SOLUSI HUKUM BAGI PERKAWINAN TIDAK TERCA

SOLUSI HUKUM BAGI PERKAWINAN TIDAK TERCATAT (SIRRI)
OLEH:
H. MANSUR BASIR
(Staf pada Bidang Bimas Islam Kanwil Kemenag Prov. Gorontalo)
PENDAHULUAN.
Perkawinan selain merupakan masalah agama juga adalah masalah negara, masalah agama
karena berkaitan dengan pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan syarat dan rukun agama
sehingga memenuhi syarat sebagai sebuah ibadah yang sah, dan disebut sebagai masalah negara karena
berkaitan dengan masalah penertiban administrasi negara tentang pencatatan terjadinya perkawinan di
Indonesia.
Negara kita adalah negara hukum (rule of law), dalam pandangan negara, perkawinan harus diatur
pencatatannya dalam rangka ketertiban masyarakat sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta aturan pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah
Nomor 9 tahun 1975, dan juga sebagai pedoman yang merupakan tugas pokok dari Kementerian Agama
(ex. Dep. Agama), hal mana perkawinan itu sah apabila dilaksanakan sesuai ketentuan ajaran agama dan
kepencayaannya itu, sesuai maksud pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan.
Selanjutnya bahwa, sebelum berlangsungnya pekawinan tersebut harus dicatatkan pada Kantor
Urusan Agama (PPN) setempat sesuai ketentuan pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan, perkawinan seperti itu yang disebut sebagai perkawinan yang sah dan resmi menurut


negara, sementara perkawinan yang tidak dimulai dengan pencatatan perkawinan disebut perkawinan
tidak tercatat, atau perkawinan di bawah tangan dan sebagian orang menyebutnya perkawinan sirri
(karena dilakukan secara diam-diam tanpa memberitahu pemerintah) adalah perkawinan yang tidak resmi.
Perkawinan di bawah tangan (tidak resmi) ini bermasalah dalam pandangan hukum negara,
karena tidak dapat dibuktikan dengan sebuah Akta Nikah, sedangkan Akta Nikah hanya dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikah (PPN), sedangkan satu-satunya alat bukti perkawinan hanyalah Akta Nikah,
sesuai maksud pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991. Dengan demikian maka persoalah
perkawinan yang tidak tercatat inilah menjadi persoalah hukum, maka menjadi ranah hukum dan solusinya
hanya dengan mengajukan Pengesahan Nikah (itsbat nikah) ke Pengadilan agama bagi yang beragama
Islam, sesuai maksud pasal 2 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991.,
Di Provinsi Gorontalo sesuai data tahun 2014, bahwa jumlah pasangan nikah yang tidak tercatat
sebanyak 9.626 pasang nikah yang tersebar di 6 (enam) kabupaten/Kota dengan jumlah sebaran terbesar
berada di Kabupaten Pohuwato sebanyak 4.305 pasang. Untuk mengetahui secara rinci pasangan nikah
yang tidak tercatat di Provinsi Gorontalo dapat dilihat pada table berikut ini:
Kab/Kota

No

Jml Pasangan


1

Kota Gorontalo

440

2

Kab. Gorontalo

641

3

Boalemo

1.539

4


Pohuwato

1.978

5

Bone Bolango

4.305

6

Gorontalo Utara

723
9.626

( Data Pasangan Nikah Tidak Tercatat tahun 2014)
Fakta pasangan nikah tidak tercatat (sirri) sebagaimana tertera pada tabel di atas harus segera
dicarikan solusinya sebab, secara de facto, mereka benar-benar telah hidup sebagai suami-istri, namun

secara de jure tidak mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah. Oleh karena itu, perlu segera
dicarikan solusi hukumnya.
PERKAWINAN MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN ;
a. Perkawinan Yang Sah ;

