BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1Pola Adaptasi - Pola Adaptasi Dan Interaksi Mahasiswa Asal Papua Dengan Mahasiswa Daerah Lain (Studi Pada Mahasiswa Asal Papua Di Universitas Sumatera Utara)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1Pola Adaptasi
Menurut Soekanto (2006), adaptasi adalah proses penyesuaian dari
individu, kelompok maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan,
ataupun suatu kondisi yang diciptakan. Adaptasi antar budaya dalam “Stranger
Adaptation” adalah penyesuaian diri oleh seseorang atau sekelompok orang saat
memasuki budaya yang berbeda (Furnham, 1992). Menurut Soeharto Heerdjan
(1987), “Penyesuaian diri adalah usaha atau perilaku yang tujuannya mengatasi
kesulitan dan hambatan.” Menurut Karta Sapoetra membedakan adaptasi
mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama disebut penyesuaian diri yang
autoplastis (auto artinya sendiri, plastis artinya bentuk), sedangkan pengertian
yang kedua disebut penyesuaian diri yang allopstatis (allo artinya yang lain,
palstis artinya bentuk). Jadi adaptasi ada yang artinya “pasif” yang mana kegiatan
pribadi ditentukan oleh lingkungan, dan ada yang artinya “aktif”, yang mana
pribadi mempengaruhi lingkungan (Karta Sapoetra: 1987).
Pada hakekatnya adaptasi merupakan suatu proses penyesuaian diri setiap
individu untuk memasuki ke dalam suatu kelompok masyarakat sehingga adaptasi
memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh setiap individu di dalam suatu
kelompok untuk tetap melangsungkan kehidupan. Menurut Suparlan (1993),

adapun syarat-syarat dasar tersebut mencakup:

21

1) Syarat dasar alamiah-biologi merupakan manusia harus makan dan minum
untuk menjaga kesetabilan temperatur tubuhnya agar tetap berfungsi dalam
hubungan harmonis secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainya.
2) Syarat dasar kejiwaan merupakan manusia membutuhkan perasaan tenang
yang jauh dari perasaan takut, keterpencilan gelisah.
3) Syarat dasar sosial merupakan manusia membutuhkan hubungan untuk dapat
melangsungkan keturunan, tidak merasa dikucilkan, dapat belajar mengenai
kebudayaanya, untuk dapat mempertahankan diri dari serangan musuh.
Dalam proses kehidupan manusia, individu tidak dapat begitu saja untuk
melakukan tindakan yang dianggap sesuai dengan dirinya, karena individu
tersebut mempunyai lingkungan diluar dirinya, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial karena setiap lingkungan tersebut mempunyai aturan dan
norma-norma yang membatasi tingkah laku individu tersebut. Soerjono Soekanto
(Soekanto, 2000: 10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi
sosial, yakni:
1) Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.

2) Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan.
3) Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah.
4) Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan.
5) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan
dan sistem.
6) Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.

22

Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi
merupakan proses penyesuaian. Menurut Aminuddin (2000), menyebutkan bahwa
penyesuaian dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu di antaranya:
1) Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
2) Menyalurkan ketegangan sosial.
3) Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial.
4) Bertahan hidup.
Bagi manusia, lingkungan yang paling dekat dan nyata adalah alam fisioorganik. Baik lokasi fisik geografis sebagai tempat pemukiman yang sedikit
banyaknya mempengaruhi ciri-ciri psikologisnya, maupun kebutuhan biologis
yang harus dipenuhinya, keduanya merupakan lingkungan alam fisio-organik
tempat manusia beradaptasi untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Alam fisio

organik disebut juga lingkungan eksternal. Adaptasi dan campur tangan terhadap
lingkungan eksternal merupakan fungsi kultural dan fungsi sosial dalam
mengorganisasikan kemampuan manusia yang disebut teknologi. Keseluruhan
prosedur adaptasi dan campur tangan terhadap lingkungan eksternal, termasuk
keterampilan, keahlian teknik, dan peralatan mulai dari alat primitif sampai
kepada

komputer

elektronis

yang

secara

bersama-sama

memungkinkan

pengendalian aktif dan mengubah objek fisik serta lingkungan biologis untuk

kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup manusia. (Alimandan, 1995:56).
Selama adaptasi berlangsung dan keselurahan prosedur adaptasi berusaha
untuk dipenuhi oleh setiap individu serta adanya campur tangan dari lingkungan
eksternal, setiap individu akan mengalami perubahan dalam kehidupan sosialnya

