Menelesuri Sumber Pengetahuan yang Terse

Menelesuri Sumber Pengetahuan yang Terserak
tentang Kesehatan dan Hak-hak Reproduksi

Muqaddimah: yang Dekat, yang Asing dan Bahaya tidak Tahu
Seberapa banyakkah di antara masyarakat Indonesia yang tahu dan paham secara pasti apa
itu hak-hak reproduksi perempuan? Ketika disodori pertanyaan, “Apakah hak-hak reproduksi
itu?” atau “Apakah reproduksi itu?”, seberapa besar di antara kita yang bisa menjawab dengan
benar dan penuh pemahaman?
Suatu hari, saya sengaja nimbrung ngobrol dengan sekelompok ibu-ibu di kampung saya,
di selatan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Di tengah pembicaraan, saya mencoba mengajukan
pertanyaan di atas pada ibu-ibu, termasuk ibu saya sendiri. Jawaban dari mereka seragam,
“Embuh…ora weruh,” alias, entah, tidak tahu sama sekali. Inilah kenyataan riil dalam
masyarakat kita.
Siapa yang tak faham kalau salah satu fungsi kemanusiaan kita adalah mengembangkan
keturunan, melahirkan bayi dan mengurusnya menjadi generasi penerus sejarah manusia? Siapa
yang tak tahu kalau salah satu tanda perempuan menjadi akil baligh adalah mendapat haid atau
menstruasi pertama kali dan mengeluarkan air mani atau sperma pada laki-laki yang sering
disebut mimpi basah? Itulah sebagian pengetahuan dasar mengenai reproduksi manusia yang kita
jumpai setiap hari. Pertanyaannya, mengapa hal-hal yang sebenarnya sangat dekat dengan
kehidupan kita, bahkan bisa dijumpai setiap saat, dialami setiap hari menjadi bagian kehidupan
manusia secara langsung tidak bisa dikenali, justru menjadi sesuatu yang asing? Salah satu

jawabannya adalah karena sumber-sumber informasi dan pengetahuan mengenai kesehatan dan
hak-hak reproduksi tidak bisa mereka dapatkan secara mudah. Kenyataan ini juga menunjukkan
kerja publikasi dan sosialisasi isu-isu kesehatan dan hak-hak reproduksi yangs selama ini kita
lakukan masih sangat terbatas, hanya bisa dinikmati sekelompok kecil masyarakat kita.
Lembaga-lembaga pemerintah seperti Kementrian Pemberdayaan Perempuan (KPP),
Departemen Kesehatan (Depkes), dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) ataupun lembaga swadaya masyarakat sudah bekerja melakukan sosialisasi isu
kesehatan dan hak reproduksi ini; hasil-hasil penerbitan yang mereka lakukan begitu banyak,
namun meski berserakan, semuanya susah untuk bisa dijangkau kebanyakan masyarakat kita,
khususnya yang tinggal di desa-desa. Jadilah sumber-sumber pengetahuan dan informasi
mengenai kesehatan dan hak reproduksi tersebut menjadi sesuatu yang asing, terpisah dengan
kebutuhan informasi masyarakat kebanyakan itu.
Mengapa penting untuk tahu mengenai kesehatan dan hak reproduksi? Hari ketiga sejak
kedatangan saya di kota Banda Aceh, saya membaca sebuah berita tentang data kematian ibu saat
melahirkan dan anak balita yang sering disebut kematian ibu dan anak (KIA) di seluruh Aceh.
Yang sangat mengagetkan, data tersebut menyebutkan bahwa angka KIA di Aceh merupakan
yang tertinggi di Indonesia, bahkan melebihi angka rata-rata di tingkat nasional.
Tapi, apa artinya data tentang KIA tersebut? Jika kita tahu informasi di balik angka KIA
tersebut, akan sulit untuk mengaitkannya dengan isu kesehatan dan hak-hak reproduksi yang
dipunyai oleh perempuan. Salah satu yang paling gamblang, mungkin sedikit sekali yang tahu

kalau tingginya angka kematian ibu dan anak terkait erat dengan terbatasnya pilihan seorang ibu
1

untuk mengandung dan melahirkan, sementara dalam masyarakat kita berkembang pemahaman
sosial budaya bahwa apapun kondisi perempuan, bahkan ketika mereka sakit dan tidak siap
mengandung, mereka “wajib” melakukan hal tersebut, apalagi jika suami-suami mereka yang
mengehendaki. “Banyak anak banyak rejeki,” meski sudah semakin luntur, tapi di beberapa
daerah masih menjadi bagian kepercayaan sosial budaya. Padahal selama ini tanggung jawab
fungsi melahirkan dan mengurus bayi selalu dibebankan pada perempuan, para ibu.
Saya sempat melakukan pembicaraan dengan seorang kawan dari Kupang, Nusa Tengga
Timur mengenai sebuah budaya setempat yang sangat berkaitan dengan isu kesehatan dan hak
reproduksi. Seorang laki-laki dewasa yang bersiap menikah harus sunat demi tujuan kenikmatan
seksual. Sunat tersebut dilakukan secara tradisional: si laki-laki berendam di air dingin
pegunungan untuk beberapa saat sebelum ujung penisnya dipoting dengan menggunakan bilah
bambu. Di saat luka sunat belum kering, mereka wajib melakukan “tes mesin”, berhubungan
seksual pra nikah dengan perempuan pekerja seks untuk menguji sejauhmana hasil “terapi sunat”
benar-benar ampuh meningkatkan “kejantanannya.” Di sinilah budaya berhubungan seks secara
tidak aman yang rentan memunculkan kasus penularan penyakit seksual menjadi bagian
kehidupan mereka. Bersenggama dengan pekerja seks tanpa kondom di saat luka di kemaluan
belum mengering memudahkan transfer penyakit seksual, lalu suami akan memindahkannya ke

istri-istri mereka. Siapa kenal budaya ini? Siapa ngeh dan paham kalau budaya seperti ini sangat
berbahaya bagi kesehatan reproduksi kita? Budaya tersebut, hidup dalam masyarakat kita, namun
karena akses terhadap sumber informasi mengenai hal ini sangat terbatas, maka budaya-budaya
seperti ini tidak bisa kita kenali untuk diambil pelajaran (lesson learned).
Isu lain yang berdekatan dengan kehidupan kita dan semestinya berkaitan dengan
kesehatan dan hak reproduksi adalah poligami dan pernikahan dini.Poligami masih menjadi
bagian sosial-budaya dalam masyarakat kita. Yang mengkhawitrkan, mereka yang mengklaim
kekhalalan poligami tidak memahami akibat negatif dari model perkawinan ganda ini bagi
kesehatan reproduksi dan tak pernah mengaitkannya dengan hak-hak reproduksi. Model
perkawinan poligami yang tidak loyal pada satu pasangan alias gonta ganti pasangan sangat
beresiko pada transfer penyakit seksual. Jika sekedar “kekhalalan” atas nama agama, berapa
banyak perempuan yang harus dikorbankan, kemungkinan ditulari oleh berbagai jenis penyakit
seksual menular? Lalu, di mana kita menghargai hak-hak reproduksi perempuan untuk bisa
terbebas dari segala bentuk penularan penyakit itu? Kelangkaan sumber informasi atau akses
terhadap sumber informasi mengenai kesehatan dan hak reproduksi yang terbatas membuat
mereka yang pro poligami tidak pernah mengindahkan efek negative poligami terhadap
kesehatan reproduksi ini.
Baru-baru ini kita dihebohkan dengan berita mengenai Puji, pengusaha yang mengaku kyai,
yang menikahi gadis baru saja 12 tahun. Ini salah satu kasus pernikahan dini. Saat menaggapi
berita ini, kita tidak berbicara mengenai sejauhmana hubungan seks bagi gadis 12 tahun

