Pemikiran Pendidikan Islam Pada Masa Uma

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA UMAYYAH
Diajukan Untuk Memenuhi Makalah Individu Pada Mata Kuliah
Pemikiran Pendidikan Islam (Revisi Makalah)

Oleh:
Hafizah Fitri Rambe
NIM.3003163009
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Dja’far Siddik, MA
Prodi : Pendidikan Islam

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

1

Abstract
The state of education in the reign of the Umayyads was more developed

than at the time of Khulafur Rashidin. The development of education is the most
prominent is on aspects of institutional and science are taught. In the institutional
aspect has emerged and developed new educational institutions, namely the
palace, badiah. The science that is taught not only the field of religion, but also the
general sciences. Nevertheless, the religious sciences are still dominant compared
to general science. As for when we see in terms of the system is still simple and
conventional, and can not be equated with the education system that has
developed as at this time.
Keywords : Thinking, Islamic Education, In Umayyah

Abstrak
Pendidikan pada masa kekuasaan bani Umayyah sudah lebih berkembang
dibandingkan pada zaman Khulafur Rasyidin. Perkembangan pendidikan tersebut
yang paling menonjol adalah pada aspek kelembagaan dan ilmu yang diajarkan.
Pada aspek kelembagaan telah muncul dan berkembang lembaga pendidikan baru,
yakni istana, badiah. Adapun ilmu yang diajarkan bukan hanya bidang agama
saja, melainkan juga ilmu-ilmu umum. Namun demikian, ilmu-ilmu agama masih
dominan dibandingkan dengan ilmu umum. Adapun bila kita lihat dari segi
sistemnya masih bersifat sederhana dan konvensional, dan belum dapat disamakan
dengan sistem pendidikan yang sudah berkembang seperti pada saat ini.

Kata Kunci : Pemikiran, Pendidikan Islam, Pada Masa Umayyah

2

BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan sejarah pemikiran pendidikan Islam dari masa kemasa selalu
mengalami proses

perubahan yang berdampak baik bagi perkembangan

intelektual masyarakat Islam pada saat itu. Pemikiran pendidikan Islam terus
mengalami perkembangan dari masa Rasulullah, masa Khulafaur Rasyidin, dan
pada masa dinasti Umayyah. Perubahan pemikiran pendidikan Islam ini juga
mengubah sistem pendidikan Islam menjadi lebih maju.
Setelah masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin berakhir, dan dilanjutkan
oleh dinasti Umayyah. Pada masa Umayyah pemikiran pendidikan Islam
memasuki babak baru, dimana kstabilan politik telah dirasakan oleh negaranegara Islam lainnya. Oleh karena itu, tidak heran jika perhatian orang-orang
Islam sudah mengarah pada masalah kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan

peradaban- peradaban baru. Dalam waktu yang sama mereka memberikan
perhatian besar pada ilmu bahasa, sastra, dan agama untuk pemilihannya dari
pikiran – pikiran luar.
Pada masa ini terjadinya perubahan sistem pemerintahan yang berubah
menjadi Monarki atau Kerajaan. Pada priode dinasti Umayyah, pendidikan di
lakukan di beberapa lembaga seperti: kuttab, masjid dan majelis sastra. Materi
yang diajarkan bertingkat-tingkat dan bermacam-macam. Metode pengajarannya
pun tidak sama. Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuan dalam berbagai
bidang tertentu, selain itu pada masa ini juga terjadi pergolakan politik untuk
memperluas wilayah kekuasaan. Semua itu mengakibatkan terjadinya perubahan
pada pola pemikiran pendidikan Islam pada masa ini, mulai dari adanya
perbedaan kurikulum antara murid yang sekolah di khuttab dengan murid yang
sekolah di sekolah Istana dan lain sebagainya.
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan Islam senantiasa berusaha untuk
bisa lebih maju bahkan pendidikan Barat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
kegaiatan penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab, berkembangnya
lembaga pendidikan serta kurikulum dan metodenya, berkembangnya ilmu

3


pengetahuan, serta berkembang pula gerakan-gerakan ilmiah yang belum
digalakkan pada masa-masa sebelumnya.
Oleh karena itu dalam makalah ini sengaja penulis akan membahas mengenai
pemikiran pendidikan Islam pada masa dinasti Umayyah yang tercakup pada :
pendidikan Islam pada masa dinasti Umayyah, karakteristik pendidikan pada masa
dinasti Umayyah, tempat-tempat pendidikan pada masa dinasti Umayyah, pusatpusat pendidikan pada masa dinasti Umayyah, dan perkembangan ilmu
pengetahuan.

4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Umayyah
Lahirnya Bani Umayyah (41 H-132 H/661 M-740 M) bertepatan
dengan suasana pertentangan yang sangat memuncak antara Bani Hasyim
dengan Bani Umayyah (41 H-132 H/661 M-740 M), yang kemudian
menelorkan perang saudara pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin.1
Keberhasilan

Muawiyah


pendiri

dinasti

Umayyah

mencapai

ambisi

mendirikan kekuasaan daulah ini disebabkan dalam diri Muawiyah terkumpul
sifat-sifat penguasa, politikus dan administrator. Ia yang mudah bergaul
dengan berbagai karakter manusia, sehingga ia dapat menguasai berbagai
karakter tokoh-tokoh pendukungnya bahkan yang pernah menjadi

bekas

lawan politiknya sekalipun. Secara esensial, pendidikan Islam pada masa bani
Umayyah tiak jauh beda dengan pendidikan masa Khulafaur Rasyidin. Hanya

ada sedikit perbedaan dan perkembangannya tersendiri.2 Bidang pendidikan
masa ini sedikitnya perhatian para raja untuk memperlihatkan perkembangan
pendidikan yang telah maksimal, sehingga pendidikan berjalan tidak diatur
oleh pemerintah, tetapi oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang
mendalam. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah
hampir tidak diketemukan. Oleh karena itu sistem pendidikan Islam yang
terjadi ketika itu masih berjalan secara alamiah.3
Kemajuan dalam bidang pendidikan yang dicapai pada masa ini
berkaiatan sekali dengan mantapnya sistem pemerintahan Islam sebagai suatu
negara. Dalam negara itu perhatian kaum muslimin diarahkan kepada
pembangunan peradaban, ilmu pengetahuan dan lain-lain sebagainya. Hal ini
tiada lain adalah karena adanya hubungan atau persentuhan dan kontak budaya
dengan bangsa – bangsa lain yang telah di taklukan.4
1

