LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TANAMAN ACARA

LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI TANAMAN

ACARA I
AGROEKOSISTEM DAN JARING PANGAN WILAYAH SEKITAR PANTAI
PANGANDARAN

Oleh :
Afdhala Chairullah Anzal
A1L012163
Rombongan : D
Kelompok ; 3

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014

I.


PENDAHULUAN

A. TUJUAN
 Untuk menganalisis distribusi dan jenis tanaman yang dibudidayakan
berdasarkan tingkat ketinggian tempat yang berbeda serta pengamatan


terhadap faktor-faktor lingkungannya
Mengetahui keragaman dan distribusi agroekosistem pada
wilayah yang berbedaa antara pantai dan pegunungan



dengan berbagai keunikan sistem budidaya pertanian.
Mengetahui keragaman spesies yang ada di suatu ekosistem
dan menghubungkan antar spesies dalam bentuk hubungan
rantai pangan.

B. LANDASAN TEORI
Indonesia merupakan salah satu Negara Maritim terbesar di dunia dengan

jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang
kedua di dunia setelah Kanada (18.000 km2) sehingga luas wilayah Indonesia 2/3
merupakan wilayah lautan. Dengan potensi wilayah tersebut Indonesia memiliki
potensi ekonomi di sektor sumber daya alam khusunya daratan dan kelautan baik
berupa hutan bersistem agroforestry maupun perikanan budidaya yang merupakan
suatu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan
makmur (Solikhin,dkk, 2005).
Keanekaragaman tanaman budidaya yang ada di Indonesia sangat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan sekitar. Terdapat beberapa tanaman yang hanya dapat
tumbuh pada daerah tertentu atau yang sekarang lebih dikenal dengan istilah tanaman
spesifik lingkungan. Akan tetapi ada pula beberapa jenis tanaman yang mampu
tumbuh diberbagai lokasi berbeda meskipun dengan keadaan atau kondisi lingkungan
yang berbeda pula (Kartasapoetra, 1993).
Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif
bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan
vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon
dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah,
pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi
pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi


tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu.
Sebagai contoh vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah, tetapi
besarnya tergantung struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi
vegetasi daerah tersebut (Kimmins, 1987).
Tetapi sayangnya potensi daratan (teresterial) yang ada tersebut belum dapat
dimanfaatkan secara optimal oleh Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pedesaan khusunya yang berprofesi sebagai petani. Padahal
kita ketahui, bahwasanya ada hubungan yang terkait antara manusia dengan
lingkungan alam bagi masyarakat pedesaan yang sangat erat. Mata pencaharian
mereka adalah mengolah alam secara langsung, sehingga keadaan alam dan sumbersumber daya akan sangat menentukan keadaan mereka. Misalnya, jenis-jenis kegiatan
pertanian akan tergantung pada jenis dan keadaan tanah, ketersediaan air dan curah
hujan, dan sebagainya. Rapatnya hubungan timbal-balik antara kehidupan masyarakat
dan lingkungan alam menyebabkan hal ini perlu dipahami dalam mengembangkan
program bersama masyarakat. Dari adanya hal tersebut maka dapat diketahui dengan
teknik pemetaan, dimana nantinya akan diperoleh gambaran keadaan sumber daya
alam masyarakat bersama masalah-masalah, perubahan-perubahan keadaan, dan
potensi-potensi yang ada. Sedangkan untuk mengamatinya secara langsung keadaan
lingkungan dan sumber daya tersebut, dapat digunakan Teknik Penelusuran Lokasi
(Transek).


Teknik Penelusuran Lokasi (Transek) adalah teknik PRA untuk melakukan
pengamatan langsung lingkungan dan sumber daya masyarakat, dengan cara berjalan
menelusuri wilayah desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Hasil
pengamatan dan lintasan tersebut, kemudian dituangkan ke dalam bagan atau gambar
irisan muka bumi untuk didiskusikan lebih lanjut. Dimana, Transek ini dilakukan
untuk mengenal dan mengamati secara lebih tajam mengenai potensi sumberdaya
alam serta permasalahan-permasalahannya, terutama sumber daya pertanian.
Seringkali, lokasi kebun dan lahan pertanian lainnya milik masyarakat berada di batas
dan luar desa, sehingga transek sumber daya alam ini bisa sampai keluar desa (KMP
P2KP, 2001).
Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari / diselidiki
yang bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan
lingkungannya atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di suatu lahan secara
cepat (Kimmins, 1987).
Keunggulan analisis vegetasi metode transek adalah data yang diperoleh juga
jauh lebih baik dan lebih banyak, akurasi data dapat diperoleh dengan baik, penyajian
struktur komunitas (seperti persentase tumbuhan yang mati mati, kekayaan jenis,
dominasi, frekuensi kehadiran, ukuran koloni dan keanekaragaman jenis) dapat
disajikan secara lebih menyeluruh, dan struktur komponen biotik maupun abiotik
yang berasosiasi dengan tumbuhan juga dapat disajikan dengan baik. Selain itu,

analisis vegetasi metode transek juga memiliki kelemahan seperti membutuhkan

tenaga peneliti yang banyak, survei membutuhkan waktu yang lama, dituntut keahlian
peneliti dalam identifikasi, minimal life form dan sebaliknya genus atau spesies
(Somarwoto, 2001).
Ekosistem disusun oleh dua komponen, yaitu lingkungan fisik
atau tidak hidup (komponen abiotik) dan berbagai jenis makhluk
hidup (komponen biotik). Berbagai jenis makhluk hidup tersebut
dapat dikelompokkan menjadi satuan-satuan makhluk hidup dan
ekosistem :
1. Komponen Abiotik
Komponen abiotik merupakan komponen penyusun ekosistem yang terdiri
dari benda-benda tak hidup. Secara terperinci, komponen abiotik merupakan keadaan
fisik dan kimia di sekitar organisme yang menjadi medium dan substrat untuk
menunjang berlangsungnya kehidupan organisme tersebut. Komponen abiotik
meliputi :
a. Air
Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan
untuk kelangsungan hidup organisme. Air dibutuhkan tumbuhan
dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan penyebaran biji. Air

mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai daya pelarut unsur-unsur
yang

diambil

oleh tanaman,

mempertinggi

reaktivitas

persenyawaan yang sederhana/kompleks, berperan dalam proses

fotosintesis, penyangga tekanan di dalam sel yang penting dalam
aktivitas

sel

tersebut,


mengabsorbsi

temperatur

dengan

baik/mengatur temperatur di dalam tanaman, menciptakan situasi
temperatur yang konstan. Air merupakan substrat fotosintesis,
tetapi hanya 0,1% dari jumlah air total digunakan oleh tumbuhan
untuk fotosintesis. Transpirasi meliputi 99% dari seluruh air yang
digunakan oleh tumbuhan, kira-kira 1% digunakan untuk embasahi
tubuh,

mempertahankan

tekanan

turgor

dan


memungkinkan

terjadinya pertumbuhan (Suwasono Heddy, 2001).
b. Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pertumbuhan tanaman
akan baik pada suhu antara 15oC sampai 40oC. Suhu akan
mengaktifkan proses fisik dan kimia pada tanaman. Energi panas
akan menggiatkan reaksi biokimia pada tanaman atau reaksi
fisiologis dikontrol oleh selang suhu tertentu (Hasan Basri Jumin,
2001).
Tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman ditentukan oleh
radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk
tanaman

dan

kandungan


lengas

tanah. Suhu mempengaruhi

beberapa proses fisiologis penting yaitu bukaan stomata, laju

transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan
respirasi. Suhu dapat mempengaruhi tiga fungsi fisiologi tanaman
yaitu pertumbuhan dan perkembangan, asimilasi dan pernafasan.
Suhu

minimum

adalah

suhu

terendah

yang


dibawahnya

pertumbuhan, asimilasi dan pernafasan menjadi lambat bahkan
terhenti. Suhu yang rendah akan mengakibatkan absorpsi air dan
unsur

hara

terganggu

karena

transpirasi

meningkat.

Suhu

minimum, optimum dan maksimum dapat diketahui dalam ruang

yang

tak

terkendali

sehingga

dapat

mempermudah

dalam

penyesuaian terhadap keadaan iklim disuatu tempat (Imran S,
2009).
c. Cahaya Matahari
Cahaya matahari sebagai sumber energi primer di muka bumi, sangat
menentukan

kehidupan

dan

produksi

tanaman, termasuk

dalam

perkecambahan,pembentukan umbi dan bulb, pembungaan dan perbandingan kelamin
pada bunga. Cahaya mempengaruhi perkecambahaan dan pembungaan dengan
pengaruhnya terhadap fitokrom. Pengaruh cahaya tergantung mutu berdasarkan
panjang gelombang (antara panjang gelombang 0,4 – 0,7 milimikron). Pengaruh
cahaya ditentukan oleh intensitas cahaya, kualitas cahaya dan lama penyinaran
(panjang hari). Reaksi cahaya dari tanaman (fotosintesis, fototropisme, dan
fotoperiodisitas) didasarkan atas reaksi fotokimia yang dilaksanakan oleh sistem

pigmen spesifik Faktor kelembaban/kelembapan udara yaitu kadar air dalam udara
dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan tumbuhan (anonim, 2007).
d. Tanah
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme yang terbentuk dari proses
pelapukan. Tanah menyediakan unsur-unsur hara yang diperlukan tumbuhan untuk
pertumbuhan. Tanah akan memberikan tanggapan yang baik pada tanaman apabila
pengolahan tanah baik disertai dengan pemberian pupuk yang cukup. Pengolahan
tanah adalah memanipulasi mekanik tanah terhadap tanah untuk menciptakan
keadaan tanah yang cukup baik untuk pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah
membuat aerasi dalam tanah menjadi lebih baik sehingga pertukaran CO2 dan O2 pada
daerah perakaran dapat lancar (Thomas et all, 2004).
e. Hara Mikro
Hara mikro dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh tanaman tetapi karena
sifatnya yang esensial dan banyak berperan dalam proses enzimatik maka
keberadaannya sangat berpengaruh pada proses metabolisme. Pada pembentukan
metabolit sekunder antara lain alkaloid, unsur hara mikro berperan besar pada proses
enzimatik yaitu sebagai aktivator atau gugus redox seperti Fe, Zn, Mn, dan Cu .
Pemupukan yang berlebihan juga dapat menyebabkan penyerapan unsur-unsur lain
terhambat sehingga dapat mengakibatkan kekahatan antara lain kahat unsur mikro
(Sharma et al,2000).
2. Komponen Biotik

Komponen biotik meliputi semua jenis makhluk hidup yang ada pada suatu
ekosistem. Menurut peranannya dalam ekosistem, komponen biotik dibedakan
menjadi tiga golongan, yaitu produsen, konsumen, dan pengurai. Organisme yang
berperan sebagai produsen adalah semua organisme yang dapat membuat makanan
sendiri. Organisme ini disebut organisme autotrof, contohnya adalah tumbuhan hijau.
Sedangkan organisme yang tidak mampu membuat makanan sendiri (heterotrof )
berperan sebagai konsumen ( Sowarno, 2009 ).

Selain

mampu

mencukupi

kebutuhannya akan energi, produsen juga berperan sebagai sumber energi bagi
organisme lain. Energi yang dihasilkan produsen akan dimanfaatkan oleh organisme
lain melalui proses makan dan dimakan. Hewan pemakan tumbuhan memperoleh
energi dari tumbuhan yang dimakannya. Sedangkan hewan pemakan tumbuhan
tersebut juga bisa dijadikan sumber energi bagi hewan lain yang memakannya.
Organisme yang memperoleh makanan dengan cara demikian disebut konsumen.
Jadi, organisme yang berperan sebagai konsumen adalah organisme yang tidak dapat
membuat makanan sendiri atau disebut organisme heterotrof ( Subardi, 2009 ).
Semua rantai makanan mulai dengan organism autrofik, yaitu organism yang
melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau. Organism ini disebut produsen karena
hanya mereka yang dapat membuat makan daari bahan mentah anorganik. Setiap
organism, misalnya belalang yang langsung memakan tumbuhan disebut konsumen
primer atau herbivora. Karnivora seperti katak, yang memakan herbivore disebut
konsumen sekunder. Karnivora sebagaimana ular, yang memakan komponen
sekunder dinamakan konsumen tersier dan seterusnya. Kebanyakan hewan

mengonsumsi makan yang beragam dan pada gilirannya, menyediakan makan untuk
berbagai makhluk lain yang memangsanya. Jadi energy yang terdapat dari hasil
bersih dari produsen itu berlalu kedalam jaring-jaring makanan. Jaring-jaring
makanan adalah kumpulan berberapa rantai makanan yang membentuk skema
(Kimball, 1983).

