BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan Metode Bermain Peran Berbantuan Media Topeng Bergambar Kelas V SD Negeri 3 Banjarsari Semester I Tahun Ajaran 2016/2017
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran IPA
Ruminiati (2007:57) menyatakan “Pembelajaran merupakan suatu
kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu, membimbing, dan
memotivasi siswa mempelajari suatu informasi tertentu dalam suatu proses
yang telah dirancang secara masak mencakup segala kemungkinan yang
terjadi”. Selain pendapat diatas Hamdani (2010:119) mengatakan
“pembelajaran adalah upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan
terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang
amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa serta
antar siswa”. Dari dua pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran suatu daya upaya guru yang dirancang dengan menciptakan
iklim dan suasana belajar yang optimal.
Wisudawati
&
Sulistyowati
(2015:182)
mengungkapkan
“pembelajaran IPA sebagai suatu sistem yang terdiri atas komponen
masukan pembelajaran, proses pembelajaran, dan keluaran pembelajaran”.
Dalam bukunya yang berjudul Metodologi Pembelajaran IPA, ia juga
mengungkapkan tentang pengertian pembelajaran IPA pada hakekatnya
adalah “interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi
yang telah ditetapkan”. Komponen-komponen pembelajaran merupakan
satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan dalam melaksanaan
pembelajaran. Misalkan seperti guru tidak akan dapat melaksanakan
pembelajaran tanpa adanya siswa begitu halnya siswa tidak hanya cukup
jika mengadakan interaksi dengan guru saja, tetapi membutuhkan
komponen-komponen yang lainya untuk mendukung proses pembelajaran
seperti kurikulum, model pembelajaran, metode, materi, media, dan
evaluasi. Dari semua komponen pembelajaran tersebut antara satu dengan
8
9
yang lain memiliki hubungan saling keterkaitan. Disinilah guru berperan
sebagai ujung tombak pembelajaran dan menyusun seluruh komponen
pembelajaran supaya hasil belajaran siswa memuaskan.
Pembelajaran IPA banyak membahas tentang ilmu-ilmu alam yang
merupakan hal baru bagi siswa usia Sekolah Dasar, maka dari itu peran
guru dalam maembimbing dan memfasilitator kegiatan pembelajaran
sangat membantu pepahaman siswa tentang alam sekitar. Trianto
(2010:260) hakekatnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan
perbaduan dari beberapa bidang ilmu diantaranya adalah ilmu-ilmu bilogi,
fisika, kimia, ilmu bumi dan astronomi. Semua benda yang ada di alam,
baik peristiwa maupun gejala-gejala yang muncul di dalamnya dipelajari
dalam mata pelajaran IPA. Ada tiga istilah dalam IPA yaitu “ilmu”,
“pengetahuan”, dan “alam”. Istilah lainnya yang juga sering dikenal yaitu
“sains” yang berasal dari kata “ natural science”. Natural artinya alamiyah
berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan.
Jadi Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari tentang
gejala-gejala atau peristiwa alam.
Berdasarkan
pemaparan
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
pembelajaran IPA adalah suatu proses pembelajaran yang memadukan
berbagai komponen pembelajaran dalam bentuk proses bembelajaran guna
mencapai tujuan pembelajaran yang berbentuk kompetensi yang
ditetapkan.
2.1.2 Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh
seseorang setelah mengalami proses belajar, untuk mengetahui hasil
belajar siswa tersebut maka diperlukan adanya pengukuran. Darmansyah
(2006:13) menyatakan bahwa “hasil belajar adalah penilaian terhadap
kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka”. Kemudian
menurut Kingsley dalam Sudjana (2011:22) “hasil belajar membagi tiga
macam hasil belajar mengajar: Ketrampilan dan kebiasaan, Pengetahuan
dan pengarahan, Sikap dan cita-cita”. Selain itu menurut Gagne, Blomm
9
10
dalam Suprijono (2011:6-7) mengemukakan bahwa: hasil belajar
mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik Kemudian
menurut Lingdren dalam Suprijono (2011:6) “hasil pembelajaran meliputi
kecakapan, informasi, pengertian dan sikap”. Dari pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar tidak hanya dilihat atau diukur dari angka
dari pengetahuan siswa, tetapi juga keterampilan dan sikap siswa.
Pengkuran hasil belajar yang dilakukan oleh guru ada tiga ranah,
yaitu kognitif, afektif, dan spikomotor. Bloom dalam bukunya Taxonomy
Of
Education Objectives (dalam Wardani, 2012:110). Ranah kognitif
adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman,
menjelaskan, meringkas), aplication (menerapkan), analisis/analysys
(menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation (menilai). Ranah
afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan
respon), valuing (nilai), psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan
rountinized. Dan ranah Psikomotor juga mencakup ketrampilan produktif,
tehnik, fisik, social, manajerial dan intelektual.