A. Hasimy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang,1993), h. 151.
Siswanto, Dinamika Pendidikan Islam Perspektif Historis (Surabaya: Salsabila Putra
Pratama, 2015), h.46.
3
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2004), h.14.
4
Fakhrur Rozy Dalimunthe, Sejarah Pendidikan Islam Latar Belakang, Analisis dan
Pemikirannya (Medan: Firma RIMBOW, 1986), h. 33.
2

5

Pola pemikiran terhadap pendidikan Islam pada masa ini telah
berkembang, sehingga peradaban Islam mulai bersifat internasional dengan
meliputi tiga Benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar
Asia yang kesemuanya itu di persatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa
resmi negara. Dalam hal ini periode dinasti Umayyah ini merupakan masa
inkubasi. Dasar-dasar dari kemajuan pendidikan yang dimunculkan, sehingga
intelektual muslim berkembang.5
B. Karakteristik Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah
Masa dinasti Umayyah karakteristik pendidikan berbeda dengan masa
Rasulullah dan Khulafa Ar-Rasyidin, pada masa ini ada beberapa karakteristik
pendidikan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bersifat Arab

Pendidikan pada masa dinasti Umayyah adalah bersifat Arab dan Islam
tulen, artinya yang terlibat dalam dunia pendidikan masih didominasi oleh
orang-orang Arab, karena pada saat itu elemen-elemen Islam yang baru
belum begitu tercampur. Hal ini disebabkan karena pada saat itu unsurunsur Arab yang memberi arah pemerintahan secara politik agama dan
budaya.
2. Meneguhkan Dasar-dasar Agama Islam yang Baru Muncul
Pendidikan Islam yang baru mengalami berkembang, memerlukan
peneguhan terhadap dasar-dasar Agama Islam. Oleh karena itu pendidikan
Islam pada periode ini berusaha untuk menyebarkan Islam dan ajaranajarannya. Itulah sebabnya pada periode ini banyak dilakukan penaklukanpenaklukan wilayah dalam rangka menyiarkan dan menguatkan prinsipprinsip agama. Dalam pandangan mereka Islam adalah agama dan negara,
sehingga para khalifah mengutus para ulama dan tentara keseluruh negeri
untuk menyiarkan agama dan ajaran-ajarannya.
3. Perioritas pada Ilmu-ilmu Naqliyah dan Bahasa

5

Ahmad Masrul Anwar, Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa
Bani Ummayah (Bandung : UIN Sunan Gunung Djati, 2015), h.56.

6


Pada periode ini, pendidikan Islam memberi prioritas pada ilmuilmu naqliyah dan bahasa. Kecenderungan naqliyah dan bahasa dalam
aspek pendidikan Islam,

yang dimana pendidikan Islam sejalan yang

berciri khas Arab dan Islam tulen yang terutama bertujuan untuk
mengukuhkan dasar-dasar agama.
4. Menunjukkan Perhatian pada Bahan Tertulis Sebagai Media Komunikasi
Datangnya Islam merupakan faktor penting bagi munculnya
kepentingan penulisan. Pada mulanya penulisan dirasa penting ketika Nabi
Muhammad hendak menulis wahyu dan ayat-ayat yang diturunkan. Atas
dasar itulah beliau mengangkat orang-orang yang bisa menulis untuk
memegang jabatan ini. Beda halnya di masa Umayyah ini, dimana tugas
penulisan semakin banyak dan terbagi pada lima bidang yaitu, penulis
surat, penulis harta, penulis tentara, penulis polisi dan penulis hakim. Oleh
karena itu masa ini pun terjadinya arabisasi pada semua segi kehidupan
manusia dan bahasa Arab dijadikan bahasa komunikasi baik secara lisan
maupun secara tulisan diseluruh wilayah Islam.
5. Membuka Pengajaran Bahasa-bahasa Asing
Untuk memudahkan berkomunikasi dengan negara lain pengajaran

bahasa-bahasa asing pun di ajarkan. Bahasa-bahasa asing ini dirasa sangat
perlu semenjak kemunculan Islam yang perama kali walaupun hanya dalam
ruang lingkup yang terbatas. Bahasa-bahasa asing ini sangat penting karena
wilayah Islam pada masa bani Ummayyah sudah semakin meluas sampai
ke Afrika utara dan Cina serta negeri-negeri lainnya yang bahasa mereka
bukanlah bahasa Arab. Dengan demikian pengajaran bahasa asing menjadi
suatu keharusan bagi pendidikan Islam masa itu bahkan sejak kemunculan
Islam pertama kali.6
6. Menggunakan Surau (Kuttab) dan Masjid
Penggunaan surau (kuttab) sebagai lembaga pendidikan untuk
memudahkan pelaksanaan pendidikan saat itu. Lembaga ini merupakan jasa
besar dari dinasti Umayyah dalam perkembangan ilmu pengetahuan
sebagai pusat aktifitas ilmiah. Pada masa ini pula pendirian masjid banyak
6

Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Husna, 1998), h.69-

74.

