ANALISIS KERUSAKAN LINGKUNGAN TANAH LONG

ANALISIS KERUSAKAN LINGKUNGAN TANAH LONGSOR DI
DAERAH UNGARAN
Oleh
Amalia Hana Rizky P

[email protected]
Abstrak
Indonesia memiliki letak posisi geografis yang strategis. Indonesia merupakan
tempat pertemuan antara sirkulasi udara Hadley dan Sirkulasi udara Walker,
yang secara klimatologis merupakan centre of action dari berbagai proses
cuaca dan iklim. Kondisi tersebut menyebabkan sebagian besar pulau di
Indonesia secara alamiah rawan terhadap berbagai bencana, antara lain
gempa bumi, kekeringan, banjir dan tanah longsor. Di Indonesia sendiri
terdapat banyak pegunungan dan gunung sehingga ada yang namanya
dataran tinggi dan dataran rendah. Di dataran tinggi sendiri seharusnya hanya
cocok untuk bercocok tanam tidak untuk membangun area pembangunan
perumahan. Kondisi alamiah ini semakin diperparah oleh adanya kerusakan
lingkungan berupa konversi lahan bervegetasi menjadi lahan budidaya atau
bahkan menjadi lahan tidak bervegetasi. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan
peningkatan kerawanan dan frekuensi kejadian bencana alam, salah satunya
longsor lahan. Kontur tanah di dataran tinggi bersifat sangat rentan apabila

digunakan untuk mendirikan sebuah bangunan. Semakin curam (mendekati
vertikal) kemiringannya, maka potensi terjadinya longsor juga akan semakin
besar. Kemiringan maksimal lahan yang bisa didirikan rumah di atasnya adalah
30°. Untuk kemiringan di atas 30°, jika kita ingin membangun rumah maka
harus membuat retaining wall atau turap, yaitu dinding penahan tanah untuk
meminimalisasi terjadinya longsor namun hal ini akan membuat kerusakan
pada lingkungan. Kejadian tersebut bukan hanya terjadi pada dataran tinggi
saja melainkan daerah yang seharusnya menjadi resapan air.
Kata kunci : bencana alam, tanah longsor, kerusakan lingkungan.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah lingkungan sudah terjadi sejak dahulu, tetapi dampaknya yang
lebih luas mulai dirasakan pada dasawarsa 1950-an, akibat
dari
berkembangnya teknologi. Menurut Soeriaatmadja (1990) suatu penemuan
yang sangat besar dampaknya terhadap alam pikiran manusia pada abad ke
20 ketika manusia berhasil pertama mengarungi luar angkasa dengan pesawat
luar angkasa. Kerusakan lingkungan mengakibatkan kerusakan kehidupan.
Faktor penyebab terjadinya masalah lingkungan antara lain meningkatnya

angka pertumbuhan penduduk, meningkatnya kualitas dan kuantitas limbah,
adanya pencemaran lintas batas negara.

Kerusakan lingkungan merupakan permasalahan lingkungan yang
semakin marak terjadi, ada beribu-ribu kasus kerusakan lingkungan yang
sangat memprihatinkan. Manusia tinggal di bumi dan memanfaatkan segala
sumber daya yang ada di bumi, dengan akal dan pikiran seharusnya manusia
melindungi lingkungan karena hidupnya sangat tergantung pada lingkungan di
bumi ini. Namun sebaliknya, di zaman modern ini, sebagian besar manusia
tidak terlalu peduli dengan kerusakan lingkungan yang tengah terjadi.
Pada dasarnya berbagai masalah lingkungan disebabkan oleh ulah
manusia, kondisi tersebut terus berlangsung dari waktu ke waktu. Mencegah
kerusakan lingkungan merupakan upaya mulia untuk memperbaiki lingkungan
yang sudah rusak. Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh alam (gunung
meletus, tanah longsor, gempa bumi, erosi dan abrasi) hanya sebagian kecil
saja, sedangkan jumlah presentase lebih besar berupa kerusakan lingkungan
karena ulah manusia yang mengeksploitasi alam. Aktivitas manusia terhadap
lingkungan akan menyebabkan siklus permasalahan lingkungan yang cukup
rumit.1
Dari beberapa cotoh kerusakan lingkungan salah satunya adalah tanah