Dari ranah-ranah diatas seluruhnya merupakan segala aktivitas
yang melibatkan otak, fisik, kreatifitas siswa. Dalam rangka mengetahui
sejauh sejauh mana tingkat berpikir siswa tersebut maka diperlukan
adanya alat/instrumen yang digunakan untuk mengukur ketercapaian
tujuan pembelajaran yang sering digunakan oleh peneliti. Ada berbagai
macam instrumen yang sering digunakan untuk mengukur hasil belajar
siswa. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk
mengukur kemampuan siswa adalah instrumen tes, lembar observasi,
panduan wawancara, skala sikap, dan angket. Instrumen-instrumen yang
dipergunakan untuk mengukur tercapainya tujuan pembelajaran haruslah
valid, maksudnya instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur.
10
11
2.1.3 Metode Bermain Peran
“Metode
bermain
peran
atau role
playing adalah
pembelajaran sebagai bagian dari simulasi
metode
yang diarahkan untuk
mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau
kejadian-kejadian
yang
mungkin
muncul
pada
masa mendatang”
(Sanjaya, 2006:161). Sedangkan menurut Wiranataputra (2009:4.34)
“metode bermain peran (role playing) adalah metode pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memerankan suatu karakter
dalam situasi dan kondisi tertentu”. Artinya, bahwa tersebut harus mampu
berbuat, berbicara, bertindak sesuai dengan perannya. Menurut Djamarah
dan Zain (2008:28), “role playing adalah pengembangan imajinasi
dilakukan siswa dengan memerankan sebagian tokoh hidup atau benda
mati terkait dengan materi pelajaran yang dibahas nya”. Dan menurut Zaini
(2009:98) “role playing adalah suatu aktivitas pembelajaran terencana
yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik”.
Menurut Yamin (2009:166) “metode role playing adalah metode yang
melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang topik atau situasi,
dimana siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh yang
ia lakoni, mereka berinteraksi sesama sesama mereka melalui peran
terbuka”.
Jadi metode bermain peran (role playing) merupakan aktivitas/cara
belajar yang dilakukan siswa dengan cara memerankan karakter sesorang/
tokoh yang sesuai dengan naskah yang telah dibuat dan materi yang telah
ditentukan oleh guru, sehingga siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran
dengan cara yang menyenangkan.
2.1.4 Langkah-langkah Metode Bermain Peran
Langkah-langkah metode bermain peran menurut Sanjaya (2006:161)
adalah sebagai berikut.
1. Tahap persiapan yaitu menetapkan topik atau masalah
serta
tujuan
yang hendak
dicapai,
guru
memberikan
gambaran masalah dalam situasi, guru menetapkan pemain
yang akan terlibat (peranan yang harus dimainkan oleh
11
12
para pemeran serta waktu yang disediakan), guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada
siswa yang terlibat dalam peran.
2. Tahap
pelaksanaan
yaitu
kelompok
pemeran
mulai
memainkan perannya, para siswa lainnya mengikuti dengan
penuh
pemeran
perhatian,
yang
guru
memberikan bantuan
mengalami
kesulitan,
kepada
berhenti
saat
puncaknya karena untuk mendorong siswa berpikir dalam
menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.
3. Tahap penutup yaitu melakukan diskusi baik tentang
jalannya simulasi maupun materi cerita yang dimainkan,
guru mendorong siswa agar dapat memberikan
dan
tanggapan
terhadap
proses
kritik
pelaksanaan,
merumuskan kesimpulan.
Berdasarkan beberapa langkah-langkah yang diuraikan di atas,
penulis dapat menarik simpulan bahwa ada tiga tahap pelaksanaan metode
bermain peran:
1.
Tahap persiapan (menetapkan topik yang akan dicapai,
memberikan gambaran masalah, menetapkan pemain dan
memberikan kesempatan untuk bertanya tentang perannya).
2.
Tahap pelaksanaan (pemeran memulai perannya, siswa lainnya
memperhatian, memberikan bantuan kepada pemeran yang
kesulitan, menyelesaikan masalah yang disimulasikan)
3.
Tahap penutup (melakukan diskusi tentang jalannya simulasi
atau materi cerita yang dimainkan, mendorng siswa untuk
memberikan
kritik
dan
tanggapan
terhadap
proses
pelaksanaannya dan merumuskan kesimpulan).