7


dilakukan terutama didaerah-daerah yang baru ditaklukkan, pada masa ini
pula didirikan masjid zaitunah di Tunisia yang merupakan universitas
tertua didunia yang masih terkenal dan berjalan sampai sekarang.
Universitas ini didirikan oleh Uqbah bin Nafi’ yang pernah menaklukkan
Afrika utara pada tahun 50 H. Dari sini tempat ini dilihat bahwa fungsi
pendidikan dari masjid itu betul-betul merupakan tumpuan utama penguasa
kerajaan Umayyah pada saat itu.7
C. Tempat-tempat Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah
Pola pendidikan yang berbeda dari masa sebelumnya menjadikan
pendidikan Islam pada periode ini terlah berkembangnya tempat-tempat
pendidikan sebagai sarana pencari ilmu pengetahuan. Diantara tempat-tempat
pendidikan pada periode dinasti Umayyah ini adalah sebagai:
1. Kuttab
Kuttab yang merupakan tempat anak-anak belajar menulis, membaca,
dan menghafal alquran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam lainnya.
Didalam kuttab pendidikan yang dilakukan oleh pendidik bukan hanya
mengajarkan alquran tapi mereka juga mengajarkan belajar menulis dan
tata bahasa serta tulisan. Dengan menggunakan alquran sebagai bahasa
bacaan untuk belajar membaca, kemudian dipilih ayat-ayat yang akan
ditulis untuk dipelajari. Bukannya hanya itu pendidik juga mengajarkan
untuk menulis dan membaca kepada murid-murid dan mempelajari tata
bahasa Arab, cerita-cerita Nabi, hadis dan pokok agama.8
2. Masjid
Sehubungan dengan fungsi masjid sebagai lembaga pendidikan pada
periode pertama ini, maka tidak saja digunakan sebagai tempat pendidikan
orang dewasa (laki-laki), tetapi juga digunakan sebagai tempat belajar bagi
kaum wanita dan anak- anak. Bagi orang dewasa, masjid berfungsi sebagai
tempat belajar alquran, hadis, fiqh, dasar-dasar agama, bahasa dan sastra
Arab. Pendidikan dan pengajaran bagi kaum wanita diberikan satu kali
seminggu. Mereka diajarkan alquran, hadis, dasar-dasar agama dan
7

Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad Keduapuluh Satu (Jakarta: Al-Husna
Zikra, 2001), h.18.
8
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), h.47.

8

keterampilan menenun atau memintal. Pendidikan anak-anak juga
diberikan di masjid serta suffah dekat masjid. Dalam pendidikan mereka
disatukan tanpa adanya pembagian kelas. Anak-anak orang Islam yang
sudah berumur enam tahun diharuskan belajar alquran, agama, bahasa
Arab, dan berhitung, untuk seterusnya diajarkan pula menunggang kuda,
berenang dan memanah. Masjid sebagai tempat pendidikan anak pada
umumnya, tidak digunakan oleh anak-anak khalifah dan pangeran pada
masa dinasti Umayyah.9 Ada dua tingkatan pendidikan yang di lakukan di
masjid yaitu pendidikan tingkat menengah dan tingkat tinggi.10
Ada beberapa masjid yang berkembang pada masa ini diantaranya
adalah masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah, dan
masjid Zaitunnah di Tunisia.11
3. Majelis Sastra
Selain masjid lembaga lainnya adalah majelis sastra yang digunkan
sebagai tempat berdiskusi untuk membahas masalah kesusasteraan dan juga
sebagai tempat berdiskusi mengenai urusan politik. Perhatian penguasa
Ummayyah sangat besar terhadap pendidikan pada pencatatan kaidahkaidah nahwu, pemakaian bahasa Arab dan mengumpulkan syair-syair
Arab dalam bidang syariah, kitabah dan berkembangnya semi prosa.12
4. Pendidikan Istana
Pendidikan Istana merupakan pendidikan untuk bangsawan yang
diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan
para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan
untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau halhal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah,
maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid.13
9

Fathurrahman, “Studi Pemikiran Pendidikan Agama Islam” dalam Jurnal Ilmiah Kreatif
Vol. XII No. 1 (2015), h. 4-5.
10
Athiyya Al Abrasi, Tarbiyah Al Islamiyah, terj Bustami A. Ghani (Jakarta, Bulan
Bintang, 1993), h. 56.
11
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21 (Jakarta, Pustaka Al Husna,
1980), h. 19.
12
Ahmad Salabi, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta, Bulan Bintang, 1972), h.72.
13
Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama atau IAIN di Jakarta,
Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
1986), h. 91.

9

5. Pendidikan Badiah
Pendidikan baidiah merupakan tempat belajar bahasa Arab yang
fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan
memprogramkan Arabisasi maka muncul istilah Badiah, yaitu dusun Badui
di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah
bahasa Arab tersebut. Ditempat ini bukan hanya banyak anak-anak khalifah
yang sengaja dikirim ke Badiah untuk belajar bahasa Arab tetapi juga para
ulama, ulama yang belajar disana di antaranya adalah Al Khalil ibn
Ahmad.14
D. Pusat-pusat Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah
Selain lembaga-lembaga pendidikan yang menunjang perkembangan
pendidikan dimasa dinasti Umayyah, dimasa ini juga telah didirikan pusatpusat pendidikan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang sedang
berjalan. Pusat-pusat pendidikan ini seperti madrasah yang dimana telah
menggunakan kurikulum walaupun tidak banyak menawarkan mata pelajaran
yang bermacam-macam. Pendidikan madrasah ini hanya dilakukan dalam
suatu jangka waktu, pengajaran hanya menyajikan satu mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh siswa. Sesudah materi tersebut selesai, baru
diperbolehkan mempelajari materi yang lain atau yang lebih tinggi
tingkatannya. Misalnya, pada tahap awal siswa diharuskan belajar baca tulis,
berikutnya ia belajar berhitung dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena belum
adanya koordinasi antar lembaga-lembaga dengan pemerintah seperti pada
saat ini. Meskipun pada kasus tertentu penguasa turut mengendalikan
pelaksanaan pengajaran di madrasah-madrasah sedangkan proses belajar
mengajar sepenuhnya tergantung kepada guru yang memberikan pelajaran.15
Negara Islam yang diperluaskan dilakukan dengan bukan dengan cara
merobohkan dan menghancurkan negara lain, tetapi dengan perluasan dengan
cara teratur yang diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut

14

Ibid., h.96.
uti Sulastri, “Fungsi Madrasah dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam”, dalam
Jurnal Qathrunâ Vol. 3 No. (2016), h.129.
15

10

bersama-sama tentara Islam. Adapun pusat pendidikan yang telah tersebar di
kota-kota besar yaitu sebagai berikut:16
1. Madrasah Mekkah
Di madrasah ini guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah
penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah guru yang
mengajarkan alquran dan mengajarkan tentang hukum untuk membedakan
yang halal dan haram dalam Islam. Bukan hanya itu saja pada masa
khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah,
dan di Masjidil Haram ia mengajar disana. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan
sastra. Abdullah bin Abbaslah yang merupakan pendiri madrasah Mekkah,
yang termasyur seluruh negeri Islam.
2. Madrasah Madinah
Selain madrasah Mekkah ada juga pusat pendidikan yang lainnya yaitu
madrasah Madinah lebih termasyhur dan lebih dalam ilmunya, karena di
sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat Nabi. Berarti disana banyak
terdapat ulama-ulama terkemuka.
3. Madrasah Basrah
Ada juga madrasah Basrah. Di tempat ini ada banyak ulama sahabat
yang memberika ilmunya diantara ulama sahabat yang termasyur di Basrah
ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari
adalah ahli fiqih dan ahli hadis, serta ahli alquran. Sedangkan Abas bin
Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga
ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan
ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang
banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
4. Madrasah Kufah
Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama
besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais
dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin
Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada
16

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Hida Karya Agung, 1989 ), h.34-

39.

11

Abdullah bin Mas’ud yang menjadi guru di Kufah Bahkan mereka pergi ke
Madinah.
5. Madrasah Damsyik (Syam)
Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian Negara Islam dan
penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi
perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan Imam penduduk Syam,
yaitu, Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam
Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib
dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar
pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.
6. Madrasah Fistat (Mesir)
Sahabat yang pertamakali mendirikan madrasah dan menjadi guru
dimesir adalah Abdurrahman bin Amr bin Al-Ash. Beliau adalah seorang
ahli hadis yang bukan saja menghafal hadis-hadis nabi tapi beliau juga
menuliskannya dalam catatan pribadinya, sehingga ia tidak lupa dalam
meriwayatkan hadis-hadis itu kepada muridnya. Guru berikutnya yang
terkenal sesudahnya adalah Yazid bin Abu Habib Al-Nuby dan Abdillah
bin Abu Ja’far bin Rabi’ah. Diantara murid Yazid yang terkenal adalah
Abdullah bin Lahi’ah dan Al-Lais bin Said yang dikenal sebagai ulama’
yang mempunyai madzzhab tersendiri dalam bidang fiqih sebagaimana AlAuza’i di Syam.

E. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Pekembangan di masa ini bukan hanya untuk melakukan perluasan
terhadap beberapa benua, pemerintahan dinasti Umayyah juga menaruh
perhatian dalam bidang pendidikan dan memberikan dorongan yang kuat
terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini
dilakukan agar para ilmuwan, para seniman, dan para ulama mau melakukan
pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan

12

kaderisasi ilmu.17 Ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini
diantaranya adalah sebagai berikut:18
1. Ilmu agama, seperti: alquran, hadis, dan fiqh. Dibidang Ilmu agama ini
terjadinya proses untuk pembukuan hadis yang terjadi pada masa Khalifah
Umar ibn Abdul Aziz. Sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan
pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi. Di bidang ilmu pengetahuan ini membahas
tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ilmuan sejarah yang terkenal
saat itu adalah Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi yang berhasil menulis
berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa. Imu pengetahuan ini membahas tentang
segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, saraf, dan lain-lain.
4. Bidang filsafat. Di bidang ilmu filsafat ini banyak diambil dari bangsa
asing dan dikembangkan pada masa ini. Diantara ilmunya yaitu ilmu
mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan
itu, serta ilmu kedokteran.

F. Spesifikasi Pemikiran Pendidikan Islam Pada Masa Umayyah Dan
Gerakkan Ilmiah
Sebagaimana telah dikemukakan, sistem penyelenggaraan pendidikan
pada masa Bani Umayyah tidak berbeda jauh dari sistem yang berlaku pada
masa Rasulullah saw dan Khulafaur Rasyidin. Ada beberapa perbedaan pada
periode ini adalah penyebarannya yang semakin meluas seiring dengan
perluasan wilayah kekuasaan. Selain itu pemikiran pendidikan juga
mengalami perkembangan sebagai akibat dari persentuhan budaya antara umat
Islam dengan masyarakat lain yang berada pada wilayah kekuasaan yang
17
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuk Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia (Jakarta: kencana, 2008), h.59.
18
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam
(Jakarta: Kencana, 2004), h.41-42.

