Siswa Siswi Berkebutuhan Khusus di Sekol

Siswa-Siswi Berkebutuhan Khusus di Sekolah Kristen

Saya akan membahas mengenai Learning Disability di sekolah, terutama di sekolah
Kristen dengan fokus kepada pandangan terhadap siswa berkebutuhan khusus, peran guru, dan
hal-hal aplikatif yang perlu dilakukan di kelas dalam bentuk desain pembelajaran menurut
kacamata Kristen. Saya tidak pernah mengajar siswa berkebutuhan khusus, sehingga pemahaman
saya mengenai Learning Disability pasti banyak kelemahan. Namun, saya rasa tulisan ini dapat
menyadarkan kita akan arti pentingnya pemahaman terhadap Learning Disability dan bagaimana
kita bisa terlibat di dalamnya.

Pandangan terhadap siswa berkebutuhan khusus dan peran guru
Pada dasarnya, mereka yang berkebutuhan khusus baik secara fisik, intelektual, mental,
atau emosional membutuhkan bantuan dan dukungan. Mereka tidak bisa melalukan sesuatu
secara tepat atau yang seringkali kita sebut dengan “normal”. “Kenormalan” menurut saya
adalah suatu bentuk kepercayaan orang-orang yang terbentuk atau terpengaruh oleh pengalaman
dan pengetahuan mereka dalam melihat sesuatu yang “normal”. Bahkan, jika tidak ada kaitannya
dengan disability, orang cenderung menilai dan menghakimi orang lain sebagai “normal” atau
“tidak normal” jika mereka melakukan sesuatu - baik secara tepat atau tidak - berdasarkan apa
yang masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu percayai. Sebagai contoh, seorang pelacur
cenderung diabaikan, dihina, ditolak, bahkan dianiaya oleh suatu masyarakat tertentu karena dia
melakukan sesuatu yang buruk, salah, berdosa, atau “tidak normal”. Contoh lain yang sederhana

adalah sebuah alat akan dianggap “tidak normal” jika tidak bisa bekerja atau berfungsi secara
tepat lagi. Oleh karena itu bagi saya, menghakimi dan menolak orang-orang berkebutuhan

khusus di masyarakat dan terutama di sekolah adalah tidak tepat, karena setiap orang adalah
“tidak normal” dalam banyak hal dimana saya mengkaitkannya dengan pandangan Alkitab
bahwa karena kejatuhan manusia di dalam dosa (The Fall), manusia menjadi rusak total di dalam
segala hal. Setiap orang adalah pendosa dan tidak bisa melakukan sesuatu secara tepat lagi. Apa
yang orang sebut dengan “kenormalan” adalah berdasarkan apa yang mereka percaya dan lihat
dimana itu semua sudah rusak oleh dosa.
Di sisi yang lain, sangatlah penting dan mendasar untuk melihat siswa berkebutuhan
khusus (saya akan lebih fokus kepada orang-orang berkebutuhan khusus di sekolah) sebagai
manusia yang mempunyai hak-hak dan penerimaan yang sama seperti siswa lainnya. Secara
khusus, siswa berkebutuhan khusus mempunyai kesempatan yang sama untuk belajar,
bersosialisasi, diterima, dan dicintai sama seperti siswa yang tidak berkebutuhan khusus.
Terlebih lagi, menurut kacamata Kristen, setiap orang diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa
Allah, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Iman Kristen mengatakan dengan jelas
mengenai bagaimana umat Allah seharusnya tidak hanya memperhatikan kehidupan mereka di
dunia ini, tetapi juga kehidupan rohani dan hubungan pribadi dengan Tuhan. Saya percaya bahwa
di hadapan Allah semua orang adalah cacat dan “tidak normal”. Ketika Tuhan Yesus ada di
dunia, Dia telah melihat banyak ketidaknormalan, bagaimana orang suka berbuat dosa, bahkan