2.2
Media Topeng Bergambar
Media pembelajaran dapat diterapkan dalam proses belajar
mengajar, tetapi sebaiknya dalam penerapan media pembelajaran tidak
berdiri sendiri karena pada dasarnya fungsi dari media merupakan alat
bantu dalam pembelajaran di kelas. Kata media berasal dari bahasa latin
12
13
yang merupakan bentuk jamak dari kata medium. Secara harfiah, media
berarti perantara, yaitu perantara antara sumber pesan (a source) dengan
penerima pesan (a receiver). Secara lebih jelasnya definisi media Arief
(2008:71) mengemukakan makna arti kata media, yaitu “media dapat
diartikan sebagai alat komunikasi yang di gunakan untuk membawa suatu
informasi dari sumber kepada penerima”. Sedangkan Uno (2008:2-3)
“media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk
menyalurkan pesan atau informasi”. Maka dapat disimpulkan bahwa
media pembelajaran adalah alat bantu yang di gunakan oleh guru untuk
membawa informasi kepada penerima (siswa) pada saat kegiataan proses
belajar mengajar berlangsung.
Menurut Sudjana dan Rivai (2010:1) bahwa “proses pengajaran
merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam sebuah proses pengajaran terdapat
beberapa faktor pendukung pengajaran atau bisa disebut dengan
lingkungan pengajaran. Salah satu lingkungan pengajaran yang penting
yaitu media pengajaran. Dengan penggunaan media pembelajaran yang
sesuai dengan materi ajar yaitu tumbuhan hijau diharapkan dapat
mencapai hasil belajar yang tinggi. Pemilihan media pembelajaran juga
harus disesuaikan dengan kondisi kelas agar dapat memaksimalkan
kegiatan belajar di dalam kelas. Pengguaan media pembelajaran bertujuan
untuk mempermudah siswa dalam menerima pelajaran dan tidak merasa
bosan karena siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar.
Pemilihan media topeng bergambar oleh peneliti karena cocok jika di
terapkan pada anak usia SD yang masih senang bermain dan melakukan
hal-hal baru yang menarik. Media topeng bergambar ini termasuk dalam
jenis media visual yang memaanfatkan indra penglihatan sebagai alat
bantu dalam proses belajar, dalam penerapannya media topeng bergambar
diterapkan sebagai alat bantu pelaksanaan metode bermain peran,
penggunaan
topeng bergambar ini
yaitu
ketika tokoh pemeran
menggunakan topeng bergambar sesuai dengan perannya yang sudah
13
14
disiapkan oleh guru saat tampil didepan kelas. Media topeng bergambar
yang digunakan dalam pembelajaran IPA materi tumbuhan hijau
diharapkan siswa dapat lebih gemar belajar IPA dengan menggunakan
topeng bergambar.
2.3
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2008) dengan judul
“Meningkatkan
Hasil
Belajar
Matematika
Sub
Pokok
Bahasan
Pembagian Menggunakan Metode Bermain Peran Pada Siswa Kelas 2
SD Negeri Bringin 1 Kecamatan Beringin Kabupaten Semarang Tahun
Ajaran 2008/2009”. Penelitian ini dilaksanakan dengan jumlah siswa 30.
Hasil tes awal nilai rata–rata siswa 5,5 pada post test 1 nilai rata– rata
siswa 6,8 dan pada nilai post 2 nilai rata– rata siswa 8,0 sehingga
metode bermain tersebut berhasil meningkatkan prestasi siswa. Penelitian
yang dilakukan oleh Nugraha berkaitan dengan penelitian ini yaitu
sama-sama menerapkan metode bermain peran. Namun perbedaannya
penelitian Nugraha hanya diberikan tindakan metode bermain peran,
sedangkan penelitian ini menerapkan metode bermain peran berbantuan
media topeng bergambar. Perbedaan terletak pada berbantuan media
topeng bergambar, dimana pada penelitian ini lebih inovatif dan
menarik.
Penelitian
judul ”Peningkatan
Angka
yang
dilakukann oleh Murwati
Prestasi
Melalui Penggunaan
Belajar
Matematika
Metode
Bermain
(2010)
dengan
Pembagian
Peran Pada
Dua
Siswa
Kelas 2 SD Candisari 1 Purwodadi Semester 2Tahun Ajaran 2009 /
2010”. Penelitian ini dilaksanakan dengan jumlah siswa 25. Nilai
siswa pada saat kondisi awal yang belum tuntas memenuhi KKM
sebanyak 48% dan yang sudah tuntas sebanyak 52%. Pada siklus 1 siswa
yang belum tuntas sebanyak 44% dan siswa yang sudah tuntas
sebanyak 56%, pada siklus 2 siswa yang tuntas mencapai 100%.
Berarti ketuntasan siswa pada kondisi awal ke kondisi siklus 1 ada
peningkatan sebesar 4% dan pada kondisi siklus 1 ke kondisi siklus 2
14
15
ada peningkatan sebesar 44%. Sehingga metode bermain tersebut
berhasil meningkatkan prestasi siswa. Penelitian yang dilakukan oleh
Muwarti berkaitan
dengan
penelitian
ini
yaitu
sama-sama
menerapkan metode bermain peran. Namun perbedaannya hanya
diberikan tindakan metode bermain peran, sedangkan penelitian
ini menambahkan media berbantuan topeng bergambar. Perbedaan
terletak
pada media yang dikombinasikan dengan media berbantuan
topeng bergambar.
