LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN KEMBARAN 1 fix

LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN
STRATA PHBS, FAKTOR RISIKO ISPA
DI KECAMATAN KEMBARAN
BLOK PUBLIC HEALTH AND COMMUNITY MEDICINE

KELOMPOK 3
Tutor: Dr. dr. Eman Sutrisna, M.Kes.
Anggota Kelompok:
Ziyan Bilqis Amran

G1A014003

Nirmala Muflihatul K

G1A014015

Densy Nurtita F

G1A012027

Yulandita Debi


G1A014039

Nurullia Rahmawati

G1A014051

Auzan Qostholani

G1A014063

Rizkia Nauvalina

G1A014075

Dyah Ayu Anstasya

G1A014087

Laurensia Elsa Nihita


G1A014099

Nadila Nur Pratiwi

G1A014111

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2015

HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN
STRATA PHBS, FAKTOR RISIKO ISPA
DI KECAMATAN KEMBARAN
BLOK PUBLIC HEALTH AND COMMUNITY MEDICINE


KELOMPOK 3
Ziyan Bilqis Amran

G1A014003

Nirmala Muflihatul K

G1A014015

Densy Nurtita F

G1A014027

Yulandita Debi

G1A014039

Nurullia Rahmawati

G1A014051


Auzan Qostholani

G1A014063

Rizkia Nauvalina

G1A014075

Dyah Ayu Anstasya

G1A014087

Laurensia Elsa Nihita

G1A014099

Nadila Nur Pratiwi

G1A014111


Telah diperiksa, disetujui dan disyahkan:
Hari

:

Tanggal

:

Pendamping,

Dr. dr. Eman Sutrisna, M.Kes.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini masih
banyak memiliki problema kesehatan masyarakat. Kondisi di berbagai daerah di

Indonesia masih sangat memprihatinkan, kesetaraan tingkat kesehatan lingkungan
masih belum merata, padahal kesehatan lingkungan yang baik serta merata
merupakan visi “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan” yang telah dibuat
oleh pemerintah.
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) adalah penyakit terbanyak yang
dilaporkan

kepada pelayanan kesehatan. World Health Organization (WHO)

memperkirakan insidensi ISPA di negara berkembang dengan angka kematian balita
di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia
balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan
sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang dan ISPA merupakan
salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap
tahun (WHO, 2007).
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun
2007, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25,5% dengan prevalensi tertinggi
terjadi pada bayi duatahun (>35%) (Depkes, 2012). Jumlah balita dengan ISPA di
Indonesia pada tahun 2011 adalah lima diantara 1.000 balita yang berarti sebanyak
150.000 balita meninggal pertahun atau sebanyak 12.500 balita perbulan atau 416

kasus sehari atau 17 balita perjam atau seorang balita per lima menit. Dapat
disimpulkan bahwa prevalensi penderita ISPA di Indonesia adalah 9,4% (Siswono,
2007).
Penyakit ISPA di Jawa Tengah juga merupakan masalah kesehatan utama
masyarakat. Penyakit pneumonia adalah penyebab nomer satu (15,7%) dari penyebab
kematian balita di Rumah Sakit. Pada tahun 2004, cakupan penemuan pneumonia
balita di Jawa Tengah mencapai 24,72%. Pada tahun 2005 mengalami penurunan
menjadi 21,6%. Angka tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2006 yaitu

menjadi 26,62% dan pada tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 24,29%. Pada
tahun 2008, angka ISPA di Jawa Tengah menjadi 23,63% (Profil Kesehatan Jawa
Tengah, 2008).
Penderita ISPA di Puskesmas 1 Kembaran, Banyumas pada tahun 2013
mencapai 7000 orang dan menjadi peringkat pertama dari 9 penyakit lainnya (Dinkes
Banyumas, 2013). Tahun berikutnya mengalami penurunan menjadi 6000 penderita
(Dinkes Banyumas, 2014). Namun dalam kurun waktu 2 tahun tersebut ISPA tetap
menjadi peringkat pertama penyakit yang diderita warga kecamatan Kembaran,
Banyumas.
Faktor ekstrinsik atau lingkungan adalah segala sesuatu yang mengelilingi
manusia dan juga kondisi luar manusia yang menungkinkan terjadinya penyakit