II. METODE PRAKTIKUM

A. Analisis Vegetasi
1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain : EC meter, lux meter,
termohigrometer, pH meter, soil tester, spidol, penggaris, pulpen, pensil warna atau
krayon, pulpen, buku catatan, dan kamera.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum transek vegetasi berdasarkan
ketinggian tempat dan pengamatan faktor lingkungan pada agroekosistem Pantai
Pangandaran antara lain : denah tempat Pangandaran, kertas plano, dan macam
agroekosistem vegetasi tanaman di sekitar pantai.

2. Prosedur Kerja
a.

Tahap Persiapan





Anggota kelompok yang akan mengikuti transek dipersiapkan.
Semua peralatan yang dibutuhkan untuk mengambil data – data dipersiapkan.
Lokasi yang akan dilakukan transek ditentukan.
Pembahasan mengenai tujuan pelaksanaan transek tersebut dipahami secara
detail sehingga pada saat di lapang dapat meminimalisir kesalahan.

b.

Tahap Pelaksanaan





Lokasi awal pengamatan ditentukan.
Pengamatan terhadap tanaman yang dibudidayakan dilakukan.
Tanaman yang dibudidayakan didaerah tersebut diamati.
Data mengenai ketinggian tempat, kelembaban udara dan tanah, suhu,
kemiringan lahan, dan intensitas cahaya diamati dan dicatat.

B. Jaring Pangan
1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada Foodweb ini ialah alat tulis, kamera, krayon,
kertas plano. Bahan- Bahan yang digunakan antara lain ekosistem di desa wonoharjo.
2. Prosedur Kerja
a. Tahap Persiapan




Anggota kelompok yang akan mengikuti foodweb dipersiapkan.
Semua peralatan yang dibutuhkan untuk mengambil data – data



dipersiapkan.
Lokasi yang akan dilakukan foodweb ditentukan.

b. Tahap Pelaksanaan
 Lokasi awal pengamatan ditentukan.
 Amati semua organisme yang berada di ekosistem yang telah ditentukan
 Kemudian tuangkan pada sebuah grafik
C. Wawancara dengan Petani
1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan yang digunakan pada wawancara dengan petani
ialah alat tulis, kamera. Bahan-bahan yang digunakan ialah Petani setempat.
2. Prosedur Kerja
 Siapkan alat-alat yang digunakan untuk wawancara
 Kegiatan pengamatan agroekosistem dan

wawancara

dilakukan di tiga titik yang memiliki jarak berbeda dari


pinggir pantai.
Pengamatan dilakukan

dengan

tanaman

yang

ada

diidentifikasi baik tanaman semusim maupun tahunan
serta sistem budidaya yang dilakukan ( monocropping atau


multicropping)
Wawancara dilakukan dengan petani untuk mendapatkan
informasi pola tanam yang dilakukan minimal dalam 2
tahun terakhir. Wawancara dilakukan mendalam untuk

mendapat


informasi

penting

sebagai

gambaran

agroekosistem di wilayah tersebut.
Hasil wawancara ditulis pada lembar pengamatan..
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Terlampir
B. Pembahasan
Analisa vegetasi adalah salah satu cara untuk mempelajari tentang susunan
(komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi (masyarakat tumbuhan). Analisa
vegetasi dibagi atas tiga metode yaitu : (1) mnimal area, (2) metode kuadrat dan (3)
metode jalur atau transek. (Soerianegara, 1988)
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan antara komponen komponen
tersebut terjadi pengambilan dan perpindahan energi, daur materi, dan produktivitas
(Sativani, 2010).
Komponen abiotik merupakan komponen penyusun ekosistem yang terdiri
dari benda-benda tak hidup. Secara terperinci, komponen abiotik merupakan keadaan
fisik dan kimia di sekitar organisme yang menjadi medium dan substrat untuk
menunjang berlangsungnya kehidupan organisme tersebut. Contoh komponen abiotik
adalah air, udara, cahaya matahari, tanah, topografi , dan iklim (Anonim, 2012).

Komponen biotik meliputi semua jenis makhluk hidup yang ada pada suatu
ekosistem. Contoh komponen biotik adalah manusia,hewan, tumbuhan, dan
mikroorganisme. Menurut peranannya dalam ekosistem, komponen biotik dibedakan
menjadi tiga golongan, yaitu produsen, konsumen, dan pengurai. Organisme yang
berperan sebagai produsen adalah semua organisme yang dapat membuat makanan
sendiri. Organisme ini disebut organisme autotrof, contohnya adalah tumbuhan hijau.
Sedangkan organisme yang tidak mampu membuat makanan sendiri (heterotrof )
berperan sebagai konsumen ( Sowarno, 2009 ).
Teknik Penelusuran Lokasi (Transek) adalah teknik PRA untuk melakukan
pengamatan langsung lingkungan dan sumber daya masyarakat, dengan cara berjalan
menelusuri wilayah desa mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Transek
ini dilakukan untuk mengenal dan mengamati secara lebih tajam mengenai potensi
sumberdaya alam serta permasalahan-permasalahannya, terutama sumber daya
pertanian (KMP P2KP, 2001).
Menurut Oosting (1956), menyatakan bahwa transek merupakan garis
sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukkan atau beberapa bentukan.
Transek juga dapat dipakai dalam studialtituide dan mengetahui perubahan komunitas
yang ada.
Pada hasil transek yang diperoleh didapatkan bahwa ada beberapa jenis
komoditas tanaman yang hidup antara lain jagung, pisang, kelapa, talas, lengkuas,
kunyit, kacang panjang singkong, kacang tanah. Pada data yang diperoleh dari