Penelitian yang dilakukan oleh Sadali (2009) dengan judul
“Pengaruh Penerapan Model Pembelajran Role Playing Terhadap Aktifitas
Guru Dan Hasil Belajar Dalam Mata Pelajaran IPA SDN Sidorejo Lor 06
Salatiga”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sadali (2009)
menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan presentase ketuntasan siswa
dalam materi pelajaran dan terjadi peningkatan dalam aktivitas belajar.
Pada pembelajaran konvensional menunjukkan bahwa tingkat ketuntasan
belajar siswa termasuk dalam kategori rendah karena siswa merasa jenuh
mengembangjan potensi diri dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar
yang dicapai tidak optimal. Salah satunya alternatif model pembelajran
yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutanagar siswa tidak
merasa bosan atau jenuh maka peneliti menerapkan model pembelajran
Role Playing ke dalam pembelajaran agar lebih menyenangkan bagi siswa
kelas III mata pelajaran IPA SDN Sidorejo Lor 06 Salatiga. Penelitian
yang dilakukan oleh sadali berkaitan dengan penelitian ini yaitu samasama menerapkan metode bermain peran. Namun perbedaannya hanya
diberikan tindakan metode bermain peran, sedangkan penelitian ini
menambahkan media berbantuan topeng bergambar. Perbedaan terletak
pada media yang dikombinasikan dengan media berbantuan topeng
bergambar supaya lebih menarik.
Berdasarkan analisis judul yang pernah digunakan beberapa
peneliti di atas, maka dengan menerapkan metode bermain peran dapat
meningkatkan hasil belajar
siswa.
Dengan
analisis
tersebut
15
16
maka peneliti
melakukan
penelitian menerapkan metode bermain
peran berbantuan media topeng bergambar pada pelajaran IPA untuk
meningkatkan hasil belajar IPA siswa.
2.4
Kerangka Berpikir
Alur kerangka pikir ditujukan untuk mengarahkan jalannya
penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan.
Pembelajaran IPA menekankan pada cara mencari tahu yang berhubungan
tentang alam secara sistematis, bukan hanya penguasaan konsep atau
fakta saja, tetapi lebih mementingkan proses penemuan konsep tersebut.
Mata pelajaran IPA menekankan pada pengembangan keterampilan proses
dan sikap ilmiah, dimana dalam kegiatan pembelajaran memberikan
pengalaman belajar secara langsung. Jadi, kegiatan pembelajaran pada
mata pelajaran IPA menekankan siswa untuk aktif atau terlibat secara
langsung dalam menemukan konsep atau fakta
yang ada dengan
mengalami dan melakukan sendiri, sehingga siswa akan mendapat
pengalaman dalam belajar.
Kerangka pikir dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar
penelitian mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian.
Adapun skema itu adalah sebagai berikut. Pada kondisi awal (prasiklus)
dalam pembelajaran IPA guru menggunakan metode ceramah
atau
pembelajaran secara konvensional dimana siswa pasif mendengarkan
materi yang disampaikan oleh guru saja dan belum menerapkan
metode bermain peran berbantuan media topeng bergambar, sehingga
diperoleh hasil belajar siswa rendah dimana masih banyak siswa
memperoleh nilai dibawah KKM yaitu ≥75. Namun, setelah dilakukan
tindakan dengan menerapkan metode bermain peran berbantuan media
topeng bergambar siswa akan lebih tertarik dengan pembelajaran,
karena
siswa
akan
mempraktikkan
sendiri
sesuai
tokoh
yang
diperankannya.
Kerangka Pikir Siswa akan lebih tertarik dengan pembelajaran, dan
memberikan pengalaman praktis, sehingga mudah memahami materi yang
16
17
diberikan membentuk ingatan yang kuat dan keterampilan dalam
memerankannya. Memupuk keberanian, kerjasama, percaya diri, dan
tanggung jawab.
Hasil Belajar Siswa di
bawah KKM
dipengaruhi
Media
Pembelajaran
Model
Pembelajaran
Bermain Peran
Topeng
Bergambar
dianalisis
PENINGKATAN HASIL
BELAJAR
Keterangan :
: Yang diteliti
:
Yang
diterapkan
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berpikir
17
18
2.5
Hipotesis penelitian
Berdasarkan
penjelasan
diatas,
maka
hipotesis
yang
akan
dikemukakan oleh penulis adalah:
Hipotesis: terdapat peningkatan hasil belajar IPA kelas V SD N 3 Banjarsari
semester I tahun ajaran 2016/2017 dengan metode bermain peran berbantuan
media topeng bergambar.
