BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tata Kelola Dana Bantuan Operasional Sekolah Pada SMP Negeri Wilayah Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
A I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar elakang Masalah.
Bantuan
Operasional
Sekolah
(BOS)
adalah
program pemerintah untuk penyediaan pendanaan
biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan
dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Acuan
yang dipakai pemerintah dalam menyelenggarakan BOS
adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yang mengamanatkan
bahwa setiap warga negara yang berusia 7 tahun
sampai 5 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib
belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya,
pada ayat 3 menyebutkan bahwa
wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
Biaya operasi nonpersonalia menurut Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun 2009
tentang Standar Pembiayaan meliputi biaya alat tulis
sekolah (ATS), biaya bahan dan alat habis pakai
(BAHP), biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan,
biaya daya dan jasa, biaya transportasi / perjalanan
dinas,
biaya
konsumsi,
biaya
asuransi,
biaya
pembinaan
siswa
/
esktrakurikuler,
biaya
uji
kompetensi, biaya praktik kerja industri dan biaya
pelaporan.
Pemerintah mulai merealisasikan dana BOS pada
Juli
2005
dengan
segala
perubahan
kebijakan.
Kebijakan itu mulai dari pola pengiriman dana BOS
dari pemerintah ke sekolah sampai kepada pengelolaan
dan pertanggungjawaban dana BOS oleh sekolah baik
negeri maupun swasta. Melalui Permendikbud No 76
Tahun 202 , nominal dana BOS yang dialokasikan
oleh pemerintah untuk SMP atau yang sederajat pada
tahun 2005 dari senilai Rp. 324.500 persiswa/tahun
menjadi Rp. 70.000 siswa/tahun pada tahun 202.
Nilai kenaikan dana
BOS yang lebih dari 00%
tentunya memerlukan tata kelola yang lebih baik dan
merupakan
salah
satu
dasar
pertimbangan
dari
penelitian yang akan penulis lakukan.
Mekanisme penyaluran dana BOS sejak tahun
2005 hingga tahun 200 menggunakan pola langsung,
artinya sekolah akan menerima dana BOS sesuai
dengan jumlah siswa dikalikan alokasi dana BOS dan
akan diterima ke rekening sekolah langsung dari
pemerintah pusat atau melalui pemerintah provinsi.
Pengelolaan dana BOS mulai tahun 2005 hingga tahun
200 tidak banyak mengalami perubahan yang cukup
berarti. Pada umumnya penggunaan dana BOS sejak
tahun 2005 hingga tahun 200 masih berkutat seputar
pembelian buku teks pelajaran, pembiayan penerimaan
peserta didik baru, pembiayaan pembelajaran remedial,
2
pengayaan, persiapan ujian, ekstrakurikuler, ulangan
harian, ulangan semester, ujian, pembelian bahan
habis
pakai
untuk
keperluan
kantor
atau
pembelajaran, langganan daya dan jasa, perawatan
ringan
sekolah,
honorarium
guru
dan
tenaga
kependidikan tidak tetap, pembiayaan MGMP, MKKS,
bantuan transpor siswa miskin, pengelolaan BOS,
pengadaan komputer desktop hingga kepada media
pembelajaran.
Pada
tahun
20
ada
perubahan
tentang
mekanisme penyaluran dana BOS ke sekolah. Melalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 37
Tahun 200 tentang Juknis Penggunaan Dana BOS
Tahun Anggaran 20 disebutkan antara lain bahwa
penyaluran
dana
BOS
dilaksanakan
dengan
cara
pemindahbukuan dari rekening Kas Umum Negara ke
rekening
Kas
Umum
Daerah
serta
maksimum
penggunaan dana BOS untuk belanja pegawai bagi
sekolah negeri sebesar 20%. Permendikbud Nomor 37
Tahun 200 nampaknya mulai kurang adaptif terhadap
kebutuhan sekolah.
Akhmad Nurokhman selaku
Kepala SMP Negeri 4 Wanasari Kabupaten Brebes
mengajukan surat pengunduran diri sebagai kepala
sekolah kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes.
Alasan Akhmad Nurokhman mengundurkan diri adalah
Permendiknas Nomor 37 Tahun 200 tentang Juknis
Penggunaan
Dana
BOS
Tahun
Anggaran
20
mempersempit ruang gerak dalam mengoptimalkan
pengembangan sekolah (Wawasan, 3 Januari 202).