lapangan Pada kacang panjang ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 32
ºC / 70%, intensitas cahaya 492 lux, warna tanah coklat kehitaman, tipe tanaman
semusim, distribusi tanaman 156, sistem irigasi non teknis, sistem tanam tumpang
sari , jarak tanam 45*60 cm.Pada tanaman jagung ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu
dan kelembaban 32 ºC / 70%, intensitas cahaya 492

lux, warna tanah hitam

kecoklatan, tipe tanaman semusim, distribusi tanaman >300, sistem irigasi semi
mekanis, sistem tanam monokultur,jarak tanam ±20 cm. Pada tanaman kunyit
ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 32º C/70%, intensitas cahaya 492
lux, warna tanah coklat kehitaman, tipe tanaman semusim, distribusi tanaman 129,
sistem irigasi non teknis, sistem tanam tumpangsari jarak tanam ±50 cm. Pada
tanaman jagung ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 32 ºC / 63,4%,
intensitas cahaya 492 lux, warna tanah hitam kecoklatan, tipe tanaman semusim,
distribusi tanaman >300, sistem irigasi non teknis, sistem tanam monokultur,jarak
tanam ±20 cm. Pada tanaman pisang

ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan

kelembaban 32ºC / 70%, intensitas cahaya 492 lux, warna tanah hitam kecoklatan,
tipe tanaman semusim, distribusi tanaman >6, sistem irigasi non teknis, sistem tanam
monokultur. Pada tanaman kelapa ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban
32 º C / 70%, intensitas cahaya 492 lux, warna tanah hitam kecoklatan, tipe tanaman
semusim, distribusi tanaman 17 , sistem irigasi non teknis , sistem tanam monokultur,
jarak tanam 1 meter. Pada tanaman lengkuas ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan
kelembaban 32 º C / 70%, intensitas cahaya 492 lux, warna tanah hitam kecoklatan,
tipe tanaman semusim, distribusi tanaman 6 , sistem irigasi non teknis, sistem tanam

monokultur, jarak tanam 1 meter. Pada tanaman kelapa ketinggian tempat 0-5 mdpl,
suhu dan kelembaban 32 derajat C / 70%, intensitas cahaya 466 lux, warna tanah
coklat terang, tipe tanaman tahunan, distribusi tanaman 17, sistem irigasi tadah hujan,
sistem tanam tumpangsari, jarak tanam 1m. Pada tanaman ubi jalar ketinggian tempat
0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 32 derajat C, intensitas cahaya 466 lux, warna tanah
coklat kehitaman, tipe tanaman semusim, distribusi tanaman 32*21 m, sistem irigasi
tadah hujan, sistem tanam monokultur, jarak tanam 30 cm.Pada tanaman kacang
tanah ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 32 derajat C/70 %, intensitas
cahaya 466 lux, warna tanah coklat kehitaman, tipe tanaman semusim, distribusi
tanaman 18 * 22 m, sistem irigasi tadah hujan, sistem tanam monokultur, jarak tanam
15*15 cm. Pada tanaman ubi kayu ( singkong ) ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan
kelembaban 32 º C / 70%, intensitas cahaya 492 lux, warna tanah hitam kecoklatan,
tipe tanaman semusim, distribusi tanaman 17 , sistem irigasi non teknis , sistem
tanam monokultur, jarak tanam 90*60 cm.
Pada transek gabungan diperoleh data Pada persemaian padi ketinggian tempat
berkisar 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 30 derajat C /69 derajat C, intensitas cahaya
514 lux, warna tanah coklat kehitaman, tipe tanaman semusim , distribusi tanaman 34
m², sistem irigasi tadah hujan, sistem tanam monokultur.Pada tanaman sereh
ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 34 derajat C/63,4 %, intensitas
cahaya 694 lux, warna tanah coklat kehitaman, tipe tanaman semusim, distribusi
tanaman 21, sistem irigasi semi mekanis, sistem tanam tumpangsari, jarak tanam
±1m.Pada tenaman katuk ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 33,5

derajat C/64 %, intensitas cahaya 475 lux, warna tanah coklat kehitaman, tipe
tanaman semusim, distribusi tanaman 100, sistem irigasi tdah hujan, sistem tanam
polikultur, jarak tanam 20*30.Pada tanaman alpukat ketinggian tempat 0-5 mdpl,
suhu dan kelembaban 33,5 derajat C/64 %, intensitas cahaya 475 lux, warna tanah
coklat kehitaman, tipe tanaman tahunan, distribusi tanaman 1, sistem irigasi tadah
hujan, sistem tanam polikultur.Pada tanaman temulawak ketinggian tempat 0-5 mdpl,
suhu dan kelembaban 33,5 derajat C /64%, intensitas cahaya 475 lux, warna tanah
coklat kehitaman, tipe tanaman semusim, distribusi tanaman 64, sistem irigasi tadah
hujan, sistem tanam polikultur, jarak tanam 15*20.Pada tanaman kunyit ketinggian
tempat 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 34 derajar C/63,4%, intensitas cahaya 694
lux, warna tanah coklat kehitaman, tipe tanaman semusim, distribusi tanaman 129,
sistem irigasi semi mekanis, sistem tanam tumpangsari jarak tanam ÷50 cm.Pada
kacang panjang ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 32 derajat C /
70%, intensitas cahaya 492 lux, warna tanah coklat kehitaman, tipe tanaman
semusim, distribusi tanaman 156, sistem irigasi non teknis, sistem tanam monokultur,
jarak tanam 45*60 cm.Pada tanaman jagung ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan
kelembaban 34 derajar C / 63,4%, intensitas cahaya 694 lux, warna tanah hitam
kecoklatan, tipe tanaman semusim, distribusi tanaman >300, sistem irigasi semi
mekanis, sistem tanam monokultur,jarak tanam ±20 cm.Pada tanaman kelapa
ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 32 derajat C / 70%, intensitas
cahaya 466 lux, warna tanah coklat terang, tipe tanaman tahunan, distribusi tanaman
17, sistem irigasi tadah hujan, sistem tanam tumpangsari, jarak tanam 1m.Pada