umat Israel yang merupakan umat perjanjian Allah. Yesus yang tidak berdosa pasti bergumul dan
tidak nyaman ketika melihat perbuatan-perbuatan dosa. Itu adalah sesuatu yang “tidak normal”
menurutNya. Tetapi, Dia begitu mengasihi dunia ini. Dia mengorbankan nyawaNya untuk
manusia-manusia yang “tidak normal”. Sehingga, bagaimana bisa kita tidak mengasihi dan
menerima siswa berkebutuhan khusus berdasarkan apa yang Yesus ajarkan melalui
penebusanNya? Dia juga menerima dan mengasihi orang-orang berkebutuhan khusus secara

spesifik: orang lumpuh (Matius 9:1-8), orang yang tangannya mati sebelah (Matius 12:9-14),
orang yang sakit kusta (Matius 8:1-3), perempuan yang menderita pendarahan selama 12 tahun
(Matius 9:20-22), orang buta dan tuli (Matius 9:27-34), anak yang sakit ayan (Matius 17:14-18),
dan masih banyak lagi. Walaupun ayat-ayat tersebut lebih berbicara mengenai mujizat-mujizat
Yesus, tetapi sangatlah jelas bahwa mereka menjelaskan perbuatan-perbuatanNya dalam
mengasihi, menerima, dan melibatkan mereka yang secara fisik, intelektual, mental, dan
emosional cacat. Yesus menyadari bahwa orang-orang tersebut membutuhkan bantuan dan
kesembuhan. Mereka tidak bisa sembuh dengan usaha-usaha mereka sendiri. Setelah sembuh,
saya percaya bahwa mereka dapat melakukan sesuatu lebih baik dan tepat dari sebelumnya.
Tetapi, itu bukan tujuan utama kita dalam membantu dan mendukung siswa berkebutuhan
khusus, walaupun kita harus mengakui bahwa kita juga berharap mereka akan mencapai banyak
hal-hal yang baik dan menunjukkan performa terbaik setelah mendapat bantun dan dukungan
tersebut. Pandangan kita terhadap siswa berkebutuhan khusus hendaknya fokus kepada

pendekatan-pendekatan cinta/kasih dan penerimaan. Sehingga, jika mereka masih tidak bisa
menunjukkan kemajuan dari pencapaian mereka, paling tidak kita berada di jalur yang benar
dengan mengasihi, memerdulikan, dan melibatkan mereka di dalam komunitas sekolah.
Oleh karena itu, inklusi adalah tema utama dari situasi ini. Allah mengajarkan kita untuk
mengasihi sesama kita dengan hati dan motifasi yang tulus yang dapat terlihat melalui perkataan
dan perbuatan kita secara menyeluruh. Inklusi bagi siswa berkebutuhan khusus hendaknya
mempertimbangkan setiap aspek yang ada dan saya akan fokus kepada percakapan setiap hari,
kegiatan pembelajaran, kurikulum, kebijakan-kebijakan sekolah, dan keterlibatan di dalam
masyarakat.
-

Percakapan setiap hari

Mengikutsertakan siswa berkebutuhan khusus di dalam setiap percakapan atau diskusi di
dalam dan luar kelas adalah sangat penting adanya. Pertama-tama, mempunyai percakapan
dengan mereka akan menciptakan rasa penerimaan, dukungan, perlindungan, cinta, dan
aman. Sejak mereka merasa dan menyadari bahwa mereka “berbeda”, mereka cenderung
merasa tidak percaya diri dan tidak nyaman untuk berbicara atau bersosialisasi di dalam
komunitas. Saya menekankan bahwa percakapan-percakapan dengan mereka hendaknya
lebih dari sekedar percakapan biasa. Guru-guru dan siswa-siswi yang tidak berkebutuhan