23

karena setiap individu akan menemukan individu lain dengan latar belakang yang
berbeda, dimana mereka mulai melakukan interaksi dan lambat laun perbedaan
yang ada diantara mereka akan menciptakan perubahan-perubahan sosial baru
dalam kehidupannya. Perubahan perubahan tersebut meliputi: perubahan sikap
dan perilaku, pemahaman terhadap toleransi dan toleransi (Walgito: 2010).
Setiap migran atau pesinggah yang menciptakan perubahan-perubahan
sosial baru merupakan salah satu upaya di setiap individu masuk ke dalam suatu
budaya yang tidak dikenal. Menurut Kim (1995) dalam konteks ini, ia
mengembangkan pemikiran tentang sesuatu yang terjadi ketika individu, yang
lahir dan dibesarkan dalam suatu budaya, memasuki budaya lain yang tidak
dikenal. Begitu juga dengan penyesuaian diri mahasiswa-mahasiswa yang berasal
dari daerah lain di lingkungan tempat tinggalnya yang baru. Menurut Winata
(2014), secara konseptual intervensi pekerja social terhadap mahasiswa yakni

penyesuaian diri mahasiswa dengan individu lain dan kelompok didalam kampus
dan lingkungan tempat tinggalnya. Menurut peneliti, mahasiswa yang dapat
menyesuaikan diri dengan individu lain adalah mahasiswa yang mudah bergaul
dan pandai membawa diri dengan lingkungan social yang baru. Penyesuaian diri
terhadap individu antara satu sama lain merupakan indikator keberhasilan
mahasiswa dalam berinteraksi di masyarakat dan lingkungan. Sedangkan secara
operasional, mahasiswa yang sukses beradaptasi terhadap lingkungan kampus
adalah mahasiswa yang mampu menjalankan perannya yakni belajar. Sebagai
penunjang kesuksesan mahasiswa dalam beradaptasi dilingkungan kampus

24

mahasiswa dituntut untuk dapat mengembangkan diri dengan cara aktif kuliah,
mengerjakan tugas, belajar kelompok dan memanfaatkan perpustakaan.
Selanjutnya, menurut Winata (2014) mengatakan ada beberapa faktor
penghambat dan pendukung dalam proses adaptasi bagi mahasiswa pendatang.
Faktor penghambat yang dimaksud adalah :
1) Perbedaan-perbedaan dalam keyakinan inti, nilai-nilai, dan norma-norma
situasional antara di tempat asal dan di tempat baru.
2) Hilangnya gambaran-gambaran budaya asal yang dipegang dan semua citra

dan simbol yang familiar yang menandakan bahwa identitas yang dulu
familiar dari para pendatang baru telah hilang.
3) Rasa ketidakmampuan para pendatang dalam merespons peraturan baru
secara tepat dan efektif.
Sedangkan faktor pendukung yang dimaksud adalah :
1) Rasa tenteram dan meningkatnya harga diri.
2) Fleksibilitas dan keterbukaan kognitif.
3) Kompetensi dalam interaksi sosial dan meningkatnya kepercayaan diri dan
rasa percaya pada orang lain.
Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Menurut Suparlan (2002), pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur
yang sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai contoh
dalam hal menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari definisi
tersebut diatas, pola adaptasi dalam penelitian ini adalah sebagai unsur-unsur yang
sudah menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi

25

dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari
masing-masing adat- istiadat kebudayaan yang ada. Proses adaptasi berlangsung

dalam suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat.
Kurun waktunya bisa cepat, lambat, atau justru berakhir dengan kegagalan.