tanaman ubi jalar ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 32 derajat C,
intensitas cahaya 466 lux, warna tanah coklat kehitaman, tipe tanaman semusim,
distribusi tanaman 32*21 m, sistem irigasi tadah hujan, sistem tanam monokultur,
jarak tanam 30 cm.Pada tanaman kacang tanah ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan
kelembaban 32 derajat C/70 %, intensitas cahaya 466 lux, warna tanah coklat
kehitaman, tipe tanaman semusim, distribusi tanaman 18 * 22 m, sistem irigasi tadah
hujan, sistem tanam monokultur, jarak tanam 15*15 cm.Pada tanaman albasiah
ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 32 derajat C /70 %, intensitas
cahaya 466 lux, warna tanah coklat kehitaman, tipe tanaman tahunan, distribusi
tanaman 1, sistem irigasi tadah hujan, sistem tanam tumpang sari.Pada tanaman nanas
ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 32 derajat C/70 %, intensitas
cahaya 466 lux, warna tanah coklat kehitaman, tipe tanaman semusim, distribusi
tanaman 44, sistem irigasi tadah hujan, sistem tanam tumpang sari, jarak tanam 20*20
cm Pada tanaman papaya ketinggian tempat 0-5 mdpl, suhu dan kelembaban 32
derajat C/70 %, intensitas cahaya 466 lux, warna tanah coklat kehitaman, tipe
tanaman semusim, distribusi tanaman 5, sistem irigasi tdah hujan, sistem tanam
tumpangsari, jarak tanam 30*30 cm.Pada tanaman jarak ketinggian tempat 0-5 mdpl,
suhu dan kelembaban 3 derajat C/ 70 %, intensitas cahaya 466 lux, warna tanah
coklat kehitaman, tipe tanaman semusim, distribusi tanaman 12, sistem irigasi tadah
hujan, sistem tanam tumpang sari, jarak tanam 15 cm.

Hasil suatu jenis tanaman bergantung pada interaksi antara faktor genetis dan
faktor lingkungan seperti jenis tanah, topografi, pola iklim dan teknologi. Dari faktor
lingkungan, maka faktor tanah merupakan modal utama. Keadaan tanah sangat
dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, yaitu intensitas cahaya matahari, suhu dan
kelembaban.
1. Intensitas Cahaya Matahari
Cahaya matahari merupakan sumber utama energi bagi kehidupan, tanpa
adanya cahaya matahari kehidupan tidak akan ada. Bagi pertumbuhan tanaman
ternyata pengaruh cahaya selain ditentukan oleh kualitasnya ternyata ditentukan
intensitasnya. Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu
tanaman per satuan luas dan per satuan waktu (kal/cm 2/hari). Dengan demikian
pengertian intensitas yang dimaksud sudah termasuk lama penyinaran, yaitu lama
matahari bersinar dalam satu hari. Pada dasarnya intensitas cahaya matahari akan
berpengaruh nyata terhadap sifat morfologi tanaman. Hal ini dikarenakan intensitas
cahaya matahari dibutuhkan untuk berlangsungnya penyatuan CO2 dan air untuk
membentuk karbohidrat.
Berdasarkan ekologi terhadap kemampuan penerimaan cahaya, Lukitasari
(2010), menyatakan bahwa secara garis besar tanaman dapat dibedakan menjadi dua
tipe, yaitu: 1) Heliofit, tanaman yang tumbuh baik jika terkena cahaya matahari
penuh, dan 2) Skiofit, tanaman yang tumbuh baik pada intensitas cahaya yang rendah.
Secara umum, Suryowinoto (1988) mengemukakan bahwa terdapat dua faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan tanaman, yaitu faktor makro dan faktor mikro. Yang
termasuk dalam faktor makro adalah: cahaya matahari, suhu, kelembaban, awan,
angin, serta pencemaran udara. Sedangkan faktor mikro meliputi media tumbuh dan
kandungan O2 dan CO2 yang ada di udara.
Menurut Salisbury dan Ross (1992) intensitas cahaya matahari mempunyai
peranan besar dalam proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, respirasi,
pertumbuhan dan perkembangan, menutup dan membukanya stomata, dan
perkecambahan tanaman, metabolisme tanaman hijau, sehingga ketersediaan cahaya
matahari menentukan tingkat produksi tanaman. Tanaman hijau memanfaatkan
cahaya matahari melalui proses fotosintesis. Chozin (1998) melaporkan bahwa
intensitas cahaya di bawah tegakan karet umur dua dan tiga tahun setara dengan
intensitas cahaya di bawah paranet 25% dan 50%, sedangkan pada tegakan karet
berumur empat tahun sudah melebihi intensitas cahaya dalam paranet 75%.
2. Suhu (Temperatur)
Suhu udara akan mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman. Setiap jenis
tanaman mempunyai batas suhu minimum, optimum dan maksimum yang berbedabeda untuk setiap tingkat pertumbuhannya. Suhu udara merupakan faktor penting
dalam menentukan tempat dan waktu penanaman yang cocok, bahkan suhu udara
dapat juga sebagai faktor penentu dari pusat-pusat produksi tanaman, misalnya
kentang di daerah bersuhu rendah sebaliknya padi di daereah bersuhu tinggi. Contoh
lainnya adalah gandum dalam musim dingin tahan berada dalam kondisi suhu nisbi