13

semakin meluas. Ilmu-ilmu asing pun kemudian mulai masuk dan diterima di
kalangan pemikir dan tokoh pendidikan Islam walaupun masih sangat terbatas.
Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan Islam pada masa itu.
Orang-orang Islam pada waktu itu mulai mengarahkan perhatiannya
kepada kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan peradaban-peradaban yang
mereka jumpai di negeri-negeri yang ditaklukan. Transmisi ilmu-ilmu asing ke
dalam peradaban Islam telah dimulai pada masa ini. Pada waktu yang sama
mereka juga memberi perhatian besar pada Ilmu bahasa, sastra, dan agama
untuk memeliharan pemikiran dan budaya Arab Islam dari pemikiran asing.
Dalam hal memilih, orang-orang Islam lebih mengutamakan budaya dan
peradaban Arab Islam dari pada budaya dan peradaban asing. Bani Umayyah
terkenal fanatik kepada budaya Arab Islam, sekalipun di antara mereka ada
orang-orang politik dan pemerintahan yang bukan ahli Ilmu dan Agama.
Fanatisme terhadap budaya Arab Islam di sini selain perilaku politik juga
perilaku keagamaan.
Pemikiran pendidikan pada zaman Bani Umayyah ini nampak pula
dalam nasihat para Khalifah kepada para pendidik anak-anaknya, yang
termuat dan hampir memenuhi buku-buku sastra, yang menunjukkan
bagaimana teguhnya mereka berpegang pada tradisi Arab Islam. 19 Pemikiran
pendidikan Islam pada zaman Bani Umayyah ini juga tersebar pada tulisantulisan para para ulama ahli nahwu, sastra, hadis, dan tafsir. Ulama-ulama
pada zaman in mulai mencatat ilmu-ilmu bahasa, sastra dan agama untuk
menjaganya agar tidak diselundupi pemikiran asing dan perubahan-perubahan
yang merusak ajaran Islam.
Gerakan ilmiah masa Bani Umayyah antara lain ditandai dengan
adanya transmisi ilmu pengetahuan asing ke dalam peradaban Islam.
Penerjemahan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia oleh
Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah merupakan bukti bahwa embrio gerakan
penerjemahan telah muncul pada periode ini. Khalid bin Yazid disebut-sebut
sebagai penerjemah pertama buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Gerakan
penerjemahan secara besar-besaran memang terjadi setelah berlalunya Daulah
19

Dudung Abdurrahman, Sejarah Pendidikan Islam (Jogjakarta : LESFI, 2004), h.81-83.

14

Umawiyyah,

namun

hal

tersebut

setidaknya

menunjukkan

bahwa

penerjemahan itu telah dimulai pada masa ini. Selain astronomi, kedokteran,
dan kimia ilmu-ilmu asing yang mulai tumbuh dan berkembang pada masa ini
antara lain ilmu mantik, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu.20
Adapun ilmu-ilmu alquran, hadis, fiqh merupakan pengembangan dari ilmu
yang telah ada sebelumnya. Ilmu sejarah, geografi serta ilmu bahasa juga
tumbuh berkembang menyemarakkan gerakan ilmiyah pada masa ini.21
Gerakan ilmiah bidang keagamaan antara lain ditandai dengan
munculnya pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Bashrah yang akhirnya
memunculkan nama-nama besar seperti Hasan al-Basri, Ibn Shihab al-Zuhri
dan Washil bin Atha. Bidang yang menjadi perhatian adalah tafsir, hadis,
fiqih, dan kalam. Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir yang mengemukan antara
lain Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin
al-Ajda’, Qatadah. Pada masa ini jangkauan ilmu tafsir alquran bertambah luas
karena persentuhan dengan peradaban asing seiring dengan meluasnya
wilayah kekuasaan.
Penyempurnaan penulisan alquran juga terjadi pada masa ini. Mushaf
Usmani pada mulanya tidak memakai tanda baca, seperti titik dan syakal.
Ketika bahasa Arab mulai mendapat berbagai pengaruh dari luar karena
bercampur dengan bahasa lainnya, maka para penguasa Bani Umayyah mulai
melakukan perbaikan-perbaikan yang membantu cara baca yang benar.
Perlunya pembubuhan tanda baca dalam penulisan alquran mulai dirasakan
ketika Ziyad bin Samiyah menjadi gubernur Basrah pada masa pemerintahan
Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan (661-680 M). Ia melihat telah terjadi
kesalahan di kalangan kaum muslim dalam membaca alquran. Melihat
kenyataan seperti itu, Ziyad bin Samiyah meminta Abu al Aswad al Duali
(w.69H/638 M) untuk memberi syakal. Ia memberi tanda fathah atau tanda
bunyi (a) dengan membubuhkan tanda titik satu di atas huruf, tanda kasrah
atau tanda bunyi (i) dengan membubuhkan tanda titik satu di bawah huruf,
tanda dammah atau tanda bunyi (u) dengan membubuhkan tanda titik satu
20

Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 16.
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam
(Bogor: Kencana,2004), h.41-42.
21

15

terletak di antara baAian-bagian huruf, sementara tanda sukun atau tanda
bunyi konsonan (huruf mati) ditulis dengan cara tidak membubuhkan tanda
apa-apa pada huruf bersangkutan.22 Kemudian, tanda baca Abu al-Aswad
tersebut disempurnakan lagi oleh ulama sesudahnya pada masa Dinasti
Abbasiyah, yaitu oleh al Khalil bin Ahmad dengan fathah, dhammah dan
kasrah seperti sekarang ini.
Pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan, ia menginsturksikan
kepada al Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi untuk menciptakan tanda-tanda huruf al
quran. Untuk mewujudkan usaha tersebut, al Hajjaj menugaskan hal ini
kepada Nasr bin Ashim dan Yahya bin Ya’mur, keduanya adalah murid Abu
al-Aswad al-Duali. Akhirnya, mereka berhasil menciptakan tanda-tanda pada
huruf alquran dengan membubuhkan titik pada huruf-huruf yang serupa untuk
membedakan huruf yang satu dengan lainnya. Misalnya, huruf dal dengan
huruf dzal, huruf ba dengan huruf ta dan huruf tsa. Demikian pula dengan
huruf-huruf lainnya sebagaimana kita kenal saat ini.
Awal periode Bani Umayyah bertepatan dengan masa sahabat kecil
dan tabi’in yang dalam istilah ilmu hadits disebut masa berkembang dan
meluasnya periwayatan hadits.23 Seiring dengan perluasan wilayah pada waktu
itu, Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi saw
diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk
menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di
wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini di samping tersebarnya
periwayatan hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk
mencari hadis pun menjadi ramai. Pada saat yang sama, muncul pula usaha
pemalsuan hadis yang dilatarbelakangi masalah politik, yakni perpecahan
antara pengikut Ali bin Abu Thalib dan pengikut Muawiyah bin Abu Sofyan
yang memunculkan kelompok Syi’ah, Khawarij, dan jumhur (kelompok
pemerintah pada waktu itu).
Berdasarkan pada kekhawatiran akan hilangnya hadis karena wafatnya
para ulama hadis, pada masa kepemimpinannya Khalifah Umar bin Abdul
22