berbahaya bagi kesehatan reproduksi mereka? Kita cuma keras berbicara soal “boleh” saja
menikahi gadis sekedar 12 tahun itu karena kanjeng Nabi Muhammad juga melakukan hal yang
sam. Karena informasi mengenai kesehatan reproduksi sangat terbatas diakses masyarakat kita,
mengaitkan berita ini dengan persoalan kesehatan reproduksi juga sangat jarang ditemui.
Inilah pentingnya pengetahuan kesehatan dan hak-hak reproduksi. Dalam tulisan ini, saya
akan berusaha menelusuri sumber-sumber pengetahuan mengenai kesehatan dan hak reproduksi
perempuan yang berserak, ada di sekitar kita, namun tak banyak dijangkau, baik berupa buku,
majalah, brosur, dan bentuk media yang lain. Dengan informasi mengenai sumber pengetahuan
ini, diharapkan akses bagi masyarakat, khususnya kaum perempuan, akan kebutuhan
2

pengetahuan mengenai kesehatan dan hak-hak reproduksi bisa lebih luas terbuka. Meski
demikian, dalam tulisan ini tentu tidak semua penerbitan bisa dipaparkan; tulisan ini sekedar
memberi kunci bahwa sumber-sumber informasi mengenai kesehatan dan hak reproduksi
ternyata begitu banyak; tulisan ini sekedar sedikit membangun “kesadaran”, satu sisi, bagi kita
yang selama ini mengkampanyekan isu ini untuk lebih aktif melakukan sosialisasi hasil-hasil
penerbitan, dan, sisi lain, bagi masyarakat luas, khususnya perempuan untuk lebih aktif mencari
pengetahuan mengenai berbagai hal terkait isu kesehatan dan hak reproduksi ini, karena ternyata
sumber-sumber informasi mengenai hal tersebut sudah cukup tersedia. Tulisan ini diharapkan
mendekatkan kita pada sumber-sumber pengetahuan dan informasi mengenai kesehatan

reproduksi yang selama ini berserak dan tampak asing dalam kehidupan kita, sehingga bisa
menarik minat masyarakat untuk lebih aktif membaca sumber-sumber tersebut dan lebih dalam
memahami kesehatan dan hak-hak reproduksi manusia.
Begitulah beberapa gambaran akibat tak sampainya informasi mengenai kesehatan dan hak
reproduksi pada telinga kehidupan masyarakat kita. Semoga tulisan bisa memberi jalan untuk
mendekatkan pengetahuan dan informasi yang berserak mengenai isu ini pada masyarakat kita.

Beberapa Pengetahuan Dasar tentang Kesehatan dan Hak Reproduksi
Hampir semua buku yang terkait dengan isu kesehatan dan hak reproduksi memulai
eksplorasi dengan menjelaskan berbagai pengetahuan dasar mengenai isu tersebut. Mengenal apa
itu reproduksi, fungsi reproduksi, kesehatan reproduksi, hak reproduksi, sebagai pengetahuan
dasar dalam isu ini bisa didapatkan hampir di keseluruhan buku yang membahas kesehatan
reproduksi, termasuk di buku-buku yang diperkenalkan dalam tulisan ini.
Saya ingin memulai penelusuran sumber informasi ini dengan menampilkan buku-buku
yang membahas profil kesehatan reproduksi di Indonesia. Dengan pengetahuan ini, semoga kita
tergugah sejak dini betapa kesehatan reproduksi di Negara kita masih menjadi persoalan besar
yang harus terus menerus dilakukan upaya advokasi. Departemen Kesehatan dan WHO bekerja
sama menerbitkan Profil Kesehatan dan Pembangunan di Indonesia dalam dua bahasa,
Indonesia dan Inggris. Tiga bagian utama buku ini mengekplorasi A) Situasi Negara yang
berkaitan dengan informasi mengenai gambaran fisik, struktur politik, demografi dan sosial,

pendidikan, ekonomi, lingkungan hidup dan kesehatan di Indonesia dari 1993-2003, dan
beberapa isu hingga 2005; B) Status Perempuan mendeskripsikan informasi seputar upaya
kemajuan perempuan seperti kebijakan dan kelembagaan nasional, pergerakan perempuan, status
dalam keluarga dan masyarakat, status pendidikan dan pekerjaan serta partisipasi dalam kehipan
umum dan politik; dan C) Status Kesehatan Perempuan menginformasikan data-data seputar
penyebab utama kematian dan kesakitan maternal, status gizi dan kesehatan reproduksi, gaya
hidup dari lingkungan kerja, kekerasan dan keadaan khusus, akses bagi pertisipasi perempuan
dalam layanan kesehatan, dan kebijakan serta program peningkatan status kesehatan perempuan.
Dengan pengetahuan mengenai profil status kesehatan perempuan ini, kita bisa mempunyai
gambaran tentang potensi dan kendala dalam peningkatan status kesehatan perempuan di negeri
kita sebagai pengetahuan sangat penting untuk membangun upaya lebih strategis dan efektif
demi kemajuan derajat kesehatan perempuan.
Departemen Kesehatan dan WHO juga menerbitkan Indonesia Reproductive Health Profile
2003 (2003), berbahasa Inggris, yang mendeskripsikan beberapa permasalahan di lapangan
mengenai status kesehatan reproduksi di Negara kita hingga 2002. Dalam buku, terdapat datadata –yang didapat dari berbagai instansi pemerintah terkait dan survey beberapa lembaga seperti
Biro Pusat Statistik, Susenas, Sensus Penduduk, dan lain-lain-- mengenai kondisi masyarakat
3

Indonesia dalam hal kematian ibu hamil dan melahirkan, nikah dini, akses terhadap alat
kontrasepsi, aborsi, seks pra nikah dan tindakan beresiko lainnya, penyakit menular seksual dan

HIV/Aids, sistem kesehatan nasional, serta kebijakan yang berkaiatan dengan kesehatan
reproduksi.
Sistem hukum dan perundang-undangan memegang peran penting dalam perlindungan
hokum dan pemenuhan hak-hak reproduksi, khususnya bagi perempuan. Memandang pentingnya
hal tersebut, beberapa buku dikhususkan sebagai upaya advokasi agar sistem hukum dan
perundangan benar-benar bisa menjadi alat perlindungan hukum bagi hak-hak reproduksi
perempuan. Buku Implementasi Pasal 12 Undang-undang Nomor 7 tahun 1984; Pelayanan
Kehamilan, Persalinan dan Pasca Persalinan (2006) yang diterbitkan Kelompok Kerja
Convention Watch Universitas Indonesia adalah salah satunya. Buku ini mengadvokasi UU No
7/1984 mengenai Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita
(Konvensi Wanita), khususnya pasal 12 yang terdiri dari 2 ayat, yaitu pertama kewajiban Negara
untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan di bidang pemeliharaan kesehatan dan
menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan termasuk yang berhubungan dengan KB dan kedua
kewajiban Negara secara khusus untuk menjamin pelayanan yang layak bagi perempuan
berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan masa ssudah persalinan dengan memberikan layanan
gratis jika dibutuhkan, pemberian makanan bergizi secara cukup di masa hamil dan menyusui.
Buku ini memberikan informasi mengenai masih belum terpenuhinya kewajiban-kewajiban
Negara tersebut seperti terlihat dari masih tingginya angka kematian ibu, bayi yang lahir dengan
berat badan rendah, perempuan lebih banyak menderita penyakit menular dan mematikan dan
sebagainya sehingga perlu dilakukan advokasi terus menerus.