(Budi, Eko, dkk, 2003). Rumah sehat merupakan salah satu faktor ekstrinsik. Rumah
sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah dan perumahan sehingga
memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang
optimal (Prabu, 2009). Sehingga kondisi rumah sangat mempengaruhi penyebaran
penyakit menular (Kasim, 2009).
Faktor ekstrinsik lain yang mempengaruhi penyakit ISPA adalah perilaku
merokok. Perilaku merokok sangat berbahaya bagi tubuh, bisa menimbulkan berbagai
penyakit. Perokok pasif lebih beresiko tinggi terkena penyakit daripada seorang
perokok aktif (Oetama, 2012). Perokok pasif dapat menderita kanker paru-paru dan
penyakit jantung ishkemia, sedangkan pada janin, bayi dan anak-anak mempunyai
resiko yang lebih besar untuk menderita kejadian berat badan lahir rendah (BBLR),
bronchitis, pneumonia, infeksi rongga telinga dan asma (Sualangi, 2012). Asap rokok
dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan terjadinya
ISPA (Prabu, 2009).
Faktor intrinsik (penjamu) adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa
sehingga menjadi faktor risiko untuk terjadinya penyakit (Budi, Eko, dkk, 2003).
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya
ISPA. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan
balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Pada keadaan
gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama

(Prabu, 2009).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum


Identifikasi faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya penyakit
ISPA di wilayah pedesaan. Faktor risiko yang diidentifikasi meliputi faktor
risiko biologi, fisik, kimia dan faktor risiko non fisik (perilaku, gaya hidup,
sosial, ekonomi, dll).

2. Tujuan Khusus
 Mahasiswa mampu melakukan penilaian pengetahuan masyarakat mengenai
penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
 Penilaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tataran rumah tangga.
 Mahasiswa mampu melakukan metode pengumpulan, pengolahan, analisis,
penyajian dan pelaporan data secara benar sesuai prinsip-prinsip epidemiologi
deskriptif.
 Mahasiswa mampu menjelaskan metode rapid survey sebagai salah satu
metode pengumpulan data/informasi dari sebagian populasi yang dianggap

mewakili (representative).
C. Manfaat
1. Melatih kemampuan mahasiswa dalam mengintegrasikan konsep determinan,
upaya promotif dan preventif dengan menerapkan prinsip-prinsip pendekatan
survey epidemiologi;
2. Melatih mahasiswa untuk melakukan komunikasi secara langsung ke masyarakat
desa;
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa agar dapat melakukan penilaian
tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan cara observasi langsung
dan wawancara;
4. Melatih mahasiswa untuk melakukan penilaian pengetahuan masyarakat tentang
ISPA;
5. Melatih mahasiswa untuk melakukan metode pengumpulan, pengolahan, analisis,
penyajian dan pelaporan data secara baik dan benar sesuai prinsip-prinsip
epidemiologi (statistik deskriptif);

6. Memperdalam pemahaman mahasiswa tentang metode rapid surveymelalui
penerapan langsung di lapangan.

BAB II

GAMBARAN UMUM

A. Geografi Kecamatan Kembaran
Kecamatan Kembaran merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Banyumas
Provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah 25,92 km 2 dan berada pada ketinggian
73,6 m dari permukaan laut dengan curah hujan 2.834 mm per tahun. Sedangkan batas
wilayah Kecamatan Kembaran adalah sebagai berikut:
 Sebelah Utara

: Kecamatan Sumbang

 Sebelah Selatan

: Kecamatan Sokaraja

 Sebelah Timur

: Kecamatan Purbalingga

 Sebelah Barat

: Kecamatan Purwokerto Timur

Kecamatan Kembaran terdiri dari 16 desa, 8 desa, di wilayah Puskesmas I
Kembaran dan 8 desa lainnya di wilayah Puskesmas II Kembaran, yang berada di
wilayah Puskesmas I Kembaran terdiri dari 21 dukuh, 35 RW, dan 182 RT. Desa
terluas adalah Desa Linggasari yaitu 229.548 ha dan desa tersempit adalah Desa
Karangsoka dengan luas wilayah 73.367 ha. Sedangkan dilihat dari jaraknya desa
terjauh adalah desa Tambaksari yaitu berjarak 3,5 km dari pusat kota Kembaran dan
desa terdekat dengan jarak 0,5 km.
Pemanfaatan tanah di Kecamatan Kembaran adalah sebagian besar luas tanah di
Kecamatan Kembaran adalah sebagian besar luas tanah merupakan tanah sawah,
untuk rincian lebih jelas adalah sebagai berikut:
 Tanah sawah