3
Melalui Permendikbud Nomor 5 Tahun 20
tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS Tahun
Anggaran
202
terjadi
perubahan
pola
transfer
keuangan dana BOS. Pada tahun anggaran 202
mekanisme penyaluran dana BOS sudah tidak melalui
pemindahbukuan rekening melalui kas daerah seperti
yang terjadi pada tahun anggaran 20. Pada tahun
202 dana BOS disalurkan dari pemerintah pusat
langsung ke rekening sekolah. Kebijakan ini tentunya
menjadikan mekanisme transfer dana BOS menjadi
lebih pendek dan diharapkan dana BOS dapat segera
diterima oleh sekolah.
Terkait dengan penggunaan dana BOS, penelitian
Kusno ( 200 ) yang dilakukan di SD Negeri 0 Muara
Pawan Kabupaten Ketapang dikemukakan
dua
komponen
kegiatan
di
RAPBS
terdapat
yang
tidak
dilaksanakan oleh pihak sekolah yaitu : () pengadaan
komputer desktop dan (2) pemberian transpor kepada
siswa miskin.
Anggaran dua kegiatan tersebut oleh
Kepala Sekolah dan tim manajemen BOS di sekolah
dialihkan untuk : () pembelian buku teks pelajaran, (2)
pembiayaan
kegiatan
pemantapan
remidial,
persiapan
ujian,
pengayaan
(3)
dan
pembiayaan
perawatan sekolah dan (4) pengembangan profesi guru.
Kebijakan yang dilakukan oleh Kepala SD Negeri 0
Muara
Pawan
dan
manajemen
BOS
dalam
hal
mengalihkan anggaran melihat fakta bahwa sekolah
telah memiliki komputer yang masih baik serta siswa
tidak membutuhkan bantuan uang transpor karena
4
95% siswa naik sepeda atau diantar oleh orang tua.
Kebijakan
pengalihan
anggaran
memang
diizinkan
selama dana BOS digunakan sesuai dengan petunjuk
teknis penggunaan dana BOS.
Sementara itu penggunaan dana BOS tahun
200 pada SMP di Kota Padang untuk perluasan dan
pemerataan akses pelayanan pendidikan belum sesuai
harapan. Sasaran BOS untuk siswa miskin belum
tercapai. Hal ini dana BOS lebih banyak terserap untuk
pembayaran honor guru dan pegawai. Sementara
tujuan dana BOS adalah bantuan dana untuk kegiatan
non personalia. Selain itu dari sisi akuntabiltas juga
belum baik karena masih terdapat penggunaan dana
BOS di luar anggaran yang telah disusun ( Erwantosi,
200).
Persoalan yang tidak kalah pentingnya dalam
pengelolaan dana BOS adalah adanya pembatasan
untuk belanja pegawai bagi sekolah negeri sebesar
20%. Hal ini diterjemahkan oleh Dinas Pendidikan
Kabupaten Semarang, pada saat sosialiasi penggunaan
dan pengelolaan dana BOS dihadapan pengelola BOS
tingkat SMP yaitu bahwa pengertian dari 20% adalah
jumlah
dana
yang
digunakan
untuk
membayar
honorarium belanja pegawai dan honorarium kegiatan
lainnya. Semua sekolah negeri di Kabupaten Semarang
harus
adalah
menerapkan
sekolah
kebijakan
harus
tersebut.
menyusun
ulang
Akibatnya
Rencana
Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) agar sesuai
dengan kebijakan tersebut. Persoalan yang muncul
5
adalah terdapat sekolah terpaksa harus menurunkan
honorarium Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak
Tetap
(
PTT
)
serta
harus
menghilangkan
atau
meniadakan kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan
lain yang mana pada kegiatan tersebut membutuhkan
honorarium
pengelolaan.
Sementara
besaran
total
honorarium sudah melebihi kuota 20% dari anggaran
yang diterima sekolah.