Berbicara mengenai perkawinan, berarti berbicara mengenai masalah agama, agama
dalam hal perkawinan sebagai lembaga yang menghalalkan hubungan sebagai suami istri, ada
pun mengenai halal maka harus dikaitkan dengan adanya perkawinan yang sah, perkawinan yang
harus memenuhi rukun dan syarat yang ditetapkan agama, bagi yang beragama Islam, harus
memenuhi syarat perkawinan ; kedua belah pihak tidak mempunyai halangan perkawinan sebagai
dimaksud dalam al-Quran (surat an-Nisaa ayat 23) yang tidak boleh dinikahi karena ada hubungan
muhrim, ada hubungan sesusuan, ada halangan perkawinan karena hubungan semenda seperti
perempuannya masih terikat dengan perkawinan dengan lelaki lain (belum bercerai), tidak boleh
memadukan dua bersaudara dalam waktu yang sama, kemudian dalam perkawinan harus antara
lelaki dengan perempuan, ada aqad nikah (ijab-qabul), ada wali nikah yang sah (wali nasab atau
wali hakim), ada dua saksi nikah, ada mahar yang jelas (meski mahar ini ada ulama yang tidak
memasukkan sebagai rukun), maka apabila hal tersebut berlangsung memenuhi syarat dan rukun
tersebut maka, perkawinan tersebut dapat dinyatakan sah menurut agama Islam dan hal tersebut
diakui oleh Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa
perkawinan sah jika dilaksanakan menurut ajaran agama.

b. Perkawinan Yang Resmi ;
Perkawinan yang sah sebagaimana yang diakui menurut ketentuan pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tersebut, tidak dipandang resmi dan
tidak diakui negara, apabila sebelum terjadinya perkawinan tersebut tidak dicatatkan pada
Pegawai Pencatat Nikah (PPN) pada Kantor Urusan Agama Kecamatan (setempat). Dengan
demikian, perkawinan yang tidak tercatat, atau perkawinan di bawah tangan atau perkawinan sirri
(dilakukan secara diam-diam) tidak diakui oleh negara.
Pencatatan perkawinan (sebelum perkawinan) dilakukan oleh negara bukan sekedar
pencatatan saja, tetapi lebih dari pada itu yaitu petugas pencatat perkawinan melakukan penelitian
awal rencana perkawinan, apakah tidak ada halangan syarat perkawinan menurut agama dan
undang-undang, kalau ada maka dilakukan penolakan perkawinan mereka. Untuk itu dilakukan
pengumuman 10 hari sebelum sebelum hari Hperkawinan untuk menunggu keberatan pihak yang
merasa dirugikan akibat rencana perkawinan tersebut.
B. PERSOALAN HUKUM PERKAWINAN TIDAK TERCATAT;

Perkawinan yang tidak resmi atau tidak tercatat tersebut menjadi peroblema hukum, karena
meskipun sah, akan tetapi dalam ketentuan negara perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan
hukum, suatu perbuatan hukum yang tidak mempunyai kekuatan hukum maka tidak dapat diakui oleh
negara sebagai alas hak untuk mengurus segala kepentingan yang berkaitan dengan negara (karena tidak
tercatat pada administrasi perkawinan negara), seperti : Dasar untuk menerbitkan Akta Kelahiran Anak dan

menunjuk ayahnya, dasar untuk mendapatkan bagian waris dari ayahnya, Dasar untuk mengurus status
kewarisan harta peninggalan ayahnya baik bersumber dari harta peninggalan, hak properti, hak menerima
gaji pensiun, simpanan pada bank dari ayahnya, hak dasar untuk pengalihan balik nama atas kekayaan
syahnya, dan banyak hal yang lain yang membutuhkan data adanya perkawinan antara suami dan istri
tersebut, dan anak hanya disandarkan pada ibunya saja. dan sebagai suami istri tidak mempunyai
hubungan hukum untuk saling mewarisi apabila meminta batuan penyelesaian perkara dari pemerintah.
C. ITSBAT NIKAH;
1. Istbat Nikah Sebagai satu-satunya Solusi Hukum ;
Sebagaimana telah diuraikan bahwa jalan satu-satunya sebagai solusi hukum bagi
pasangan nikah tidak tercatat adalah dengan jalan pengesahan perkawinan (itsbath) di Pengadilan
Agama. Pengesahan pernikahan ini meliputi pengesahan atau pengakuan perkawinan mereka saat
perkawinan tersebut dilaksanakan serta pengesahan atau pengakuan terhadap anak-anak yang
dilahirkan pasca perkawinan berlangsung.
Begitu kompleksnya persoalan Perkawinan tidak tercatat di Provinsi Gorontalo, maka telah
diadakan memorandum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman antara Kakanwil
Kementerian Agama Provinsi Gorontalo, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo dan Gubernur
Gorontalo untuk memberikan kepastian status hukum bagi perkawinan-perkawinan tidak tercatat di
Provinsi Gorontalo.
Dengan MoU tersebut, maka paling tidak masyarakat diuntungkan dari aspek
kesederhanaan birokrasi, sebab pihak Pengadilan Agama telah sangat pro aktif untuk mengadakan