: 789.667 ha

 Tanah pekarangan

: 165.326 ha

 Tanah kebun

: 130.961 ha

 Kolam

: 7.840 ha

 Lain-lain

: 70.722 ha

B. Demografi Kecamatan Kembaran
1. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk di Kecamatan Kembaran tahun 2015 adalah sebnayak jiwa
37.519 yang terdiri dari 19.085 jiwa laki-laki atau sebesar 50,87% dari total
penduduk, dan 18.434 jiwa adalah perempuan atau sebesar 49,13% dengan
jumlah kepala keluarga sebanyak 8.547 KK, sedangkan sex ratio adalah 1,03.
Jumlah penduduk terbanyak adalah Desa Dukuhwaluh yaitu 8.941 jiwa atau
sebesar 13,83% dari total pendduk Kembaran, keadaan ini disebabkan desa
Dukuhwaluh dekat dengan kota Purwokerto dan ada perguruan tinggi
(Universitas Muhammadiyah Purwokerto). Jumlah penduduk terendah adalah
desa Karangsoka yaitu sebessar 1.979 jiwa atau sebesar 5,27%. Lebih jelasnya
pertumbuhan penduduk dapat dilihat pada tabel 1.
2. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur

Jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan Kembaran terbagi
menjadi 16 kelompok umur. Jumlah penduduk menurut kelompok umur tersebut
cukup bervariasi.
Penduduk terbanyak adalah pada kelompok umur 65-69 tahun yaitu sebanyak
2.689 jiwa atau sebesar 7,16% dari total penduduk yang ada. Lebih jelasnya
jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel 3.
Menurut komposisi jumlah penduduk, maka dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar penduduk Kecamatan Kembaran adalah kelompok umur tua yang
merupakan umur ketergantungan atau usia tidak produktif. Sedangkan umur 5559 tahun adalah kelompok umur terendah yaitu sebesar 554 jiwa atau 1,48% dari
jumlah seluruh kelompok umur penduduk Kecamatan Kembaran.
3. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di Kecamatan Kembaran adalah sebesar 3.220 jiwa/km2.
Desa terpadat adalah Desa Dukuhwaluh yaitu sebesar 4.518 jiwa/km2, sedangkan
desa dengan kepadatan penduduk terendah adalah Desa Linggasari yaitu 2.648
jiwa/km2 dan untuk lebih jelasnya kepadatan penduduk tiap desa dapat dilihat
pada tabel 1.
C. Sosial Ekonomi Dan Budaya
1. Agama
Masyarakat Kecamatan Kembaran sebagian besar adalah pemeluk agama
Islam yaitu sebanyak 36.477 jiwa atau sebesar 99,63% dari total pemeluk agama
yang ada dan sisanya adalah pemeluk agama Katolik, dan Protestan. Rincian
masing-masing jumlah pemeluk agama di Kecamatan kembaran dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
No
1
2
3
4
5

Agama
Jumlah jiwa
Presentase (%)
Islam
37.363
99,58
Khatolik
101
0,27
Protestan
55
0,15
Hindu
0
0
Budha
0
0
TOTAL
37.519
100,00
Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Kembaran

Sumber : Statistik Kecamatan Kembaran Dalam Angka 2014

2. Mata Pencaharian
Sebagian besar penduduk Kecamatan Kembaran adalah buruh tani yaitu
sebanyak 3.547 dari jumlah keseluruhan penduduk usia di atas 10 tahun ke atas
atau sebesar 14,84% dari 23.904 penduduk usia 10 tahun keatas.
Mata pencaharian paling sedikit adalah nelayan yaitu sebanyak 4 orang
(0,016%). Adanya penduduk bermata pencaharian nelayan disebabkan karena
Kecamatan Kembaran dekat dengan Kabupaten cilacap yang mempunyai laut.
3.