Sehubungan pelaksanaan transfer dana BOS dari
pemerintah
pusat
melalui
rekening
kas
daerah
kabupaten / kota, untuk selanjutnya transfer ke
rekening dana BOS di sekolah banyak mengalami
persoalan keterlambatan maka melalui Permendikbud
Nomor 5 Tahun 20 tentang Tentang Petunjuk
Teknis Penggunaan Dana BOS dan Laporan Keuangan
BOS Tahun Anggaran 202 mekanisme transfer dana
BOS sudah tidak melalui mekanisme transfer ke kas
daerah. Sebenarnya dengan dilibatkannya pemerintah
kabupaten / kota dalam pelaksanaan transfer dana
BOS ke tiap sekolah maka tugas pemerintah pusat
dalam hal penyaluran dana BOS menjadi terbantukan.
Kenyataan di lapangan adalah ketika dana dari pusat
masuk ke kas daerah , penggunaannya harus melalui
mekanisme
walaupun
persetujuan
alokasi
dana
dan
pengesahan
tersebut
sudah
DPRD
jelas
peruntukannya.
Pelaporan pertanggungjawaban keuangan BOS
untuk tahun anggaran 20 sangat berbeda dengan
pelaporan pertanggungjawaban keuangan BOS untuk
6
tahun anggaran sebelumnya dan sesudahnya. Pada
tahun anggaran sebelumnya dan sesudah tahun 20
administrasi
pelaporan
pertanggungjawaban
BOS
cukup sederhana serta cukup diketahui oleh Komite
Sekolah. Pada tahun anggaran 20 pola administrasi
yang harus dikerjakan oleh bendahara BOS di sekolah
akan menjadi semakin bertambah ketika mekanisme
pelaporan
pertanggungjawaban
keuangan
harus
mengacu kepada sistem keuangan yang dikelola oleh
pemerintahan daerah.
Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota selaku
pemegang kendali pengelolaan BOS di tiap sekolah
memiliki
keterbatasan
dalam
supervisi
pengelolaan
dana
hal
monitoring
BOS.
Target
dan
yang
dicanangkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota
adalah pelaksanaan pengelolaan BOS adalah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku serta tepat sasaran.
Hasil Penelitian Dwi Santoso (2007) tentang keefektifan
penggunaan dana BOS, menyatakan bahwa tingkat
keefektifan penggunaan dana BOS sudah berjalan baik,
tingkat pembelajaran sudah berjalan baik, penerapan
dana BOS dalam pembelajaran belum dapat berjalan
dengan baik, masih banyak kendala yang dihadapi oleh
sekolah ,seperti mengenai kegiatan siswa di luar
pembelajaran (www.wawasan digital.com, 200).
Karding (2008) melaporkan penggunaan dana
BOS masih banyak untuk pembiayaan honorarium
pendidik dan tenaga kependidikan. Dana BOS belum
menyentuh
untuk
meringankan
beban
biaya
7
pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. Namun
demikian
dengan
adanya
dana
BOS
telah
ikut
meringankan orang tua dalam pembiayaan pendidikan.
Hasil wawancara Sutedjo (2009) dengan manajer BOS
Kabupaten
sekolah
Kendal
tentang
khususnya
pengelolaan
masalah
keuangan
transparansi
dan
akunbilitasnya, dikatakan bahwa masih ditemukan
adanya sekolah yang melakukan penyimpangan dalam
pengelolaan keuangan sekolah khususnya dana BOS,
sehingga
masih
masalah
belum
transparansi
dilaksanakan
dan
akuntabilitas
sebagaimana
mestinya
dimana hal ini bisa menimbulkan persepsi yang
berbeda-beda
diantara
stakeholder baik
internal
maupun eksternal.
Sinring
meneliti penggunaan dana BOS di
jenjang SD/MI di Sumatera Barat, Jawa Tengah, Bali,
Kalimantan
Tenggara
Timur,Sulawesi
Timur,
dana
Selatan,
BOS
dan
bermanfaat
Nusa
untuk
meningkatkan prestasi sekolah. Yang masuk dalam
prestasi sekolah yang dikaji adalah tingkat enrolmen
atau
pendaftaran,
angka
putus
sekolah,
tingkat
kelulusan, dan prestasi akademis peserta didik. Tetapi
pola dan penggunaan dana BOS tiap provinsi tidak
sama dalam urutan peruntukannya. Kondisi itu karena
tidak ada proporsi peruntukan dan penggunaan dana
BOS. Akibat lebih lanjut dana BOS tidak tepat sasaran
dalam penggunaannya. Itu diketahui sekolah saat
pemeriksaan BPK. Dana BOS yang sebenarnya bisa
meningkatkan prestasi sekolah, mesti dikembalikan
8
lagi ke negara. Dari penggunaan dana BOS di tiap
provinsi terlihat bahwa pemanfaatan untuk gaji guru
atau tenaga administrasi honorer mengambil porsi yang
cukup besar sekitar 20 - 40 persen. Akibatnya, dana
BOS yang dapat dinikmati siswa, termasuk untuk
membantu
siswa
miskin
menjadi
berkurang
(http://edukasi.kompas.com, 2009).