2.2 Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antar orang perorangan, antar kelompok-kelompok
manusia dan antar orang dengan kelompok-kelompok masyarakat. Interaksi
terjadi apabila dua orang atau kelompok saling bertemu dan pertemuan antara
individu dengan kelompok dimana komunikas terjadi diantara kedua belah pihak
(Yulianti, 2003: 91). Seiring dengan pemahaman interaksi sosial yang terus
berkembang maka, Bonner menyebutkan bahwa interaksi sosial adalah suatu
hubungan antara dua orang atau lebih, sehingga kelakuan individu yang satu
mempengaruhi, mengubah, memperbaiki kelakuan orang lain, dan sebaliknya
(Gunawan.2000;31)
Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial oleh karena itu
tanpa adanya interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.
Interaksi sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antar individu dengan
golongan didalam usaha mereka untuk memecahkan persoalan yang diharapkan
dan dalam usaha mereka untuk mencapai tujuannya (Ahmadi, 2004: 100).
Salah satu yang melandasi interaksi sosial adalah teori interaksi simbolik

yang dipergunakan di penilitian dalam aplikasikannya. Menurut Blumer

26

(Ritzer:2007), istilah interaksi simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi
manusia. Kekhasnya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling
mendefenisikan tindakan dan bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan
orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung tetapi didasarkan
atas makna yang diberikan terhadap orang lain tersebut.
Menurut Fahroni (2009), makna-makna tersebut yang diberikan oleh orang
lain tersebut berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam
kaitannya dengan sesuatu. Tindakan-tindakan yang dilakukan akan melahirkan
batasan bagi orang lain. Namun, dalam perkembangan Blumer, mengemukakan
bahwa aktor memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokan, dan mengkonformir
makna dalam hubungannya dengan situasi, dimana dia ditempatkan dan diarahkan
tindakannya seperti yang dikatakan Blumer, bahwa sebenarnya interprestasi
seharusnya tidak dianggap sebagai proses pembentukan dimana makna yang
dipakai dan disempurnakan sebagai intruniens bagi pengarahan dan pembentukan
tindakan.
Beranjak dari teori ini, maka tindakan mahasiswa Universitas Sumatera

Utara yang berasal dari Papua dan mahasiswa yang berasal dari daerah lainnya
merupakan suatu proses interaksi yang berada didalamnya tercakup dari simbolsimbol

masing-masing

pihak

saling

menginterprestasikan

makna

yang

ditangkapnya. Artinya tindakan mereka merupakan hasil dari pemaknaan masingmasing dari realitas sosial. Dengan demikian proses interaksi antara keduanya
merupakan suatu proses yang saling stimulus, merespon tindakan dan hubungan
sebagai hasil proses interprestasi dari masing-masing mahasiswa tersebut.

27


2.3 Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Terjadinya interaksi sosial, karena adanya saling mengerti tentang maksud
dan tujuan masing-masing pihak dalam suatu hubungan sosial. Menurut Rouceck
dan Warren, interaksi adalah satu masalah pokok karena ia merupakan dasar
segala proses sosial. Interaksi merupakan proses timbal balik, dengan mana satu
kelompok dipengaruhi tingkah laku reaktif pihak lain dan dengan demikian ia
mempengaruhi tingkah laku orang lain melalui Kontak. Kontak ini mungkin
berlangsung melalui organisme, fisik, seperti dalam obrolan, pendengaran,
melakukan gerakan pada beberapa bagian badan, melihat dan lain-lain lagi, atau
secara tidak langsung melalui tulisan, atau dengan cara berhubungan dari jauh
(Abdulsyani.2007;154)
Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok
terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama
dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu
informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang
disampaikan. Menurut Soerjono Sukanto (2001), suatu interaksi sosial tidak akan
mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu: adanya kontak sosial,
dan adanya komunikasi. Syarat terjadinya interaksi sosial terdiri atas kontak sosial
dan komunikasi sosial. Kontak sosial tidak hanya dengan bersentuhan fisik.