longsor. Tanah longsor merupakan kerusakan lingkungan secara alamiah,
namun bencana alam ini juga dapat timbul akibat ulah manusia. Tanah longsor
(landslide) adalah salah satu dari tipe gerakan tanah (mass movement/mass
wasting) yaitu suatu fenomena alam berupa bergeraknya massa tanah secara
gravitasi cepat mengikuti kemiringan lereng (Selby, 1985). Ciri khas dari
longsor adalah massa tanah yang bergerak secara gravitasi mengandung air
yang banyak (jenuh). Salah satu faktor yang sangat menentukan adalah
adanya bidang luncur yaitu bidang pertemuan antara lapisan atas yang relatif
lolos air/poros dan lapisan bawah yang relatif kedap air. Tanah longsor dikenal
juga dengan debris slide, materialnya terdiri atas campuran rombakan batu
dan tanah dengan aliran sangat cepat. Jenis tanah tidak berpengaruh pada
terjadinya longsor melainkan tekstur tanah yang menunjukkan pengaruh yang
cukup signifikan.2
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan

mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang
meliputi
perencanaan,
pemanfaatan,
pengendalian,
pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum.
Kronologi Kasus
Rumah warga di RT 1 dan RT 2 RW IX Dusun Bungkah, Desa Sepakung,
Kecamatan Banyubiru, Ungaran mengalami tanah longsor. Dinas ESDM Provinsi
Jawa tengah masih mengkaji tanah di daerah tersebut. Camat Banyubiru
mengatakan hasil dari pemantauan bersama Sekda dan Kapolres Semarang
1
2

Puji Hardati dkk. Pendidikan Konservasi. Semarang, UNNES Press, 2016.
Arsjad dkk. “Analisis Resiko Potensi Tanah Longsor”. Majalah Ilmiah Globe, vol 16, No.2, Desember 2014,
hlm. 166-167.

bahwa di samping rumah yang temboknya retak ini tidak ada bangunan yang

mengalami kerusakan serupa.
Dari sisi geologi masih dikaji apakah dulunya ada saluran air yang ditutup
untuk membangun rumah. Di daerah ini longsor susulan masih terjadi, di atas
bagian yang longsor, air juga masih merembes. Sekitar 150 meter dari lokasi
longsor, juga didapati tiga rumah warga yang rusak. Tiga bangunan tembok
bangunan permanen rumah warga yang strukturnya sudah merekah selebar 40
sentimeter.
Masyarakat yang bermukim disekitar lokasi tersebut dihimbau untuk
meninggalkan rumahnya. Hasil kajian tadi diharapkan bisa memberikan
petunjuk untuk menentukan kebijakan relokasi warga. Jika memang warga
harus direlokasi, maka tentu membutuhkan waktu. Pemerintah harus mencari
lahan yang cocok dan aman, termasuk status tanah calon area relokasinya.

Rumusan Masalah
1. Apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya tanah longsor?
2. Apakah bahaya dari mendirikan bangunan di wilayah yang memiliki
kontur tanah miring?
3. Bagaimana peran pemerintah dalam mengatasi kerusakan lingkungan
tersebut?
PEMBAHASAN

Subjudul 1
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa
batuan, bahan rombakan, tanah atau material laporan bergerak ke bawah atau
keluar lereng. Secara geolologis tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi
dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan
besar tanah. Faktor penyebab tanah longsor secara alamiah meliputi morfologi
permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, curah hujan,
dan kegempaan. Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan
keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Pergerakan tersebut
terjadi karena adanya faktor gaya yang terletak pada bidang tanah yang tidak
rata atau disebut dengan lereng. Tanah longsor merupakan kerusakan
lingkungan yang terjadi secara alamiah akibat adanya penurunan tanah dan
pengikisan tanah. Selain faktor alamiah, juga disebabkan oleh faktor aktivitas
manusia yang mempengaruhi suatu bentang alam, seperti kegiatan pertanian,
pembebanan lereng, pemotongan lereng, dan penambangan.3
Berikut merupakan beberapa faktor alamiah dan faktor manusia yang
dapat menyebabkan tanah longsor :
1. Hujan


3

Mubekti. “Mitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan Teknik Pemodelan Sistem Informasi
Geografis”. Jurnal Teknik Lingkungan, vol 9, No.2, Mei 2008, hlm. 122.

