SII Penyebaran Islam di Nusantara

PENYEBARAN ISLAM DI NUSANTARA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Sejarah Islam Indonesia I
Dosen Pengampu: Suparman Jassin, M.Ag.

.

Oleh:
Faqih Kurnia Azis

1145010042

Hasna Nurfarida

1145010052

Jawad Mughofar KH

1145010071

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015

KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrohiim,
Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat, dan hidayahNya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini tanpa ada halangan apapun sesuai dengan waktu
yang telah di tentukan.
Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah
Sejarah Islam Indonesia I. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya
bagi para pembaca. Aamiin.

Bandung, 27 September 2015

Penyusun,

i


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................

1

B. Rumusan Masalah...........................................................................

1

C. Tujuan.............................................................................................

2

BAB II PEMBAHASAN
A. Penyebaran Islam di Nusantara......................................................


3

B. Penyebar Islam di Nusantara..........................................................

3

C. Cara Penyebaran Islam di Nusantara..............................................

5

D. Wilayah awal Perkembangan Penyebaran Islam di Nusantara.......

8

BAB III PENUTUP
A. Simpulan.........................................................................................

13

DAFTAR PUSTAKA


ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa agama Islam diturunkan oleh
Allah

kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Sejak saat itulah

Rasulullah mulai menyebarkan agama islam ke seluruh penjuru dunia.
Khususnya Jazirah Arab.
Agama Islam mulai berkembang semakin pesat ke seluruh Arab Saudi, wa
l-au pun masih mendapat penolakan dan ancaman dari para kaum kafir Quraisy.
Dengan usaha keras dan pantang menyerah dari Rasulullah SAW agama
Islam telah menyebar ke seluruh penjuru Arab. Hingga beliau wafat,
perjuangan untuk menyiarkan dan mendirikan agama Islam tidaklah berhenti
begitu saja. Sepeninggalnya beliau, perjuangan tersebut dilanjutkan oleh para
generasi selanjutnya yang pada akhirnya sampailah pada negeri tercinta ini, yaitu

Nusantara atau Indonesia.
Penyebaran Islam di Nusantara, termasuk di pulau Jawa, biasanya
digambarkan sebagai penyebaran yang bersifat damai. Dengan kata lain, Islam
tersebar di wilayah ini tanpa melalui peperangan sebagaimana yang terjadi di
Timur Tengah, Afrika Utara, Eropa, dan Asia Tengah. Penyebaran yang damai
ini dilihat oleh sebagian orang sebagai hal yang positif, karena membantu
terbentuknya karakteristik Islam yang cenderung damai dan toleran. Tapi ada
juga yang melihatnya sebagai kelemahan. Pola dakwahnya yang cenderung
kurang tegas dalam aspek aqidah dianggap telah menyebabkan banyaknya
percampuran nilai-nilai lokal yang tidak Islami dengan nilai-nilai dan praktek
agama Islam. Penjelasan lebih lanjut menegenai bagaimana Penyebaran Islam di
Nusantara, insyaAllah akan kami paparkan dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut;

1

2


a. Bagaimana Penyebaran Islam di Nusantara?
b. Siapa saja penyebar Islam di Nusantara?
c. Bagaimana Cara penyebaran Islam di Nusantara?
d. Wilayah mana saja yang menjadi awal Perkembangan Penyebaran Islam di
Nusantara?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk:
a. Mengetahui Penyebaran Islam di Nusantara
b. Mengetaui siapa saja penyebar islam di Nusantara.
c. Mengetahui Cara Penyebaran Islam di Nusantara.
d. Mengetahui Wilayah mana saja yang menjadi awal Perkembangan
Penyebaran Islam di Nusantara

BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyebaran Islam di Nusantara
Penyebaran