khusus hendaknya mempertimbangkan bagaimana caranya memiliki komunikasi yang tepat
dan bermakna bagi siswa berkebutuhan khusus. Mereka juga perlu berbicara dan mendengar
secara seimbang. Tidak bisa dihindari bahwa berbicara dengan siswa berkebutuhan khusus
memiliki tantangan tersendiri. Berbicara dengan mereka mungkin membuat kita merasa tidak
nyaman, tidak sabar, lelah, stres, atau bahkan jengkel karena sangat mungkin bahwa mereka
tidak bisa mengerti apa yang kita bicarakan secara mudah, tidak bisa menginterpretasikan arti
dari beberapa kata secara tepat, atau terlihat tidak tertarik di dalam percakapan. Tetapi,
seperti yang saya katakan sebelumnya, kita hendaknya mengasihi sesama kita dengan hati
dan motifasi yang tulus siapapun mereka dan dari manapun mereka berasal. Karenanya,
setiap anggota sekolah hendaknya mengasihi siswa berkebutuhan khusus dan berusaha untuk
melibatkan mereka di dalam percakapan setiap hari. Terlebih lagi, kasih tersebut hendaknya
merupakan kasih yang sama kepada Kristus.
-

Kegiatan pembelajaran
Di satu sisi, benar dan masuk akal adanya bahwa siswa-siswi berkebutuhan khusus dengan
kondisi tertentu membutuhkan kelas khusus yang terpisah dari siswa lainnya. Tetapi, di sisi
yang lain, sangatlah penting bagi mereka untuk berada di kelas-kelas yang sama dengan

siswa yang tidak berkebutuhan khusus. Hal itu membuat mereka merasa “sama” seperti siswa

lainnya di dalam komunitas dan saya percaya bahwa banyak hal-hal positif yang bisa dicapai.
Akan tetapi, tantangannya besar untuk guru-guru. Mereka harus mampu mengatur kelas lebih
keras lagi, karena tingkah laku antara siswa berkebutuhan khusus dengan yang tidak,
mungkin akan sangat berbeda selama kegiatan pembelajaran. Siswa berkebutuhan khusus
bisa menggangu siswa lainnya karena tingkah laku mereka yang “khusus”. Oleh karena itu,
memberikan pengertian yang benar kepada siswa yang tidak berkebutuhan khusus pada poin
ini sangatlah dibutuhkan; dan yang paling penting, guru-guru hendaknya memberi hati,
tenaga, dan kasih mereka secara penuh dalam melibatkan siswa berkebutuhan khusus di
kelas. Sehingga, siswa-siswi berkebutuhan khusus bisa memiliki kesempatan yang sama
untuk mengenal Allah melalui pengenalan akan sesama.
-

Kurikulum
Pada dasarnya, inklusi di kurikulum adalah mengenai pembuatan rencana pembelajaran,
materi-materi, kegiatan-kegiatan, dan penilaian bagi siswa berkebutuhan khusus baik ketika
mereka belajar terpisah atau bersama dengan siswa lainnya. Pembuat kurikulum hendaknya
mempertimbangkan aspek-aspek psikologis dan jika memungkinkan, melibatkan profesionalprofesional seperti psikolog, konselor, dan dokter di dalam pembuatan kurikulum. Sekolah
juga hendaknya menyediakan buku-buku, sumber-sumber, peralatan, fasilitas, atau apapun
yang dapat membantu dan mendukung siswa berkebutuhan khusus dalam belajar di tingkat
tertinggi. Pembuat kurikulum juga harus memperhatikan perkembangan rohani siswa-siswi

berkebutuhan khusus. Dengan setiap kondisi mereka yang khusus dan unik, kurikulum
hendaknya dirancang sedemikian rupa untuk dapat membantu dan mendukung mereka dalam
bertumbuh secara rohani.

-

Kebijakan-kebijakan sekolah
Jika sekolah menerima siswa yang memiliki kebutuhan khusus, maka sangatlah penting
untuk mempunyai kebijakan-kebijakan mengenai siswa berkebutuhan khusus. Kebijakankebijakan tersebut hendaknya dapat memberikan pengertian kepada siswa yang tidak
berkebutuhan khusus untuk menghargai, menerima, dan melibatkan siswa berkebutuhan
khusus. Lebih lanjut lagi, orang tua dari siswa yang tidak berkebutuhan khusus bisa terlibat
untuk membantu anak-anak mereka dengan memberikan pengertian tersebut. Penting juga
bagi sekolah untuk menciptakan aturan-aturan bagi seluruh siswa mengenai bagaimana
menghargai dan menerima siswa berkebutuhan khusus dan jika mereka melanggarnya, maka
mereka akan menerima konsekuensi yang serius.