Pendidikan Penduduk
Penduduk Kembaran berdasarkan data yang ada terbanyak adalah tamat
SD/MI. jumlahpenduduk yang tamat SD sebanyak 10.790 jiwa atau 28,76% dari
total penduduk usia 10 tahun ke atas, sedangkan penduduk yang berpendidikan
tamat Perguruan Tinggi hanya sebesar 1.640 jiwa atau 4,37%. Rincian jumlah
penduduk menurut pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.

BAB III
ANALISIS SITUASI DAN PEMILIHAN MASALAH

Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya
subsistem upaya kesehatan.Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas,
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat
dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
di wilayah kerjanya.

Puskesmas sebagai lembaga milik pemerintah berperan sebagai ujung tombak
terdepan dalam melaksanakan pembangunan bidang kesehatan. Dalam menjalankan
fungsinya, puskesmas mengadakan upaya kesehatan masyarakat yang esensial dengan enam
program kesehatan yaitu promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan Ibu dan anak
termasuk KB, perbaikan gizi, pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan.
Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas
untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota di bidang
kesehatan.Upaya kesehatan masyarakat memerlukan upaya yang sifatnya inovatif disesuaikan
dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang
tersedia di masing-masing puskesmas.
Dilihat dari masih rendahnya derajat kesehatan, pembangunan kesehatan di
Kecamatan Kembaran belum mendapatkan hasil yang diharapkan. Berdasarkan hasil kegiatan
petugas kesehatan lingkungan tahun 2014 adalah sebagai berikut :
1.

Rumah Sehat
Jumlah seluruh rumah yang ada di kecamatan Kembaran yaitu 7.954,
namun hanya 64,2% atau 4.550 rumah yang digolongkan rumah sehat. Dengan
rincian di desa Tambaksari 688 rumah sehat, desa Bantawuni 489 rumah sehat,
Desa Dukuhwaluh 1.245 rumah sehat, Desa Karangsoka 113 rumah sehat, Desa
Karangsari 415 rumah sehat, Desa Kembaran 612 rumah sehat, Desa Purbadana
290 rumah sehat, dan Desa Linggasari 698 rumah sehat.

2.

Persediaan Air Bersih
Dari 9.289 KK yang diperiksa, yang sudah memiliki persediaan air bersih
sendiri sebanyak 6.765 atau sebesar 72,8%. Dengan rincian di Desa Tambaksari
644 KK, Desa Bantarwuni 725 KK, Desa Dukuhawaluh 2.109 KK, Desa
Karangsoka 315 KK, Desa Karangsari 636 KK, Desa Kembaran 928 KK, Desa
Purbadana 680 KK, dan Desa Linggasari 728 KK.

3.

Jamban Sehat
Dari 9.289 KK yang diperiksa, jumlah keluarga yang memiliki jamban
dan memenuhi syarat jamban sehat adalah sebanyak 3.036 KK atau 32,6%.

Dengan rincian di Desa Tambakasari 88 KK, Desa Bantarwuni 102 KK, Desa
Dukuhwaluh 1.149 KK, Desa Karangsoka 202 KK, Desa Karangsari 238 KK,
Desa Kembaran 304 KK, Desa Purbadana 367 KK, dan Desa Linggasari 586 KK.
4.

Pengolahan Air Limbah
Dari 8.250 KK yang diperiksa, pengolahan limbah yang memenuhi syarat
kesehatan sebanyak 4.788 KK atau 58%. Degan rincian di Desa Tambaksari 688
KK, Desa Bantarwuni 489 KK, Desa Dukuhwaluh 1.245 KK, Desa Karangsoka
223 KK, Desa Karangsari 331 KK, Desa Kembaran 688 KK, Desa Purbadana 335
KK, dan di Desa Linggasari 789.

5.

Tempat Sampah
Dari 8.250 KK yang diperiksa, yang memiliki tempat sampah adalah
9.289 KK atau sebesar 112,6%, hal ini menunjukkan sudah separuh lebih
masyarakat memiliki tempat sampah. Dengan rincian di Desa Tambaksari 611
KK, Desa Bantarwuni 549 KK, Desa Dukuhwaluh 1.036 KK, Desa Karangsoka
274 KK, Desa Karangsari 477 KK, Desa Kembaran 836 KK, Desa Purbadana 491
KK, dan Desa Linggasari 953 KK.