Curah hujan yang tinggi adalah salah satu penyebab terjadinya bencana
longsor. Ketika musim kemarau panjang, tanah akan kering dan membentuk
pori-pori tanah (rongga tanah) dan selanjutnya terjadi keretakan pada tanah
tersebut. Apabila hujan datang, otomatis air hujan akan masuk ke dalam
rongga tanah atau pori-pori tanah yang terbuka tadi. Air hujan yang telah
memenuhi rongga, menyebabkan terjadinya pergeseran tanah dan membuat
tanah semakin menurun. Yang akhirnya mengakibatkan longsor dan erosi
tanah.
2. Hancurnya Bebatuan
Batuan yang berada di lereng gunung merupakan jenis batuan sedimen.
Biasanya batu di lereng itu sifatnya lapuk atau tidak memiliki kekuatan dan
mudah hancur menjadi tanah, inilah pemicu terjadinya tanah longsor.
3. Lereng dan tebing yang terjal
Lereng dan tebing yang akan terus terkena angin dan air sehingga membuat
permukaan lereng tersebut menjadi terkikis. Waspadalah jika di sekitar tempat

tinggal terdapat tebing atau lereng terjal, karena rawan tanah longsor.
4. Hutan gundul
Penebangan hutan yang dilakukan secara ilegal dan besar-besaran serta tidak
memperhatikan efek yang ditimbulkan untuk lingkungan sekitar akan
mengakibatkan terjadinya tanah longsor. Hal ini di karena kan sudah tidak
adanya lagi penyerapan air setelah hujan oleh tanaman atau pohon.
5. Kelebihan beban
Kelebihan beban akan membuat tanah tidak kuat untuk menopang dan mudah
rapuh serta terkikis saat hujan tiba. Salah satunya adalah mendirikan
bangunan di daerah lereng atau dataran tinggi.
6. Pembagunan
Masyarakat yang saat ini banyak melakukan pembangunan di daerah dataran
tinggi atau lereng menjadi faktor utama terjadinya longsor. Masyarakat menilai
membangun di daerah tersebut dinilai untuk menjauh dari panasnya pusat
kota dan pabrik-pabrik disekitar. Mereka menilai juga bahwa pemandangan
yang ditampilkan apabila mereka membangun di daerah lereng sangat indah.
Namun mereka tidak memikirkan dampak besar yang akan terjadi jika mereka
membangun di lahan yang seharusnya menjadi tempat penyerapan air masuk.
Hal ini yang sering mengakibatkan terjadinya tanah longsor.
7. Tanah tak padat

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan
ketebalan lebih dari 2,5 m dari sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini 10
memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan.
Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi
lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.
8. Longsoran lama
Daerah yang pernah mengalami longsor sangat rawan apabila dijadikan
sebagai tempat tinggal karena daerah tersebut rawan longsor kembali.
Tanahnya rentan gugur apalagi bila ada tekanan dari angin, air, dan lainnya.
9. Tata Nilai
Masalah-masalah lingkungan hidup disebabkan oleh tata nilai yang berlaku
menempatkan kepentingan manusia sebagai pusat dari segala-galanya dalam
alam semesta.
10.
Teknologi
Tekonologi merupakan sumber terjadinya masalah-masalah lingkungan,
terjadinya revolusi di bidang ilmu pengetahuan alam misalnya fisika dan kimia

yang terjadi selama 5 tahun terkahir telah mendorong perubahan-perubahan
besar di bidang tekonologi.

11.
Pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan penduduk di Jepang dan peningkatan harta kekayaan
memberikan sumbangan penting terhadap kualitas lingkungan hidup
khususnya di daerah yang rawan banjir dan tanah longsor mengakibatkan
kerusakan pada kawasan yang semula subur disebabkan oleh sistem irigasi
yang gagal dan pembukaan lahan yang terus-menerus akibat perumbuhan
penduduk.4
Subjudul 2
Jenis tanah di daerah Ungaran ada berbagai macam jenis, sebagian besar
didominasi oleh jenis tanah mediteran coklat tua dan litosol. Jenis tanah
mediteran dan litosol memiliki sifat sangat peka terhadap erosi. Jika dilihat dari
klimatologi wilayah Ungaran memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Curah
hujan di wilayah Ungaran antara lain 19,8-29,7 mm/hari dengan rata-rata hari
hujan per tahun yaitu 101 hari.
Curah hujan yang terjadi di wilayah Ungaran yaitu :
1. Curah hujan sedang yaitu sebesar 19,8-24,7 mm/hari atau 2000-2500
mm/tahun
2. Curah hujan tinggi yaitu sebesar 19,8-29,7 mm/hari atau 2000-3000
mm/tahun