Buku lain yang menegaskan pentingnya advokasi perundangan adalah Kumpulan Makalah
dan Tanggapan Fraksi-fraksi Mengenai Perubahan UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan (2004). Buku ini membahas berbagai alasan tentang pentingnya amandemen UU
Kesehatan tersebut demi menggapai tujuan pemenuhan hak perempuan atas layanan kesehatan
reproduksi. Makalah-makalah dalam buku ini ditulis para ahli kesehatan seperti Kartono
Muhammad mengenai pentingnya pembentukan Dewan Kesehatan Daerah diatur dalam UU
Kesehatan; Azroel Azwar dan Hasballah Tabrany tentang rancangan sistem kesehatan nasional;
Farid Anfasa Moeloek mengenai wawasan kesehatan; Ascobar Gani yang memberi komentar dan
masukan terhadap draft amandemen UU Kesehatan dan sebuah makalah yang ditulis tim
Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) mengenai penghapusan kasus kematian ibu karena aborsi
yang tidak aman yang menampilakan data-data lapangan. Buku ini juga memuat tanggapan
farksi-farksi di DPR atas usulan amandemen tersebut sehingga kita bisa tahu sejauhmana proses
advokasi perubahan UU Kesehatan menuju UU yang sensitif terhadap hak kesehatan perempuan.
Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) merupakan salah satu sentral dalam pembicaraan
kesehatan dan hak reproduksi. Umumnya, masyarakat masih belum memahami benar arti KTD
ini. Pandangan yang bias mengenai KTD sering merugikan perempuan, pihak yang mengalami
kehamilan. Sering juga terjadi anggapan keliru kalau KTD hanya dialami oleh perempuan yang
belum menikah. Buku saku tipis berjudul Kehamilan yang Tidak Diinginkan (tt), diterbitkan
PKBI, menyediakan informasi dasar seputar KTD. Dengan model Tanya-jawab, buku ini
mendiskusikan topik-topik definisi KTD, siapa saja yang bisa mengalami KTD, faktor-faktor

penyebab KTD dan akibat KTD. Sebagai salah satu akibat KTD adalah aborsi, yang juga dibahas
khusus dalam buku ini.
Pengguguran kandungan atau aborsi juga merupakan salah satu topik “wajib” dalam
pembahasan mengenai kesehatan dan hak reproduksi. Pandangan yang berkembang selama ini
4

mengenai aborsi masih bersifat hitam-putih atau halal-haram dengan mendasarkan pada
pandangan-pandangan tempo doeloe. Buku-buku dan sumber informasi lain yang ada saat ini
telah menyediakan pandangan yang lebih beragam, pandangan alternatif yang lebih peduli
terhadap hak-hak reproduksi perempuan. Hingga kini, pandangan mengenai aborsi masih sering
merugikan perempuan, bahkan membahayakan nyawa mereka. Angka kematian ibu salah
satunya disebabkan karena tindakan aborsi yang tidak aman sebagai akibat pandangan tentang
aborsi yang tidak sensitif terhadap perempuan.
Buku Pengetahuan, Sikap dan Praktik Aborsi di Indonesia (2004) yang diterbitkan Mitra
Inti dan Ford Foundation memberikan gambaran mengenai kondisi riil dalam masyarakat kita
terkait masalah aborsi. Beberapa gambaran nyata dalam masyarakat yang dipaparkan buku ini
meliputi, misalnya, pandangan para tokoh agama dan tenaga kesehatan mengenai aborsi,
pemahaman mahasiswa kedokteran mengenai aborsi, dan pengetahuan mengenai dasar hukum
aborsi. Dengan buku ini, kita bisa tahu pandangan warna warni yang berkembang dalam
beberapa kelompok masyarakat kita terkait aborsi.

Aborsi Aman: Upaya Menyelamatkan Hidup Perempuan (2004) dari PKBI, selain
menampilkan penjelasan mengapa dibutuhkan layanan aborsi aman bagi perempuan, juga
mendeskripsikan gambaran nyata praktek-praktek aborsi aman yang disediakan di beberapa
klinik. Gambaran nyata praktek aborsi aman dalam buku ini merupakan hasil penelitian lapangan
di sembilan kota besar: Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Denpasar,
Manado dan Mataram. Penyediaan layanan absorsi aman bertujuan mengurangi bahaya tindak
aborsi bagi perempuan yang dilakukan “lembaga-lembaga di bawah tanah” termasuk dengan
cara-cara tradisional yang sangat tidak aman dan menyebabkan kematian. Salah satu informasi
penting, buku ini menyebutkan data klien yang melakukan aborsi aman di mana jumlah terbesar
berasal dari klien yang sudah menikah. Informasi ini penting melihat pandangan umum
masyarakat yang menganggap kasus aborsi lebih banyak di kalangan yang belum menikah
sebagai akibat hubungan seks di luar nikah. Buku ini dilengkapi dengan tatacara layanan aborsi
yang aman, termasuk pentingnya memberikan konseling pasca aborsi untuk penguatan hak
mereka yang menjadi klien.
YKP menerbitkan buku Laporan Penelitian: Pengehentian Kehamilan Tak Diingingkan
yang Aman Berbasis Konseling, Penelitian di 9 Kota Besar (2004) yang semakin menegaskan
seriusnya persoalan KTD dan bahayanya bagi perempuan. Buku memaparkan data mengenai
jumlah KTD yang sangat tinggi yang sebagian besarnya berakhir dengan aborsi. Dalam situasi di
mana layanan aborsi didominasi oleh praktek-praktek yang tidak aman, perempuan yang
mengalami KTD berada dalam berbahaya jika tidak dilakukan pendampingan dan konseling.

Buku ini juga memaparkan gambaran di lapangan mengenai pentingnya layanan konseling bagi
kasus KTD, sehingga mereka bisa mengambil keputusan yang tidak membahayakan diri sendiri.
Informasi dalam buku ini menegaskan bahwa layanan konseling dan aborsi yang aman bagi
perempuan yang mengalami KTD merupakan upaya efektif mengurangi komplikasi saat
kehamilan dan penghentian KTD yang sering mengakibatkan kematian.
Terakhir, buku Di Balik Angka; Pengkajian Kematian Maternal dan Komplikasi untuk
Mendapatkan Kehamilan yang Lebih Aman (2007) yang juga diterbitkan Departemen Kesehatan
dan WHO merupakan buku unik yang menyediakan panduan dalam mendapatkan informasi dan
data mengenai berbagai persoalan kesehatan reproduksi, khususnya kematian ibu dan resiko
reproduksi dan menganalisa data tersebut. Dengan buku panduan ini, kita disediakan cara agar
tidak hanya terampil mengumpulkan data mengenai persoalan kematian ibu, tetapi juga memiliki
kemampuan menganalisa mengapa persoalan-persoalan tersebut terjadi.
5