Nur Faizah, Sejarah Alquran (Jakarta:CV.Artha Rivera, 2008), h.194.
M. Hasbi Ash-Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,
1987), h.47-54.
23

16

Aziz mengambil inisiatif untuk melakukan pembukuan hadis. 24 Untuk
mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada
Gubernur Madinah, Abu Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm (120 H)
yang menjadi guru Ma'mar al-Laits, al-Auza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu
Abi Dzi'bin untuk membukukan hadis Rasul yang terdapat pada penghapal
wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah
Ibn `Ades, seorang ahli fiqh, murid `Aisyah r.a. (20 H/642 M-98 H/716 M
atau 106 H/ 724 M), dan hadis-hadis yang ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad
Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725 M), seorang pemuka tabi’in dan salah
salah satu dari tujuh orang ahli fiqh di madinah. 25 Di samping itu, Umar
mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang ada di bawah kekuasaannya
untuk membukukan hadis yang ada pada ulama yang tinggal di wilayah
mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan hadis atas
kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah
bin Syihab al-Zuhri, seorang tabi’in yang ahli dalam urusan fiqh dan hadis.
Pembukuan seluruh hadist yang ada di Madinah berhasil dilakukan oleh alZuhri, yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama
hadist pada masanya. Tercatat dalam sejarah bahwa pembukuan hadis yang
pertama kali dilakukan oleh Imam al-Zuhri atas perintah Khalifah Umar bin
Abdul Aziz, akan tetapi buku hadits yang dikumpulkan oleh Imam al-Zuhri
tersebut tidak diketahui dan tidak sampai kepada kaum muslimin di era
sekarang ini.
Gerakan ilmiah ini juga memunculkan ulama-ulama fiqih seperti
Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq al-Ajda’, al-Aswad bin
Yazid kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim al-Nakh’i
(wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil al Sya’by (wafat tahun 104 H).
sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H),
guru dari Abu Hanafiah. Terkait dengan gerakan ilmiah dalam bidang fiqh
pada saat itu berkembang dua pola ijtihad, pertama, tokoh-tokoh hadis dalam
memberikan ketetapan hukum sangat tergantung pada ketetapan Rasulullah,
sehingga bagaimana pun juga, mereka berusaha mendapatkan hadis-hadis
24

Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2001), h. 125.
M. Hasbi Ash-Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, h.79.

25

17

tersebut dari sahabat-sahabat lain. Mereka inilah yang akhirnya mendorong
usaha pengumpulan dan pembukuan hadis-hadis Nabi Muhammad saw. Yang
mendapat dukungan sepenuhnya dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tetapi
sayangnya pada masa itu telah berkembang pula hadits-hadits palsu untuk
kepentingan-kepentingan

politik.

Kedua

adalah

pola

ijtihad

yang

dikembangkan oleh Ahl-al-Ra’yu (ahli pikir). Mereka ini karena keterbatasan
hadis yang sampai pada mereka dan terdapatnya banyak hadis-hadis palsu.
Sehubungan dengan itu, mereka hanya menerima hadis-hadis yang kuat atau
sahih saja, dan mereka lebih mengutamakan penggunaan ra’yu dalam
berijtihad. Selanjutnya aliran Ahl-al-Ra’yu ini mendorong usaha penelitian
terhadap hadis-hadis sehingga berkembanglah ilmu hadis. Disamping itu,
mereka juga mengembangkan bagaimana cara dan pelaksanaan menggunakan
ra’yu dalam berijtihad. Sehingga melalui mereka berkembanglah apa yang
kemudian disebut sebagai ilmu ushul fiqih.26 Dari dua pola umum ijtihad
tersebut, kemudian berkembang sebagai madzhab (aliran) dalam fiqih, yang
masing-masing mengembangkan hukum-hukum fiqihnya. Diantara ahli-ahli
fiqih yang saat itu berhasil mengembangkan satu corak madzhab fiqih adalah
Abu Hanifah yang memimpin madrasah Khuffah dan Imam Malik yang
memegang madrasah Madinah.
Persentuhan antara bangsa Arab Muslim dengan negeri-negeri
taklukan pada masa Bani Umayyah telah melahirkan kreativitas baru yang
mengagumkan di bidang ilmu pengetahuan dan seni. 27 Sebagaimana
dimaklumi, perselisihan antara Ali bin Abu Thalib dan Mu’awiyah telah
menyisakan problem teologis di kalangan kaum muslimin. Pemeluk Islam dari
kalangan non Arab pada masa awal Daulah Umaiyyah memperkenalkan
tradisi argumentasi filsafat Yunani dan teologi Kristen yang dengannya para
pemikir muslim dapat menggunakan untuk qmenyaring konsep-konsep
mereka. Perdebatan Islam-Kristen di istana khalifah di Damaskus dan
penerjemahan literatur Siria dan Yunani ke dalam bahasa Arab mendorong
para pemikir muslim untuk mengadopsi peristilahan dan bentuk-bentuk
26

Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h.85.
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),

27

h.83.