dan menjadwalkan sidang mobile di kecamatan-kecamatan serta dari pemerintah Provinsi Gorontalo
dalam bentuk alokasi anggaran. Melalui alokasi anggaran dan kebijakan sidang mobile dari
Pengadilan Agama, maka pada tahun 2014 jumlah pasangan nikah yang berhasil dicatatkan
sebanyak 872 pasang. Namun demikian, kebijakan tersbut harus dan perlu didorong terus sebab
masih terdapat 8.754 pasang nikah yang masih harus diisbath di pengadilan Agama.

Yang perlu cermati bahwa jika setiap tahunnya Provinsi Gorontalo hanya mampu
mengisbat rata-rata 1000 (seribu) pasang nikah atau kurang dari itu, maka dibutuhkan 9 tahun lagi
masalah perkawinan tidak tercatat di Provinsi Gorontalo selesai. Dengan ketentuan bahwa sejak
tahun 2014 tidak ada lagi kasus perkawinan tidak tercatat di masyarakat dengan dalih dan alas an
apa pun.
Namun demikian, sebelum pengesahan nikah oleh hakim pengadilan Agama sebelumnya
akan dilakukan pemeriksaan yang meliputi antara lain:
-

Apakah syarat hukum agama terpenuhi atas perkawinan tersebut :

-

Apakah rukun agama perkawinan tersebut terpenuhi?


-

Apakah tidak ada halangan perkawinan menurut agama yang dilanggar perkawinan tersebut.?

-

Kenapa perkawina tersebut dahulu tidak dicatatkan pada PPN, alasan apa dan apakah tidak
termasuk pembangkangan terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
?

-

Apakah perkawinan yang telah berlangsung tersebut, termasuk perkawinan yang keberapa atau
perkawinan poligami atau tidak ?
kalau semuan itu tidak ada pelanggaran hanya tidak tercatat, maka pengadilan (majelis hakim)
akan mengesahkan perkawinan yang telah berlangsung tersebut, sesuai waktu kejadiannya
(dahulu) dan memerintahkan kepada pemohon untuk melakukan pencatatan sesuai penetapan
pengadilan yang dikeluarkan setelah pemeriksaan tersebut.


2. Tata Cara Mengajukan Itsbat Nikah Pada Pengadilan Agama;
Pengadilan Agama sebagai (Pengadilan Perdata) akan menangani perkara Istbat Nikah apabila
dimohonkan kepadanya oleh para pemohon untuk diisbatkan nikahnya, maka langkah-langkah
pengedsahan nikah sebagai berikut :
• Membuat Surat Permohonan sendiri (Bagi yang tidak dapat membuat sendiri atau
tanpa pengacara dapat dibantu oleh Pegawai Kantor Pengadilan Agama /tanpa biaya).
• Membayar biaya perkara sesuai ketentuan yang berlaku [Ada Tabel Biaya di
Pengadilan sesuai jauh wilayahnya dari Pengadilan (Radius I, Radius II dan Radius III).
• Bagi yang miskin sebelum mendaftar wajib memperlihatkan Surat Keterangan Miskin
dari Kepala Desa/Kelurahan setempat.