Kesehatan dan Hak Reproduksi Remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode “kritis” pembanguan reproduksi manusia. Satu
sisi, pada masa itu, para remaja akan memulai terlibat urursan-urusan reproduksi orang dewasa,
mulai mengenal makna hubungan seksual, dan seterusnya. Masa remaja dalah masa akil balig,
masa perkembangan seksualitas yang membutuhkan manajemen diri, baik secara fisik,
psikologis, dan intelektualitas. Sayangnya, pada sisi lain, penyediaan informasi yang edukatif
bagi mereka mengenai kesehatan dan hak reproduksi sangatlah terbatas. Stereotype bahwa
pendidikan tentang kesehatan reproduksi akan akan mendorong pada moralitas seksual yang
destruktif bagi para remaja membuat usaha-usaha penyebaran informasi mengenai hal ini pada
mereka sering menuai tantangan. Masih kuat berkembang bahwa pendidikan mengenai
reproduksi, termasuk pendidikan mengenai seksualitas (sex education) akan mendorong para
remaja pada kehiduapn seks bebas (free sex). Sex education menjadi tabu dalam masyarakat kita.
Tidak ada pemahaman bahwa sex education bukanlah seks; sex education adalah proses edukasi,
pendidikan, agar remaja memiliki daya tahan pengetahuan yang memadai tentang isu-isu
reproduksi dan seksualitas (sex education is not sex, it is education). Mari kita telusuri bukubuku atau media informasi lain yang membahas kesehatan reproduksi bagi remaja; apakah bukubuku mengajarkan seks bebas yang selalu dikhawatirkan itu?
Pusat Penelitian Pranata Pembangunan UI menerbitkan “Prosiding Pembahasan Masalah
Kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia” (2000) memuat tiga tulisan utama yang
disampaikan dalam seminar yang diselenggarakan Kantor Menteri Negara Transmigrasi dan
Kependudukan. Inisiatif penerbitan makalah hasil seminar mengenai kesehatan reproduksi
remaja saat itu merupakan langkah penting dalam penyebaran informasi mengenai hal ini. Tiga
makalah dalam buku ini yaitu “Program Reproduksi Remaja” oleh Ratna P. Tjaya, Deputi Bidang
Pertumbuhan dan Kuantitas Penduduk. Makalah ini memberi penegasan pentingnya isu
kesehatan reproduksi sebagai salah arus utama (mainstreaming) dalam program pembangunan
nasional. Kesehatan reproduksi remaja menjadi sebuah poin penting mengukur keberhasilan
pembangunan dalam peningkatan kualitas manusia Indonesia. Tulisan Ratna ini juga dilengkapi
dengan strategi sosialisasi isu kesehatan reproduksi pada remaja dari berbagi kelompok umur.
Makalah lain “Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja Departemen Pendidikan
Nasional” oleh Suharto berbagi informasi mengenai upaya pendidikan reproduksi remaja di
sekolah yang sudah digagas Departemen Pendidikan. Tentu saja ini merupakan inistiaf penting
bagaimana mengintegrasikan pendidikan kesehatan reproduksi dalam sistem pendidikan kita
seperti dalam mata kuliah biologi. Sayangnya upaya tersebut masih belum sepenuhnya efektif
untuk kebutuhan yang sebenarnya yaitu pendidikan reproduksi remaja karena tidak dibarengi
perpsektif yang kuat mengenai pentingnya pengetahuan reproduksi bagi remaja. Makalah ketiga
dalam buku ini “Komunikasi, Informasi, Edukasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi bagi
Remaja” yang ditulis Zafriel Tafal dari PKBI menyediakan informasi mengenai pengalaman
PKBI dalam melakukan program pendidikan dan penyebaran informasi mengenai kesehatan
reproduksi di kalangan remaja. Informasi mengenai pengalaman PKBI ini sangat dibutuhkan
untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tanggungjawab penyebaran informasi dan pendidikan
kesehatan reproduksi remaja bukan sekedar ada pada pemerintah; seluruh warga memiliki hak
dan kewajiban yang sama untuk berpartisipasi dalam program ini.
Buku Studi Kualitatif Kehamilan Tidak Diinginkan dan Aborsi pada Kalangan Remaja di
Tiga Kota di Indonesia (2005) merupakan buku hasil penelitian mengenai pandangan kalangan
remaja di Yogyakarta, Mataram dan Denpasar mengenai kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.
6

Buku ini menegaskan pandangan bahwa kasus-kasus aborsi dan kehamilan tidak diinginkan pada
kalangan remaja lebih disebabkan karena “rendahnya tingkat pengetahuan para remaja terhadap
masalah seksual dan reproduksi” (hal. 16). Dengan mengenali pandangan dan persepsi para
tersebut terhadap isu kehamilan tidak diinginkan dan aborsi, langkah-langkah untuk memberi
jalan keluar bagi masalah ini bisa dilakukan lebih stratgeis dan efektif. Dalam buku ini
digambarkan bahwa pandangan para remaja mengenai permasalahan kehamilan tidak diinginkan
dan aborsi ternyata tidak tunggal alias warna-warni, dari sisi agama, keluarga, hingga kurangnya
pendidikan kesehatan reproduksi, termasuk penyebaran informasi. Dengan menyediakan
informasi mengenai pandangan para remaja terhadap masalah reproduksi yang dianggap masih
sensitif oleh masyarakat, informasi dalam buku sangat penting sebagai bahan pelajaran bahwa
remaja Indonesia “bisa” berbicara mengenai isu-isu sensitif tersebut. Pendidikan reproduksi dan
pendidikan seks menjadi upaya penting agar pandangan mereka lebih sensitif terhadap hak-hak
reproduksi masing-masing.
BKKBN menerbitkan buku Seri Informasi KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) (2006)
yang terdiri dari enam judul, yaitu 1) Teknik Berkomunikasi dengan Remaja: Bacaan Fasilitator,
2) Pedoman Pemberdayaan Pendidikan dan Konselor Sebaya: Teknik Fasilitas dan Konseling,
3) Pemenuhan Kebutuhan Remaja dalam Pelayanan Kesehatan Reproduksi: Panduan
Pengembangan Program dan Konseling Kesehatan Reproduksi bagi Remaja, 4) Pendalaman
Materi: Membantu Remaja Memahami Dirinya,5) Orang Tua sebagai Sahabat Remaja: Bacaan
Fasilitator dan 6) KIE-KIT Kesehatan Reproduksi Remaja. Buku-buku tersebut memenuhi
kebutuhan akan sumber informasi yang bisa digunakan sebagai bahan capacity building
(meningkatkan kemampuan) masyarakat yang ingin menjadi tenaga “fasilitator” bagi
permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Sebagai buku panduan menjadi fasilitator, selain
menyediakan informasi mengenai berbagai topik kesehatan reproduksi remaja seperti masa
pubertas, siklus reproduksi, organ-organ reproduksi, masa pacaran dan berhubungan seksual,
penyakit seksual menular, buku ini juga menyediakan “petunjuk” menyampaikan informasi dan
pengetahuan mengenai topic-topik tersebut.
Buku-buku yang bermodel panduan (guidance book) yang praktis dan mudah dibaca sangat
banyak tersaji saat ini. PKBI bekerjasama dengan IPPF dan Danida menerbitkan buku Kesehatan
Reproduksi untuk Remaja Islam (2005). Buku ini membahas dengan ringan disertai ilustrasi
tema-tema yang sangat komplet terkait kesehatan reproduksi seperti akil baligh, dorongan
seksual, mimpi basah, masturbasi, nikah dini, haidh, kehamilan dan kehamilan dini, persalinan,
KB, keputihan, orientasi seksual dan merokok dan penggunaan narkoba serta akibatnya bagi
kesehatan reproduksi. Dengan membaca buku ini, kita akan bisa bersikap lebih “baik” dan
“aman” ketika menghadapi peristiwa-peristiwa di atas, yang bagi para remaja meruapakan
persitiwa luar biasa sebagai pengalaman pertama. Dengan target utama pembaca kalangan
remaja Muslim, buku ini juga dilengkapi dengan kutipan khazanah ajaran Islam dari al-Qur’an
dan hadits pada pembahasan mengenai topik-topik tersebut. Sampul belakang buku ini juga
dilengkapi daftar kontak lembaga yang bisa menjadi rujukan layanan dan informasi kesehatan
reproduksi di berbagai daerah.
Membaca buku-buku tersebut, kita jadi semakin yakin pentingnya pengetahuan kesehatan
reproduksi bagi para remaja kita. Kita menjadi lebih yakin bahwa pendidikan kesehatan
reproduski dan pendidikan seks tidak berpengaruh terhadap gaya hidup free sex seperti
kekhawatiran sosial selama ini, justru menjadi bekal berharga bagi para remaja dalam
mengarungi pengalaman-pengalaman luar biasa dalam perkembangan seksual mereka.
7

