TEKNOLOGI PENGELOLAAN BENIH BEBERAPA TAN

TEKNOLOGI PENGELOLAAN BENIH
BEBERAPA TANAMAN OBAT DI
INDONESIA

Nugroho Tri Ardianto
H0711073

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013

A. PENDAHULUAN
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan industri obat tradisional adalah
sebagian besar bahan baku (80%) berasal dari hutan atau habitat alami dan sisanya (20%) dari
hasil budi daya tradisional. Penyediaan bahan baku yang masih mengandalkan pada alam
tersebut telah mengakibatkan terjadinya erosi genetik pada sedikitnya 54 jenis tanaman obat.
Untuk menjamin ketersediaan bahan baku secara berkesinambungan serta mengantisipasi
permintaan yang terus meningkat tiap tahunnya maka perlu dilakukan pengembangan usaha
tani tanaman obat. Namun upaya pengembangan tersebut menghadapi masalah kurangnya
informasi tentang penggunaan benih bermutu dan terbatasnya penelitian mengenai

perbenihan, sehingga masih banyak petani yang menggunakan benih asalan yang tidak
terjamin mutunya.Akibatnya produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan masih
rendah.Selain itu, benih tanaman obat sebagian besar (lebih dari 80%) termasuk benih
rekalsitran yang penanganannya agak sulit.Berkaitan dengan permasalahan tersebut, telah
dilakukan berbagai penelitian yang berkaitan dengan teknik produksi dan penanganan benih
tanaman obat seperti penentuan waktu panen, teknik produksi benih, penanganan benih,
pengeringan, penyimpanan, dan pengemasan.
B. PENENTUAN WAKTU PANEN
1.

Secang
Kemasakan benih penting untuk diketahui agar dapat ditentukan waktu panen
yang tepat. Benih yang dibiarkan melewati masak fisiologis akan turun viabilitas dan
vigornya. Benih bermutu tinggi dapat diperoleh bila panen dilakukan pada saat masak
fisiologis, karena pada saat itu benih mempunyai bobot kering dan vigor yang maksimum
(Hasanah dan Rusmin 1993).Penelitian tingkat kemasakan benih berdasarkan warna telah
dilakukan oleh Hasanah dan Rusmin (1993) pada benih secang. Benih yang berwarna
hijau kekuningan menghasilkan daya berkecambah tertinggi yaitu 95%, sedangkan benih
yang berwarna coklat memiliki daya berkecambah kurang dari 50%. Hasanah dan
Rusmin (1993) menyimpulkan bahwa benih secang termasuk dalam kelompok benih

yang mempunyai kulit keras sehingga dapat menghambat perkecambahan.

2.

Sambiloto
Penelitian mengenai fenologi bunga dan buah pada tanaman sambiloto telah
dilakukan oleh Hasanah et al. (2006).Hasil penelitian menunjukkan bahwa masak
fisiologis benih sambiloto dicapai pada umur 26 hari setelah antesis. Pada saat tersebut,
bobot kering benih dalam keadaan maksimum yaitu 14,10 x 10 -4 g dengan kadar air
21,52%. Polong berwarna hijau semburat ungu. Benih yang dipanen pada saat tersebut
akan memberikan pertumbuhan tanaman yang lebih baik serta produksinya tinggi (0,20
g/tanaman atau 25 g/pohon) (Rusmin et al. 2006).