1.

Kontak Sosial
Kata kontak terdapat dua buah kata yang berasal dari bahasa Latin yaitu

Con atau Cum yang artinya bersama-sama dan tango yang artinya menyentuh
(Soekanto:2001). Sehingga kontak dapat diartikan menyentuh bersama-sama.

28

Namun sebagai gejala sosial, kontak dapat dilakukan tanpa harus dengan
menyentuhnya, seperti berbicara dengan orang lain. Lebih lanjut Soekanto
menyatakan bahwa kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu :
1. Antara individu dengan individu, hubungan timbal balik antara individu dan
individu ditandai antara lain dengan tegur sapa, berjabat tangan, dan
bertengkar.
2. Antara individu dengan kelompok.
3. Antara kelompok satu dengan kelompok yang lain.
Kontak sosial dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung antara
satu pihak dengan pihak yang lainnya. Kontak sosial tidak langsung adalah kontak
sosial yang menggunakan alat sebagai perantara; misalnya ; melalui telepon, radio,
surat, dan lain-lain. Sedangkan kontak sosial secara langsung, adalah kontak sosial
melalui suatu pertemuan dengan bertatap muka dan berdialoq diantara kedua
belah pihak tersebut. Yang paling penting dalam interaksis sosial tesebut saling
mengerti antara kedua belah pihak; sedangkan kontak badaniah bukan lagi
merupakan syarat utama dalam kontak sosial, oleh karena hubungan demikian
belum tentu terdapat saling pengertian. Kontak sosial tejadi tidak semata-mata
oleh karena adanya aksi belaka, akan tetapi harus memenuhi syarat pokok kontak
sosial, yaitu reaksi (tanggapan) dari pihak lain sebagai lawan kontask sosial
(Ibid;154).
2. Komunikasi
Menurut Soekanto (2001), pengertian komunikasi difokuskan pada tafsiran
seseorang terhadap kelakuan orang baik berupa pembicaraan, gerak-gerik, badan

29

maupun sikap guna menyampaikan pesan yang diinginkannya. Orang tersebut
kemudian memberi reaksi terhadap perasaan orang lain tersebut. Dengan adanya
komunikasi, maka sikap dan perasaan disatu pihak orang atau sekelompok orang
dapat diketahui dan dipahami oleh pihak orang atau sekelompok lainnya. Hal ini
berarti, apabila suatu hubungan sosial tidak terjadi komunikasi atau saling
mengetahui dan tidak saling memahami maksud masing-masing pihak, maka dalam
keadaan demikian tidak terjadi kontak sosial. Dalam komunikasi sosial masingmasing orang yang sedang berhubungan; misalnya jabatan tangan dapat ditafsirkan
sebagai kesopanan, persahabatan, kerinduan, sikap kebanggaan dan lain-lain
(Ibid;155).

2.4 Faktor-faktor Terjadinya Interaksi Sosial
Di dalam interaksi sosial terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi
tersebut, yaitu faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya interaksi tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial sebagai berikut :
1.

Situasi sosial (The nature of the social situation), memberi bentuk tingkah laku
terhadap individu yang berada dalam situasi tersebut. Misalnya, apabila
berinteraksi dengan individu lain yang sedang dalam keadaan berduka, pola
interaksi yang digunakan jelas harus berbeda dengan pola interaksi yang
dilakukan apabila dalam keadaan yang riang atau gembira, dalam hal ini tampak
pada tingkah laku individu yang harus dapat menyesuaikan diri terhadap situasi
yang sedang dihadapi.

2.

Kekuasaan norma-norma kelompok (The norms prevailing in any given social
group), sangat berpengaruh terhadap terjadinya interaksi sosial antar individu.