rendah dan dapat bertahan dalam suhu beku selama periode musim dingin
(Kartasapoetra, 1993).
Ditinjau dari klimatologi pertanian, suhu udara di Indonesia dapat berperan
sebagai kendali pada usaha pengembangan tanaman padi di daerah-daerah yang
mempunyai dataran tinggi. Sebagian besar padi unggul dapat berproduksi dengan
baik sampai pada ketinggian 700 dpl, demikian juga tanaman kedelai, kacang tanah,
dan kacang hijau.
Suhu udara rata-rata yang tinggi baik untuk tanaman seperti kacang tanah dan
kapas. Sedangkan gandum, kentang dan tomat dapat ditanam di dataran tinggi dengan
suhu yang lebih rendah. Jenis tanaman yang tahan kekeringan diantaranya ubi kayu,
wijen, kacang tanah, kacang hijau dan semangka.
3. Kelembapan Udara
Kelembapan udara di sekitar tempat tumbuhan sangat berpengaruh terhadap
proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut. Umumnya tanah dan udara
sekitar yang kurang lembab (airnya cukup) akan sangat baik atau cocok bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena pada kondisi seperti itu tanaman
menyerap banyak air dan penguapan (transpirasi) air semakin menurun, sehingga
memungkinkan cepat terjadinya pembelahan dan pemanjangan sel-sel untuk
mencapai ukuran maksimum. Tetapi ada jenis tumbuhan pada proses pertumbuhan
dan perkembangannya secara optimal justru berada pada kondisi tidak lembab atau
kering, contohnya pohon mangga yang akan bertunas dan bersemi, bahkan berbuah
pada saat musim kemarau yang kurang air (Kartasapoetra, 1993).

4. Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat merupakan salah satu faktor pengendali iklim yang
berpengaruh kuat terhadap suhu udara. Suhu udara berpengaruh terhadap kecepatan
metabolisme terutama fotosintesis dan respirasi tanaman. Pada suhu lingkungan lebih
rendah daripada suhu dasar maka pertumbuhan tanaman berhenti (dorman),
sedangkan apabila suhu lingkungan lebih tinggi dari pada suhu maksimum maka
tanaman akan mati (letal). Dari aspek hubungan iklim-tanaman dikenal suhu kardinal
meliputi kisaran kesesuaian suhu minimum, optimum dan maksimum untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kisaran toleransi terhadap suhu yang
berbeda tiap kultivar menyebabkan kisaran toleransi terhadap ketinggian tempat yang
berbeda-beda pula untuk tiap jenis kultivar (Nasir, 2003).
Ketinggian tempat dari permukaan laut merupakan salah satu faktor yang
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman teh. Ada kaitan erat
antara ketinggian tempat dengan unsur iklim yaitu suhu udara. Makin rendah
ketinggian tempat dari permukaan laut, makin tinggi suhu udara. Oleh sebab itu
kebun-kebun teh di daerah rendah memerlukan pohon pelindung yang salah satu
fungsinya adalah untuk mempengaruhi suhu udara. Pada daerah yang rendah
dibutuhkan pohon pelindung agar kelembaban dapat terjaga dengan suhu yang lebih
tinggi. Tanaman teh dibudidayakan agar menghasilkan pucuk yang banyak dengan
mutu yang baik. Untuk mencapai tujuan tersebut tanaman harus dipacu agar

pertumbuhan vegetatif mencapai maksimum dan aktif menghasilkan pucuk.
Ketinggian tempat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman teh. Hal ini disebabkan ketinggian tempat berkaitan dengan
suhu. Semakin tinggi tempat maka suhu semakin rendah dan metabolisme akan
berjalan semakin lambat.
5. Derajat Keasaman/pH
Derajat keasaman atau pH tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan suatu tanaman. Contohnya tanah yang bersifat asam terhadap
tanah padsolik merah kuning (PMK), agar tanaman dapat tumbuh dengan baik maka
jenis tanah ini ditambahkan keasaman dengan pengapuran.
Tempat tumbuh atau tapak adalah suatu tempat yang dipandang dari segi
faktor-faktor ekologinya (dalam hubungan kemampuannya untuk menghasilkan hutan
atau vegetasi lainnya). Dengan kata lain, tempat tumbuh adalah gabungan kondisi
biotik, iklim, dan tanah dari sebuah tempat (Departemen Kehutanan Republik
Indonesia 1992).
Menurut Soekotjo (1976), lingkungan suatu hutan biasanya dinamakan tempat
tumbuh. Tempat tumbuh dapat diartikan sebagai jumlah dari keadaan-keadaan yang
efektif yang mempengaruhi penghidupan suatu tumbuhan atau masyarakat tumbuhtumbuhan. Dari segi silvikultur,tempat tumbuh dapat dianggap sebagai semua yang
berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi vegetasi hutan.

Faktor-faktor tempat tumbuh dapat dibagi menjadi faktor-faktor yang berpengaruh
secara langsung dan faktor-faktor yang berpengaruh secara tidak langsung. Faktorfaktor yang berpengaruh secara langsung misalnya radiasi matahari, kelembaban, dan
air tanah. Faktor-faktoryang berpengaruh secara tidak langsung misalnya lereng dan
flora serta fauna yang mempengaruhi vegetasi hutan, terutama efeknya terhadap
faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung. Faktor-faktor tempat tumbuh dapat
dibagi menjadi empat golongan, yaitu faktor klimatis, faktor fisiografis, faktor edafis,
dan faktor biotis (Soekotjo 1976).
Ketinggian tempat sangat mempengaruhi iklim, terutama curah hujan dan
suhu udara. Curah hujan berkorelasi positif dengan ketinggian, sedangkan suhu udara
berkorelasi negatif. Wilayah pegunungan, dimana curah hujan lebih tinggi dengan
suhu lebih rendah, kecepatan penguraian bahan organik dan pelapukan mineral
berjalan lambat. Sebaliknya di dataran rendah penguraian bahan organik dan
pelapukan mineral berlangsung cepat. Karena itu di daerah pegunungan keadaan
tanahnya relatif lebih subur, kaya bahan organik dan unsur hara jika dibandingkan
dengan tanah di dataran rendah (Djayadiningrat 1990).
Suhu

berpengaruh

terhadap

pertumbuhan

vegetatif,

induksi

bunga,

pertumbuhan dan differensiasi perbungaan (inflorescence), mekar bunga, munculnya
serbuk sari, pembentukan benih dan pemasakan benih. Tanaman tropis tidak
memerlukan keperluan vernalisasi sebelum rangsangan fotoperiode terhadap
pembungaan menjadi efektif. Tetapi, pengaruh suhu terhaadap induksi bunga cukup