• Foto Copy Kartu Tanda Penduduk atau Kartu Keluarga (KK),1 Lembar yang sudah
dilegalisir (minta petunjuk pegawai pengadilan).
• Menyiapkan 2 (dua) orang saksi untuk berbicara di depan sidang majelis hakim, yang
akan menerangkan tentang perkawinan pemohon tersebut, terutama mengenai :
a. Kapan tanggal/tahun terjainya perkawinan mereka (paling kurang menyebut
tahun perkawinan mereka)
b. Di mana terjadi perkawinan. (Kampung/Desa/Kecamatan /Kabupaten nya,
paling kurang menyebut Desa/Kelurahan dan Kecamatannya)
c. Siapa yang mengawinkan (Ayahnya langsung atau diwakilkan kepada

Ustadz/Kiayai siapa)
d. Siapa Walinya Nikahnya, apakah wali nasab (ayahnya atau saudara lakilakinya) atau wali hakim (bukan ayah atau saudara laki-lakinya tersebut
tersebut).
e. Sebutkan 2 (dua orang) yang menjadi saksi pernikahan waktu nikahnya
pemohon dahulu, meskipun telah meninggal.
f. Berapa maharnya/maskawinya apakah (berupa barang atau berupa uang
tunai/terhutang).
g. Apakah waktu perikahan tersebuk lelakinya (jejaka atau duda) dan apakah
perempuannya tersebut (perawan/janda) sebelum nikah.
h. Kenapa waktu itu perkawinan tersebut, tidak tercatat pada Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan setempat (mungkin karena tidak sanggup
membayar biaya waktu itu, atau tempat pencatatan jauh, atau menganggap
kalau dikawinkan oleh Ustadz/Kiyai sudah sah dan resmi atau karena terpaksa
karena suatu keadaan tertentu seperti hamil dll., atau dengan menyebut alasan
yang lain sesuai kenyataan waktu itu).
i.Menjelaskan tidak ada halangan perkawinan antara suami istri tersebut sebelum
nikah akibat karena muhrim, sesusuan, atau masih terikat dengan perkawinan
dengan orang lain (larangan al-Qur’an sesuai Surat an-Nisaa ayat 23), dan
larangan undang-undang lainnya.
Setelah dilakukannya pengesahan nikah (itsbat nikah) maka kekuatan hukumnya adalah :

1. Perkawinan tersebut secara hukum negara telah menjadi sah dan resmi.

2. Perkawinan yang disahkan tersebut perkawinannya dihitung sejak terjadinya perkawinan tersebut
dahulu.
3. Penetapan Pengadilan sebagai bukti adanya pengesahan nikah dan dapat dicatatkan pada Kantor
Pegawai Pencatatan Sipil (PPN) pada Kantor Urusan Agama setempat (tempat yang mewilayahi
tempat perkawinan dahulu).
4. Bukti perkawinan tersebut telah dapat dijadikan sebagai bukti perkawinan yang sah dan juga telah
dapat menjadi dasar atau alas hak untuk melakukan perbuatan hukum lainnya dalam kaitannya
dengan keabsahan perkawinan.
KESIMPULAN
Perkawinan yang tidak tercatat atau di bawah tangan atau (sirri) adalah perkawinan yang tidak
resmi menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan tidak mempunyai kekuatan
hukum dan tidak dapat dipergunakan sebagai dasar mengurus segala hal dalam kaitannya perkawinan
tersebut dengan urusan pemerintah atau negara.
Solusinya adalah harus dengan Pengesahan Nikah (itsbat nikah), melalui pengadilan agama yang
mewilayahi tempat perkawinan itu berlangsung, untuk mendapatkan penetapan pengadilan yang
mengesahkan atau menolak karena ada halangan, selanjutnya dapat dipergunakan sebagai dasar segala
hal kaitan perkawinan tersebut dengan negara (pemerintah). Selanjutnya, KUA kecamatan atas dasar
penetapan Pengadilan Agama tersebut, melakukan pencatatan nikah serta perbitan buku nikah kepada
pasangan yang bersangkutan.