30

Misalkan, individu yang menaati norma-norma yang ada di dalam setiap
berinteraksi individu tersebut tidak akan pernah membuat suatu kekacauan,
berbeda dengan individu tidak menaati norma-norma yang berlaku, individu
tersebut pasti akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan sosialnya, dan
kekuasaan norma-norma itu berlaku untuk semua individu dalam kehidupan
sosialnya.
3.

Their own personality trends, adanya tujuan kepribadian yang dimiliki masingmasing individu sehingga berpengaruh terhadap perilakunya. Misalkan, di
dalam setiap interaksi individu pasti memiliki tujuan, hal ini dapat dilihat
seorang anak berinteraksi dengan guru memiliki tujuan untuk menuntut ilmu di
dunia sekolah, seorang pedagang sayur dengan ibu-ibu rumah tangga, memiliki
tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan sebagainya.

4.

A person’s transitory tendencies (Setiap individu berinteraksi sesuai dengan
kedudukan dan kondisinya yang bersifat sementara). Pada dasarnya status atau
kedudukan yang dimiliki oleh setiap individu adalah bersifat sementara,
misalnya seorang warga biasa yang berinteraksi dengan ketua RT, maka dalam
hubungan itu terlihat adanya jarak antara seorang yang tidak memiliki
kedudukan yang menghormati orang yang memiliki kedudukan dalam
kelompok sosialnya.

5.

Adanya penafsiran situasi (The process of perceiving and interpreting a
situation), di mana setiap situasi mengandung arti bagi setiap individu sehingga
mempengaruhi individu untuk melihat dan menafsirkan situasi tersebut.
Misalnya, apabila ada teman atau rekan yang terlihat murung dan suntuk,
individu lain harus bisa membaca situasi yang sedang dihadapinya, dan tidak

31

seharusnya individu lain itu terlihat bahagia dan ceria dihadapannya,
bagaimanapun individu harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan yang
sedang dihadapi, dan berusaha untuk membantu menafsirkan situasi yang tidak
diharapkan menjadi situasi yang diharapkan (Santoso, 2004 : 12).

Proses interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat bersumber
dari faktor imitasi, sugesti, simpati, identifikasi dan empati (Setiadi: 2011) :
1. Imitasi merupakan suatu tindakan sosial seseorang untuk meniru sikap,
tindakan, atau tingkah laku dan penampilan fisik seseorang.
2. Sugesti merupakan rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan
seseorang kepada orang lain sehingga ia melaksanakan apa yang disugestikan
tanpa berfikir rasional.
3. Simpati merupakan suatu sikap seseorang yang merasa tertarik kepada orang
lain karena penampilan,kebijaksanaan atau pola pikirnya sesuai dengan nilainilai yang dianut oleh orang yang menaruh simpati.
4. Identifikasi merupakan keinginan sama atau identik bahkan serupa dengan
orang lain yang ditiru (idolanya)
5.

Empati merupakan proses ikut serta merasakan sesuatu yang dialami oleh
orang lain. Proses empati biasanya ikut serta merasakan penderitaan orang lain.
Jika proses

interaksi

sosial tidak

terjadi

secara

maksimal

akan

menyebabkan terjadinya kehidupan yang terasing. Faktor yang menyebabkan
kehidupan terasing misalnya sengaja dikucilkan dari lingkungannya, mengalami
cacat, pengaruh perbedaan ras dan perbedaan budaya. Demikian ulasan

32

tentang interaksi sosial bahwa inetraksi sosial merupakan syarat dari terjadinya
adaptasi seorang individu dalam masyarakat.