Kesehatan dan Hak Reproduksi Perempuan
Hingga saat ini angka kematian ibu hamil dan melahirkan (masih di atas 300/100.000
kelahiran)–disertai dengan tingginya angka kematian bayi-- di Indonesia masih sangat tinggi.
Meski demikian, persoalan kematian ibu ini hanya menjadi pengetahuan kalangan yang sangat
terbatas, kalangan pemerintah, LSM, dan pihak-pihak tertentu yang memang bergelut dengan isu
reproduksi perempuan. Informasi mengenai tingginya angka kematian ibu dan kematian bayi
belum mampu membangkitkan kesadaran masyarakat umum mengenai bahaya ketidaksehatan
ibu pada saat hamil, melahirkan dan mengurus bayi yang bisa mengakibatkan kematian.
Informasi ini belum juga membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya
menjaga kesehatan ibu dan bayi.
Kesehatan dan hak reproduksi perempuan mendapat porsi besar dalam pembahasan
kesehatan reproduksi. Perempuan menjadi sentral dalam pembahasan kesehatan dan hak
reproduksi karena kondisi mereka yang kontradiktif. Satu sisi, mereka yang paling banyak
melalui pengalaman dengan reproduksinya, seperti hamil, melahirkan dan menyusui, namun, sis
lain, pelayanan kesehatan bagi mereka justru sangat tidak memadai. Karenanya persoalan buruk
kesehatan reproduksi juga paling sering dialami perempuan, seperti kematian ibu dan resiko
reproduksi lainnya. Buku-buku dan media lain, yang dipaparkan dalam sub judul lain di tulisan
ini juga memberi focus lebih banyak pada perempuan. Sementara, dalam sub bab ini, saya hanya
mengenalkan buku-buku dengan muatan yang lebih spesifik lagi mengenai kesehatan dan hak
reproduksi perempuan, khususnya kaum ibu.
Sangat mungkin informasi-informasi mengenai berbagai permaslaahan kesehatan
reproduksi perempuan tidak sampai pada kebanyakan masyarakat. Sangat mungkin informasiinformasi tersebut hanya menjadi konsumsi ekslusif yang disajikan dalam laporan-laporan riset,
laporan pembangunan, seminar-seminar, dan feature berita koran yang tidak terdengar gaungnya
oleh telinga masyarakat Indonesia kebanyakan, khususnya yang tinggal di desa-desa. Nyatanya,
di desa-desa itulah kasus kematian ibu hamil dan melahirkan serta kematian bayi dan balita yang
paling sering terjadi. Tampaknya sumber-sumber informasi yang ada mengenai kesehatan
reproduksi perempuan umumnya masih disajikan terlalu « berat », selain dengan media yang
terbatas seperti laporan-laporan itu, meski terdapat beberapa buku buku panduan yang mudah
dibaca dan lebih praktis. Mari kita lihat jenis sumber informasi mengenai kesehatan dan hak
reproduksi yang khusus bagi perempuan.
Rights and Realities: Monitoring Reports on the Status of Indonesian Women’s Sexual and
Reproductive Helath and Rights (2006) salah satu buku berat berbahasa Inggris yang lebih
banyak ditujukan untuk kebutuhan ilmiah. Kita perlu melakukan upaya advokasi yang intensif
agar pesan dari buku ini juga bisa memberi inspirasi bagi para pengambil kebijakan dalam
bidang kesehatan perempuan. Buku ini berisi tulisan dari beberapa akademisi-aktifis yang
memiliki perhatian terhadap isu kesehatan dan hak reproduksi perempuan mengenai beberapa isu
terkait status kesehatan dan hak reproduksi dan seksual perempuan di Indonesia. Saparinah Sadli,
Ninuk Widiantoro dan Rita Serena Kalibonso menulis “Introduction” yang berisi kondisi umum
kesehatan reproduksi dan seksual perempuan Indonesia. Topik-topik lain yaitu kematian ibu
(Elly Yuliandari), aborsi (Atashendartini Habsjah), kekerasan terhadap perempuan
(Triningtyasasih dan Thohir Yuli Kusmanto), kesehatan dan hak reproduksi remaja (Hambali),
perempuan dan HIV/Aids (Esthi Susanti Hudiono) dan pengaruh kebijakan desentralisasi
terhadap sistem kesehatan (Zohra Andi Baso).
Kementrian Pemberdayaan Perempuan (KPP) menerbitkan paket buku panduan
pelaksanaan program kesehatan reproduksi perempuan. Penerbitan tersebut meliputi 1) Rencana
8