18

argumentasi rasional mereka.28 Di antara pejabat Istana masa khalifah Abdul
Malik ada pula beberapa penganut kristen yang tetap mempertahankan
akidahnya. Dengan metode logikanya ia mempertahankan Nabi Isa sebagai
oknum Tuhan yang kedua. Sikap demikian mendorong para pemikir muslim
untuk menyelidiki keyakinan dan mempelajari logika mereka untuk
mempertahankan Islam sekaligus untuk mematahkan hujjah mereka.
Perdebatan mereka sampai menyoal tentang qadar dan sifat-sifat Tuhan.
Kemajuan juga dicapai dalam pengembangan ilmu bahasa, sastra, dan
seni. Pada masa pemerintahan Abd. Malik bin Marwan, bahasa Arab
digunakan sebagai administrasi negara. Dengan penggunaan bahasa Arab yang
semakin luas dibutuhkan suatu panduan bahasa yang dapat digunakan semua
orang. Penguasaan bahasa Arab juga merupakan syarat mutlak dalam berbagai
studi alquran. Seiring dengan perluasan wilayah bahasa Arab berkembang
menyimpang dari alquran. Sebuah lingua franca bahasa Arab tumbuh untuk
beberapa suku yang berbeda. Lantaran lingua franca bahasa Arab telah
berubah, para ulama khawatir akan kehilangan pertalian dengan bahasa Arab
alquran sehingga mereka akan kehilangan makna yang terkandung dalam
wahyu Tuhan. Untuk menghindari hal ini diperlukan adanya usaha
mempertahankan kemurnian bahasa Arab Makkah dan bahasa Arab suku-suku
padang pasir serta perlu dilakukan upaya pembakuan bahasa Arab Klasik. 29
Hal inilah yang mendorong lahirnya lembaga pendidikan badi’ah dan
memotivasi para ulama ahli bahasa untuk menciptakan produk intelektual
yang berupa kitab-kitab bahasa Arab. Seorang ahli bahasa terkemuka yang
bernama Imam Syibawaihi dan beberapa kamus bahasa Arab generasi pertama
merupakan produk dari periode ini.
Seiring dengan perkembangan ilmu bahasa, seni sastra turut melaju
dengan pesat. Segmen-segmen Arab yang terinspirasi oleh orientasi yang lebih
sekuler turut memperkaya bahasa Arab. Terlepas dari syair-syair klasik bahasa
Arab padang pasir, pada masa ini muncul suatu bentuk syair baru yang
mencerminkan interes, kesenangan, serta tamsil lingkungan istana dan
28

M. Ira Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999),
h.160-161.
29
M. Ira Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, h.136.

19

perkotaan.30 Sastrawan-sastrawan terkemuka yang muncul pada saat ini antara
lain Qays Bin Mullawah wafat tahun 699 M, Jamil al-Uzri wafat tahun 701 M,
al-Akhtal wafat tahun 710 M, Umar Bin Abi Rubi’ah wafat tahun 719 M, alFarazdaq wafat tahun 732 M, Ibnu Al-Muqoffa wafat tahun 756 M, Ibnu Jarir
wafat tahun 792 M. 31
Ilmu lain yang juga berkembang dan turut meramaikan gerakan ilmiah
pada masa ini antara lain adalah ilmu sejarah, yaitu segala ilmu yang
membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat.32 Kekhilafahan etnis,
kebanggaan akan berbagai penaklukan, hasrat mengagungkan masa silam
yang dapat menghadirkan gengsi dan hasrat untuk mempertahankan status
mereka terhadap beberapa klaim dari warga non Arab yang secara kultural
merupakan kelompok superior, telah memotivasi bangkitnya keilmuan
sejarah.33 Selain itu berkembang pula ilmu filsafat, segala ilmu yang umumnya
berasal dari bangsa Asing, seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi,
ilmu hitung dan lain-lain ilmu yang ada hubungannya dengan itu.
Sunanto mengemukakan bahwa pada masa ini pendukung ilmu tidak
lagi hanya bangsa Arab asli, melainkan didukung pula oleh golongan non
Arab, bahkan golongan non Arab inilah yang merubah sistem ilmu
pengetahuan pada saat itu. Pembidangan ilmu pada saat itu meliputi empat
bidang ilmu pengetahuan, yaitu; ilmu pengetahuan bidang agama, ilmu
pengetahuan bidang sejarah, ilmu pengetahuan bidang bahasa, dan ilmu
pengetahuan bidang filsafat. Keempat bidang ilmu tersebut bahu membahu,
saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.
Ilmu pengetahuan sudah merupakan suatu keahlian, masuk ke dalam bidang
pemahaman dan pemikiran yang membutuhkan sistematika dan penyusunan.
Sementara itu, golongan yang sudah biasa dengan keahlian ini adalah
golongan non Arab yang disebut dengan Mawali, yaitu golongan yang berasal
dari bangsa asing atau turunannya. Tokoh-tokoh ilmu nahwu seperti
Sibawaihi, al-Farisi, al-Zujaj; tokoh-tokoh hadits seperti al-Zuhri, Bukhari,
30

Ibid, h. 137.
Ahmad Jamil dkk,Sejarah Kebudayaan Islam, (Gresik: CV.Putra kembar jaya, 2008),

31

h.38.
32

Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, h.41.
M. Ira Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, edisi terjemahan, 137.