2.5 Bentuk Interaksi Sosial
Hendro Puspito (2003) menyatakan bahwa pada umumnya bentuk dan
pola interaksi sosial ada 2 (dua)

jenis yaitu proses sosial yang bersifat

menggabungkan (associative processes) dan proses sosial yang menceraikan
(dissociative process). Proses sosial yang mengarah menggabungkan ditujukan
bagi terwujudnya nilai-nilai yang disebut kebijakan-kebijakan sosial seperti
keadilan sosial, cinta kasih, kerukunan, solidaritas dan dikatakan sebagai proses
positif. Sedangkan proses sosial menceraikan mengarah kepada terciptanya nilainilai negatif atau asosial seperti kebencian, permusuhan, egoisme, kesombongan,
pertentangan, perpecehan dan ini dikatakan proses negative.
Menurut Hendro (2003), ada beberapa bentuk dari proses sosial asosiatif
dan disosiatif. Bentuk-bentuk proses sosial asosiatif adalah:
1. Kerja sama, ialah suatu bentuk proses sosial dimana dua atau lebih perorangan
atau kelompok mengadakan kegiatan bersama guna mencapai tujuan yang
sama. Bentuk ini paling umum terdapat di antara masyarakat untuk mencapai
dan meningkatkan prestasi material maupun non material.
2. Asimilasi, ialah berasal dari kata latin assimilare yang artinya menjadi sama.
Definisi sosiologisnya adalah suatu bentuk proses sosial dimana dua atau lebih
individu atau kelompok saling menerima pola kelakuan masing-masing
sehingga akhirnya menjadi satu kelompok yang terpadu. Mereka memasuki

33

proses baru menuju penciptaan satu pola kebudayaan sebagai landasan tunggal
untuk hidup bersama.
3. Akomodasi, berasal dari kata latin acemodare yang berarti menyesuaikan.
Definisi sosiologisnya adalah suatu bentuk proses sosial yang di dalamnya dua
atau lebih individu atau kelompok berusaha untuk tidak saling mengganggu
dengan cara mencegah, mengurangi atau menghentikan ketegangan yang akan
terjadi atau yang sudah terjadi. Akomodasi ada 2 bentuk yakni toleransi dan
kompromi. Bagi pihak pihak yang terlibat dalam proses ini, bersedia
menanggung derita akibat kelemahan yang dibuat masing masing disebut
toleransi. Bila pihak masing masing mau memberikan konsensi kepada pihak
lain, yang berarti mau melepaskan sebagian tuntutan yang semula
dipertahankan sehingga ketegangan menjadi kendor, disebut kompromi
Bentuk-bentuk disosiatif terdiri dari:
1. Persaingan, adalah bentuk proses sosial dimana satu atau lebih individu atau
kelompok berusaha mencapai tujuan bersama dengan cara yang lebih cepat
dan mutu yang lebih tinggi. Dengan adanya persaingan itu, masyarakat
mengadakan seleksi untuk mencapai kemajuan.
2. Penghalang (oposisi), berasal dari bahasa Latin opponere yang artinya
menempatkan sesuatu atau seseorang dengan maksud permusuhan. Oposisi
adalah proses sosial dimana seseorang atau sekelompok orang berusaha
menghalangi pihak lain mencapai tujuannya.
3. Konflik, berasal dari bahasa latin confligere yang berarti saling memukul.
Konflik berarti suatu proses dimana orang atau kelompok berusaha

34

menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak
berdaya
Bentuk-bentuk interaksi dapat menguntungkan bila berlangsung dalam
perhitungan rasional dan mendatangkan keuntungan bagi yang menjalankannya.
Akan tetapi dapat menjadi merugikan bila kerjasama dan persaingan atau
pertikaian dijalankan berdasarkan emosional dan sentimen yang tidak terkontrol
sehingga hasilnya kerap kali membawa kerugian serta kekecewaan.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa interaksi sosial yang
berkesinambungan cenderung membentuk keteraturan. Bila hubungan yang terjadi
sedemikian rupa didasarkan oleh status dan peranannya maka hubungan itu
dinamakan dengan relasi sosial. Hubungan antar jemaat adalah hubungan yang
didasarkan pada status dan peranan semua pihak. Dengan demikian hubungan
antar jemaat harus menggambarkan ciri yang khas dari relasi sosial

35

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25