Aksi Nasional Pemenuhan Hak reproduksi Perempuan, 2) Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan Nomor 02/2007 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Revitalisasi
Gerakan Sayang Ibu (GSI) dalam Rangka Penurunan Angka Kematian Ibu karena Hamil,
Melahirkan dan Nifas (AKI) serta Angka Kematian Bayi di Daerah, 3) Pedoman Umum
Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu, 4) Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) dan
Penyelenggaraannya. Buku-buku tersebut memberikan informasi mengenai program
pelaksanaan Gerakan Sayang Ibu yang digagas KPP. Tentu saja, buku-buku tersebut dangat
penting, tapi tetap membutuhkan program pendukung lain demi terbuntuknya tim pelakasana
yang tak sekedar sensitif terhadap hak dan kebutuhan kesehatan reproduksi perempuan, tapi
bersedia bekerja ekstra keras untuk kesuksesan peklasanaan program ini.
Buku panduan dalam rangka program pengurangan angka KIA juga diterbitakn BKKBN,
yaitu buku Pedoman Promosi: Kelangsungan Hidup Ibu, Bayi dan Balita (2005). Buku ini
ditujukan bagi para pengelola program KB, termasuk para petugas lapangan dan kader-kader KB
masyarakat sebagain upaya advokasi pengurangan angka KIA. Buku ini menyediakan informasi
mengenai berbagai kegiatan yang perlu dilakukan oleh para pengelola KB dan materi-materi
yang perlu diinformasikan oleh mereka kepada calon pengantin, pasangan usia subur, dan
kelompok masyarakat terkait isu KIA.
KPP telah membuat inisiatif untuk membangun kepedulian masyarakat mengenai masalah
penularan HIV melalui para ibu dengan menerbitkan sebuah booklet berjudul Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (Prevention of Mother-to-Child Transmission of HIV) (tt). Di
tengah kenyataan semakin tingginya jumlah penderita HIV/Aids, yang juga berasal dari
kelompok ibu-ibu dan bayi-bayi yang mereka lahirkan, booklet ini penting sebagai acuan dalam
upaya pencegarahan penularan HIV. Booklet ini menyajikan informasi seputar alas an
pentingnya upaya khusus pencegahan HIV dari ibu ke bayi, waktu dan resiko penularan HIV dari
ibu ke bayi, strategi pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi, dan kaitan ASI pada HIV positif
para bayi.
Salah satu masalah berat dalam pembicaraan mengenai hak reproduksi perempuan adalah
layanan kesehatan, termasuk keberadaan bidan-bidan di desa-desa. Sumber informasi tersebut
seharusnya bisa menjadi sumber isnpirasi bagi bidan-bidan dan pelayan kesehatan lain di desadesa untuk tak sekedar menguasai pengatahuan teknis persalinan, tapi juga menguatkan
perspektif bahwa kaum perempuan berhak mendapatkan pelayanan terbaik dari mereka,
termasuk dedikasi mereka untuk tetap tinggal di desa-desa. Tentu saja, pemerintah juga wajib
memberikan menyiapkan support system untuk kelancaran layanan mereka itu.

Kesehatan dan Hak Reproduksi: Sumber Pengetahuan Islam
Enam belas tahun yang lalu, Departemen Agama bekerja sama dengan Kantor Negara
Menteri Urusan Peranan Wanita dan Unicef menerbitkan buku Buku Pedoman Peningkatan
Kesejahteraan Ibu dan Penggunaan Air Susu Ibu (ASI) dalam Ajaran Islam (1992). Banyak hal
menarik dalam penerbitan ini. Pertama, mengenai keterlibatan Departemen Agama, salah satu
institusi yang paling berpengaruh di Indonesia, representasi pengambil kebijakan mengenai
berbagai bidang keagamaan, dalam isu-isu kesejahteraan dan kesehatan ibu. Dalam kondisi di
mana kaum Muslim merupakan kelompok mayoritas, keterlibatan lembaga-lembaga yang
mempunyai basis keislaman menjadi sangat penting untuk mengkampanyekan pengetahuan
tentang kesehatan dan hak reproduksi perempuan. Tentulah jika hingga hari ini masih banyak
persoalan mengenai kesehatan dan hak reproduksi perempuan, bisa disebut, satu sisi memang
keterlibatan lembaga keislaman masih sangat sedikit, dan sisi lain, keterlibatan yang sudah
9

muncul juga belum efektif mengurangi masalah tersebut. Kenyataanya, korban paling banyak
akan ketidaktahuan terhadap informasi mengenai kesehatan dan hak reproduksi juga berasal dari
mayoritas kelompok Muslim.
Kedua, di era 80-90an di mana perempuan masih sangat terpinggirkan dari programprogram pembangunan, terabaikan hak-haknya baik untuk berpartisipasi atau menikmati hasil
pembangunan, buku ini justru memulai upaya untuk memberi perhatian khusus pada perempuan
dengan menitikberatkan posisi dan peran reproduksi mereka yang penting dalam pembangunan
tersebut, khususnya pembangunan anak-anak negeri.
Ketiga, dari segi isi; buku ini menarik dan menjadi penting karena memulai upaya untuk
mengintegrasikan sebuah perspektif dalam pemikiran Islam dalam pembicaraan dan program
berkaitan dengan kesehatan dan hak reproduksi perempuan. Buku ini banyak sekali mengambil
referensi khazanah kekayaan sumber pengetahuan Islam dari al-Qur’an, hadits atau pemikiranpemikiran ulama untuk sampai pada penjelasan pentingnya memperhatikan secara khusus
kesejahteraan dan kesehatan ibu demi tujuan keselamatan ibu sendiri di saat hamil, bersalin dan
menyusui serta kesehatan bayi.
Bab dua menjelaskan kondisi ketertinggalan perempuan Indonesia dalam pembangunan
termasuk partisipasi dalam pendidikan yang membuat mereka memiliki resiko lebih besar dalam
menghadapi perkembangan hidup. Ketidakmampuan baca tulis (buat huruf) yang dialami banyak
perempuan Indonesia saat itu telah membuat perempuan kehilangan hak-hak dan
kemerdekaannya, termasuk dalam mengarungi kehidupan rumah tangga dan menjalani peran
reproduksinya. Dengan kondisi terbelakang dalam bidang pendidikan kaum perempuan tidak
memiliki bekal pengetahuan yang memadai dalam menyiapkan perkawinan, termasuk
pengetahuan tentang kehamilan, kelahiran dan perawatan bayi.
Buku ini juga memulai usaha penting meyertakan pemikiran Islam yang memberi hak
kemerdekaan seorang perempuan untuk menentukan berbagai pilihan menyangkut hak-hak
reproduksinya. Misalnya, pilihan untuk memilih calon suami tidak bisa dilepaskan dari kehendak
perempuan, tidak boleh ada paksaan dari pihak manapun. Inilah salah satu hak reproduksi dasar
perempuan: memilih sendiri calon suami berdasarkan pertimbangan rasa dan rasionya. Selain
hal-hal ”teoritis”, buku ini memberikan informasi teknis berkaitan dengan air susu ibu (ASI),
mulai dari pentingnya ASI, manajemen perawatan ASI, hingga petunjuk praktis memberikan ASI
yang sehat.
Salah satu yang paling penting, buku ini memuat bab khusus mengenai pentingnya
partisipasi suami dalam program peningkatan kesejahteraan ibu. Ini merupakan pemikiran maju
karena selama ini berkembang pandangan bahwa urusan yang berkaitan dengan reproduksi dan
pengurusan bayi hanya menjadi tanggung jawab ibu. Secara rinci buku ini menjelaskan peran
suami dalam tiga masa reproduksi, yaitu peran di saat istri hamil, peran sewaktu istri dalam
persalinan (melahirkan) dan peran di masa istri menyusui. Semua peran tersebut bermuara pada
pentingnya partisipasi dalam menjaga keselamatan dan kesehatan ibu di saat hamil, melahirkan
dan menyusui dan keselamatan serta kesehatan bayi-bayi mereka. Bisa disimpulkan, keterlibatan
suami ikut menjaga istri mereka menjadi salah satu faktor tingginya angka kematian ibu dan
anak (KIA).
Buku Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan, Dialog Fiqih Pemberdayaan (1997)
karya Masdar F. Mas’udi menegaskan pentingnya melibatkan khazanah pengetahuan dan
pemikiran keislaman dalam pembicaraan mengenai kesehatan dan hak-hak reproduksi
perempuan. Buku ini merupakan salah satu buku teks (text book) dalam pembicaraan hak
reproduksi perempuan dalam Islam, khususnya dalam konteks Indonesia. Buku yang ditulis
10

