (ed.), Science and Religion in a Post-Colonial World Interfaith
Perspectives, (Australia: ATF Press, 2005)
Yazdi, Buku Daras Filsafat Islam (Bandung: Mizan, 2003)

19