C. TEKNIK PRODUKSI BENIH
Dalam memproduksi benih berkualitas tidak dibedakan antara benih ortodoks dan
benih rekalsitran. Persyaratan agronomis dengan mengacu pada Good Agricultural Practices
(GAP) harus diikuti dengan persyaratan lain seperti benih harus sudah mencapai masak
fisiologis serta seragam agar benih yang dihasilkan berkualitas baik.
1. Jahe
Produksi benih jahe dari tanaman umur 5 bulan rata-rata mencapai 23,30 t/ha,

sedangkan pada umur 6 bulan 31,90 t/ha. Persentase serat kasar, pati, dan abu mengalami
peningkatan seiring dengan bertambahnya umur panen, yaitu pada umur 5 bulan nilainya
masing-masing 7,21; 39,17; dan 9,43% dan meningkat menjadi 8,06; 46,56; dan 10,46%
pada umur panen 6 bulan. Untuk jahe gajah yang akan diekspor, rimpang dianjurkan
dipanen paling lambat saat tanaman berumur 5 bulan (Januwati et al. 1989). Produksi
benih dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pemupukan, pengairan, kondisi
lingkungan, pemeliharaan (termasuk membuang tanaman yang sakit dan yang tumbuh
abnormal), waktu panen, dan perlakuan saat panen (Hasanah et al. 1991).Benih harus
jelas varietasnya dan mempunyai keunggulan pada kondisi tertentu agar tanaman dapat
berproduksi optimal (Douglas 1980). Memproduksi benih perlu memperhatikan aspek
bahan tanaman (varietas), budi daya (termasuk pemupukan), waktu panen (tingkat
kemasakan benih), cara panen, penanganan benih, pengeringan, pengemasan,
penyimpanan, dan distribusi benih.

2. Katuk
Perbanyakan tanaman katuk dapat menggunakan setek yang diambil dari
pangkasan waktu panen (Puspitaningtyas et al. 1994) atau menggunakan biji (Rumiati et
al. 1999). Untuk pengembangan tanaman skala komersial, disarankan menggunakan
bahan tanaman dari biji. Menurut Yuliani dan Hasanah (2000), setiap hektar pertanaman
katuk memerlukan pupuk dengan kombinasi 190 kg N, 87,50 kg P, dan 87,50 kg K2O,

serta 20 ton pupuk kandang.
D. PENANGANAN BENIH
1. Terong KB
Benih terung KB mempunyai masa dorman sekitar 4 bulan (Hasanah 1988).
Untuk memecahkan masalah dormansi tersebut, Sukmadjaja dalam Rosita et al. (1993)
telah melakukan penelitian perendaman benih dalam larutan GA3 dengan konsentrasi 0,
100, 300, 500, 700, 900, 1.100, 1.300, dan 1.500 mg/l selama 6, 12, dan 24 jam. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa viabilitas benih terbaik diperoleh dari perlakuan
perendaman selama 24 jam dengan konsentrasi larutan GA3 1.300 mg/ l, yaitu daya
berkecambah benih 87,73% dan benih dapat berkecambah setelah 2 minggu (Rosita et al.
1993). Sebelum diberi perlakuan, benih dibersihkan dari lendir dengan menggunakan air.
Pemecahan dormansi benih terung KB dapat pula dilakukan dengan menggunakan KNO3
0,20% (Tabel 1). Pemberian larutan KNO3 0,20% pada substrat (kertas saring)
memberikan daya berkecambah tertinggi (88,42%).
2. Saga
Dormansi benih saga dapat dipecahkan dengan perlakuan skarifikasi (pengikisan
kulit benih).Dengan perlakuan tersebut, daya berkecambah benih dapat mencapai 97%
dibandingkan kontrol yang hanya 6%.Pengecambahan dilakukan dengan menggunakan
media kertas merang (Hasanah et al. (1993).ZPT yang berbahan aktif senyawa auksin
dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, khususnya yang

diperbanyak dengan setek, seperti kumis kucing dan cabai jawa.