dengan bahasa populer, bahasa keseharian, dan berbentuk obrolan alias tanya jawab ini
membahas hal-hal dasar mengenai isu hak reproduksi perempuan dalam pemikiran Islam. Salah
satu yang paling penting, lewat buku ini, Masdar memulai inisiatif untuk memasukkan perspektif
perempuan, mengutamakan kepentingan perempuan dalam pembicaraan mengenai hak-hak
reproduksi dalam Islam.
Buku kecil setebal 245 halaman ini berisi 6 bab, yaitu (1) Mukadimah, (2) Bagaimana
memahami Islam?, (3) Perempuan dalam Islam, (4) Hak-hak reproduksi perempuan, (5)
Bermuara pada keadilan, dan (6) Penutup. Dalam Mukadimah, Masdar membuat ilustrasi berisi
obrolan keseharian di keluarga Muslim yang berkaitan dengan peran suami-istri dalam keluarga,
termasuk peran reproduksi. Seorang nyai sedang kerepotan mengurus pekerjaan rumah tangga
yang biasa dilakukan PRT-nya. Si PRT sendiri, yang sedang ditinggal pergi suami merantau jauh,
sedang mengalami kehamilan bermasalah. Percaya bahwa pekerjaan rumah tangga bukan hanya
pada istri, ilustrasi ini bercerita tentang pak kyai, istri ibu nyai itu, yang sedang menjemur
pakaian. Dengan Mukadimah ini kita menjadi faham kalau hal-hal yang berkaitan dengan hakhak reproduksi perempuan menjadi bagian keseharian hidup kita.
Bab 2 menjadi dasar metodologis bagaimana membicarakan suatu isu dalam Islam, dalam
hal ini hak-hak reproduksi perempuan. Selama ini, karena dominasi pemikiran Islam klasik yang
tidak memberi ruang bagi kepentingan perempuan dalam membicarakan tema reproduksi, upaya
untuk menawarkan pemikiran baru sering dituduh menyalahi ajaran Islam. Agar pembahsan
mengenai hak-hak reproduksi perempuan tidak dianggap menyalahi ajaran Islam. Masdar
membagi ajaran Islam dalam kelompok ajaran qath’i dan dzanni sebagai fondasi pemikiran
untuk mendiskusikan kembali konsep-konsep Islam yang tidak permanen, yaitu kelompok ajaran
Islam dzanni. Karena sifatnya yang dzanni, isu-isu tertentu dalam ajaran sangat membutuhkan
pemikiran ulang, revisi-revisi agar tetap bisa relevan dengan perkembangan dan perubahan
sosial, serta yang lebih penting, bisa ikut menjawab masalah-masalah yang muncul dalam
perubahan itu. Termasuk dalam kelompok ajaran yang dzanni itu adalah beberapa tema mengenai
kaum perempuan.
Masdar mulai memfokuskan diskusinya mengenai hak-hak perempuan pada Bab 3. Masdar
berusaha membangun argumen bahwa sesungguhnya Islam begitu menghargai hak-hak
perempuan. Cara pandang dan cara tafsir yang tidak sensitif terhadap kepentingan perempuan
yang umumnya dibuat oleh ulama laki-laki membuat ajaran luhur Islam malah justru menjadi
dasar teologis berbagai peminggiran dan diskriminasi terhadap perempuan. Karena ini persoalan
cara pandang dan cara tafsir, maka sangat penting membuat tafsir baru untuk “mengembalikan”
keluhuran ajaran asli Islam dalam memberi tempat bagi hak-hak perempuan; atau yang lebih
penting, cara pandang baru yang lebih ramah terhadap hak perempuan akan menjadi alternatif
dalam pemikiran keislaman mengenai perempuan. Dalam bidang ilmu pengetahuan, misalnya,
Masdar mengutip hadits, “Thalab al-‘ilm faridhah ‘ala kull muslim wa muslimah.” Namun, Ibn
Hajar al-Haitami, seperti dicontohkan Masdar, justru berftawa bahwa “belajar tulis menulis bagi
anak perempuan adalah makruh, alias dibenci oleh agama” (h. 63). Dengan fondasi pemikiran
ini, kita mulai masuk ke diskusi lebih spesifik mengenai hak-hak reproduksi perempuan, Bab 4
dalam buku yang sudah beberapa kali dicetak ulang ini.
Secara langsung atau tidak langsung, pemikiran Masdar yang dikembangkan dalam buku
tersebut memberi inspirasi kepada ulama-ulama Indonesia yang lain untuk menggali khazanah
pemikiran Islam yang kontributif bagi penegakkan hak-hak perempuan, termasuk hak-hak
reproduksinya.
11

Kyai Husein Muhammad dari Pesantren Daruttauhid Cirebon menulis Fiqh Perempuan
Refleksi Kyai atas Wacana Agama dan Gender (2001) dan Islam Agama Ramah Perempuan:
Pembelaan Kyai (2007). Dua buku ini memang membahas isu-isu perempuan yang lebih umum,
bukan khusus membahas kesehatan dan hak reproduksi, tapi di beberapa bagian menjelaskan
beberapa isu terkait reproduksi perempuan. Dalam kedua buku tersebut, Kyai Husein menulis
satu bab penting mengenai kebutuhan pendekatan kontekstual yang memperhatikan
perkembangan permasalahan sosial dalam kajian ajaran-ajaran Islam. Kyai Husein menjadikan
topic-topik dalam pembahasan kitab fiqh sebagai tema bahasan dalam buku tersebut. Beberapa
tema yang terkait dengan isu kesehatan reproduksi adalah aurat, hak-hak perempuan dalam
perkawinan (munakahat) dan khitan perempuan. Dengan perspektif hak-hak perempuan Kyai
Husein menegaskan pentingnya memberi kedaulatan pada perempuan untuk mengontrol sendiri
hak atas tubuh dan seksualitasnya, termasuk hak-hak reproduksi. Khitan perempuan, contohnya,
dinilai sebagai sebuah ironi dalam pemikiran fiqh klasik yang memberi hak kontrol pada lakilaki sangat besar atas tubuh perempuan. Dengan aturan khitan perempuan, fiqh klasik hanya
memberi hak bagi laki-laki untuk menikmati hubungan seksual, sedangkan perempuan justru
harus menyembunyikan kebutuhan seksualnya itu.
Sekelompok ulama muda menulis buku kompilasi berjudul Tubuh, Seksualitas dan
Kedaulatan Perempuan: Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda (2002). Masing-masing ulama
muda jebolan berbagai pesantren itu, yaitu Syafiq Hasyim, Badriyah Fayumi, Marzuki Wahid
dan Abdul Moqsith Ghazali membahas tema-tema tertentu dalam khazanah fiqh Islam berkaitan
dengan isu reproduksi. Buku ini melanjutkan wacana pentingnya mengedepankan perspektif hakhak reproduksi perempuan dalam pembicaraan mengenai isu reproduksi dalam Islam, khususnya
dalam pemikiran fiqh. Beberapa tema yang diperbincangkan dalam buku adalah masturbasi
(onani), haidh, nifas dan istihadhah, menyusui, KB, ‘iddah dan ihdad serta isu seksualitas.
Buku Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Calon Pengantin (2007) yang diterbitkan PP
Fatayat NU memiliki posisi penting sendiri sebagai buku panduan pra nikah berkaitan dengan
kesehatan dan hak reproduksi. Seperti umum terjadi, masyarakat kita sering tidak
memperhatikan pentingnya pengetahuan akan kesehatan dan hak reproduksi bagi masing-masing
pasangan suami istri. Dengan pembahasan yang disertai penjelasan berdasarkan khazanah
pemikiran Islam, buku ini menyediakan informasi bagi calon pasangan pengantin tentang
perencanaan pernikahan, menstruasi, berhubungan seksual, kehamilan, persalinan, air susu ibu,
khitan, KB, kehamilan yang tidak dikehendaki dan Aids. Dengan pengetahuan mengenai hal-hal
tersebut, pasangan suami-istri akan lebih siap mengarungi bahtera perkawinan dan bisa selalu
menjaga kesehatan reproduksi dan memenuhi hak reproduksi masing-masing.
Terakhir, saya hendak mengenalkan sebuah buku penting mengenai isu kesehatan dan
reproduksi dalam Islam, Fikih Aborsi: Wacana Hak Reproduksi Perempuan (2006) karya Maria
Ulfah Anshor. Buku ini mengekplorasi berbagai pandangan fiqh dalam Islam yang berkaitan
dengan pengguguran kandungan. Yang paling menarik dan paling penting tentu saja karena buku
berusuha menelusuri segala informasi dalam fiqh mengenai persoalan ini. Pandangan fiqhiyyah
dari fuqaha’ termasuk kelompok empat yang mayoritas (madzahib al-arba’ah) dikaji Maria
Ulfah lalu disajikan dengan bahasa yang mudah dicerna. Hasil kajiannya menegaskan bahwa
pandangan fiqh mengenai masalah ini nyata-nyata tidak tunggal. Yang tak kalah penting lagi,
kajian Maria Ulfah yang juga Ketua Fatayat NU ini menggunakan perspektif hak-hak reproduksi
perempuan yang membuat pilihan kita terhadap ragam corak pandangan fiqh mengenai
pengguguran kandungan sangat penting untuk memperhatikan kewajiban memenuhi hak-hak
reproduksi perempuan itu, termasuk hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi
12