Bahaya geologi yang banyak terjadi di wilayah Ungaran adalah tanah bergerak.
Hal ini yang sering mengakibatkan longsor terjadi. Kerena tanah di daerah
tersebut merupakan jenis tanah latosol coklat tua, latosol merah kuning, dan
litosol yang peka terhadap erosi dan mediteran coklat tua yang peka terhadap
erosi dan juga gerakan tanah.
Wilayah Ungaran sebagian besar terdiri dari dataran tinggi dan
perbukitan. Ada beberapa wilayah landai hingga sangat curam di daerah
tersebut. Wilayah landai dengan kemiringan lereng 8-15%, wilayah curam
dengan ketinggian lereng 25-40%, dan wilayah sangat curam dengan
kemiringan lereng >40%.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah Ungaran
merupakan daeraah dataran tinggi yang sebagian wilayahnya seharusnya tidak
dijadikan tempat tinggal untuk masyarakat. Akan tetapi saat ini perumahan di
daerah kota sudah sangat padat sehingga masyarakat mendirikan rumah di
daerah dataran tinggi. Bahkan ada yang mendirikan rumah di dekat tebing
aliran sungai. Dalam kasus ini warga mendirikan rumah di tebing dekat sungai
dikarenakan sudah tidak mendapatkan lahan. Warga nekat mendirikan rumah
di dekat tebing aliran sungai tanpa memperhatikan dampak yang akan terjadi
di kemudian hari. Sungai yang seharusnya memiliki tepi sungai yang luas
karena untuk berjaga-jaga menampung air dalam jumlah yang besar ketika
hujan, kini harus terkikis akibat adanya pembangunan rumah diatasnya. Tanah
yang seharusnya digunakan untuk menyerap air kini di tutup oleh
pembangunan rumah sehingga menyebabkan lereng tanah tersebut sedikit
demi sedikit terkikis oleh air dengan sendirinya. Akibat yang ditimbulkan dari
membangun rumah di kontur tanah yang miring tidak hanya mengakibatkan
4

Takdir, Rahmadi. Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers, 2015, hlm. 5.

tanah longsor saja, melainkan dapat terjadinya banjir serta kerusakan pada
lingkungan.
Subjudul 3
Pemerintah telah melakukan upaya untuk mengatasi kerusakan
lingkungan tersebut. Diantaranya adalah di terbitkannya peraturan perundangundangan Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Selain itu penegakan atas kerusakan lingkungan dapat
diselesaikan dengan hukum administrasi, hukum pidana maupun hukum
perdata sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hukum lingkungan
adalah seperangkat aturan yang dibuat oleh negara untuk mengatur perilaku
subjek hukum privat dan subjek hukum publik dalam kaitannya dengan
pemanfaatan sumber daya alam, upaya pencegahan dan pengendalian
pencemaran atau perusakan lingkungan hidup serta penyelesaian sengketa
yang timbul akibat dari pemanfaatan sumber daya alam dan dampak
lingkungan hidup yang terjadi.
Penegakan hukum lingkungan dapat dilakukan dengan cara menerapkan
sanksi administratif, perdata, dan pidana. Menurut Tuhana Taufiq Andrianto,
penerapan sanksi yang pertama dilakukan seharusnya adalah sanksi
administratif, yang dapat meliputi: (1) pemberian teguran keras (2)
pembayaran uang paksaan (dwangsom) (3) penangguhan berlakunya izin (4)
pencabutan izin (Taufiq Andrianto, 2002:27). Sama halnya dengan UndangUndang PPLH, Undang-Undang tersebut juga menerapkan sistem penerapan
sanksi administratif sebagai langkah awal penegakan hukum lingkungan (Pasal
76 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH).5
Penanganan pemukiman kumuh kota yang berada di pinggiran tebing
atau pinggir aliran sungai dapat menjadi tindakan penanganan bencana
gerakan tanah. Selain itu mitigasi bencana gerakan tanah juga dapat
dilakukan. Mitigasi bencana gerakan tanah merupakan upaya-upaya yang
dilakukan dengan tujuan untuk memperkecil kerugian atau dampak yang
ditimbulkan oleh bencana gerakan tanah (Soehaimi, 2011). Kerugian atau
dampak tersebut dapat berupa kehilangan harta benda, kerusakan sarana
prasarana vital dan fasilitas umum, jatuhnya korban manusia, maupun
rusaknya tata kehidupan dan penghidupan masyarakat. Soemantri (2008)
menyebutkan tahapan mitigasi bencana longsor sebagai berikut:
1. Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam
geologi di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau
pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebagai data dasar untuk
melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana.
2. Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat
digunakan dalam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana
pengembangan wilayah.
3. Pemantauan