Islam


di

Nusantara adalah

proses

menyebarnya

agama Islam di Nusantara (sekarang Indonesia). Dalam buku Api Sejarah karya Ahmad
Mansur Suryanegera dijelaskan bahwa kalau diperhatikan mengenai awal masuknya islam
bisa di lihat dari Kesultanan Samodra Pasai di Sumatra yang didirikan pada 1275 M dan
menurut yang mempunyai selisih lebih awal 19 tahun dari Kerajaan Hindu Madjapahit
yang didirikan pada 1294 M. Dengan demikian tidak dapat dibenarkan pernyataan
masuknya Islam ke Nusantara sesudah runtuhnya Kerjaan Hindu Madjapahit.
Hal ini memberikan kita kejelasan bahwa kita harus paham antara apa yang dimaksud
dengan saat agama islam masuk dan saat perkembangan agama Islam, yang sangat jelas
bahwa kedua hal tersebut jauh berbeda
Masuknya agama islam adalah ketika agama islam baru dikenal oleh Bangsa Indonesia
dikenalkan oleh para niagawan Mulim pada saat melakukan transaksi niaga di pasar.
Demikian pula apa yang dimaksud dengan masa perkembangan agama Islam adalah saat

umat islam telah membangun kekuasaan politik islam atau kesultanan. Misalnya
Kesultanan Leran di Gresik Jawa Timur pada abad ke-11 M dan Kesultanan Samodra
Pasai di Sumetra Utara pada abad ke-13 M.1
B. Para Penyebar Islam di Nusantara
Umumnya kita mengira Wali Sanga sebagai pembawa pertama ajaran Islam ke Nusantara
Indonesia. Padahal, aktivitas para Wali Sanga terjadi pada Periode Perkembangan Agama
Islam di Nusantara yang ditandai dengan berdirinya kekuasaan politik islam dan
kesultanan.2 Karena sejatinya islam sudah mulai di dakwahkan ajarannya oleh para
wiraswasta di Nusantara sejak abad ke-7 M. Berikut ini para penyebar islam di Nusantara
pada masa perkembangan Islam di Nusantara:

1 Ahmad Mansur Suryanegara. 2014. Api Sejarah. Bandung: Penerbit Suryadinasti. Hal:
117
2 Ahmad Mansur Suryanegara. 2014. Api Sejarah. Bandung: Penerbit Suryadinasti. Hal:
119

3

4


1. Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)
Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor
penyebaran Islam di Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan
sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.
(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik
2. Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)
Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang
Cempa, ia sebagai mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi
dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang artinya
menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak
dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481M
3. Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku (Sunan Giri)
Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan
menguasai ilmu Falak. Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia
dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden Patah naik menjadi
Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai
mufti tanah Jawa.
4. Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang)
Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai
bersama-sama Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah.

Beliau wafat tahun 1515 M.
5. Raden Syahid (Sunan Kalijaga)
Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam.
Ia membuat wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan.
Sunan Giri sempat menentangnya, karena wayang Beber kala itu
menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai dengan ajaran
Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari
manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqih yang
dilakukannya dalam rangka dakwah Islam.

5

6. Syarifudin (Sunan Drajat)
Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang).
Dakwah beliau terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader
para da’i yang berdatangan dari berbagai daerah, antara lain dari
Ternate dan Hitu Ambon.
7. Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati)
Nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan
dengan Fatahillah, yang menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan

sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah satu
pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga
dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya
membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu,
yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat
dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali
8. Ja’far Sidiq (Sunan Kudus)
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15
dan wafat tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam
di daerah kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus
yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya
Nusantara.
9. Raden Umar Said (Sunan Muria)
Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan
Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana
gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di
Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.
C. Cara Penyebaran Islam di Nusantara
Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan.
Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan

6

persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena memang para ulama
berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-

Baqarah ayat 256

yang

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah
yang benar daripada jalan yang sesat.