Adwin Maggau Patoppoi selaku Direktur Pattiro
Jeka menyatakan penggunaan dana BOS Tahun 20
masih sangat buruk. Antara lain penyebabnya karena
minimnya sosialisasi aturan berupa petunjuk teknis
(juknis)
dan
petunjuk
pelaksanaannya
(juklak)
penggunaan dana BOS. Dana BOS seharusnya dikelola
dengan melibatkan partisipasi stakeholder , transparan
dan
akuntabel.
Namun
masih
banyak
ditemukan
pengelolaan dana BOS baik dari perencanaan anggaran
hingga pelaksanaan anggaran hanya dilakukan oleh
kepala sekolah dan bendahara BOS, sehingga aspek
partisipasi, tranparansi , dan akuntabilitas pengelolaan
dana BOS menjadi rendah (http://siap2. pattiro.org,
202).
Tata kelola selalu mengalami persoalan apalagi
menyangkut masalah keuangan. Untuk itu sebagai
upaya untuk menciptakan tata kelola keuangan yang
baik
diperlukan
governance.
diungkapkan
governance
Dimana
dari
good
World
Bank
telah
karakteristik
dari
good
kuat
dari
menurut
sejumlah
yaitu
konsep
penerapan
masyarakat
yang
partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang
9
dapat diprediksi , eksekutif yang bertanggungjawab,
birokrasi yang profesional dan aturan hukum (Krina,
2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Karding (2008)
tentang
evaluasi
penggunaan
dana
BOS
di
Kota
Semarang dari aspek perluasan akses pendidikan.
Penelitian ini akan menganalisis tata kelola dana BOS
dari aspek partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas
pada
SMP
Negeri
Wilayah
Kabupaten Semarang.
Kecamatan
Tengaran
Penelitian ini penulis pilih
untuk dilakukan sehubungan sejak diluncurkannya
dana BOS hingga saat ini ada kenaikan lebih dari
00%,
yang mana tata kelola dengan menggunakan
prinsip good governance merupakan hal penting dalam
implementasi penggunaan dana BOS di sekolah.
1.2.
Rumusan Masalah.
Masalah
penelitian
ini
dirumuskan
sebagai
berikut :
. Bagaimanakah realisasi tata kelola dana BOS dari
aspek partisipasi, transparansi dan akuntabilitas
pada SMP Negeri di Wilayah Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang ?
2. Upaya apa sajakah yang dilakukan SMP Negeri di
Wilayah Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
agar bisa menjalankan pengelolaan dana BOS
secara partisipatif, transparan dan akuntabel ?
0
1.3
Tujuan Penelitian.
Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka
tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan :
. Realisasi
yang
pengelolaan
dilakukan pihak sekolah dalam
dana
BOS
dari
aspek
partisipasi,
transparansi dan akuntabilitas di SMP Negeri di
Wilayah
Kecamatan
Tengaran
Kabupaten
Semarang.
2. Upaya yang telah dilakukan SMP Negeri di Wilayah
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang agar
bisa menjalankan pengelolaan dana BOS secara
partisipatif, transparan dan akuntabel.
1.4
Manfaat Penelitian.
Hasil
penelitian
ini
setidaknya
dapat
memberikan gambaran atau tambahan referensi bagi
pengambil keputusan tentang regulasi penggunaan
dana BOS yang meliputi
a. Tingkat
partisipasi,
transparansi
dan
akuntabilitas sekolah dalam mengelola dana BOS
di SMP Negeri Wilayah Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang.
b. Upaya yang harus dilakukan pihak sekolah agar
pengelolaan
dana
BOS
dilaksanakan
secara
partisipatif, transparan dan akuntabel.
2
PENDAHULUAN
1.1.
Latar elakang Masalah.
Bantuan
Operasional
Sekolah
(BOS)
adalah
program pemerintah untuk penyediaan pendanaan
biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan
dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Acuan
yang dipakai pemerintah dalam menyelenggarakan BOS
adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yang mengamanatkan
bahwa setiap warga negara yang berusia 7 tahun
sampai 5 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib
belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya,
pada ayat 3 menyebutkan bahwa
wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
Biaya operasi nonpersonalia menurut Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun 2009
tentang Standar Pembiayaan meliputi biaya alat tulis
sekolah (ATS), biaya bahan dan alat habis pakai
(BAHP), biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan,
biaya daya dan jasa, biaya transportasi / perjalanan
dinas,
biaya
konsumsi,
biaya
asuransi,
biaya
pembinaan
siswa
/
esktrakurikuler,
biaya
uji
kompetensi, biaya praktik kerja industri dan biaya
pelaporan.
Pemerintah mulai merealisasikan dana BOS pada
Juli
2005
dengan
segala
perubahan
kebijakan.
Kebijakan itu mulai dari pola pengiriman dana BOS
dari pemerintah ke sekolah sampai kepada pengelolaan
dan pertanggungjawaban dana BOS oleh sekolah baik
negeri maupun swasta. Melalui Permendikbud No 76
Tahun 202 , nominal dana BOS yang dialokasikan
oleh pemerintah untuk SMP atau yang sederajat pada
tahun 2005 dari senilai Rp. 324.500 persiswa/tahun
menjadi Rp. 70.000 siswa/tahun pada tahun 202.
Nilai kenaikan dana
BOS yang lebih dari 00%
tentunya memerlukan tata kelola yang lebih baik dan
merupakan
salah
satu
dasar
pertimbangan
dari
penelitian yang akan penulis lakukan.
Mekanisme penyaluran dana BOS sejak tahun
2005 hingga tahun 200 menggunakan pola langsung,
artinya sekolah akan menerima dana BOS sesuai
dengan jumlah siswa dikalikan alokasi dana BOS dan
akan diterima ke rekening sekolah langsung dari
pemerintah pusat atau melalui pemerintah provinsi.
Pengelolaan dana BOS mulai tahun 2005 hingga tahun
200 tidak banyak mengalami perubahan yang cukup
berarti. Pada umumnya penggunaan dana BOS sejak
tahun 2005 hingga tahun 200 masih berkutat seputar
pembelian buku teks pelajaran, pembiayan penerimaan
peserta didik baru, pembiayaan pembelajaran remedial,
2
pengayaan, persiapan ujian, ekstrakurikuler, ulangan
harian, ulangan semester, ujian, pembelian bahan
habis
pakai
untuk
keperluan
kantor
atau
pembelajaran, langganan daya dan jasa, perawatan
ringan
sekolah,
honorarium
guru
dan
tenaga
kependidikan tidak tetap, pembiayaan MGMP, MKKS,
bantuan transpor siswa miskin, pengelolaan BOS,
pengadaan komputer desktop hingga kepada media
pembelajaran.
Pada
tahun
20
ada
perubahan
tentang
mekanisme penyaluran dana BOS ke sekolah. Melalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 37
Tahun 200 tentang Juknis Penggunaan Dana BOS
Tahun Anggaran 20 disebutkan antara lain bahwa
penyaluran
dana
BOS
dilaksanakan
dengan
cara
pemindahbukuan dari rekening Kas Umum Negara ke
rekening
Kas
Umum
Daerah
serta
maksimum
penggunaan dana BOS untuk belanja pegawai bagi
sekolah negeri sebesar 20%. Permendikbud Nomor 37
Tahun 200 nampaknya mulai kurang adaptif terhadap
kebutuhan sekolah.
Akhmad Nurokhman selaku
Kepala SMP Negeri 4 Wanasari Kabupaten Brebes
mengajukan surat pengunduran diri sebagai kepala
sekolah kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes.
Alasan Akhmad Nurokhman mengundurkan diri adalah
Permendiknas Nomor 37 Tahun 200 tentang Juknis
Penggunaan
Dana
BOS
Tahun
Anggaran
20
mempersempit ruang gerak dalam mengoptimalkan
pengembangan sekolah (Wawasan, 3 Januari 202).
3
Melalui Permendikbud Nomor 5 Tahun 20
tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS Tahun
Anggaran
202
terjadi
perubahan
pola
transfer
keuangan dana BOS. Pada tahun anggaran 202
mekanisme penyaluran dana BOS sudah tidak melalui
pemindahbukuan rekening melalui kas daerah seperti
yang terjadi pada tahun anggaran 20. Pada tahun
202 dana BOS disalurkan dari pemerintah pusat
langsung ke rekening sekolah. Kebijakan ini tentunya
menjadikan mekanisme transfer dana BOS menjadi
lebih pendek dan diharapkan dana BOS dapat segera
diterima oleh sekolah.
Terkait dengan penggunaan dana BOS, penelitian
Kusno ( 200 ) yang dilakukan di SD Negeri 0 Muara
Pawan Kabupaten Ketapang dikemukakan
dua
komponen
kegiatan
di
RAPBS
terdapat
yang
tidak
dilaksanakan oleh pihak sekolah yaitu : () pengadaan
komputer desktop dan (2) pemberian transpor kepada
siswa miskin.
Anggaran dua kegiatan tersebut oleh
Kepala Sekolah dan tim manajemen BOS di sekolah
dialihkan untuk : () pembelian buku teks pelajaran, (2)
pembiayaan
kegiatan
pemantapan
remidial,
persiapan
ujian,
pengayaan
(3)
dan
pembiayaan
perawatan sekolah dan (4) pengembangan profesi guru.
Kebijakan yang dilakukan oleh Kepala SD Negeri 0
Muara
Pawan
dan
manajemen
BOS
dalam
hal
mengalihkan anggaran melihat fakta bahwa sekolah
telah memiliki komputer yang masih baik serta siswa
tidak membutuhkan bantuan uang transpor karena
4
95% siswa naik sepeda atau diantar oleh orang tua.
Kebijakan
pengalihan
anggaran
memang
diizinkan
selama dana BOS digunakan sesuai dengan petunjuk
teknis penggunaan dana BOS.
Sementara itu penggunaan dana BOS tahun
200 pada SMP di Kota Padang untuk perluasan dan
pemerataan akses pelayanan pendidikan belum sesuai
harapan. Sasaran BOS untuk siswa miskin belum
tercapai. Hal ini dana BOS lebih banyak terserap untuk
pembayaran honor guru dan pegawai. Sementara
tujuan dana BOS adalah bantuan dana untuk kegiatan
non personalia. Selain itu dari sisi akuntabiltas juga
belum baik karena masih terdapat penggunaan dana
BOS di luar anggaran yang telah disusun ( Erwantosi,
200).
Persoalan yang tidak kalah pentingnya dalam
pengelolaan dana BOS adalah adanya pembatasan
untuk belanja pegawai bagi sekolah negeri sebesar
20%. Hal ini diterjemahkan oleh Dinas Pendidikan
Kabupaten Semarang, pada saat sosialiasi penggunaan
dan pengelolaan dana BOS dihadapan pengelola BOS
tingkat SMP yaitu bahwa pengertian dari 20% adalah
jumlah
dana
yang
digunakan
untuk
membayar
honorarium belanja pegawai dan honorarium kegiatan
lainnya. Semua sekolah negeri di Kabupaten Semarang
harus
adalah
menerapkan
sekolah
kebijakan
harus
tersebut.
menyusun
ulang
Akibatnya
Rencana
Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) agar sesuai
dengan kebijakan tersebut. Persoalan yang muncul
5
adalah terdapat sekolah terpaksa harus menurunkan
honorarium Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak
Tetap
(
PTT
)
serta
harus
menghilangkan
atau
meniadakan kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan
lain yang mana pada kegiatan tersebut membutuhkan
honorarium
pengelolaan.
Sementara
besaran
total
honorarium sudah melebihi kuota 20% dari anggaran
yang diterima sekolah.
Sehubungan pelaksanaan transfer dana BOS dari
pemerintah
pusat
melalui
rekening
kas
daerah
kabupaten / kota, untuk selanjutnya transfer ke
rekening dana BOS di sekolah banyak mengalami
persoalan keterlambatan maka melalui Permendikbud
Nomor 5 Tahun 20 tentang Tentang Petunjuk
Teknis Penggunaan Dana BOS dan Laporan Keuangan
BOS Tahun Anggaran 202 mekanisme transfer dana
BOS sudah tidak melalui mekanisme transfer ke kas
daerah. Sebenarnya dengan dilibatkannya pemerintah
kabupaten / kota dalam pelaksanaan transfer dana
BOS ke tiap sekolah maka tugas pemerintah pusat
dalam hal penyaluran dana BOS menjadi terbantukan.
Kenyataan di lapangan adalah ketika dana dari pusat
masuk ke kas daerah , penggunaannya harus melalui
mekanisme
walaupun
persetujuan
alokasi
dana
dan
pengesahan
tersebut
sudah
DPRD
jelas
peruntukannya.
Pelaporan pertanggungjawaban keuangan BOS
untuk tahun anggaran 20 sangat berbeda dengan
pelaporan pertanggungjawaban keuangan BOS untuk
6
tahun anggaran sebelumnya dan sesudahnya. Pada
tahun anggaran sebelumnya dan sesudah tahun 20
administrasi
pelaporan
pertanggungjawaban
BOS
cukup sederhana serta cukup diketahui oleh Komite
Sekolah. Pada tahun anggaran 20 pola administrasi
yang harus dikerjakan oleh bendahara BOS di sekolah
akan menjadi semakin bertambah ketika mekanisme
pelaporan
pertanggungjawaban
keuangan
harus
mengacu kepada sistem keuangan yang dikelola oleh
pemerintahan daerah.
Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota selaku
pemegang kendali pengelolaan BOS di tiap sekolah
memiliki
keterbatasan
dalam
supervisi
pengelolaan
dana
hal
monitoring
BOS.
Target
dan
yang
dicanangkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota
adalah pelaksanaan pengelolaan BOS adalah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku serta tepat sasaran.
Hasil Penelitian Dwi Santoso (2007) tentang keefektifan
penggunaan dana BOS, menyatakan bahwa tingkat
keefektifan penggunaan dana BOS sudah berjalan baik,
tingkat pembelajaran sudah berjalan baik, penerapan
dana BOS dalam pembelajaran belum dapat berjalan
dengan baik, masih banyak kendala yang dihadapi oleh
sekolah ,seperti mengenai kegiatan siswa di luar
pembelajaran (www.wawasan digital.com, 200).
Karding (2008) melaporkan penggunaan dana
BOS masih banyak untuk pembiayaan honorarium
pendidik dan tenaga kependidikan. Dana BOS belum
menyentuh
untuk
meringankan
beban
biaya
7
pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. Namun
demikian
dengan
adanya
dana
BOS
telah
ikut
meringankan orang tua dalam pembiayaan pendidikan.
Hasil wawancara Sutedjo (2009) dengan manajer BOS
Kabupaten
sekolah
Kendal
tentang
khususnya
pengelolaan
masalah
keuangan
transparansi
dan
akunbilitasnya, dikatakan bahwa masih ditemukan
adanya sekolah yang melakukan penyimpangan dalam
pengelolaan keuangan sekolah khususnya dana BOS,
sehingga
masih
masalah
belum
transparansi
dilaksanakan
dan
akuntabilitas
sebagaimana
mestinya
dimana hal ini bisa menimbulkan persepsi yang
berbeda-beda
diantara
stakeholder baik
internal
maupun eksternal.
Sinring
meneliti penggunaan dana BOS di
jenjang SD/MI di Sumatera Barat, Jawa Tengah, Bali,
Kalimantan
Tenggara
Timur,Sulawesi
Timur,
dana
Selatan,
BOS
dan
bermanfaat
Nusa
untuk
meningkatkan prestasi sekolah. Yang masuk dalam
prestasi sekolah yang dikaji adalah tingkat enrolmen
atau
pendaftaran,
angka
putus
sekolah,
tingkat
kelulusan, dan prestasi akademis peserta didik. Tetapi
pola dan penggunaan dana BOS tiap provinsi tidak
sama dalam urutan peruntukannya. Kondisi itu karena
tidak ada proporsi peruntukan dan penggunaan dana
BOS. Akibat lebih lanjut dana BOS tidak tepat sasaran
dalam penggunaannya. Itu diketahui sekolah saat
pemeriksaan BPK. Dana BOS yang sebenarnya bisa
meningkatkan prestasi sekolah, mesti dikembalikan
8
lagi ke negara. Dari penggunaan dana BOS di tiap
provinsi terlihat bahwa pemanfaatan untuk gaji guru
atau tenaga administrasi honorer mengambil porsi yang
cukup besar sekitar 20 - 40 persen. Akibatnya, dana
BOS yang dapat dinikmati siswa, termasuk untuk
membantu
siswa
miskin
menjadi
berkurang
(http://edukasi.kompas.com, 2009).
Adwin Maggau Patoppoi selaku Direktur Pattiro
Jeka menyatakan penggunaan dana BOS Tahun 20
masih sangat buruk. Antara lain penyebabnya karena
minimnya sosialisasi aturan berupa petunjuk teknis
(juknis)
dan
petunjuk
pelaksanaannya
(juklak)
penggunaan dana BOS. Dana BOS seharusnya dikelola
dengan melibatkan partisipasi stakeholder , transparan
dan
akuntabel.
Namun
masih
banyak
ditemukan
pengelolaan dana BOS baik dari perencanaan anggaran
hingga pelaksanaan anggaran hanya dilakukan oleh
kepala sekolah dan bendahara BOS, sehingga aspek
partisipasi, tranparansi , dan akuntabilitas pengelolaan
dana BOS menjadi rendah (http://siap2. pattiro.org,
202).
Tata kelola selalu mengalami persoalan apalagi
menyangkut masalah keuangan. Untuk itu sebagai
upaya untuk menciptakan tata kelola keuangan yang
baik
diperlukan
governance.
diungkapkan
governance
Dimana
dari
good
World
Bank
telah
karakteristik
dari
good
kuat
dari
menurut
sejumlah
yaitu
konsep
penerapan
masyarakat
yang
partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang
9
dapat diprediksi , eksekutif yang bertanggungjawab,
birokrasi yang profesional dan aturan hukum (Krina,
2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Karding (2008)
tentang
evaluasi
penggunaan
dana
BOS
di
Kota
Semarang dari aspek perluasan akses pendidikan.
Penelitian ini akan menganalisis tata kelola dana BOS
dari aspek partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas
pada
SMP
Negeri
Wilayah
Kabupaten Semarang.
Kecamatan
Tengaran
Penelitian ini penulis pilih
untuk dilakukan sehubungan sejak diluncurkannya
dana BOS hingga saat ini ada kenaikan lebih dari
00%,
yang mana tata kelola dengan menggunakan
prinsip good governance merupakan hal penting dalam
implementasi penggunaan dana BOS di sekolah.
1.2.
Rumusan Masalah.
Masalah
penelitian
ini
dirumuskan
sebagai
berikut :
. Bagaimanakah realisasi tata kelola dana BOS dari
aspek partisipasi, transparansi dan akuntabilitas
pada SMP Negeri di Wilayah Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang ?
2. Upaya apa sajakah yang dilakukan SMP Negeri di
Wilayah Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
agar bisa menjalankan pengelolaan dana BOS
secara partisipatif, transparan dan akuntabel ?
0
1.3
Tujuan Penelitian.
Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka
tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan :
. Realisasi
yang
pengelolaan
dilakukan pihak sekolah dalam
dana
BOS
dari
aspek
partisipasi,
transparansi dan akuntabilitas di SMP Negeri di
Wilayah
Kecamatan
Tengaran
Kabupaten
Semarang.
2. Upaya yang telah dilakukan SMP Negeri di Wilayah
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang agar
bisa menjalankan pengelolaan dana BOS secara
partisipatif, transparan dan akuntabel.
1.4
Manfaat Penelitian.
Hasil
penelitian
ini
setidaknya
dapat
memberikan gambaran atau tambahan referensi bagi
pengambil keputusan tentang regulasi penggunaan
dana BOS yang meliputi
a. Tingkat
partisipasi,
transparansi
dan
akuntabilitas sekolah dalam mengelola dana BOS
di SMP Negeri Wilayah Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang.
b. Upaya yang harus dilakukan pihak sekolah agar
pengelolaan
dana
BOS
dilaksanakan
secara
partisipatif, transparan dan akuntabel.
2