-

Keterlibatan di dalam masyarakat
Menyediakan kesempatan bagi siswa berkebutuhan khusus untuk terlibat di dalam

masyarakat (di luar sekolah) akan sangat penting. Saya percaya bahwa siswa berkebutuhan
khusus kemungkinan besar tidak terlibat banyak dengan masyarakat dimana mereka tinggal,
atau mungkin masyarakat tersebut tidak menerima dan mendukung mereka. Banyak hal yang
sekolah dapat lakukan di dalam hal ini. Salah satu contohnya adalah dengan membawa siswa
pergi ke sebuah pasar atau supermarket dan memberikan mereka tugas untuk melihat dan
mengamati orang-orang dan aktifitas disana, lalu meminta mereka untuk berbicara kepada
beberapa

pembeli

dan

pekerja

dengan

menanyakan

beberapa


pertanyaan.

Jika

memungkinkan, sekolah bisa meminta kepada pemilik atau pengelola pasar atau supermarket
tersebut untuk memberikan tur kepada siswa dan memberitahu mereka bagaimana pasar atau
supermarket berjalan dan bagaimana para pekerja melakukan pekerjaan mereka. Saya rasa

aktifitas-aktifitas tersebut dapat membantu siswa berkebutuhan khusus untuk mengerti dan
memahami bahwa mereka diterima di dalam masyarakat.

Desain pembelajaran
Desain pembelajaran yang akan saya bahas bukan mengenai rencana untuk materi-materi
tertentu, akan tetapi lebih kepada kesadaran akan Learning Disability yang dapat
diimplementasikan ke dalam pembuatan Rencana Pembelajaran (RPP/Lesson Plans) untuk setiap
mata pelajaran. Saya akan fokus kepada beberapa area seperti konten/isi, metode pengajaran,
instruksi, dan penilaian.
-

Konten

Konten materi secara kuantitatif dan kualitatif hendaknya tidak dikurangi. Siswa yang tidak
berkebutuhan khusus harus belajar materi sesuai dengan standar yang harus dicapai. Bagi
siswa-siswi berkebutuhan khusus, mereka bisa mempunyai kesempatan yang sama dengan
siswa lainnya untuk mencapai standar pembelajaran yang tinggi. Saya menyadari bahwa
banyak keterbatasan bagi mereka untuk mengerti materi-materi secara cepat dan menyeluruh,
untuk fokus atau berperilaku secara tepat dan efektif selama kegiatan pembelajaran
berlangsung, atau untuk melakukan apapun yang membuat mereka memperoleh pengetahuan
dan informasi dari setiap materi pembelajaran. Oleh karena itu, guru-guru hendaknya
membuat penyesuaian-penyesuaian untuk membantu mereka dengan menyediakan waktu
belajar tambahan atau beberapa pengecualian. Melalui waktu belajar tambahan, guru bisa
mengulang materi khususnya bagian-bagian yang belum dimengerti oleh siswa sepenuhnya.
Resikonya adalah siswa-siswi berkebutuhan khusus akan mendapat beban yang lebih besar,
tetapi menurut saya, ide dari waktu tambahan belajar ini dapat membantu mereka untuk

mencapai hal-hal sama seperti siswa yang tidak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu,
fleksibilitas adalah penting adanya. Sebagai contoh, guru bisa mengurangi ekspektasiekspektasi dari materi kepada siswa berkebutuhan khusus dengan membuat tes atau tugas
yang lebih mudah.
-