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran IPA
Ruminiati (2007:57) menyatakan “Pembelajaran merupakan suatu
kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu, membimbing, dan
memotivasi siswa mempelajari suatu informasi tertentu dalam suatu proses
yang telah dirancang secara masak mencakup segala kemungkinan yang
terjadi”. Selain pendapat diatas Hamdani (2010:119) mengatakan
“pembelajaran adalah upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan
terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang
amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa serta
antar siswa”. Dari dua pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran suatu daya upaya guru yang dirancang dengan menciptakan
iklim dan suasana belajar yang optimal.
Wisudawati
&
Sulistyowati
(2015:182)
mengungkapkan
“pembelajaran IPA sebagai suatu sistem yang terdiri atas komponen
masukan pembelajaran, proses pembelajaran, dan keluaran pembelajaran”.
Dalam bukunya yang berjudul Metodologi Pembelajaran IPA, ia juga
mengungkapkan tentang pengertian pembelajaran IPA pada hakekatnya
adalah “interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi
yang telah ditetapkan”. Komponen-komponen pembelajaran merupakan
satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan dalam melaksanaan
pembelajaran. Misalkan seperti guru tidak akan dapat melaksanakan
pembelajaran tanpa adanya siswa begitu halnya siswa tidak hanya cukup
jika mengadakan interaksi dengan guru saja, tetapi membutuhkan
komponen-komponen yang lainya untuk mendukung proses pembelajaran
seperti kurikulum, model pembelajaran, metode, materi, media, dan
evaluasi. Dari semua komponen pembelajaran tersebut antara satu dengan
8
9
yang lain memiliki hubungan saling keterkaitan. Disinilah guru berperan
sebagai ujung tombak pembelajaran dan menyusun seluruh komponen
pembelajaran supaya hasil belajaran siswa memuaskan.
Pembelajaran IPA banyak membahas tentang ilmu-ilmu alam yang
merupakan hal baru bagi siswa usia Sekolah Dasar, maka dari itu peran
guru dalam maembimbing dan memfasilitator kegiatan pembelajaran
sangat membantu pepahaman siswa tentang alam sekitar. Trianto
(2010:260) hakekatnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan
perbaduan dari beberapa bidang ilmu diantaranya adalah ilmu-ilmu bilogi,
fisika, kimia, ilmu bumi dan astronomi. Semua benda yang ada di alam,
baik peristiwa maupun gejala-gejala yang muncul di dalamnya dipelajari
dalam mata pelajaran IPA. Ada tiga istilah dalam IPA yaitu “ilmu”,
“pengetahuan”, dan “alam”. Istilah lainnya yang juga sering dikenal yaitu
“sains” yang berasal dari kata “ natural science”. Natural artinya alamiyah
berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan.
Jadi Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari tentang
gejala-gejala atau peristiwa alam.
Berdasarkan
pemaparan
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
pembelajaran IPA adalah suatu proses pembelajaran yang memadukan
berbagai komponen pembelajaran dalam bentuk proses bembelajaran guna
mencapai tujuan pembelajaran yang berbentuk kompetensi yang
ditetapkan.
2.1.2 Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh
seseorang setelah mengalami proses belajar, untuk mengetahui hasil
belajar siswa tersebut maka diperlukan adanya pengukuran. Darmansyah
(2006:13) menyatakan bahwa “hasil belajar adalah penilaian terhadap
kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka”. Kemudian
menurut Kingsley dalam Sudjana (2011:22) “hasil belajar membagi tiga
macam hasil belajar mengajar: Ketrampilan dan kebiasaan, Pengetahuan
dan pengarahan, Sikap dan cita-cita”. Selain itu menurut Gagne, Blomm
9
10
dalam Suprijono (2011:6-7) mengemukakan bahwa: hasil belajar
mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik Kemudian
menurut Lingdren dalam Suprijono (2011:6) “hasil pembelajaran meliputi
kecakapan, informasi, pengertian dan sikap”. Dari pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar tidak hanya dilihat atau diukur dari angka
dari pengetahuan siswa, tetapi juga keterampilan dan sikap siswa.
Pengkuran hasil belajar yang dilakukan oleh guru ada tiga ranah,
yaitu kognitif, afektif, dan spikomotor. Bloom dalam bukunya Taxonomy
Of
Education Objectives (dalam Wardani, 2012:110). Ranah kognitif
adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman,
menjelaskan, meringkas), aplication (menerapkan), analisis/analysys
(menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation (menilai). Ranah
afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan
respon), valuing (nilai), psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan
rountinized. Dan ranah Psikomotor juga mencakup ketrampilan produktif,
tehnik, fisik, social, manajerial dan intelektual.