artinya:
jelas

jalan

Karena itu barangsiapa

yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah ber
pegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Menden
gar lagi Maha Mengetahui.”
Adapun cara penyebaran Islam di Nusantara yaitu:
1. Perdagangan
Pada abad ke-7 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam
dari Arab, Persia, dan India. Mereka telah ambil bagian dalam kegiatan
perdagangan di Indonesia. Hal ini konsekuensi logisnya menimbulkan jalinan
hubungan dagang antara masyarakat Indonesia dan para pedagang Islam.
Di samping berdagang, sebagai seorang muslim juga mempunyai kewajiban
berdakwah maka para pedagang Islam juga menyampaikan dan
mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada orang lain. Dengan cara
tersebut, banyak pedagang Indonesia memeluk agama Islam dan mereka
pun menyebarkan agama Islam dan budaya Islam yang baru dianutnya
kepada orang lain. Dengan demikian, secara bertahap agama dan budaya
Islam tersebar dari pedagang Arab, Persia, India kepada bangsa Indonesia.
Proses penyebaran Islam melalui perdagangan sangat menguntungkan dan
lebih efektif dibanding cara lainnya.
2. Perkawinan
Kedudukan ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah menetap makin
membaik. Para pedagang itu menjadi kaya dan terhormat, tetapi keluarga
nya tidak dibawa serta. Para pedagang itu kemudian menikahi gadis-gadis setempat de
ngan syarat mereka harus masuk Islam. Cara itu pun
tidak mengalami kesulitan. Misalnya, perkawinan Raden Rahmat (Sunan
Ampel) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung Wilatikta; perkawinan
antara Raja Brawijaya dengan putri Jeumpa yang beragama Islam
kemudian berputra Raden Patah yang pada akhirnya menjadi Raja Demak.

7

3. Politik
Seorang raja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan
memegang peranan penting dalam proses Islamisasi. Jika raja sebuah
kerajaan memeluk agama Islam, otomatis rakyatnya akan berbondong-bondong memel
uk agama Islam. Karena, masyarakat Indonesia memiliki
kepatuhan yang tinggi dan raja selalu menjadi panutan rakyatnya. Jika raja
dan rakyat memeluk agama Islam, pastinya demi kepentingan politik maka
akan diadakannya perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan penyeba
ran agama Islam.
4. Pendidikan
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau
mubalig yang menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan
pondok–pondok pesantren. Dan di dalam pesantren itulah tempat
pemuda pemudi menuntut ilmu yang berhubungan dengan agama Islam.
Yang jika para pelajar tersebut selesai dalam menuntut ilmu mengenai
agama Islam, mereka mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kembali
ilmu yang diperolehnya kepada masyarakat sekitar. Yang akhirnya
masyarakat sekitar menjadi pemeluk agama Islam. Pesantren yang telah
berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren Sunan
Ampel Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan
Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku.
5. Seni Budaya
Perkembangan Islam dapat melalui seni budaya, seperti bangunan (masjid),
seni pahat, seni tari, seni musik, dan seni sastra. Cara seperti ini banyak
kita

jumpai di Jogjakarta, Solo, Cirebon, dll.

Seni

budaya Islam dibuat dengan

cara mengakrabkan budaya daerah setempat dengan ajaran Islam yang
disusupkan ajaran tauhid yang dibuat sederhana, sehalus dan sedapat
mungkin memanfaatkan tradisi lokal, seperti:
a. Membumikan ajaran Islam melalui syair-syair. Contohnya: Gending Dharma,
Suluk Sunan Bonang, Hikayat Sunan Kudus. dll
b. Mengkultulrasikan wayang yang sarat

akan

dokrin. Tokoh-

tokoh simbolis dalam wayang diadopsi atau mencipta nama lainnya yang bisa me

8

ndek-atkan dengan ajaran Islam. Mencipta tokoh baru dan narasi baru yang sarat p
engajaran.
c. Membunyikan bedug sebagai ajakan sholat lima waktu sekaligus alarm pengingat.
Sebab insting masyarakat telah akrab dengan gema bedug sebagai pemanggil
untuk acara keramaian.
d. Menggeser tradisi klenik dengan doa-doa pengusir jin sekaligus doa