yang aman, tidak membahayakan diri, bahkan tidak menyebabkan kematian seperti yang
diakibatkan cara-cara pengguguran kandungan yang tidak aman. Pada akhirnya buku ini menjadi
penting karena memberi landasan berfikir bagaimana seharusnya pandangan fiqhiyyah
diterapkan saat ini ketika menghadapi persoalan pengguguran kandungan.
Bagi kaum Muslim, kitab-kitab fiqh merupakan sumber tak terhingga mengenai isu
kesehatan reproduksi. Hampir seluruh kitab fiqh ‘ibadah memasukkan nifas, haid, khitan, tandatanda akil balig, dan sebagainya. Sayangnya, dalam kondisi di mana pengetahuan mengenai hakhak reproduksi dan kesadaran akan kesehatan reproduksi masih lemah, sumber-sumber bacaan
yang berharga tersebut tak banyak digunakan sebagai media penyebaran informasi kesehatan dan
hak reproduksi. Buku-buku baru dari Masdar Mas’udi dan kawan-kawan di atas membantu
membuka pintu bagi penelusuran dan pemanfaatan sumber-sumber informasi dalam fiqh
tersebut, tentu dengan perspektif hak-hak reproduksi perempuan sebagai kuncinya.

Khatimah: yang Tahu dan yang Selamat
Sebagai kata penutup, saya ingin mengutip kalimat Meiwita Budhiharsana, perwakilan
Ford Foundation di Indonesia, dalam tulisan pengantar untuk buku Tubuh, Seksualitas dan
Kedaulatan Perempuan: Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda, ”Pengetahuan adalah
kekuatan. Sebaliknya, ketidaktahuan merupakan sumber rasa tidak percaya diri, rasa bersalah,
rasa tidak berharga, atau rasa rendah diri.” Demikian juga terkait pengetahuan mengenai
kesehatan dan hak reproduksi. Sekian banyak perempuan, sekian banyak remaja, sekian banyak
bayi harus menjadi korban ketidaktahuan akan kesehatan dan hak reproduksi. Menjadi tahu
dalam hal ini adalah sebuah kewajiban untuk menyelamatkan sekian banyak perempuan, remaja
dan bayi-bayi itu.
Tentu saja, tak cukup hanya dengan tahu. Pengetahuan hanyalah jalan agar kita menyadari
betapa masih beratnya persoalan terkait kesehatan dan hak reproduksi. Setelah tahu yang
menghasilkan kesadaran, kita juga perlu melakukan langkah-langkah strategis secara aktif untuk
berpartisipasi menyumbang penyelesaian masalah ini. Di sinilah pengetahuan menjadi factor
penting agar kita terhindar dari bahaya dan masalah berat terkait kesehatan reproduksi.
Terakhir, banyak di antara buku-buku dan media informasi lain mengenai kesehatan dan
hak reproduksi disediakan cuma-cuma. Silahkan kontak lembaga-lembaga penerbit buku tersebut
untuk kemungkinan bisa mendapatkannya. Wallahu’alam bi al-shawab.
Farid Muttaqin; nyantri di pesantren Darussalam Ciamis Jawa Barat dan lulus S1 dari Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah. Sejak 2001, aktif bersama PUAN Amal Hayati
membangun pusat pendampingan perempuan korban kekerasan di pesantren. Tahun 2006-2008,
mendapatkan beasiswa dari Ford Foundation untuk program MA di Ohio University Athens,
Amerika. Saat ini giat mengelola forum diskusi online Komunitas Gender berbasis di Banda
Aceh.

13

Daftar Lembaga Kontak

1. Kementrian Pemberdayaan Perempuan (KPP)
2. Departemen Kesehatan
3. BKKBN
4. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)
Jl. Hang Jebat III/F3, Kebayoran Baru, Jakarta 12120
Telp. : (021) 7245905, 7207372, 7394123
Faks : (021) 7394088
Email : pkbinet@idola.net.id, kespro@idola.net.id

5. Yayasan Mitra Inti
Jl. Mampang Prapatan IV No. 5 Tegal Parang Mampang Prapatan Jakarta
Telp. : (021) 7991890, 7993426
Email : yminti@indosat.net.id

6. Rahima
Jl. Pancoran Timur IIA No. 10 Perdatam Pasar Minggu Jakarta Selatan
Telp. : (021) 7984165, 7982955
Website
: www.rahima.or.id
Email : rahima2000@cbn.net.id

7. Fatayat NU
8. Forum Parlemen Indonesia dan Kependudukan
Pembangunan
Ruang 2327 Lt 23 Gd Nusantara I DPR-RI
Jl. Gatot Subroto Senanyan Jakarta
Telp. : (021) 5756366
Email : ifppd2802@yahoo.com

9. Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP)
Jl. Empu Sendok No. 2B Kebayoran Baru Jakarta

14

Daftar Buku dan Media Informasi Lain


Infeksi Saluran Reproduksi pada Perempuan Indonesia (Siti Nurul
Qomariah, Pusat Komunikasi Kesehatan Berperspektif Gender, 2001)



Modul Kesehatan Reproduksi Remaja (Rusdin M Nur, PP LKKNU, 2005)



Tanya Jawab Seputar Seksualitas Remaja (Panduan untuk Tutor dan
Penceramah) (PKBI, tt)



Tiga Puluh Tahun Cukup: Keluarga Berencana dan Hak Konsumen (Dadang
Juliantoro, Sinar Harapan, 2000)



Menuju Pelayanan Persalinan Terpadu (Le

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Peningkatan Produktivitas sekolah : penelitian di SMK al-Amanah Serpong

20 218 83

Efek ekstrak biji jintan hitam (nigella sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin

2 59 75

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62