Laporan Pendahuluan Thypoid Fever Demam

LAPORAN PENDAHULUAN TYPHOID FEVER
DI RUANG CEMPAKA
RS DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

Disusun oleh :
SEPTIANA PRABAWATI
G1D013050

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
2016

PEMBAHASAN

1.

Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh Salmonella
typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang

terkontaminasi oleh bakteri tersebut (Inawati, 2009). Definisi lain dari demam tifoid atau
Typhus Abdominalis

ialah penyakit infeksi akut yang biasaya mengenai saluran

pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan
dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya menginfeksi manusia
yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella
typhi. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu penderita demam tifoid dan
karier. Seseorang yang karier adalah orang yang pernah menderita demam tifoid dan terus
membawa penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya (Nadyah, 2014)
2.

Etiologi
Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yaitu
Salmonella thypi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Bakteri tersebut
memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan (Inawati, 2009). Sumber utama
yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab
penyakit tersebut, baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan. Pada

masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella spp di dalam kandung
empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5 persen penderita demam tifoid kelak akan
menjadi karier sementara, sedangkan 2 persen yang lain akan menjadi karier yang
menahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type)
sedang yang lain termasuk urinary type.

3.

Manifestasi klinis
3.1. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12
hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :
- anoreksia
- rasa malas
- sakit kepala bagian depan
- nyeri otot

- lidah kotor
- gangguan perut (perut kembung dan sakit)
3.2. Gejala Khas

3.2.1. Minggu Pertama
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya
sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang
berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal,
anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut
lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut
kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada
akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita
adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor.
3.2.2. Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari,
yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau
malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus
dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan
sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.
Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini
relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia
semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami
delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah
mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan

diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi
perdarahan.
3.2.3. Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal
itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik,
gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian
justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi,
akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk,
dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium
atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.

3.2.4. Minggu Keempat
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan untuk demam tifoid.
4.

Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella paratyphi A,
Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Selanjutnya akan ke dinding usus
halus melalui aliran limfe ke kelenjar mesentrium menggandakan/multiplikasi (bacterium).

Biasanya pasien belum tampak adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti mual, muntah,
tidak enak badan, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo endosetual. Tetapi
kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke dalam peredaran
darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk mengeluarkan sel piogon
akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon inilah yang mempengaruhi pusat
termogulator di hipotalamus sehingga timbul gejala demam dan apabila demam tinggi
tidak segera diatasi maka dapat terjadi gangguan kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah
dari peredaran darah, kuman menuju ke organ-oragan tubuh (hati, limfa, empedu) sehingga
timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya organ tersebut dan nyeri tekan,
terutama pada folikel limfosid berangsur-angsur mengalami perbaikan dan apabila tidak
dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ sehingga timbul komplikasi dan dapat
memperburuk kondisi pasien (Juwono,1999).
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat),
dan melalui Feses (tinja). Feses dan muntah pada penderita demam tifoid dapat
menularkan salmonella thypi kepada orang lain. Bakteri yang masuk ke dalam lambung,
sebagian akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Selsel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung

empedu.

5.

Pathway
Minuman dan makanan
yang terkontaminasi
Mulut
Saluran pencernaan
Typhus Abdominalis
Usus

Peningkatan asam lambung
Proses infeksi
Perasaan tidak enak pada
perut, mual, muntah Merangsang peningkatan
(anorexia)
peristaltic usus

Limfoid plaque penyeri di

ileum terminalis
Perdarahan dan
perforasi intestinal

Diare

Kuman masuk aliran
limfe mesentrial

Ketidakseimbangan
nutrisi: Kurang dari
kebutuhan tubuh

Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak
Kekurangan
volume cairan

Jaringan tubuh (limfa)

Peradangan

Hipertrofi
(hepatosplenomegali)

Penekanan pada saraf di hati

Kurang intake cairan
Pelepasan zat pyrogen
Pusat termogulasi
tubuh

Hipertermia

Nyeri ulu hati

Nyeri Akut

6.


Penatalaksanaan (Inawati, 2009)
6.1. Tirah baring absolut minimal 7-14 hari sampai bebas demam
6.2. Terapi suportif misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan
keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan
kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.
6.3. Obat
6.3.1. Kloramfenikol
6.3.2. Tiamfenikol
6.3.3. Ko-trimoksazol
6.3.4. Ampisilin dan Amoksisilin
6.3.5. Sefalosporin
6.3.6. Fluorokinolon
6.3.7. Furazolidon
7. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan serologi yang masih dikerjakan pada pasien yang dirawat dengan
demam typhoid di Rumah Sakit adalah tes Widal. Nilai diagnostik tes Widal adalah
melihat adanya kenaikan titer antibodi yang bermakna dalam darah terhadap antigen O
(somatik) dan/atau antigen H (flagellar) Salmonella enterica serotype typhi pada 2 kali
pengambilan spesimen serum dengan interval waktu 10-14 hari.
Interpretasi hasil tes widal yaitu terjadinya aglutinasi menandakan tes Widal positif