kompleks dan bervariasi tergantung pada tanggap tanaman terhadap fotoperiode yang
berbeda. Suhu malam yang tinggi mencegah atau memperlambat pembungaan dalam
beberapa tanaman. Di daerah beriklim sedang perbedaan suhu lebih ditentukan oleh
derajat lintang (latitude), Di tropika perbedaan ini lebih ditentukan oleh tinggi tempat
(altitude). Ditinjau dari sudut pertumbuhan tanaman, menurut Junghuhn (1853) dalam
Semangun (1990), membagi daerah pertanaman di pulau Jawa menjadi 4 zone, yaitu :
a. Wilayah berudara panas (0 – 600 m dpal)
Suhu wilayah ini antara 23,3 ºC – 22 ºC, tanaman yang cocok ditanam di
wilayah ini adalah tebu, kelapa, karet, padi, lada, dan buah-buahan.
b. Wilayah berudara sedang (600 – 1.500 m dpal)
Suhu wilayah ini antara 22 ºC – 17,1 ºC, tanaman yang cocok ditanam pada
wilayah ini adalah kapas, kopi, coklat, kina, teh, dan macam-macam sayuran,
seperti kentang, tomat, dan kol.
c. Wilayah berudara sejuk (1.500 – 2.500 m dpal)
Suhu wilayah ini antara 17,1 ºC – 11,1 ºC, tanaman yang cocok ditanam
pada wilayah ini antara lain sayuran, kopi, teh, dan aneka jenis hutan tanaman
industri.
d. Wilayah berudara dingin (lebih 2.500 m dpal)
Wilayah ini dijumpai tanaman yang berjenis pendek, contoh: edelweis.
Pada praktikum ini yang berada di daerah pangandaran Desa Wonoharjo
merupaka wilayah yang berada pada zona berudara panas karena daerah ini berkisar

ketinggiannya 0-5 m dpl. Daerah ini memiliki suhu wilayah ini antara 23,3 ºC – 22
ºC, tanaman yang cocok ditanam di wilayah ini adalah tebu, kelapa, karet, padi, lada,
dan buah-buahan. Pada hasil yang diperoleh daerah Desa Wonoharjo melmilki suhu
rata-rata ± 30-34 ºC atau 70 % , sedangkan intensitas cahaya berkisar dari 466 lux
sampai 690 lux, pH tanah pada daerah ini berkisar 6,2 – 6,6. Daerah ini merupakan
jenis ekosistem pantai, kokmoditas yang ada pada daerah ini juga hampir sama
dengan literature, seperti jagung , kelapa, ubi jalar, kacang tanah, kacang panjang,
padi, dan tanaman buah-buahan seperti nanas, papaya. Tanah pada daerah ini
berwarna coklat kehitaman serta berpasir.
Tumbuhan merupakan organisme autotrof karena dapat membuat makanan
sendiri melalui fotosintesis. Dalam proses ini, bahan anorganik diubah menjadi
senyawa organik dengan bantuan sinar matahari. Melalui proses fotosintesis,
gas hasil buangan organisme lain diubah oleh tumbuhan menjadi zat gula, oksigen,
dan energy ( Sowarno, 2009).
Selain mampu mencukupi kebutuhannya akan energi, produsen juga berperan
sebagai sumber energi bagi organisme lain. Energi yang dihasilkan produsen akan
dimanfaatkan oleh organisme lain melalui proses makan dan dimakan. Hewan
pemakan tumbuhan memperoleh energi dari tumbuhan yang dimakannya. Sedangkan
hewan pemakan tumbuhan tersebut juga bisa dijadikan sumber energi bagi hewan lain
yang memakannya. Organisme yang memperoleh makanan dengan cara demikian
disebut konsumen. Jadi, organisme yang berperan sebagai konsumen adalah

organisme yang tidak dapat membuat makanan sendiri atau disebut organisme
heterotrof ( Subardi, 2009 ).
Berdasarkan jenis makanan yang dikonsumsinya, konsumen dibedakan
menjadi tiga macam yaitu ( Subardi, 2009):
1. Herbivora adalah organisme pemakan tumbuhan. Contoh dari hewan pemakan
tumbuhan yang didapatkan pada pengamatan di pangandaran yaitu ulat,
penggerek batang, kambing, belalang.
2. Karnivora adalah organisme pemakan hewan (daging). Contoh yang dapat
ditemukan melipuli ular, elang, dan katak
3. Omnivora adalah organisme pemakan segala jenis makanan, baik tumbuhan
maupun hewan. Contoh omnivora adalah ayam.
4. Semua rantai makanan mulai dengan organism autrofik, yaitu organism yang
melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau. Organism ini disebut produsen
karena hanya mereka yang dapat membuat makan daari bahan mentah
anorganik. Setiap organism, misalnya sapi atau belalang, yang langsung
memakan tumbuhan disebut konsumen primer atau herbivora. Karnivora
seperti katak, yang memakan herbivore disebut konsumen sekunder.
Karnivora sebagaimana ular, yang memakan komponen sekunder dinamakan
konsumen tersier dan seterusnya. Kebanyakan hewan mengonsumsi makan
yang beragam dan pada gilirannya, menyediakan makan untuk berbagai
makhluk lain yang memangsanya. Jadi energy yang terdapat dari hasil bersih
dari produsen itu berlalu kedalam jaring-jaring makanan. Jaring-jaring