Dari ranah-ranah diatas seluruhnya merupakan segala aktivitas
yang melibatkan otak, fisik, kreatifitas siswa. Dalam rangka mengetahui
sejauh sejauh mana tingkat berpikir siswa tersebut maka diperlukan
adanya alat/instrumen yang digunakan untuk mengukur ketercapaian
tujuan pembelajaran yang sering digunakan oleh peneliti. Ada berbagai
macam instrumen yang sering digunakan untuk mengukur hasil belajar
siswa. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk
mengukur kemampuan siswa adalah instrumen tes, lembar observasi,
panduan wawancara, skala sikap, dan angket. Instrumen-instrumen yang
dipergunakan untuk mengukur tercapainya tujuan pembelajaran haruslah
valid, maksudnya instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur.
10
11
2.1.3 Metode Bermain Peran
“Metode
bermain
peran
atau role
playing adalah
pembelajaran sebagai bagian dari simulasi
metode
yang diarahkan untuk
mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau
kejadian-kejadian
yang
mungkin
muncul
pada
masa mendatang”
(Sanjaya, 2006:161). Sedangkan menurut Wiranataputra (2009:4.34)
“metode bermain peran (role playing) adalah metode pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memerankan suatu karakter
dalam situasi dan kondisi tertentu”. Artinya, bahwa tersebut harus mampu
berbuat, berbicara, bertindak sesuai dengan perannya. Menurut Djamarah
dan Zain (2008:28), “role playing adalah pengembangan imajinasi
dilakukan siswa dengan memerankan sebagian tokoh hidup atau benda
mati terkait dengan materi pelajaran yang dibahas nya”. Dan menurut Zaini
(2009:98) “role playing adalah suatu aktivitas pembelajaran terencana
yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik”.
Menurut Yamin (2009:166) “metode role playing adalah metode yang
melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang topik atau situasi,
dimana siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh yang
ia lakoni, mereka berinteraksi sesama sesama mereka melalui peran
terbuka”.
Jadi metode bermain peran (role playing) merupakan aktivitas/cara
belajar yang dilakukan siswa dengan cara memerankan karakter sesorang/
tokoh yang sesuai dengan naskah yang telah dibuat dan materi yang telah
ditentukan oleh guru, sehingga siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran
dengan cara yang menyenangkan.
2.1.4 Langkah-langkah Metode Bermain Peran
Langkah-langkah metode bermain peran menurut Sanjaya (2006:161)
adalah sebagai berikut.
1. Tahap persiapan yaitu menetapkan topik atau masalah
serta
tujuan
yang hendak
dicapai,
guru
memberikan
gambaran masalah dalam situasi, guru menetapkan pemain
yang akan terlibat (peranan yang harus dimainkan oleh
11
12
para pemeran serta waktu yang disediakan), guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada
siswa yang terlibat dalam peran.
2. Tahap
pelaksanaan
yaitu
kelompok
pemeran
mulai
memainkan perannya, para siswa lainnya mengikuti dengan
penuh
pemeran
perhatian,
yang
guru
memberikan bantuan
mengalami
kesulitan,
kepada
berhenti
saat
puncaknya karena untuk mendorong siswa berpikir dalam
menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.
3. Tahap penutup yaitu melakukan diskusi baik tentang
jalannya simulasi maupun materi cerita yang dimainkan,
guru mendorong siswa agar dapat memberikan
dan
tanggapan
terhadap
proses
kritik
pelaksanaan,
merumuskan kesimpulan.
Berdasarkan beberapa langkah-langkah yang diuraikan di atas,
penulis dapat menarik simpulan bahwa ada tiga tahap pelaksanaan metode
bermain peran:
1.
Tahap persiapan (menetapkan topik yang akan dicapai,
memberikan gambaran masalah, menetapkan pemain dan
memberikan kesempatan untuk bertanya tentang perannya).
2.
Tahap pelaksanaan (pemeran memulai perannya, siswa lainnya
memperhatian, memberikan bantuan kepada pemeran yang
kesulitan, menyelesaikan masalah yang disimulasikan)
3.
Tahap penutup (melakukan diskusi tentang jalannya simulasi
atau materi cerita yang dimainkan, mendorng siswa untuk
memberikan
kritik
dan
tanggapan
terhadap
proses
pelaksanaannya dan merumuskan kesimpulan).