33

20

Muslim; Tokoh-tokoh ilmu tafsir seperti ikrimah dan Mujahid bin Jabbar,
semua nama yang disebutkan itu adalah Mawali. Masih banyak lagi ulama
yang berasal dari darah campuran yang juga disebut Mawali. Cucu-cucu
Khulafaa’ al-Raasyidiin; Salim.bin Abdullah bin Umar bin Khaththab, Qasim
bin Muhammad bin Abu Bakar, Zaenal Abidin bin Husein bin Ali bin Abu
Thalib masing-masing adalah anak dari putri-putri Yazdajird, raja Persi
terakhir. 34

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada masa dinasti Umayah telah terjadi perubahan sistem pemerintahan,
yakni dari theo demokrasi menjadi monarci (kerajaan/dinasti). Pada saat itu
situasi politik masih belum stabil sehingga kebijakan pemerintahan dalam
pendidikan terus berubah-ubah. Ini dikarenakan upaya peralihan kekuasaan dari
Hasan dianggap dilakukan atas dasar kelicikan. Muawwiyyah yang sebelumnya
telah berjanji tidak akan merubah sistem pemerintahan. Akan tetapi, Muawwiyyah
tetap

saja

merubah

sistemnya

pemerintahannya

menjadi

monarci

(Kerajaan/Dinasti). Perubahan ini sangat berdampak terhadap pola pemikiran dan
pendidikan Islam pada masa itu. Pada masa sebelum dinasti Umayah, pendidikan
34

Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,

h.41-45.

21

difokuskan di kuttab dan di masjid dan kini telah ada munculnya madrasahmadrasah dengan berbagai ilmu yang berkembang.
Ketika sistem dinasti yang kini diberlakukan, maka secara otomatis
pemimpin dicari dengan pemilihan raja didasarkan atas garis keturunan. Hal ini
pun mengakibatkan munculnya pendidikan istana. Pendidikan ini bertujuan agar
anak-anak para raja diajarkan ilmu-ilmu tentang kepemimpinan dari sebuah
kerajaan. Kurikulum dalam pendidikan istana inipun berbeda dengan kurikulum
yang diberlakukan di kuttab atau masjid. Kurikulum di pendidikan istana ini
ditentukan dan diatur oleh guru dan orangtua. Ini menyebabkan terjadi perbedaan
kurikulum.
Keadaan pendidikan pada masa kekuasaan bani Umayyah sudah lebih
berkembang dibandingkan pada zaman Khulafur Rasyidin. Perkembangan
pendidikan tersebut yang paling menonjol adalah pada aspek kelembagaan dan
ilmu yang diajarkan. Pada aspek kelembagaan telah muncul dan berkembang
lembaga pendidikan baru, yakni istana, badiah, perpustakaan, dan bimaristan.
Adapun ilmu yang diajarkan bukan hanya bidang agama saja, melainkan juga
ilmu-ilmu umum. Namun demikian, ilmu-ilmu agama masih dominan
dibandingkan dengan ilmu umum. Adapun bila kita lihat dari segi sistemnya
masih bersifat sederhana dan konvensional, dan belum dapat disamakan dengan
sistem pendidikan yang sudah berkembang seperti pada saat ini.
Perluasan

wilayah

kekuasaan

Umayyah

yang

semakin

luasnya

menyebabkan penggunaan bahasa Arab semakin berkembang. Perkembangan ini
menyebabkan berdirinya pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa arab
yang fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan
memprogramkan Arabisasi maka muncul istilah badiah, yaitu dusun Badui di
Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa Arab
tersebut. Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke Badiah untuk
belajar bahasa arab bahkan ulama juga pergi ke sana di antaranya adalah Al Khalil
ibn Ahmad. Untuk mengimbangi dengan tantangan dari Negara Barat, maka
pemerintah tidak hanya memfokuskan pelajaran terhadap pelajaran agama Islam
saja. Akan tetapi, pemerintah juga mulai mengembangkan kegiatan penterjemahan
terhadap buku-buku yang dikarang oleh orang barat. Hal tersebut bertujuan agar

22

orang-orang Islam bisa memperoleh ilmu dari buku tersebut. Akan tetapi
penerjemahan buku-buku tersebut terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai
kepentingan praktis, seperti ilmu kimia, kedokteran, ilmu tata laksana dan seni
bangunan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung. 2004. Sejarah Pendidikan Islam, Jogjakarta : LESFI.
Ahmad Masrul Anwar. 2015. Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam
pada Masa Bani Ummayah, Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.
Al Abrasi, Athiyya. 1993. Tarbiyah Al Islamiyah, Terjemahan Bustami A. Ghani.
Jakarta: Bulan Bintang.
Ash-Shidieqy, M. Hasbi. 1987. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan
Bintang.
Faizah, Nur. 2008. Sejarah Alquraan. Jakarta:CV.Artha Rivera.
Fathurrahman. 2015. “Studi Pemikiran Pendidikan Agama Islam”, dalam Jurnal
Ilmiah Kreatif Vol. XII No. 1.
Hasimy A. 1993. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

23

Jamil, Ahmad, dkk. 2008. Sejarah Kebudayaan Islam, Gresik: CV.Putra Kembar
Jaya.
Langgulung, Hasan . 1998. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Husna.
. 1980. Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21. Jakarta:
Pustaka Al Husna.
. 2001. Pendidikan Islam Dalam abad Kesatu. Jakarta: AlHusna Zikra.
Lapidus, M. Ira. 1999. Sejarah Sosial Ummat Islam, edisi terjemahan, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu.
Nizar, Samsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam Menelusuk Jejak Sejarah
Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana.
Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama atau IAIN di
Jakarta. 1986. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Rozy, Fakhrur Dalimunthe. 1986. Sejarah Pendidikan Islam Latar Belakang,
Analisis Dan Pemikirannya, Medan : Firma RIMBOW.
Salabi, Ahmad. 1972. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Siswanto. 2015. Dinamika Pendidikan Islam Perspektif Historis, Surabaya :
Salsabila Putra Pratama.
Sulastri, Tuti. 2016. “Fungsi Madrasah dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Islam, dalam Jurnal Qathrunâ Vol. 3 No. 2.
Sunanto,

Musyrifah.

2004.

Sejarah Islam

Klasik Perkembangan

Ilmu

Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana.
Suwendi, 2004, Sejarah dan Pemikiran Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yunus, Mahmud. 1989. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hida Karya Agung
Yuslem, Nasir, 2001, Ulumul Hadist, Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Zuhairini. 1992. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara.
dkk, 2004, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
.

24

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65