makanan adalah kumpulan berberapa rantai makanan yang membentuk skema
(Kimball, 1983).
Pada praktikum ini food web yang di dapatkan bahwa adanya produsen yaitu
tanaman jagung karena pada ekosistem yang kami dapat tanaman jagung merupakan
tanaman yang paling dominan. Dari data yang kami peroleh didapat bahwa diketahui
konsumen tingkat 1 yaitu belalang, semut, ulat, kupu-kupu, lebah, jangkrik. Pada
konsumen tingkat 2 diketahui ladybug atau kumbang macan dan katak, karena
ladybug ini memakan semut serta kodok memakan belalang, jangkrink dan hewanhewan lain pada konsumen tignkat 1. Pada konsumen tingkat 3 dihuni oleh katak
karena katak memakan semua baik konsumen tingkat 1 maupun tingkat 2.
Pada Foodweb gabungan dilihat bahwa produsen ialah tanaman jagung,
kacang tanah, sorgum dan kelapa. Konsumen tingkat pertama dari foodweb ini adalah
bekicot, belalang, ulat, lebah, kupu-kupu, ladybug, tikus, jangkrik. Konsumen tingkat
kedua pada Foodweb ini ialah katak , laba-laba, burung , sedangkan pada konsumen
tingkat tiga deiketahui ialah ular.
Pada rantai makanan, proses makan dan dimakan hanya berlangsung dalam
satu arah, sehingga tidak ada kompunen di dalamnya yang memiliki dua fungsi
sekaligus, karena mereka telah menempati peran masing masing tanpa ada saling
singgung. Sewaktu tumbuhan hijau dimakan herbivora, energi kimia yang tersimpan
dalam tumbuhan berpindah ke dalam tubuh herbivora dan sebagian energi hilang
berupa panas. Demikian juga sewaktu herbivora dimakan karnivora. Oleh karena itu,

aliran energi pada rantai makanan jumlahnya semakin berkurang. Pergerakan energi
di dalam ekosistem hanya satu jalur, berupa aliran energy.
Pada wawancara petani tidak ada hasil karena petani tidak ada, sedangkan
pada hasil wawancara sharing dengan kelompok lain didapatkan bahwa komoditas
yang ditanam oleh petani didaerah Desa Wonoharjo seperti kacang tanah, kacang
merah, padi gogo, oyong, jagung, dan sebagainya. Masalah yang sering muncul pada
petani adalah pemupukan organic yang belum ada dengan penggantian dengan pupuk
pabrikan. Serta suit dalam mendapatkan pestisida yang bersubisidi sehingga masih
banyak pengendalian yang belum maksimal.

IV. KESIMPULAN

1. Desa Wonoharjo merupakan daerah berudara panas denga kisaran suhu ±3034 ºC, dengan rata-rata ph ±6,2,6,6 memiliki tanah berwarna coklat
kehitaman .
2. Pada Desa Wonoharjo didapatkan beberapa komoditas jagung, kacang tanah,
kacang panjang, ubi jalar, kelapa, karet dsb.
3. Transek merupakan metode penggambaran identifikasi suau ekosistem
dengan teknik penelusuran yang kemudian dituangkan pada sebuah media
dengan bentuk grafik.
4. Hasil Transek yang didapat ialah berupa ketinggian tempat dari Desa
Wonoharjo yaitu 0-5 m dpl, dengan pH 6,2- 6,6, intensitas cahaya 466-690
lux. Komoditas yang ditanam diantaranya jagung , kacang tanah, kacang
panjang, ubi jalar, singkong, dll.

5. Foodweb merupakan suatu bentuk dari rantai pangan pada suatu ekosistem
yang dituangkan pada suatu media grafik. Pada hasil yang didapat ialah
organisme seperti belalang, ladybug, kupu-kupu, lebah , katak dan jangkrik.
6. Wawancara pada petani adalah suatu metode guna mengetahui suatu keadaan
ekosistem disuatu tempat yang di bina oleh petani.

DAFTAR PUSTAKA

Baharsyah,J.S, Suwardi,D dan Irsal Las. 1985. Hubungan Iklim dengan Pertumbuhan
Kedelai. Badan penelitian dan pengembangan tanaman pangan. Pusat penelitian
dan pengembangan tanaman pangan. Bogor.
Chozin MA. 1998. Sustainable farming system practices in Indonesia. Paper
prenseted on seminar on development of sustainable farming system, Kandy,
June 5 -10 1995. Asian Productivity Organizatioan (APO)-Menistry of
Agriculture, Land and Forestry, and Department of Agriculture, Srilanka.
Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1992. Manual Kehutanan. Depertemen
Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Djajadiningrat, S.T. 1990. Kualitas Lingkungan Hidup di Indonesia. Kantor Menteri
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1985. Klasifikasi Tanah dan Lahan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Heddy, Suwasono.2011.Analisis Vegetasi Tumbuhan. http://www.wikipedia.com.
Diakses pada tanggal 06 April 2011, puku l 20.00 WITA.

Karamoy, L.T. 2009. Hubungan Iklim dengan Pertumbuhan Kedelai (Glycine max
(L.) Merril). Soil Environment 7(1):65-68.
Kartasapoetra. 1993. Klimatologi Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman.
Bumi Aksara. Jakarta.
Kartasapoetra, W. A.G., 1989. Kerusakan Tanah Pertanian. Bina Aksara, Jakarta.
Kimball, J. W., 1983, Biologi Jilid 3, Erlangga, Jakarta.
Kimmins, J.P. 1987. Forest Ecology. Macmillan Publishing Co. New York.
KMP P2KP. 2001. Bahan Latihan Pendamping. Yayasan Bina Masyarakat Sejahtera
(BMS). Jakarta.
Lukitasari, M. 2010. Ekologi Tumbuhan. Diktat Kuliah. IKIP PGRI Press. Madiun.
Mohammad Nasir. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Purwowidodo. 1998. Mengenal Tanah Hutan (Penampang Tanah). Laboratorium
Pengaruh Hutan Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Salisbury,F.B. dan Ross,C.W. 1992. Plant Physiology. Wadsworth Publishing.
Company Belmont, California.
Semangun, H. 1990. Ekologi Patogen Tropika dan Pemanfaatannya Dalam
Pengendalian Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Soekotjo, W. 1976. Silvika. Proyek Peningkatan atau Pengembangan Perguruan
Tinggi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Solikhin, dkk. 2005. Rencana Induk Pengembangan Pelabuhan Perikanan. IPB.
Bogor.
Sulistyono. 1995. Pengaruh Tinggi Tempat terhadap (Pinus merkusii Jungh et de
Vriese) di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Skripsi
Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Suryowinoto, M. 1988. Mengenal Anggrek Alam Indonesia. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Wellman,

F.L..

1972.

Tropical

American

Plant

Deseases

Phytopathology Problems. Scarecrow. Metuchen. N.J.

:

Neotropical