6. Pemeriksaan Jentik Nyamuk Aedes
Jumlah rumah atau bangunan yang ada pada tahun 2014 sebanyak 8.055.
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa jentik aedes 5.069 (62,93% dari jumlah
rumah/bangunan yang ada), sedagkan rumah/bangunan yang bebas jentik nyamuk
aedes 4.753 (93,77%). Dengan rincian di desa Tambaksari 576 rumah, desa
Bantarwuni 225 rumah, desa Dukuhwaluh 1.332 rumah, desa Karangsoka 133
rumah, desa Karangsari 732 rumah, desa Kembaran 1.082 rumah, desa Purbadana
500 rumah, dan desa Linggasari 173 rumah.
Kondisi lingkungan dan ekonomi masyarakat di Kecamatan Kembaran
seperti disebutkan diatas memungkinkan banyak penyakit yang dapat menyerang
warganya khususnya warga yang berusia dibawah 20 tahun, misalnya ISPA.
Seperti diketahui bahwa terjadinya ISPA dipegaruhi atau ditimbulkan oleh tiga
hal yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih 300 jenis bakteri antara lain adalah
jenis Streptoccocus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella
dan Corinebacterium. virus antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,

Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma), dan riketsia), keadaan daya tahan tubuh
(status nutrisi, imunisasi), dan keadaan lingkungan (rumah yang kurang adanya
ventilasi, lembab basah, dan kepadatan penghuni). (Depkes, 2002)
Tabel dibawah ini merupakan jenis penyakit dengan penderita paling
banyak di Puskesmas 1 Kembaran.
No

Jenis Penyakit

Jumlah

1

Infeksi Saluran Pernapasan Atas

6.851

2

Dispepsia

1.566

3

Myalgia

1.475

4

Demam yang tidak diketahui

1.379

5

sebabnya
Hypertensi

1.251

6

Gangguan Neurotik lain

1.161

7

Pharyngitis

745

8

Dermatitis

704

9

Conjungtivitis

638

10

Diare

617

Tabel 2. Jenis Penyakit Berdasarkan Jumlah Penderita tahun 2014
Sumber : Profil Kesehatan Pusekesmas 1 Kembaran Kecamatan Kembaran
Kabupaten Banyumas Tahun 2014
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh praktik lapangan kelompok 3,
didapatkan hasil sebagai berikut
1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Perilaku hidup bersih dan sehat penderita ISPA wilayah kerja Puskesmas
1 Kembaran yang termasuk responden dapat dilihat dari diagram di bawah ini

SKOR PHBS
10

40

Sehat Pratama

Sehat Madya

Sehat Utama

Sehat Paripurna

Gambar 1. Skor PHBS Responden Penderita ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas 1
Kembaran Tahun 2015.

2. Tabulasi Faktor Risiko ISPA

No

Nama Responden

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Arfan maulana
Cakra
Rehan
Kania
Nayla
Lingling
Rifki
Fahri aziz
Ervan
Karnoto
Adilla
Intan nurul

13
14
15
16
17
18
19
20

1 2

3
1
1

1
1
1
1
1
1
1

4

5

6

7 8

9

1
1
1
1

1

1

1

Ghani
Syahdad Abil
Refan
Doni maulana

1
1
1

1
1
1

Nur kholis
Lulu amnah
Ghani al fikri
Alifah nayla

1
1

1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
1

1
1
1

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

1
1
1
1

1
1
1
1
1

1
1

1

1
1
1

1
1
1
1

1
1
1
1

1
1
1
1

1

1
1
1
1

1
1

1
1
1
1

1
1
1
1

1
1
1
1

1
1
1

1

1
1
1
1

1

2
1

1

1

1
1
1
1

1
1
1
1

Pernyataan
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

1
1
1

1
1

1

1
1

1
1

1
1

1
1
1
1

1

1
1
1

1
1

1
1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

21
No

Radin
Nama Responden

1
1 2

1

3

4

5

1
1
1

1

1
1
1

22
23
24

Aghisna
Atawidjan
Naila prihatiningsih

1

25
26
27
28
29
30
31
32

Rahma
Fauza K M
Dida
Farhan
Irma
Yusup
Salsabila
Tri marcela

1
1
1
1
1
1
1
1

1
1
1

33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44

Fani
Mukhlis
Redy Dwi
Drajat
Faza mina
Bintang hafis
Dina ramadhani
Rifqi zidan al faizi
Rifki M Nur Fikri
Atikah Fauziah
Farrant Putra Rayzan
Muhammad Al Kalifi

1
1
1
1

1
1
1
1

1

1

1
1
1
1
1
1

1
6

7 8

9

1
1
1

1
1

1
1

1
1

1
1

1
1
1
1
1
1
1
1

1

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

1

1
1
1
1

1

1
1
1

1
1
1
1
1

1
1
1
1
1

1

1
1
1
1
1
1
1

1 1
1 1 1 1
Pernyataan
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

1
1
1

1

1

1
1
1
1
1
1
1
1

1
1
1

1
1
1
1
1
1

1
1

1

1
1

1
1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
1
1
1

1
1

1
1
1

2
1
1

1
1
1
1

1
1
1

1
1

1

1

1
1

1
1
1
1

1
1

1

1
1

1
1

1

1

1

1
1

1
1
1
1
1
1
1

1

1
1

1

1
1
1

1
1
1
1
1
1

1

1
1
1
1

1

1

45

No
46
47
48
49
50

Karista

Nama Responden
Ridwan Abdilah Fauzi
Wiji Al Kautsar
Selvi Mukti Nur Hasanah
Vania
Aprillia
TOTAL

1

1 2

1

3

4

1

1

1

5
1

6

7 8

1

1

1

1

9

Pernyataan
10 11 12 14 15 16 17 18 19 20 21

1
1

1
1

1
1

1

1

2
2

1

1 1
1
1 1
1 1 1
1
1 1
1 1 1 1
1 1 1 1 1
1
3 0 39 33 38 28 5 1 29 46 10 30 38 13 13 17 20 28

7

0

9

Keterangan:
1. Tidak menerima ASI
2. Tidak mendapatkan imunisasi lengkap
3. Sering makan gorengan
4. Sering mengonsumsi MSG
5. Terpapar rokok di dalam rumah
6. Tidak berolahraga secara rutin
7. Istirahat tidak cukup
8. Tidak mencuci tangan setelah BAB
9. Tidak menutup mulut saat bersin/batuk
10. Tidak memakai masker
11. Tidak pergi ke dokter saat sakit
12. Terdapat anggota keluarga lain penderita ISPA
13. Biasa menjemur kasur berbedu dan memukul-mukulnya
14. Ventilasi tidak sesuai
15. Lantai tidak kedap air
16. Pencahayaan tidak cukup
17. Luas rumah tidak sesuai dengan jumlah penghuni
18. Sering membakar sampah
19. Rumah dekat dengan jalan raya
20. Rumah dekat dengan pabrik
21. Memakai obat nyamuk

B. Pembahasan
Dari hasil survei di atas, dapat dilihat 6 faktor risiko terbesar pada penderita
ISPA di wilayah kerja Puskesmas 1 Kembaran sebagai berikut

a) Terkait Paparan Asap Rokok di Dalam Rumah

ISPA
40

38

35

Jumlah Kasus

30
terpapar
tidak terpapar

25
20
15

12

10
5
0

ISPA

Gambar 2. Jumlah Responden Terpapar Asap Rokok dan Tidak Terpapar Asap
Rokok di Dalam Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Kembaran Tahun 2015.
b) Terkait Konsumsi Gorengan

Jumlah Kasus

ISPA
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

39

11

konsumsi

tidak konsumsi
Hipertensi

Gambar 3. Jumlah Responden yang Mengonsumsi Gorengan di Wilayah Kerja
Puskesmas 1 Kembaran Tahun 2015.

c) Terkait Frekuensi Konsumsi MSG

Jumlah Kasus

ISPA
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

33

17

sering konsumsi

tidak sering konsumsi
ISPA

Gambar 4. Jumlah Responden yang Mengonsumsi MSG di Wilayah Kerja
Puskesmas 1 Kembaran Tahun 2015.
d) Terkait Penderita ISPA Lain di Dalam Rumah

Jumlah Kasus

ISPA
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

30
20

ada penderita lain

tidak ada penderita lain
ISPA

Gambar 5.Jumlah Responden yang Memiliki Anggota Keluarga Penderita ISPA di
Wilayah Kerja Puskesmas 1 Kembaran Tahun 2015.

e) Terkait Penderita ISPA yang Tidak Menggunakan Penutup Mulut Saat Sakit

Jumlah Kasus

ISPA
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

46

4
memakai masker

tidak memakai masker
ISPA

Gambar 6.Jumlah Responden yang Tidak Menggunakan Penutup Mulut Saat Sakit di
Wilayah Kerja Puskesmas 1 Kembaran Tahun 2015.
f) Terkait Kebiasaan Memukul Kasur Berdebu

Jumlah Kasus

ISPA
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

38

12

sering

tidak
ISPA

Gambar 7.Jumlah Responden yang Memiliki Kebiasaan Memukul Kasur Berdebu di
Wilayah Kerja Puskesmas 1 Kembaran Tahun 2015.

Terdapat banyak faktor yang mendasari perjalanan penyakit ISPA pada masyarakat.
Hal ini berhubungan dengan host, agent, dan environment. Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan kejadian ISPA antara lain :
1. Ventilasi Rumah
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor
secara alamiah atau mekanis (Keman, 2004). Ventilasi disamping berfungsi sebagai
lubang pertukaran udara juga dapat berfungsi sebagai lubang masuknya cahaya
alami atau matahari ke dalam ruangan. Kurangnya udara segar yang masuk ke
dalam ruangan dan kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan
resiko kejadian ISPA. Adanya pemasangan ventilasi rumah merupakan salah satu
upaya untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA (Nindya dan Sulistyorini, 2005).
Ventilasi merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak balita. Adapun
besarnya risiko untuk terjadinya ISPA pada anak balita yang menempati rumah
dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat sebesar 2,789 kali lebih besar dari
pada anak balita yang menempati rumah dengan ventilasi yang memenuhi syarat
(Chandra, 2007).
2. Kepadatan Hunian
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya. Artinya, luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan
jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload . Hal ini tidak sehat karena
disamping menyebabkan kurangnya oksigen juga bila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam
m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif bergantung dari kualitas
bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10
m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk
mencegah penularan penyakit pernapasan jarak antara tepi tempat tidur yang satu

dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih
dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun (Yusuf, 2008).
3. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya yang cukup pada siang hari, diperlukan luas
jendela minimum 20% luas lantai. Cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri patogen di dalam rumah misanya, basil TB. Oleh karena itu,
rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas
pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux.
Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya
proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Cahaya yang sama apabila
dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu
yang lebih cepat dibandingkan dengan kaca berwarna (Suryo, 2010).
4. Kebiasaan merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dalam meningkatkan resiko
untuk terkena penyakit kanker paru-paru, jantung koroner dan bronkitis
kronis. Dalam satu batang rokok yang dihisap akan dikeluarkan sekitar 4.000
bahan kimia berbahaya, di antaranya yang paling berbahaya adalah Nikotin, Tar,
dan Carbon Monoksida (CO). Asap rokok merupakan zat iritan yang dapat
menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan. Asap rokok mengandung ribuan
bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker
(karsinogen). Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam rokok tidak hanya
mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang yang merokok, namun juga kepada
orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok yang sebagian besar adalah bayi,
anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau
suami mereka merokok di rumah. Kebiasaan merokok di dalam rumah dapat
meningkatkan resiko terjadinya ISPA sebanyak 2,2 kali (Suryo, 2010).
5. Imunisasi
Campak, pertusis dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan resiko
terkena ISPA dan memperberat ISPA itu sendiri, tetapi sebetulnya hal ini dapat di

cegah. Di india, anak yang baru sembuh dari campak, selama 6 bulan berikutnya
dapat mengalami ISPA enam kali lebih sering dari pada anak yang tidak terkena
campak. Campak, pertusis, dan difteri bersama-sama dapat menyebabkan 15-25%
dari seluruh kematian yang berkaitan dengan ISPA. Vaksin campak cukup efektif
dan dapat mencegah kematian hingga 25% usaha global dalam meningkatkan
cakupan imunisasi campak dan pertusis telah mengurangi angka kematian ISPA
akibat kedua penyakit ini.Vaksin pneomokokus dan H. Influenzae type B saat ini
sudah di berikan pada anak anak dengan efektivitas yang cukup baik.
6. Status gizi
Status gizi anak merupakan faktor resiko penting timbulnya pneumonia. Gizi
buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya ISPA pada anak. Hal ini di
karenakan adanya gangguan respon imun. Vitamin A sangat berhubungan dengan
beratnya infeksi. Grant melaporkan bahwa anak dengan defisiensi vitamin A yang
ringan mengalami ISPA dua kali lebih banyak daripada anak yang tidak mengalami
defisiensi vitamin A. Oleh karena itu, selain perbaikan gizi dan perbaikan ASI,
harus di lakukan pula perbaikan terhadap defisiensi vitamin A untuk mencegah
ISPA.

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan survei yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Mayoritas strata perilaku hidup bersih dan sehat keluarga penderita ISPA di wilayah
kerja Puskesmas 1 Kembaran tergolong strata sehat madya.
2. Faktor risiko terbesar pada penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas 1 Kembaran
antara lain:
a. Terpapar dengan asap rokok di dalam rumah
b. Seringnya mengonsumsi gorengan atau makanan berminyak lainnya
c. Seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung MSG
d. Adanya keluarga lain yang menderita ISPA
e. Tidak menutup mulut dengan masker saat sakit
f. Kebiasaan memukul-mukul kasur yang berdebu saat menjemurnya

Total
2%
7%
5%
2%1%

4%
3%
3%

9%
2%
7%
11%

Tidak ASI
Tidak Imunisasi
Makan Gorengan
Konsumsi MSG
10%
Terpapar Rokok
tidak Olahraga
Istirahat
Kurang
8%
Tidak Cuci tangan
Tidak tutup mulut
Tidak Pakai masker
Tidak Ke9%dokter
Anggota lain Menderita ISPA
Menjemur kasur
Ventilasi Kurang
1%
Lantai7%
tidak kedap air
0%
Pencahayaan kurang
Luas rumah kurang
Bakar sampah
7%
Dekat jalan raya
Dekat pabrik
Memakai obat nyamuk

Gambar 8. Persentase Jumlah Faktor Risiko ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas 1
Kembaran Banyumas 2015.
DAFTAR PUSTAKA

Chandra Budiman, (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Depkes RI. (2002). Informasi tentang ISPA pada Balita. Jakarta: Pusat Kesehatan Masyarakat
Depkes RI.
Depkes RI. (2004). Pedoman Program Pemberantasan Peneumonia Pada Balita.Jakarta :
Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan,
Pemukiman.
Depkes RI. (2012). Buletin Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita. Jakarta : Depkes RI.
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. 2013. Profil Kesehatan Pusekesmas 1 Kembaran
Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Tahun 2013.Purwokerto.
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. 2014. Profil Kesehatan Pusekesmas 1 Kembaran
Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Tahun 2014.Purwokerto.
Kasim, F. (2009). Perspektif kesehatan masyarakat dihubungkan dengan kaidah-kaidah
hunian sehat. Terdapat pada : http://www. repository.maranatha.edu/ (diakses tanggal
25 Juni 2015).

Keman S. (2004). Pengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan.
1: 30-43.
Nindya TS dan Sulistyorini L. (2005).Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2:4352.
Oetama, F. (2012). Pengertian merokok. Terdapat pada : http://www.faoezioetama.wordp
ress.com/ (diakses tanggal 25 Juni 2015).
Prabu. (2009). Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Terdapat
http://www.putraprabu.wordpres s.com/ (diakses tanggal 25 Juni 2015).

pada

:

Prabu. (2009). Rumah sehat. Terdapat pada : http://www. putraprabu.wordpress.com/ (diakses
tanggal 25 Juni 2015).
Siswono. (2007). Kejadian ISPA pada balita. dari: http://www.suarapembaruan.com. Diakses
tanggal 25 Juni 2015.
Sualangi,

A.

(2012).

Bahaya

merokok

bagi

kesehatan.

Terdapat

pada

:

http://www.anggunfsualangi.blo gspot.com/ (diakses tanggal 25 Juni 2015).

Suryo, Joko (2010). Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernafasan. Yogyakarta : PT
Bentang Pustaka.
Yusuf NA dan Sulistyorini L. (2008).Hubungan sanitasi rumah secara fisik dengan kejadian
ISPA pada anak Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan.1:110-119.