sederhana itu indah di transtv

Sederhana Itu Indah
Sudah menjadi aksioma, apabila budaya kebendaan telah merasuki peradaban, sering kali
diiringi pula dengan semakin menipisnya nilai-nilai moral. Kehidupan manusia dipilah-pilah
berdasarkan kriteria kekayaan dan jabatan kekuasaan, sehingga kita mengenal istilah kelas
ekonomi, kelas bisnis dan VIP alias manusia sangat penting.
Kita seakan dipojokkan pada situasi tanpa pilihan, menjadi piranti kehidupan yang harus
menerima, seraya menampilkan sosok manusia berdimensi satu : manusia bendawi! Tahta,
harta dan wanita menjadi asesoris kemewahan, sebuah mata rantai yang tidak terpisahkan
untuk mereguk kenikmatan bendawi tersebut. Bagi mereka, hidup adalah pesta, sanjungan
dan hura-hura. Persaingan sehat menjadi sebuah utopia dan khayalan. Moral dan etika
semakin temaram dan kemudian lindap.
Dalam situasi seperti itu, para mujahid dakwah harus tampil ke depan untuk memberikan
pelita kebenaran, mengingatkan dan mengajak mereka untuk tetap hidup sebagai manusia
sederhana. Hidup bukanlah untuk menumpuk harta sehingga tidak produktif, tetapi justru
menjadikan harta yang kita miliki mengalir dan beredar menjadi asset masyarakat dan
membersihkannya melalui baitul maal yang amanah. Sabda Rosulullah saw “ Kekayaan itu
bukan karena banyaknya harta benda yang dimiliki, tetapi kekayaan jiwa “ (HR Bukhari).
Sayidina Ali menyatakan “Kalau engkau ingin menjadi raja, maka pakailah sifat qona’ah
(puas). Kalau engkau ingin surga dunia sebelum surga akhirat, pakailah budi pekerja yang
mulia”.
Dalam satu kesempatan, Rosulullah saw bersabda “Tuhanku telah menawarkan kepadaku

untuk menjadikan lapangan di kota Mekah menjadi emas. Aku berkata, ’Jangan Engkau
jadikan emas wahai Tuhan. Tetapi cukuplah bagiku merasa kenyang sehari, lapar sehari.
Apabila aku lapar maka aku dapat menghadap dan mengingat Mu, dan ketika aku kenyang
aku dapat bersyukur memuji Mu’” (HR Ahmad dan Tarmidzi).
Ucapan baginda Rosul tersebut merupakan salah satu mutiara akhlakul karimah yang disebut
dengan qona’ah. Yaitu sikap menerima apa yang ada sambil terus berikhtiar, sabar dan
tawakal serta waspada agar tidak terperangkap dalam segala godaan yang menyesatkan serta
tipu daya setan yang selalu menyelusup dihati manusia. Qona’ah seperti inilah yang kita
sebut sebagai hayatun jamilah wa toyibah (hidup yang indah dan sejahtera).
Kita harus menjadi orang-orang kaya yang tetap qona’ah. Kita harus tampil sebagai bangsa
yang besar dimana sebagian besar para pemimpinnya adalah sosok manusia yang tampil
sebagai uswatun hasanah dan bersikap hidup sederhana.
Menjalani hidup bersama dengan orang miskin walaupun kita kaya, mendengarkan jeritan
kaum dhuafa dan hidup sederhana walaupun kita mampu adalah cirri pemimpin yang
qona’ah. Itu semua karena kita sadar bahwa sederhana itu indah!
(Dikutip dari kumpulan Hikmah Republika ‘ Sederhana itu Indah’)