5

Harry Agung Ariefianto, “Penerapan Sanksi Administrasi Pencemaran Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan
Industri (Studi Kasus Di CV. Slamet Widodo di Semarang)”, UNNES Law Journal, vol 4, No 1, September, hlm.
82

Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis
secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh
pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
4. Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada pemerintah provinsi /kabupaten /kota atau
masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang
ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain,
mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung
kepada masyarakat dan aparat pemerintah.6
Kesimpulan
Wilayah Ungaran sebagian besar terdiri dari dataran tinggi dan
perbukitan. Ada beberapa wilayah landai hingga sangat curam di daerah
tersebut. Wilayah landai dengan kemiringan lereng 8-15%, wilayah curam
dengan ketinggian lereng 25-40%, dan wilayah sangat curam dengan
kemiringan lereng >40%. Hal ini mengakibatkan wilayah tersebut sangat
rawan terjadi bencana tanah longsor. Tanah longsor merupakan salah satu
jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya,
yang bergerak keluar atau menuruni lereng akibat terganggunya kestabilan
tanah maupun batuan penyusun lereng tersebut. Adapun beberapa contoh
faktor penyebab terjadinya tanah longsor. Diantaranya adalah curah hujan
yang tinggi, penebangan hutan, pembangunan pemukiman di lereng atau
tebing, longsoran lama, tata niali serta tata ruang kota. Pemerintah telah
melakukan upaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan tersebut.
Diantaranya adalah di terbitkannya peraturan perundang-undangan Nomor
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selain itu penegakan atas kerusakan lingkungan dapat diselesaikan dengan
hukum administrasi, hukum pidana maupun hukum perdata sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Penegakan hukum lingkungan dapat
dilakukan dengan cara pemberian teguran keras, pembayaran uang
paksaan (dwangsom), penangguhan berlakunya izin dan pencabutan izin.

6

Amy Imanda. “Penanganan Permukiman di Kawasan Rawan Bencana Gerakan Tanah Studi Kasus:
Permukiman Sekitar Ngarai Sianok di Kelurahan Belakang Balok, Kota BukitTinggi” . Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota, Vol 24, No. 2, Agustus 2013, hlm.141 – 156

Daftar Pustaka
Hardati, Puji dkk. Pendidikan Konservasi. Semarang : UNNES Press, 2016.
Arsjad dkk. “Analisis Resiko Potensi Tanah Longsor”. Majalah Ilmiah Globe
16, No.2 (2014) : 166-167.
Mubekti. “Mitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan Teknik
Pemodelan Sistem Informasi Geografis”. Jurnal Teknik Lingkungan 9, No.
2 (2008) : 122.
Takdir, Rahmadi. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers,
2015 : 5.
Harry Agung Ariefianto, “Penerapan Sanksi Administrasi Pencemaran
Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Industri (Studi Kasus Di CV. Slamet
Widodo di Semarang)”, UNNES Law Journal 4, No 1(2010) : 82
Amy Imanda. “Penanganan Permukiman di Kawasan Rawan Bencana
Gerakan Tanah Studi Kasus: Permukiman Sekitar Ngarai Sianok di
Kelurahan Belakang Balok, Kota BukitTinggi”. Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota 24, No. 2 (2013) : 141 – 156