kepada

leluhur. Diantaranya yang kita kenal dengan sebutan Tahlil.
6. Tasawuf
Seorang Sufi biasa dikenal dengan hidup dalam keserhanaan, mereka selalu
menghayati kehidupan masyarakatnya yang hidup bersama di tengah-tengah masyarak
atnya. Para Sufi biasanya memiliki keahlian yang
membantu masyarakat dan menyebarkan agama Islam. Para Sufi pada
masa itu diantaranya Hamzah Fansuri di Aceh dan Sunan Panggung Jawa
D. Wilayah Awal Perkembangan Penyebaran Islam di Nusantara
Pada awalnya sejarawan meyakini bahwa Islam menyebar di masyarakat Nusantara
dengan cara yang umumnya berlangsung damai, dan dari abad ke-7 sampai akhir abad ke19 Nusantara melihat hampir tidak ada aktivitas misionaris Muslim terorganisir. Namun
klaim ini kemudian dibantah oleh temuan sejarawan bahwa beberapa bagian dari Jawa,
seperti Suku Sunda di Jawa Barat dan kerajaan Majapahit di Jawa Timur ditaklukkan oleh
Muslim Jawa dari Kesultanan

Demak.

Kerajaan

Hindu-Buddha

Sunda Pajajaran

ditaklukkan oleh kaum Muslim di abad ke-16, sedangkan bagian pesisir-Muslim dan
pedalaman Jawa Timur yang Hindu-Buddha sering berperang. Pendiri Kesultanan
AcehAli Mughayat Syah memulai kampanye militer pada tahun 1520 untuk mendominasi
bagian utara Sumatera dan mengkonversi penduduknya menjadi Islam. Penyebaran
terorganisir Islam juga terbukti dengan adanya Wali Sanga (sembilan orang suci) yang
diakui mempunyai andil besar dalam Islamisasi Nusantara secara sistematis selama
periode ini.3
Malaka
Didirikan sekitar awal abad ke-15, negara perdagangan Melayu Kesultanan
Malaka (sekarang bagian Malaysia) didirikan oleh Sultan Parameswara, adalah, sebagai
pusat perdagangan paling penting di kepulauan Asia Tenggara, pusat kedatangan Muslim
3 Azra, Azyumardi. 2006. Islam in the Indonesian world: an account of institutional formation. Mizan Pustaka. Hal. 169

9

asing, dan dengan demikian muncul sebagai pendukung penyebaran Islam di Nusantara.
Parameswara sendiiri diketahui telah dikonversi ke Islam, dan mengambil nama Iskandar
Shah setelah kedatangan Laksamana Cheng Ho yang merupakan Suku Hui muslim dari
negeri China. Di Malaka dan di tempat lain batu-batu nisan bertahan dan menunjukkan
tidak hanya penyebaran Islam di kepulauan Melayu, tetapi juga sebagai agama dari
sejumlah budaya dan penguasa mereka pada akhir abad ke-15.
Sumatera Utara
Bukti yang lebih kuat mendokumentasikan transisi budaya yang berlanjut berasal
dari dua batu nisan akhir abad ke-14 dari Minye Tujoh diSumatera Utara, masing-masing
dengan tulisan Islam tetapi dengan jenis karakter India dan lainnya Arab. Berasal dari
abad ke-14, batu nisan di Brunei, Trengganu (timur laut Malaysia) dan Jawa Timur adalah
bukti penyebaran Islam. Batu Trengganu memiliki dominasi bahasa Sansekerta atas katakata Arab, menunjukkan representasi pengenalan hukum Islam. Menurut Ying-yai Shenglan: survei umum pantai samudra (1433) yang ditulis oleh Ma Huan, pencatat sejarah dan
penerjemah Cheng

Ho:

"negara-negara

utama

di

bagian

utara Sumatrasudah

merupakan Kesultanan Islam. Pada tahun 1414, ia (Cheng Ho) mengunjungi Kesultanan
Malaka, penguasanya Iskandar Shah adalahMuslim dan juga warganya, dan mereka
percaya dengan sangat taat".
Di Kampong Pande, Banda Aceh terdapat batu nisan Sultan Firman Syah, cucu
dari Sultan Johan Syah, yang memiliki sebuah prasasti yang menyatakan bahwa Banda
Aceh adalah ibukota Kesultanan Aceh Darussalam dan bahwa kota itu didirikan pada hari
Jumat, 1 Ramadhan (22 April 1205) oleh Sultan Johan Syah setelah ia menaklukkan
Kerajaan Hindu-Buddha Indra Purba yang beribukota di Bandar Lamuri.
Pembentukan kerajaan-kerajaan Islam lebih lanjut di bagian Utara pulau Sumatera
didokumentasikan oleh kuburan-kuburan akhir abad ke-15 dan ke-16 termasuk sultan
pertama dan kedua Kesultanan Pedir (sekarang Pidie), Muzaffar Syah, dimakamkan 902 H
(1497 M) dan Ma'ruf Syah, dimakamkan 917 H (1511 M). Kesultanan Aceh didirikan
pada awal abad ke-16 dan kemudian akan menjadi negara yang paling kuat di utara Pulau
Sumatra dan salah satu yang paling kuat di seluruh kepulauan Melayu. Sultan pertama
Kesultanan Aceh adalah Ali Mughayat Syah yang nisannya bertanggal tahun 936 H (1530
M).

10

Pada 1520, Ali Mughayat Syah memulai kampanye militer untuk mendominasi
bagian utara Sumatera. Dia menaklukkan Daya, dan mengkonversi orang-orangnya ke
Islam. Penaklukannya

berlanjut

seperti Pidie dan Pasai menggabungkan

ke

bawah

beberapa

daerah

pantai

timur,

penghasil emas dan lada.

Penambahan daerah-daerah tersebut akhirnya menyebabkan ketegangan internal dalam
Kesultanan Aceh, karena kekuatan Aceh adalah sebagai bandar perdagangan, yang
kepentingan ekonominya berbeda dari wilayah-wilayah bandar produksi.
Buku

ahli

pengobatan Portugis Tome

Pires yang

mendokumentasikan

pengamatannya atas Jawa dan Sumatera dari kunjungannya tahun 1512-1515, dianggap
salah satu sumber yang paling penting tentang penyebaran Islam di Nusantara. Pada saat
tersebut, menurut Piers, kebanyakan raja di Sumatera adalah Muslim, dari Aceh dan ke
selatan sepanjang pantai timur ke Palembang, para penguasanya adalah Muslim,
sementara sisi selatan Palembang dan di sekitar ujung selatan Sumatera dan ke pantai
barat,

sebagian

besar

bukan.

Di

kerajaan

lain

Sumatera,

seperti Pasai dan Minangkabau penguasanya adalah Muslim meskipun pada tahap itu
warga mereka dan orang-orang di daerah tetangga bukan. Bagaimanapun, dilaporkan oleh
Pires bahwa agama Islam terus memperoleh penganut baru.
Setelah kedatangan rombongan kolonial Portugis dan ketegangan yang mengikuti
tentang

kekuasaan

atas perdagangan

rempah-rempah,

Sultan Aceh Alauddin

al-

Kahar (1539-1571) mengirimkan dutanya ke Sultan Kesultanan Utsmaniyah, Suleiman
I tahun 1564, meminta dukungan Utsmaniyah melawan Kekaisaran Portugis. Dinasti
Utsmani kemudian dikirim laksamana mereka, Kurtoğlu Hızır Reis. Dia kemudian
berlayar dengan kekuatan 22 kapal membawa tentara, peralatan militer dan perlengkapan
lainnya. Menurut laporan yang ditulis oleh Laksamana Portugis Fernão Mendes Pinto,
armada Utsmaniyah yang pertama kali tiba di Aceh terdiri dari beberapa orang Turki dan
kebanyakanMuslim dari pelabuhan Samudera Hindia.
Jawa Tengah dan Jawa Timur
Prasasti-prasasti dalam aksara Jawa Kuno, bukan bahasa Arab, ditemukan pada
banyak serangkaian batu nisan bertanggal sampai 1369 M di Jawa Timur, menunjukkan
bahwa mereka hampir pasti adalah Jawa pribumi, bukan Muslim asing. Karena dekorasi
rumit

dan

kedekatan

dengan

lokasi

bekas

ibukota

kerajaan

Hindu-

11

Buddha Majapahit, Louis-Charles Damais (peneliti dan sejarawan) menyimpulkan bahwa
makam ini adalah makam orang-orang Jawa pribumi yang sangat terhormat, bahkan
mungkin keluarga kerajaan.4 Hal ini menunjukkan bahwa beberapa elit Kerajaan
Majapahit di Jawa telah memeluk Islam pada saat Majapahit yang merupakan Kerajaan
Hindu-Buddha berada di puncak kejayaannya.
Ricklefs (1991) berpendapat bahwa batu-batu nisan Jawa timur ini, berlokasi dan
bertanggal di wilayah non-pesisir Majapahit, meragukan pandangan lama bahwa Islam di
Jawa berasal dari pantai dan mewakili oposisi politik dan agama untuk kerajaan
Majapahit. Sebagai sebuah kerajaan dengan kontak politik dan perdagangan yang luas,
Majapahit hampir pasti telah melakukan kontak dengan para pedagang Muslim, namun
kemungkinan adanya abdi dalem keraton yang berpengalaman untuk tertarik pada agama
kasta pedagang masih sebatas dugaan. Sebaliknya, guru Sufi-Islam yang dipengaruhi
mistisisme dan mungkin mengklaim mempunyai kekuatan gaib, lebih mungkin untuk
diduga sebagai agen konversi agama para elit istana Jawa yang sudah lama akrab dengan
aspek mistisisme Hindu dan Buddha.5
Pada awal abad ke-16, Jawa Tengah dan Jawa Timur, daerah di mana suku
Jawa hidup, masih dikuasai oleh raja Hindu-Buddha yang tinggal di pedalaman Jawa
Timur di Daha (sekarang Kediri). Namun daerah pesisir seperti Surabaya, telah terIslamisasi dan sering berperang dengan daerah pedalaman, kecuali Tuban, yang tetap setia
kepada raja Hindu-Buddha. Beberapa wilayah di pesisir tersebut adalah wilayah penguasa
Jawa

yang

telah

berkonversi

ke

Islam,

atau

wilayah Tionghoa Muslim, India, Arab dan Melayuyang menetap dan mendirikan negara
perdagangan mereka di pantai. Menurut Pires, para pemukim asing dan keturunan mereka
tersebut begitu mengagumi budaya Hindu-Buddha Jawa sehingga mereka meniru gaya
tersebut dan dengan demikian mereka menjadi "Jawa". Perang antara Muslim-pantai dan
Hindu-Buddha-pedalaman ini juga terus berlanjut lama setelah jatuhnya Majapahit
oleh Kesultanan Demak, bahkan permusuhan ini juga terus berlanjut lama setelah kedua
wilayah tersebut mengadopsi Islam.

4 Ma Huan’s, 1970. Ying-yai Sheng-lan: The overall survey of the ocean's shores' (1433). Ed. and transl. J.V.G. Mills.
Cambridge: University Press

5 Ricklefs, M.C. 1991. A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd Edition. London: MacMillan. Hal. 8

12

Kapan orang-orang di pantai utara Jawa memeluk Islam tidaklah jelas. Muslim
Tionghoa, Ma Huan, utusan Kaisar Yongle, mengunjungi pantai Jawa pada 1416 dan
melaporkan dalam bukunya, Ying-yai Sheng-lan: survei umum pantai samudra (1433),
bahwa hanya ada tiga jenis orang di Jawa: Muslim dari wilayah barat Nusantara,
Tionghoa (beberapa adalah Muslim) dan Jawa yang bukan Muslim. Karena batu-batu
nisan Jawa Timur adalah dari Muslim Jawa lima puluh tahun sebelumnya, laporan Ma
Huan menunjukkan bahwa Islam mungkin memang telah diadopsi oleh sebagian abdi
dalem istana Jawa sebelum orang Jawa pesisir.
Sebuah nisan Muslim bertanggal 822 H (1419 M) ditemukan di Gresik, pelabuhan
di Jawa Timur dan menandai makam Maulana Malik Ibrahim. Namun bagaimanapun, dia
adalah orang asing non-Jawa, dan batu nisannya tidak memberikan bukti konversi pesisir
Jawa. Namun Malik Ibrahim, menurut tradisi Jawa adalah salah satu dari sembilan rasul
Islam di Jawa (disebut Wali Sanga) meskipun tidak ada bukti tertulis ditemukan tentang
tradisi ini. Pada abad ke-15-an, Kerajaan Majapahit yang kuat di Jawa berada di
penurunan. Setelah dikalahkan dalam beberapa pertempuran, kerajaan Hindu terakhir di
Jawa jatuh di bawah meningkatnya kekuatan Kesultanan Demak pada tahun 1520.
Jawa Barat
Suma Oriental ("Dunia Timur") yang ditulis Tome Pires melaporkan juga
bahwa Suku Sunda di Jawa Barat bukanlah Muslim di zamannya, dan memang memusuhi
Islam. Sebuah penaklukan oleh Muslim di daerah ini terjadi pada abad ke-16. Dalam
studinya tentang Kesultanan Banten, Martin van Bruinessen berfokus pada hubungan
antara mistik dan keluarga kerajaan, mengkontraskan bahwa proses Islamisasi dengan
yang yang berlaku di tempat lain di Pulau Jawa: "Dalam kasus Banten, sumber-sumber
pribumi mengasosiasikan "tarekat" tidak dengan perdagangan dan pedagang, tetapi
dengan raja, kekuatan magis dan legitimasi politik." Ia menyajikan bukti bahwa Sunan
Gunung jati di inisiasi ke dalam aliran "Kubra", "Shattari", dan "Naqsyabandiyah"
dari sufisme.

13

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Penyebaran

Islam

di

Nusantara adalah

proses

menyebarnya

agama Islam di Nusantara (sekarang Indonesia). Dalam buku Api Sejarah karya Ahmad
Mansur Suryanegera dijelaskan bahwa kalau diperhatikan mengenai awal masuknya islam
bisa di lihat dari Kesultanan Samodra Pasai di Sumatra yang didirikan pada 1275 M dan
menurut yang mempunyai selisih lebih awal 19 tahun dari Kerajaan Hindu Madjapahit
yang didirikan pada 1294 M. Dengan demikian tidak dapat dibenarkan pernyataan
masuknya Islam ke Nusantara sesudah runtuhnya Kerjaan Hindu Madjapahit.
Para Penyebar Gama islam di Nusantara umumnya kita mengira Wali Sanga

sebagai pembawa pertama ajaran Islam ke Nusantara Indonesia. Padahal, aktivitas para
Wali Sanga terjadi pada Periode Perkembangan Agama Islam di Nusantara yang ditandai
dengan berdirinya kekuasaan politik islam dan kesultanan. Karena sejatinya islam sudah
mulai di dakwahkan ajarannya oleh para wiraswasta di Nusantara sejak abad ke-7 M
Cara Penyebaran Islam di Nusantara yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Perdangangan
Perkawinan
Politik
Pendidikan
Seni Budaya
Tasawuf

Wilayah awal perkembangan penyebaran Islam di Nusantara yaitu Malaka, Sumatera
Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.

13

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 2006. Islam in the Indonesian world: an account of institutional formation.
Mizan Pustaka.
Badriyatim, 2008. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Grafindo Persada
Ma Huan’s, 1970. Ying-yai Sheng-lan: The overall survey of the ocean's shores' (1433). Ed.
and transl. J.V.G. Mills. Cambridge: University Press
Ricklefs, M.C. 1991. A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd Edition. London:
MacMillan.
Suryanegara, Ahmad Mansur. 2014. Api Sejarah. Bandung: Penerbit Suryadinasti.