3. Jahe
Untuk penyimpanan, rimpang jahe yang telah dipanen dicuci dengan
menggunakanair lalu dikeringanginkan.Dapat pula jahe dipanen pada saat tanah kering,
sehingga rimpang dapat langsung disortasi tanpa harus dicuci (Hasanah et al.
2004b).Sebelum disimpan, benih diberi perlakuan CCC 1.250 ppm untuk menghambat
pertumbuhan tunas. Perlakuan tersebut memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan
pemberian 2,4-D 1.000 ppm dan PEG 2000 ppm (Hasanah et al. 1989). Menurut Darwati
et al. (1993), pertunasan benih jahe di tempat penyimpanan dapat dihambat dengan
memberikan paklobutrazol 300 ppm, dan untuk memacu pertunasan dapat digunakan
NAA 160 ppm, IBA 25% dan air kelapa 25%. Untuk memacu pertumbuhan di lapang,
senyawa nitroaromatik dengan konsentrasi 0,50 ml/l memberikan hasil yang baik.
4. Kunyit dan Kencur
Pemberian paklobutrazol 250 ppm dapat meningkatkan jumlah anakan dan bobot
rimpang kunyit (Darwati et al. 1993). Paklobutrazol dapat menghambat biosintesis
giberelin sehingga asimilat hasil fotosintesis dapat diakumulasi pada rimpang. Pada
tanaman kencur, penggunaan air kelapa muda dengan konsentrasi 25% memberikan
pertumbuhan yang lebih baik. Air kelapa telah lama diketahui mengandung ZPT antara
lain sitokinin alami. Sitokinin selain berperan dalam proses pembelahan sel juga dapat

merangsang diferensiasi jaringan.
5. Temu Lawak
Pada

tanaman

temu

lawak,

penggunaan

0,65%

nitroaromatik

yang

dikombinasikan dengan penutup tanah (mulsa plastik hitam) dapat memecahkan
dormansi rimpang dan memacu pertunasan (Darwati et al. 1993). Penggunaan

nitroaromatik 0,65% (2 ml/l) dengan waktu perendaman30 menit memberikan pertunasan
yang lebih cepat (34 hari) dan pertumbuhan yang lebih baik pada media yang diberi
mulsa. Nitroaromatik 0,65% mudah diserap oleh daun, batang, bunga, serta akar atau
rimpang.

E. PENGERINGAN BENIH
Aerasi akan menurunkan suhu, dan pemberian aerasi yang tepat dapat mencegah
kerusakan benih akibat berpindahnya kelembapan. Benih yang dipanen dengan kadar air di
atas 15−16% perlu dikeringkan. Pengeringan perlu dilakukan segera setelah benih dipanen,
karena makin lama penundaan pengeringan, kualitas benih yang dihasilkan makin menurun
(Hasanah 1987). Untuk benih ortodoks seperti benih terung KB, pengeringan dilakukan
dengan cara membuang lendirnya terlebih dahulu. Selanjutnya benih yang telah bersih
dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari. Untuk benih jahe, pengeringan rimpang
dilakukan sampai kulit rimpang mengering tetapi bagian dalamnya masih tetap segar. Pada
benih jahe yang cukup tua (10 bulan), pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran pada
pagi hari (pukul 07.00–10.00) dengan suhu 25−32º C selama 3−4 hari. Bila rimpang jahe
dipanen pada umur 8 bulan, pengeringan cukup dilakukan selama 1−2 hari. Sebelum
disimpan, rimpang dibersihkan lalu dikeringanginkan selama 2–3 hari tergantung lokasi
tanam dan kondisi tanah pada saat panen.Di Bengkulu, rimpang perlu dijemur 3−4 hari,
sedangkan di Sukabumi, jika panen dilakukan pada saat kondisi tanah kering, rimpang cukup