dan jika reaksi positif diobservasi dalam 20ul sampel tes, hal ini mengindikasikan adanya
level klinis yang signifikan dari respon antibodi pada serum pasien. Tidak terjadinya
aglutinasi menandakan hasil tes Widal negatif dan mengindikasikan tidak adanya level
klinis yang signifikan dari respon antibody (Wardana, 2014)
7. Rencana Keperawatan
7.1. Diagnosa yang mungkin muncul
7.1.1.
Hipertermia b.d. Penyakit/Peningkatan metabolism tubuh
7.1.2.
Diare b.d. Inflamasi gastrointestinal
7.1.3.
Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan
7.1.4.
Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan aktif
7.1.5.
Nyeri akut b.d. Agen cidera fisik
7.2. Rencana asuhan keperawatan keperawatan
No
1


Dx keperawatan

Tujuan

Hipertermia
b.d. NOC : Thermoregulation
Penyakit/
Peningkatan
metabolism tubuh

Intervensi
NIC :Fever Treatment
a. Monitor suhu sesering
mungkin
b. Monitor IWL
c. Monitor watna dan suhu
tubuh

2

Diare b.d. Inflamasi NOC : Bowel Elimination
gastrointestinal

3

Kekurangan
Kekurangan volume
cairan b.d.
kehilangan cairan
aktif

4

NOC : Fluid Balance,
Hydration

d. Monitor TTV
e. Monitor Wbc, Hb, Hct
f. Monitor intake dan output
cairan
g. Kolaborasi pemberian
antipuretik
h. Kolaborasi pemberian cairan
IV
i. Kompres pasien dengan air
hangat
j. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
NIC : Diarhea Management
a. Instruksikan kepada keluarga
untuk mencatat warna,
jumlah, frekuensi dan
konsistensi dari feses
b. Evaluasi intake makanan
yang masuk
c. Observasi turgot kulit secara
rutin
d. Instrusikan kepada keluarga
untuk makan makanan
rendah serat, tinggi protein,
dan tinggi kalori jika
memungkinkan
e. Kolaborasi pemberian cairan
IV
f. Kolaborasi pemberian obat
diare
NIC : Fluid Management
a. Monitor status hidrasi pasien
b. Pertahankan catatan intake
dan output cairan
c. Monitor TTV
d. Monitor masukan makanan
dan cairan dan hitung intake
kalori harian
e. Kolaborasi pemberian cairan
IV
NIC : Pain Management

Nyeri akut b.d. agen NOC : Pain Control
cedera fisik
Setelah dilakukan asuhan a. Melakukan pengkajian nyeri
keperawatan selama 2x24
secara
komprehensif
jam diharapkan nyeri klien
termasuk
lokasi,
akan
menurun
dengan
karakteristik, kapan dimulain
kriteria hasil:
atau
durasi,
frekuensi,
kualitas, intensitas dan faktor
pencetus

Indikator

A

T

1. Mengetahui
kapan nyeri
dimulai
2. Mendiskrip
sikan faktor
sebab dan
akibat
3. Menggunak
an tindakan
pencegahan
4. Menggunak
an
analgesik
yang
dianjurkan
5. Menggunak
an sumber
yang
tersedia
6. Mengenali
gejala nyeri

3

4

3

4

3

4

3

5

3

5

2

4

Keterangan :
1 : Tidak Pernah
mendemonstrasikan
2 : Jarang
3 : Kadang-kadang
4 : Sering
5 : Konsisten
5

Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh

NOC : Nutritional Status

b. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
d. Kaji
budaya
yang
mempengaruhi respon nyeri
klien
e. Eksplore pengetahuan dan
kepercayaan klien tentang
nyeri
f. Evaluasi bersama klien dan
tenaga kesehatan tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri
di masa lalu
g. Kontrol lingkungan yang
dapat memperburuk nyeri
misalnya suhu ruangan atau
kebisingan
h. Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi
dan
interpersonal)
i. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
j. Gunakan
kontrol
nyeri
sebelum nyeri bertambah
berat

NIC : Nutritional Management

Setelah dilakukan perawatan a. Kaji adanya alergi makanan
selama 3 x 24 jam status
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
nutrisi klien akan membaik
untuk menentukan nutrisi
dengan indicator :
yang dibutuhkan
c. Berikan sustansi gula
d. Berikan diet tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
e. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
f. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
g. Makan sedikit-sedikit namun

Indikator
1. Intakae
nutrisi
2. Intake
cairan
3. Energy
4. Hidrasi

sering
muntah

untuk

mencegah

A
3

T
4

3

4

Nutrition Monitoring

3
3

4
4

a. Monitor turgor kulit
b. Monitor mual dan muntah

Keterangan :
1. severe deviation from
normal range
2. substantial
3. moderate
4. mild
5. none

DAFTAR PUSTAKA
Inawati. (2009). Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi Khusus. Hal
31-36.
Nadyah. (2014). Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit demam tifoid
di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa 2013. Jurnal
Kesehatan, Vol VII, No 1, 305-321.
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC
Wardana, I. M. T. L., et al. (2014). Diagnosis demam thypoid dengan pemeriksaan widal. Bali:
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah