Perkembangan Masyarakat Praaksara di Ind

MAKALAH

Perkembangan Masyarakat
Praaksara di Indonesia

Guru Pembimbing : David
DI SUSUN
O
L
E
H
Kelompok 1
Nama Anggota :
1
2
3
4
5
6
7


Akhmad Bima
Andesta Putra
Carel Frans Nata
Chalista Hafizah
Ega Euglina
Eka Sari
M. Mulia Dwi A.

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN...........................................................................
A.

Latar Belakang..............................................................................

BAB II. PEMBAHASAN
A. Pola hunian.....................................................................................
B. Pembabakan zaman praaksara berdasarkan ciri

kehidupan..............................................................................................
C. Sistem kepercayaan........................................................................
d.
Tahapan perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara di
Indonesia................................................................................................
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah Indonesia merupakan wilayah yang memilki letak yang strategis,
sehingga tidak heran jika terjadi akulturasi beragam budaya yang terjadi
sejak zaman nenek moyang sampai zaman era global saat ini.
Letak yang strategis tersebut sangat didukung oleh sumber daya
manusianya. Untuk mempelajari kehidupan manusia saat ini tidak ada
salahnya kita merunutnya sampai pada masa silam yaitu masa praaksara.
Kehidupan manusia pada zaman praaksara senantiasa mengalami
perubahan dan perkembangan. Semua itu bertahap dan melalui proses

yang sangat lama.
Tentunya corak kehidupan yang saat ini kita lakukan adalah kembangan
dari corak kehidupan pada zaman praaksara. Untuk itu marilah kita
menelaah “Corak Kehidupan Masyarakat Praaksara”

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pola Hunian
Air adalah kebutuhan utama manusia dalam bertahan hidup. Manusa
lebih baik kelaparan daripada kehausan. Oleh sebab itu, air sangat
dibutuhkan manusia sejak dahulu sampai sekarang. Hal itu juga yang
mempengaruhi pola kehidupan manusia sejak dahulu. Suatu tempat
apabila mengandung sumber air biasanya tanahnya subur dan
tanamanpun hidup subur. Di daerah sumber air juga banyak didatangi
hewan dan ikan. Hal inilah yang menjadi dasar utama bahwa manusia

purba hidup di dekat sungai atau sumber air lainnya. Keberadaan air juga
dapat dijadikan sarana penghubung atau transportasi untuk dapat
melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat lainnya. Selain itu,
mereka juga memanfaatkan gua-gua di sekitar aliran air sungai untuk

dijadikan tempat tinggal.
Hal tersebut di perkuat dengan penemuan barang-barang dan sisa-sisa
peralatan yang ditemukan di dekat sungai. Pola hunian manusia purba
memperli-hatkan dua karakter, yaitu kedekatan dengan sumber air dan
hidup di alam terbuka.
Ketika persediaan makanan di daerah yang mereka huni menipis,
manusia purba akan segera berpindah tempat mencari daerah yang
memiliki banyak persediaan sumber makanan. Pola tersebut terus
berlangsung hingga manusia purba menemukan cara bercocok tanam.
Setelah bercocok tanam mereka mulai hidup menetap. Selain bercocok
tanam menusia purba juga mulai memelihara dan beternak binatang.

2. Pembabakan zaman praaksara berdasarkan ciri
kehidupan
Berdasarkan penemuan-penemuan hasil kebudayaannya yang memiliki
karakteristik yang berbeda antara satu masa dengan yang lainnya, maka
corak kehidupan masyarakat praaksara menurut para ahli sejarah dapat
dibagi menjadi tiga masa, yaitu :
 Masa berburu dan mengumpulkan makanan.
 Masa bercocok tanam.

 Masa perundagian.
 Masa berburu dan mengumpulkan makanan
Pada masa ini, kehidupan manusia hanya terpusat pada upaya
mempertahankan diri di tengah-tengah alam yang penuh tantangan
dengan kemampuannya yang sangat terbatas. Kegiatan pokoknya adalah
berburu dan mengumpulkan makanan, dengan peralatan dari batu, kayu,
dan tulang

A. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana
a. Teknologi
Teknologi pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana, hanya mengutamakan segi praktis sesuai dengan tujuan
penggunaannya saja, namun lama kelamaaan ada penyempurnaan
bentuk,
Di Indonesia dikenal dua macam teknik pokok, yaitu teknik pembuatan
perkakas batu yang disebut tradisi kapak perimbas dan tradisi serpih.
Pada perkembangan berikutnya ditemukan alat-alat dari tulang dan
tanduk. Alat-alat dari batu yang digunakan sebagai perkakas zaman
praaksara dapat digolongkan menjadi :

1) kapak perimbas
2) kapak genggam
b. Kehidupan sosial
Manusia purba semenjak Pithecanthropus hingga Homo Sapiens dari
Wajak, menggantungkan kehidupannnya pada kondisi alam. Daerah
sekitar tempat tinggalnya harus memberikan persediaan makanan dan air
yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Mereka hidup
berkelompok dengan pembagian tugas, bahwa yang laki-laki ikut
kelompok berburu dan yang perempuan mengumpulkan makanan dari
tumbuhan dan hewan-hewan kecil. Selain itu mereka juga bekerja sama
dalam hal menganggulangi seranan binatang buas maupun adanya
bencana alam yang sewaktu-waktu dapat mengusik kehidupan mereka.

B. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
lanjut
a. Keberadaan Manusia
Ada dua ras yang mendiami Indonesia pada permulaan kala Holosin, yaitu
Austromelanesoid dan Mongoloid. Mereka berburu rusa, gajah, dan
badak untuk dimakan. Dibagian barat dan utara ada sekelompok populasi
dengan ciri-ciri terutama Austromelanesoid dengan hanya sedikit

campuran Mongoloid. Sedangkan di Jawa hidup juga sekelompok
Austromelanesoid yang lebih sedikit lagi dipengaruhi leh unsur-unsur
Mongloid. Lebih ke timur lagi, yaitu Nusa Tenggara, terdapat pula
Austromelanesoid.
b. Teknologi
Ada tiga tradisi pokok pada masa Pos Pletosin, yaitu tradisi serpih bilah,
tradisi alat tulang, dan tradisi kapak genggam Sumatera.
c. Masyarakat
Manusia yang hidup pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut, mendiami gua-gua terbuka atau gua payung yang dekat
dengan sumber air atau sungai sebagai sumber makanan. Mereka
membuat lukisan-lukisan di dinding gua, yang menggambarkan
kegiatannya, dan juga kepercayaan masyarakat pada saat itu.
Masa bercocok tanam Pada masa ini sudah mulai ada usaha untuk
bertempat tinggal menetapdi suatu perkampungan yang terdiri dari
beberapa tempat tinggal sederhana yang didiami secara berkelompok.
Mulai ada kerjasama dan peningkatan unsur kepercayaan yang
diharapkan adanya peningkatan kesejahteran masyarakat dan
ketentraman hidupnya.
Keberadaan manusiaPada masa ini, di Indonesia barat mendapat

pengaruh besar dari ras Mongoloid, sedangkan di Indonesia timur smpai
sekarang lebih diengaruhi oleh komponen ras Austromela-nesoid.

Kelompok manusia sudah lebh banyak, karena hasil pertanian dan
peternakan sudah daat memberi makan sejumlah orang yan lebih besar.
A.

Teknologi

Masa bercocok tanam dimulai kira-kira bersamaan dengan
berkembangnnya kemahiran mengasah alat dari batu dan mulai
dikenalnya teknologi pembutan gerabah. Alat yang terbuat dari batu yang
biasa diasah adalah
1) beliung,
2) kapak batu
3) mata tombak
 Masa perundagian
Sebagai salah satu dampak kehidupan menetap adalah bahwa manusia
mulai semakin berkembang cara berpikirnya, sehingga mulai mampu
menemukan cara membuat perkakas dari logam. Penemuan logam

mendorong manusia menciptakan perkakas-perkakas untukmkebutuhan
sehari-hari. Pengolahan logam memerlukan keahlian khusus, sehingga
kemudian berkembang menjadi mata pencaharian untuk kelompok
masyarakat tertentu.
Pembuatan perkakas dari logam menggunakan dua teknik, yaitu a cire
perdue dan bivalve.
Pembuatan perkakas dengan teknik a cire perdue, caranya dengan
membuat model terlebih dahulu dari lilin. Perkakas lilin kemudian
dibungkus dengan tanah liat basah yang bagian atas dan bawahnya diberi
lubang, selanjutnya dikeringkan dan kemudian dibakar. Pada saat dibakar,
lilin melelh dan meninggalkan rongga. Rongga pada tanah liat tadi
kemudian diisi dengan cairan logam, dan setelah dingin, tanah liat dipecah
maka jadilah perkakas dari logam. teknik ini tidak ekonomis karena hanya
menghasilkan satu perkakas dari setiap model. Maka kemudian
dikembangkan teknik bivalve, yaitu membuat perkakas dengan cetak
masal, yaitu dibuat cetakan batu dengan tutup yang bisa dibuka dan
dipakai berulang-ulang.

Perkakas yang dihasilkan pada zaman perundagian: kapak corong;
candrasa; nekara; mokko; bejana; dan barang-barang perhiasan dari

logam lainnya

3. Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan mulai muncul pada zaman Neolithikum. Pada zaman
ini, masyarakat purba sudah memahami adanya kehidupan setelah mati.
Mereka juga meyakini adanya hubungan antara orang hiup dan roh yang
telah meninggal. Berkaitan dengan peristiwa itu maka kegiatan ritual yang
paling menonjol adalah upacara penguburan sebagai bentuk kehormatan
terakhir pada orang yang meninggal.
Bukti adanya sistem kepercayaan padazaman batu adalah terlihat melalui
peninggalan berupa tugu-tugu batu atau bangunan Megalithikum yang
letaknya beradadi pucak bukit, dilereng gunung atau bangunan yang lebih
tinggi dari daratan sekitarnya. Hal ini muncul dari anggapan masyarakat
bahwa roh-roh tersebut berada di suatu tempat yang lebih tinggi. Oleh
karena itu, selain ada upacara-upacara penguburan pada zaman tersebut
telah muncul upacara-upacarauntuk mendirikan bangunan suci atau
kebudayaan Megalithikum (Batu Besar) yang meliputi bangunan berikut
ini.
A. Menhir
Menhir adalah bangunan berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara

menghormati roh nenek moyang. Bentuk menhir ada yang berdiri tunggal
juga ada yang berdiri berkelompok, ada pula yang dibuat bersama
bangunan lain seperti punden berundak-undak. Namun, bangunan
menhir yang dibuat oleh masyarakat praaksara tidak berpedoman kepada
satu bentuk saja. Lokasi tempat yang ditemukan menhir di Indonesia
adalah Pasemah (Sumtera Selatamn), Sulawesi tenah dan Kalimantan.
B.

Punden Berundak-undak.

Punden berundak-undak adalah banguna dari batu yang bertingkattingkat dan fungsinya sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek
moyang. Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan suci. Lokasi

tempat penemuanny adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lerengg
Bukit Hyang di Jawa Timur.
C.

Dolmen

Dolmen merupakan meja dari batu yang fungsinya sebagai tempat
meletakan sesaji untuk pemujaan. Adakalanya dibawah dolmen dipkai
untuk meletkkan mayat. Agar mayat tersebut tidak dimakan binatang
buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh
batu. Dolmen yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan mayat disebut
kuburn batu. Lokasi penemuan dolmen, antara lain Cupari Kuningan, Jawa
Barat, Bondowoso, Jawa Timur, Merawan, Jember, Jatim, Pasemah
Sumatera, dan NTT. Bagi masyarakat Jawa Timur, dolmen yang dibayahnya
digunakan sebagai kuburan lebih dikenal dengan sebutan pandhusa atau
makan Tionghoa.
D. Sarkofagus.
Sarkofagus adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu.
Bentuknya menyerupai lesung dar batu utuh yang diberi tutup. Umumnya
sarkofagus yang ditemukn mayat di dalamnya dan bekal kubur berupa
periuk, kapak persegi, perhiasan, dan benda-benda dari perunggu atau
besi. Daerah penemuan sarkofagusa adalah Bali. Menurut masyarakat
Bali, sarkofagus memiliki kekuatan gaib. Berdasarkan pendapat para ahli
bahwa sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejk zaman logam.
E.

Peti Kubur.

Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Peti kubur
dibuat dari lempengan/papan batu yang disusun persegi empat
berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya
juga barasal dari papan batu. Daerah penemuan pati kubur tersebut
adalah Cepari kuningan, Cirebon, Wonosari, dan Cepu. Di dalam kubur
batu juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu
dan besi, serta manik-manik.

4. Tahapan perkembangan kehidupan masyarakat pra
aksara di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Pola Kehidupan Nomaden
Nomaden artinya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Kehidupan masyarakat pra aksara sangat bergantung kepada alam.
Bahkan, kehidupan mereka tak ubahnya seperti kelompok hewan karena
bergantung pada apa yang disediakan alam. Apa yang mereka makan
adalah bahan makanan apa yang disediakan alam. Buah-buahan, umbiumbian, atau dedaunan yang mereka makan tinggal memetik dari
pepohonan atau menggali dari tanah. Mereka tidak pernah menanam
atau mengolah pertanian.
Berdasarkan pola kehidupan nomaden tersebut, maka masa kehidupan
masyarakat pra aksara sering disebut sebagai ‘masa mengumpulkan
bahan makanan dan berburu’. Jika bahan makanan yang akan
dikumpulkan telah habis, mereka kemudian berpindah ke tempat lain
yang banyak menyediakan bahan makanan. Di samping itu, tujuan
perpindahan mereka adalah untuk menangkap binatang buruannya.
Pada masa nomaden, masyarakat pra aksara telah mengenal kehidupan
berkelompok. Jumlah anggota dari setiap kelompok sekitar 10-15 orang.
Bahkan, untuk mempermudah hidup dan kehidupannya, mereka telah
mampu membuat alat-alat perlengkapan dari batu dan kayu, meskipun
bentuknya masih sangat kasar dan sederhana. Ciri-ciri kehidupan
masyarakat nomaden adalah sebagai berikut:
• selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain,
• sangat bergantung pada alam,
• belum mengolah bahan makanan,
• hidup dari hasil mengumpulkan bahan makanan dan berburu,
• belum memiliki tempat tinggal yang tetap,
• peralatan hidup masih sangat sederhana dan terbuat dari batu atau
kayu

2. Pola Kehidupan Semi Nomaden
Terbatasnya, kemampuan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat menuntut setiap manusia untuk merubah pola kehidupannya.
Oleh karena itu, masyarakat pra aksara mulai merubah pola hidup secara
nomaden menjadi semi nomaden. Kehidupan semi nomaden adalah pola
kehidupan yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain,
tetapi sudah disertai dengan kehidupan menetap sementara. Hal ini
berkaitan dengan kenyataan bahwa mereka sudah mulai mengenal caracara mengolah bahan makanan.
Pola kehidupan semi nomaden ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
• mereka masih berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain;
• mereka masih bergantung pada alam;
• mereka mulai mengenal cara-cara mengolah bahan makanan;
• mereka telah memiliki tempat tinggal sementara;
• di samping mengumpulkan bahan makanan dan berburu, mereka mulai
menanam berbagai jenis tanaman;
• sebelum meninggalkan suatu tempat untuk berpindah ke tempat lain,
mereka terlebih dahulu menanam berbagai jenis tanaman dan mereka
akan kembali ke tempat itu, ketika musin panen tiba;
• peralatan hidup mereka sudah lebih baik dibandingkan dengan
peralatan hidup masyarakat nomaden;
• di samping terbuat dari batu dan kayu, peralatan itu juga terbuat dari
tulang sehingga lebih tajam.
3. Pola Kehidupan Menetap
Pola kehidupan menetap memiliki beberapa keuntungan atau kelebihan,
di antaranya:
• setiap keluarga dapat membangunan tempat tinggal yang lebih baik
untuk waktu yang lebih lama;
• setiap orang dapat menghemat tenaga karena tidak harus membawa
peralatan hidup dari satu tempat ke tempat lain;
• para wanita dan anak-anak dapat tinggal lebih lama di rumah dan tidak
akan merepotkan;
• wanita dan anak-anak sangat merepotkan, apabila mereka harus

berpindah dari satu tempat ke tempat lain;
• mereka dapat menyimpan sisa-sisa makanan dengan lebih baik dan
aman;
• mereka dapat memelihara ternak sehingga mempermudah pemenuhan
kebutuhan, terutama apabila cuaca sedang tidak baik;
• mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk berkumpul dengan
keluarga, sekaligus menghasilkan kebudayaan yang bermanfaat bagi hidup
dan kehidupannya;
• mereka mulai mengenal sistem astronomi untuk kepentingan bercocok
tanam;
• mereka mulai mengenal sistem kepercayaan.
Dilihat dari aspek geografis, masyarakat pra aksara cenderung untuk
hidup di daerah lembah atau sekitar sungai dari pada di daerah
pegunungan. Kecenderungan itu didasarkan pada beberapa kenyataan,
seperti:
• memiliki struktur tanah yang lebih subur dan sangat menguntungkan
bagi kepentingan bercocok tanam;
• memiliki sumber air yang baik sebagai salah satu kebutuhan hidup
manusia;
• lebih mudah dijangkau dan memiliki akses ke daerah lain yang lebih
mudah;

Kesimpulan
1. Manusia praaksara memilih tempat tinggal yang dekat dengan
persediaan air. Mereka mulai tinggal menetap pada masa bercocok
tanam.
2. Pembabakan corak kehidupan masyarakat praaksara ada tiga, yaitu :
a. Masa berburu dan meramu
b.Masa bercocok tanam
c.Masa perundagian
3.Sistem kepercayaan masyarakat praaksara muncul pada zama
Neolitikum, pada saat masyarakat praaksara sudah mengenal bahwa
adanya kehidupan setelah mati