dikeringanginkan (Hasanah et al. 2004a).
F. PENYIMPANAN BENIH
Benih berkualitas tinggi memiliki daya simpan yang lebih lama daripada benih
berkualitas rendah.Kualitas benih tidak dapat diperbaiki dengan perlakuan penyimpanan,
karena penyimpanan hanya bertujuan untuk mempertahankan kualitas benih (Hasanah
1987).Selama penyimpanan, benih diidentifikasi dengan tepat dan kondisi ruang penyimpanan
diperhatikan agar daya berkecambah benih dapat dipertahankan.Ruang untuk menyimpan
bahan tanamanvhendaknya memiliki sirkulasi udara yang baik, kelembapan relatif udara
rendah (70−80%), suhu ruangan 20–25oC, cukup cahaya, dan atap tidak bocor.Tumpukan
benih dapat diberi abu dapur untuk menghindari tumbuhnya jamur atau kapang (Hasanah et
al. 2004b).
1. Sambiloto
Hasanah et al. (2006) melaporkan bahwa suhu ruangan berpengaruh terhadap
daya berkecambah benih sambiloto selama penyimpanan. Sampai penyimpanan 3 bulan,
daya berkecambah benih yang disimpan pada suhu ruang mencapai 79,33%, sedangkan

bila benih disimpan dalam ruangan dingin maka daya berkecambah benih makin menurun
hingga hanya 17,78% (Tabel 2). Hal ini disebabkan benih sambiloto mempunyai masa
dormansi 4−5 bulan.Dengan menyimpan benih pada suhu dingin maka dormansi benih
makin meningkat.Oleh karena itu, untuk memecahkan dormansi benih sebaiknya benih

disimpan pada suhu ruang. Mempertahankan kualitas benih melalui tahap-tahap tersebut
memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan dedikasi yang tinggi. Pengusaha benih
sebagai titik awal perlu memiliki kepedulian tinggi terhadap mutu benih. Pengusahaan
benih secara besar-besaran memerlukan tenaga spesialis untuk pengendalian mutu sejak
proses produksi hingga distribusi. Hal ini menyangkut semua aspek teknis dan
administrasi yang harus dilakukan secara tepat, benar dan pada waktunya.
2. Temu-temuan
Penyimpanan benih dalam bentuk rimpang bertujuan untuk mempertahankan
mutu fisiologis benih sampai musim tanam berikutnya.Penelitian penyimpanan benih
jahe, kunyit, dan temu lawak telah dilakukan, namun informasi yang didapat masih
terbatas.
3. Jahe
Hasil penelitian Sukarman et al. (2005) tentang cara penyimpanan benih jahe
besar klon Sukabumi dan Sumedang menunjukkan bahwa klon Sumedang mempunyai
viabilitas yang lebih baik dibandingkan klon Sukabumi, tetapi kandungan pati, kadar
serat, abu, atsiri, dan sari rimpang klon Sukabumi lebih tinggi. Viabilitas benih setelah 3
bulan penyimpanan masih tinggi sekitar 78%. Berbagai cara penyimpanan, seperti
penutupan benih dengan abu, pengasapan dengan interval 1 minggu, dan pengeringan
dengan sinar matahari (pukul 08.00– 12.00 selama 1 hari) tidak mempengaruhi viabilitas
benih selama penyimpanan. Hasil penelitian Melati et al. (2005) tentang pengaruh asal

benih dan cara penyimpanan terhadap mutu rimpang jahe memperlihatkan bahwa
rimpang jahe asal petani binaan mempunyai kadar pati lebih tinggi (47,42%) dan serat
lebih rendah (7,15%) dibandingkan dengan rimpang yang dihasilkan petani non-binaan
dengan kandungan pati yang lebih rendah (42,40%) dan serat lebih tinggi (9,47%). Benih
dari petani binaan mempunyai susut bobot rimpang lebih rendah (32,02%) dibandingkan
dengan benih dari petani non-binaan (37,07%). Setelah 4 bulan penyimpanan, kadar air

rimpang jahe masih 86%, rimpang dalam keadaan segar, tidak keriput dan bertunas.
Berbagai cara penyimpanan, seperti menghamparkan benih di atas tanah dengan alas bata
merah, pemberian paklobutrazol 500 ppm, penyusunan benih pada rak bambu, dan
penutupan benih dengan jerami, tidak berpengaruh terhadap viabilitas benih jahe.
Sukarman et al. (2005) telah meneliti beberapa cara penyimpanan rimpang jahe dengan
perlakuan sebagai berikut: 1) penyimpanan benih pada ruangan dingin dengan
kelembapan 70–80%, 2) penyimpanan di dalam tanah, 3) pengeringan dengan fresh drier,
dan 4) iradiasi dengan sinar α dengan dosis 5, 10, 15, 20, 25 kRad. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa setelah disimpan selama 2 bulan, kadar air rimpang masih tinggi
yaitu > 76,66%, sehingga rimpang tetap segar dan tidak keriput. Penyusutan bobot
rimpang tertinggi terdapat pada perlakuan iradiasi 25 kRad (27,11%), dan penyusutan
terendah pada perlakuan penyimpanan dingin (4,76%) dan penyimpanan dalam tanah
(10,70%). Setelah 2 bulan penyimpanan, persentase rimpang bertunas pada perlakuan

penyimpanan dalam fresh drier meningkat menjadi 86,25%. Pada perlakuan iradiasi 10
dan 15 kRad, persentase benih yang bertunas menurun, sedangkan pada iradiasi 20 dan
25 kRad, sampai penyimpanan 2 bulan rimpang belum bertunas.
4. Temu Lawak
Penelitian penyimpanan rimpang temu lawak telah dilakukan oleh Sukarman et al.
(2005) dengan perlakuan sebagai berikut: 1) penyimpanan pada ruangan dingin dengan
kelembapan tinggi (cold storage, RH 70–80%), 2) penyimpanan di dalam tanah, 3)
pengeringan dengan fresh drier, dan 4) iradiasi dengan sinar α dengan dosis 5, 10, 15, 20,
25 kRad. Dari beberapa perlakuan tersebut, setelah disimpan 2 bulan kadar air rimpang
temu lawak masih tinggi (> 70%). Penyusutan bobot rimpang tertinggi terdapat pada
perlakuan iradiasi 10 kRad (16,80%), diikuti oleh kontrol (16,31%) dan iradiasi 3 kRad
(15,34%). Penyusutan bobot rimpang yang terendah terdapat pada perlakuan fresh drier
(2,81%), diikuti oleh cold storage (9,03%) dan disimpan dalam tanah (10,70%).
Pada pengamatan 2 bulan penyimpanan, persentase rimpang bertunas pada
perlakuan penyimpanan dalam tanah meningkat menjadi 81%, sedangkan dengan
perlakuan iradiasi persentase rimpang bertunas cenderung menurun karena tunas banyak
yang mengering dan mati. Tunas yang tidak mengering tumbuh menjadi tunas yang
abnormal dengan bentuk memendek dan membesar, tetapi rapuh dan mudah patah.

G. PENGEMASAN BENIH
Benih dapat dikemas dalam kantong plastik, alumunium foil, karung goni, atau kotak
kayu, tergantung jenis benih.Bahan kemasan tersebut dapat dipergunakan sebelum benih
dikirim.Untuk jahe, pengiriman dapat dilakukan dengan menggunakan peti yang tidak rapat
atau karung goni.Selama pengiriman, benih diusahakan tidak terkena hujan dan kondisinya
tetap kering (Hasanah et al. 2004b).
H. KESIMPULAN
Sebagian besar (lebih dari 80%) benih tanaman obat termasuk benih rekalsitran dan
sisanya termasuk benih ortodoks. Dari sembilan benih tanaman obat yang diteliti, benih
terung KB, secang, saga, dan sambiloto tergolong benih ortodoks, sedangkan jahe, kencur,
kunyit, temu lawak, dan katuk termasuk benih rekalsitran. Benih secang mencapai masak
fisiologis dengan ciri kulit benih berwarna hijau kekuningan. Benih sambiloto mencapai
masak fisiologis pada saat polong berwarna hijau semburat keunguan.Benih, jahe sebaiknya
dipanen pada umur 10 bulan.Benih sambiloto sebelum pecah dormansinya, hanya perlu
disimpan dalam suhu ruang. Penyimpanan benih jahe,kunyit, dan temu lawak dapat dilakukan
dengan meletakkan benih di atas rak-rak bambu setelah pengeringan.
Pada benih terung KB, larutan KNO3 0,20% sebagai pembasah substrat dapat
meningkatkan daya berkecambah benih sampai 88,42%. Untuk benih saga, perlakuan
skarifikasi (pengikiran kulit benih) dapat menghasilkan daya berkecambah tertinggi.
Perendaman benih dalam larutan CCC 1.250 ppm atau paklobutrazol 300 ppm dapat
menghambat pertumbuhan tunas jahe selama penyimpanan. Pengeringan benih jahe dan saga
dapat dilakukan dengan penjemuran selama 3−4 hari.Pada benih kencur dan kunyit,
pemberian paklobutrazol 250 ppm dapat meningkatkan jumlah anakan dan bobot rimpang.
Pada benih temu lawak penggunaan nitroaromatik 0,65% dapat memacu pertunasan rimpang.
Pengemasan benih bergantung pada bentuk benih.Benih dapat dikemas dalam kantong plastik,
alumunium foil atau karung goni.

DAFTAR PUSTAKA
Darusman,

L.K.

2003.Strategi

pengembangan

biofarmaka

Indonesia.Makalah

dalam

Musyawarah Nasional Pekan Biofarmaka, Surakarta, 10 September 2003. Departemen
Pertanian, Jakarta. 18 hlm.
Darwati, I., S.M.D. Rosita, dan I. Mariska. 1993. Temu-temuan. Perkembangan penelitian zat
pengatur tumbuh untuk tanaman rempah dan obat. Edisi Khusus Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat IX(1): 39−50.
Douglas, E.J. 1980. Successful seed programs: A planning and management guide. Westview
Press, Boulder, Colorado.302 pp.
Hasanah, M. 1987. Faktor–faktor prapanen dan pascapanen yang mempengaruhi mutu benih.
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat II(2): 9−14.
Hasanah, M. 1988. Studi mengenai benih terung KB. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat III(1): 18−20.
Hasanah, M., R. Satyastuti, and G. Panggabean. 1989. Effect of some inhibitors on the growth of
ginger shoot. Industrial Crops Research Journal 1(2): 37−45.
Hasanah, M., H. Moko, dan D. Sitepu. 1991. Persyaratan bibit jahe. Perkembangan penelitian
tanaman jahe. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat VII(1): 1− 6.
Hasanah, M. dan D. Rusmin. 1993. Pengaruh tingkat kemasakan terhadap viabilitas benihsecang.
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat VIII(2): 94−98.
Hasanah, M., E.M. Rachmat, dan M.I. Wahab. 1993. Studi pematahan dormansi pada benih saga
(Abrus precatorius L.). Prosiding Seminar Saga Manis dan Tempuyung, Bogor, 13−14
Januari 1993. Bagian I. Saga manis, Abrus precatorius Linn. Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat, Bogor.
Hasanah, M., Sukarman, Supriadi, N.M. Januwati, dan R. Balfas.2004a. Keragaan perbenihan
jahe di Jawa Barat. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 10(3):
118−125.
Hasanah, M., Sukarman, dan D. Rusmin.2004b. Teknologi produksi benih jahe.Plasma nutfah
dan perbenihan tanaman rempah dan obat. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah
dan Obat XVI(1): 9−16.

Hasanah, M., D. Rusmin, Melati, dan S. Wahyuni.2006. Pengaruh cara produksi dan penanganan
benih sambiloto. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,
Bogor.
Januwati, N.M., N. Nurdjanah, dan M. Hasanah. 1989. Pengaruh faktor iklim terhadap produksi
dan mutu jahe badak di KP Sukamulya, Sukabumi. Prosiding Seminar Sehari
Peningkatan Pemanfaatan Agrometeorologi dalam Pembangunan Hutan Tanaman Industri
dan Pengembangan Perkebunan.Kerja Sama Perhimpi denganBadan Penelitian
Kehutanan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.hlm. 217−223.
Melati, Sukarman, D. Rusmin, dan M. Hasanah. 2005. Pengaruh asal benih dan cara
penyimpanan terhadap mutu rimpang jahe. Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku Persada
XI(2): 186−189.
Proyek Pengelolaan dan Pemulihan Kerusakan Lingkungan dan Fakultas Kehutanan IPB. 2001.
Rancangan strategi konservasi tumbuhan obat Indonesia. Executive Summary.Kerja
Sama Proyek Pengelolaan dan Pemulihan Kerusakan Lingkungan dengan Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.48 hlm.
Puspitaningtyas, D.M., Sutrisno, dan S.B. Susetyo. 1994. Usaha tani katuk di Desa Cilebut Barat,
Bogor. Makalah Pokjanas TOI VIII. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret,
Surakarta 10–12 Agustus 1994.
Rosita, S.M.D., M. Hasanah, H. Moko, dan I. Mariska. 1993. Terung KB dan pacing.
Perkembangan penelitian zat pengatur tumbuh untuk tanaman rempah dan obat. Edisi
Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat IX(1): 30−37.
Rumiati, S., D. Rusmin, dan D.D. Tarigan.1999. Studi pertumbuhan dan potensi hasil tanaman
katuk (Saoropus androgynus) L. Merr). Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku Persada V(2):
115−121.
Rusmin, D., Melati, S. Wahyuni, dan M. Hasanah. 2006. Pengaruh stadia umur panen benih
terhadap viabilitas dan produksi terna sambiloto (A. paniculata). Laporan Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.10 hlm.
Sukarman, M. Hasanah, D. Rusmin, dan Melati. 2005. Viabilitas dua klon jahe besar (Zingiber
officinale L.) pada cara penyimpanan yang berbeda. Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku
Persada XI(2): 181−185.

Yuliani, S. dan M. Hasanah 2000.Peluang pengembangan katuk (Saoropus androgynus L. Merr)
sebagai pelancar ASI. Warta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 6(1):
1−3.

Dokumen yang terkait

EVALUASI PENERAPAN AUDIT OPERASIONAL PENGELOLAAN PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN PADA CV. MAMUR JAYA MALANG

1 27 1

POLA PENGELOLAAN ISU PT. KPC (KALTIM PRIMA COAL) Studi pada Public Relations PT. KPC Sangatta, Kalimantan Timur

2 50 43

ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH (BUILD OPERATE AND TRANSFER) OLEH PEMERINTAH DAERAH SERTA AKIBAT HUKUM BAGI INVESTOR YANG MENGALIHKAN HAK PENGELOLAAN KEPADA INVESTOR LAIN

3 64 161

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MELALUI ANALISIS SWOT (Studi Pengelolaan Limbah Padat Di Kabupaten Jember) An Evaluation on Management of Solid Waste, Based on the Results of SWOT analysis ( A Study on the Management of Solid Waste at Jember Regency)

4 28 1

PENGAJARAN MATERI FISIKA DASAR UNTUK MAHASISWA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

9 106 43

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

6 77 70

PENGAWASAN OLEH BADAN PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA BAGI INDUSTRI (Studi di Kawasan Industri Panjang)

7 72 52

PERBEDAAN SIFAT KIMIA TANAH DALAM PERAKARAN BEBERAPA JENIS TUMBUHAN PADA TOPSOIL DAN SUBSOIL TANAH MARGINAL

4 34 55

PENGARUH BENTUK DAN DOSIS PUPUK NPK MAJEMUK SUSULAN PADA VIABILITAS BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) VARIETAS DERING 1 PASCASIMPAN TIGA BULAN

4 56 53