2.2
Media Topeng Bergambar
Media pembelajaran dapat diterapkan dalam proses belajar
mengajar, tetapi sebaiknya dalam penerapan media pembelajaran tidak
berdiri sendiri karena pada dasarnya fungsi dari media merupakan alat
bantu dalam pembelajaran di kelas. Kata media berasal dari bahasa latin
12
13
yang merupakan bentuk jamak dari kata medium. Secara harfiah, media
berarti perantara, yaitu perantara antara sumber pesan (a source) dengan
penerima pesan (a receiver). Secara lebih jelasnya definisi media Arief
(2008:71) mengemukakan makna arti kata media, yaitu “media dapat
diartikan sebagai alat komunikasi yang di gunakan untuk membawa suatu
informasi dari sumber kepada penerima”. Sedangkan Uno (2008:2-3)
“media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk
menyalurkan pesan atau informasi”. Maka dapat disimpulkan bahwa
media pembelajaran adalah alat bantu yang di gunakan oleh guru untuk
membawa informasi kepada penerima (siswa) pada saat kegiataan proses
belajar mengajar berlangsung.
Menurut Sudjana dan Rivai (2010:1) bahwa “proses pengajaran
merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam sebuah proses pengajaran terdapat
beberapa faktor pendukung pengajaran atau bisa disebut dengan
lingkungan pengajaran. Salah satu lingkungan pengajaran yang penting
yaitu media pengajaran. Dengan penggunaan media pembelajaran yang
sesuai dengan materi ajar yaitu tumbuhan hijau diharapkan dapat
mencapai hasil belajar yang tinggi. Pemilihan media pembelajaran juga
harus disesuaikan dengan kondisi kelas agar dapat memaksimalkan
kegiatan belajar di dalam kelas. Pengguaan media pembelajaran bertujuan
untuk mempermudah siswa dalam menerima pelajaran dan tidak merasa
bosan karena siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar.
Pemilihan media topeng bergambar oleh peneliti karena cocok jika di
terapkan pada anak usia SD yang masih senang bermain dan melakukan
hal-hal baru yang menarik. Media topeng bergambar ini termasuk dalam
jenis media visual yang memaanfatkan indra penglihatan sebagai alat
bantu dalam proses belajar, dalam penerapannya media topeng bergambar
diterapkan sebagai alat bantu pelaksanaan metode bermain peran,
penggunaan
topeng bergambar ini
yaitu
ketika tokoh pemeran
menggunakan topeng bergambar sesuai dengan perannya yang sudah
13
14
disiapkan oleh guru saat tampil didepan kelas. Media topeng bergambar
yang digunakan dalam pembelajaran IPA materi tumbuhan hijau
diharapkan siswa dapat lebih gemar belajar IPA dengan menggunakan
topeng bergambar.
2.3
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2008) dengan judul
“Meningkatkan
Hasil
Belajar
Matematika
Sub
Pokok
Bahasan
Pembagian Menggunakan Metode Bermain Peran Pada Siswa Kelas 2
SD Negeri Bringin 1 Kecamatan Beringin Kabupaten Semarang Tahun
Ajaran 2008/2009”. Penelitian ini dilaksanakan dengan jumlah siswa 30.
Hasil tes awal nilai rata–rata siswa 5,5 pada post test 1 nilai rata– rata
siswa 6,8 dan pada nilai post 2 nilai rata– rata siswa 8,0 sehingga
metode bermain tersebut berhasil meningkatkan prestasi siswa. Penelitian
yang dilakukan oleh Nugraha berkaitan dengan penelitian ini yaitu
sama-sama menerapkan metode bermain peran. Namun perbedaannya
penelitian Nugraha hanya diberikan tindakan metode bermain peran,
sedangkan penelitian ini menerapkan metode bermain peran berbantuan
media topeng bergambar. Perbedaan terletak pada berbantuan media
topeng bergambar, dimana pada penelitian ini lebih inovatif dan
menarik.
Penelitian
judul ”Peningkatan
Angka
yang
dilakukann oleh Murwati
Prestasi
Melalui Penggunaan
Belajar
Matematika
Metode
Bermain
(2010)
dengan
Pembagian
Peran Pada
Dua
Siswa
Kelas 2 SD Candisari 1 Purwodadi Semester 2Tahun Ajaran 2009 /
2010”. Penelitian ini dilaksanakan dengan jumlah siswa 25. Nilai
siswa pada saat kondisi awal yang belum tuntas memenuhi KKM
sebanyak 48% dan yang sudah tuntas sebanyak 52%. Pada siklus 1 siswa
yang belum tuntas sebanyak 44% dan siswa yang sudah tuntas
sebanyak 56%, pada siklus 2 siswa yang tuntas mencapai 100%.
Berarti ketuntasan siswa pada kondisi awal ke kondisi siklus 1 ada
peningkatan sebesar 4% dan pada kondisi siklus 1 ke kondisi siklus 2
14
15
ada peningkatan sebesar 44%. Sehingga metode bermain tersebut
berhasil meningkatkan prestasi siswa. Penelitian yang dilakukan oleh
Muwarti berkaitan
dengan
penelitian
ini
yaitu
sama-sama
menerapkan metode bermain peran. Namun perbedaannya hanya
diberikan tindakan metode bermain peran, sedangkan penelitian
ini menambahkan media berbantuan topeng bergambar. Perbedaan
terletak
pada media yang dikombinasikan dengan media berbantuan
topeng bergambar.