Metode pembelajaran

Pertanyaan yang harus digumulkan seorang guru ketika membuat rencana pembelajaran
adalah: Apakah metode pembelajaran ini tepat bagi siswa dengan kebutuhan khusus tertentu
untuk materi ini? Jika guru tersebut sudah yakin apa metode pembelajaran yang akan
digunakan, maka hal selanjutnya yang bisa dilakukan adalah mengembangkan strategistrategi dan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang disesuaikan. Mempertimbangkan
keterbatasan-keterbatasan dan masalah-masalah tertentu dari siswa yang bisa timbul selama
kegiatan pembelajaran dari materi dan situasi tertentu adalah sangat penting dan mendasar
untuk memutuskan metode pembelajaran apa yang akan digunakan. Contohnya, seorang guru
tidak bisa menggunakan kegiatan diskusi kelompok jika ia mempunyai beberapa siswa
berkebutuhan khusus yang mempunyai masalah serius dengan tingkah laku mereka ketika
bersama orang lain. Karena itu, guru tersebut sebaiknya menggunakan metode yang lain atau
alternatif lainnya adalah menempatkan siswa di kelas “khusus”. Memang benar bahwa guru
hendaknya melibatkan siswa berkebutuhan khusus di diskusi kelompok dengan siswa
lainnya, tetapi terkadang hal itu tidak efektif untuk kegiatan belajar – mengajar walaupun
terkadang bisa.

-

Instruksi
Setiap instruksi oral dan tertulis harus dimengerti secara jelas oleh setiap siswa baik yang
berkebutuhan khusus atau tidak. Sangatlah penting bagi guru untuk merencanakan setiap


instruksi yang akan diberikan melalui rencana pembelajaran baik ketika meminta siswa untuk
melakukan sesuatu (membaca, menghitung, berkumpul di dalam kelompok, berdiskusi
dengan siswa yang lain, menjawab pertanyaan, dan lain-lain), ketika memberikan siswa tugas
dan Pekerjaan Rumah, atau ketika memberi tahu mereka mengani tes atau ujian yang akan
datang. Berurusan dengan siswa berkebutuhan khusus, guru hendaknya menyadari
keterbatasan-keterbatasan

mereka

yang

mungkin

di

dalam

menerima

dan

menginterpretasikan setiap instruksi. Karenanya, guru hendaknya melalukan berbagai cara
untuk menyakinkan bahwa siswa berkebutuhan khusus mengerti dan mengingat setiap
instruksi dengan sangat baik. Instruksi bisa diulang beberapa kali baik secara oral ataupun
tulisan baik di depan kelas ataupun dengan mendatangi siswa secara pribadi. Memberikan
catatan di papan tulis atau di buku pengingat akan sangat membantu mereka.
-

Penilaian
Sistem penilaian kepada siswa-siswi berkebutuhan khusus adalah salah satu hal yang perlu
disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan mereka. Mengurangai persentase
ketercapaian materi, tingkat kesukaran tes, ujian dan/atau tugas (kualitatif), dan banyaknya
soal tes, ujian, dan/atau tugas (kuantitatif) adalah hal-hal yang harus dipertimbangkan sesuai
dengan kemampuan dan keterbatasan siswa berkebutuhan khusus baik berdasarkan standar
sekolah atau standar setiap guru. Sistem penilaian ini pun harus bisa diterima dan bisa
dipertanggungjawabkan keabsahannya.

Kegiatan belajar – mengajar yang melibatkan siswa berkebutuhan khusus dapat menjadi
efektif jika guru mampu merencanakan dan membuat rencana pembelajaran yang baik dan
berkualitas dimana harus mempertimbangkan situasi-situasi beragam yang siswa miliki.

Akhirnya, pemahaman dan campur tangan mengenai siswa berkebutuhan khusus bukan hanya
ditujukan kepada guru-guru saja, tetapi juga bagaimana guru-guru bisa memberitahu dan
mendidik siswa yang tidak berkebutuhan khusus untuk melakukan hal yang sama. Karena,
inklusi hendaknya mencakup semua hal secara holistik. Dengan memiliki guru-guru yang baik,
siswa-siswi yang baik, kurikulum yang baik, perencanaan yang baik, kegiatan pembelajaran yang
baik, dan juga aturan-aturan yang baik yang semuanya berpusat kepada Kristus, maka komunitas
inklusi di sekolah Kristen dapat tercipta.