Penelitian yang dilakukan oleh Sadali (2009) dengan judul
“Pengaruh Penerapan Model Pembelajran Role Playing Terhadap Aktifitas
Guru Dan Hasil Belajar Dalam Mata Pelajaran IPA SDN Sidorejo Lor 06
Salatiga”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sadali (2009)
menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan presentase ketuntasan siswa
dalam materi pelajaran dan terjadi peningkatan dalam aktivitas belajar.
Pada pembelajaran konvensional menunjukkan bahwa tingkat ketuntasan
belajar siswa termasuk dalam kategori rendah karena siswa merasa jenuh
mengembangjan potensi diri dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar
yang dicapai tidak optimal. Salah satunya alternatif model pembelajran
yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutanagar siswa tidak
merasa bosan atau jenuh maka peneliti menerapkan model pembelajran
Role Playing ke dalam pembelajaran agar lebih menyenangkan bagi siswa
kelas III mata pelajaran IPA SDN Sidorejo Lor 06 Salatiga. Penelitian
yang dilakukan oleh sadali berkaitan dengan penelitian ini yaitu samasama menerapkan metode bermain peran. Namun perbedaannya hanya
diberikan tindakan metode bermain peran, sedangkan penelitian ini
menambahkan media berbantuan topeng bergambar. Perbedaan terletak
pada media yang dikombinasikan dengan media berbantuan topeng
bergambar supaya lebih menarik.
Berdasarkan analisis judul yang pernah digunakan beberapa
peneliti di atas, maka dengan menerapkan metode bermain peran dapat
meningkatkan hasil belajar
siswa.
Dengan
analisis
tersebut
15
16
maka peneliti
melakukan
penelitian menerapkan metode bermain
peran berbantuan media topeng bergambar pada pelajaran IPA untuk
meningkatkan hasil belajar IPA siswa.
2.4
Kerangka Berpikir
Alur kerangka pikir ditujukan untuk mengarahkan jalannya
penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan.
Pembelajaran IPA menekankan pada cara mencari tahu yang berhubungan
tentang alam secara sistematis, bukan hanya penguasaan konsep atau
fakta saja, tetapi lebih mementingkan proses penemuan konsep tersebut.
Mata pelajaran IPA menekankan pada pengembangan keterampilan proses
dan sikap ilmiah, dimana dalam kegiatan pembelajaran memberikan
pengalaman belajar secara langsung. Jadi, kegiatan pembelajaran pada
mata pelajaran IPA menekankan siswa untuk aktif atau terlibat secara
langsung dalam menemukan konsep atau fakta
yang ada dengan
mengalami dan melakukan sendiri, sehingga siswa akan mendapat
pengalaman dalam belajar.
Kerangka pikir dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar
penelitian mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian.
Adapun skema itu adalah sebagai berikut. Pada kondisi awal (prasiklus)
dalam pembelajaran IPA guru menggunakan metode ceramah
atau
pembelajaran secara konvensional dimana siswa pasif mendengarkan
materi yang disampaikan oleh guru saja dan belum menerapkan
metode bermain peran berbantuan media topeng bergambar, sehingga
diperoleh hasil belajar siswa rendah dimana masih banyak siswa
memperoleh nilai dibawah KKM yaitu ≥75. Namun, setelah dilakukan
tindakan dengan menerapkan metode bermain peran berbantuan media
topeng bergambar siswa akan lebih tertarik dengan pembelajaran,
karena
siswa
akan
mempraktikkan
sendiri
sesuai
tokoh
yang
diperankannya.
Kerangka Pikir Siswa akan lebih tertarik dengan pembelajaran, dan
memberikan pengalaman praktis, sehingga mudah memahami materi yang
16
17
diberikan membentuk ingatan yang kuat dan keterampilan dalam
memerankannya. Memupuk keberanian, kerjasama, percaya diri, dan
tanggung jawab.
Hasil Belajar Siswa di
bawah KKM
dipengaruhi
Media
Pembelajaran
Model
Pembelajaran
Bermain Peran
Topeng
Bergambar
dianalisis
PENINGKATAN HASIL
BELAJAR
Keterangan :
: Yang diteliti
:
Yang
diterapkan
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berpikir
17
18
2.5
Hipotesis penelitian
Berdasarkan
penjelasan
diatas,
maka
hipotesis
yang
akan
dikemukakan oleh penulis adalah:
Hipotesis: terdapat peningkatan hasil belajar IPA kelas V SD N 3 Banjarsari
semester I tahun ajaran 2016/2017 dengan metode bermain peran berbantuan
media topeng bergambar.
18