Makalah Takhrij Hadis tentang kemuliaan

BELAJAR DAN MENGAJARKAN AL-QUR’AN
( Suatu Analisis Kritik Berdasarkan Kualitas Hadis )

Tugas Mata Kuliah;
Takhri>j al-H{adi>s & Praktikum

Oleh:
Very Padli
Syarifah Ainun Jamilah
Sri Harianti Fauzia
Kurniati
Muhammad Ihyat Nur Hidayat
Muhammad Fahri Anwar

30300115056
30300115034
303001150
303001150
303001150
303001150


Dosen Pemandu;

Dr. Tasmin Tangngareng, M.Ag
PROGRAM ILMU HADIS
PRODI ILMU HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2015/2016
BAB I

I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak seluruh hadis dari Nabi diterima para sahabat secara
kolektif

kemudian disampaikan kepada orang banyak secara

mutawatir, seperti al-Quran. Mayoritas hadis justru diriwayatkan

secra individual, atau beberapa orang saja sehingga tidak mencapai
nilai mutawatir. Hadis diterima secara mutawatir dapat diterima
secara aklamasi sebagai hujah tanpa penelitian, sifat-sifat individu
para periwayatannya. Seperti adil, cerdas, memiliki ingatan yang
kuat, atau mudah hafal karena kualitas kolektivitas tersebut sudah
memiliki

kualifkasi

objektivitas

yang

dapat

dipertanggungjawabkan.
Berbeda dengan hadis ahad, para periwayat dalam sanad
harus memilki kredibilitas yang dapat dipertanggungjawabkan,
seperti sanad yang harus bersambung (muttas}il) serta para
periwayat yang harus bersifat adil, dan memiliki hafalan yang kuat

(dabit). oleh karena itu para periwayat hadis ahad perlu diteliti sifatsifatmya agar dapat memenuhi kriteria sebagai hadis sahih.
Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah alQuran, karena ia mempunyai peranan penting, terutama sebagai
hujah dalam menetapkan hukum. Oleh karena itu validasi sebuah
hadis harus menjadi perhatian. Hadis mempunyai tiga unsur
penting yakni, sanad, matan dan perawi. Sebuah hadits belum
dapat ditentukan apakah boleh diterima (maqbul) secara baik atau

1

ditolak (mardud) sebelum keadaan sanadnya, apakah mereka
muttas}il ataukah munqathi’.
Sanad berperan menentukan nilai hadis, karena sanad adalah
matarantai

para

perawi

yang


mengantarkan

sebuah

matan.

Sedangkan matan merupakan lafal yang menunjuk pada isi sebuah
hadis. Dari segi periwayatannya, posisi dan kondisi para perawi
yang berderet dalam sanad sangat menentukan status sebuah
hadis, apakah ia sahih, daif atau lainnya. Dengan demikian
keadaan, ke siqahnya

dan ke dabitannya setiap perawi sangat

menentukn status hadis. Diantara kita terkadang memperoleh atau
menerima teks, baik dalam majalah maupun buku-buku agama
bahkan dalam sebagian kitab karya Ulama’ Klasik, yang dinyatakan
sebagi hadits tetapi tidak disertakan sanadnya bahkan tidak pula
perawinya.
Maka untuk memastikan apakah teks-teks tersebut benar

merupakan hadis atau tidak, atau jika memang hadis maka perlu
diketahui statusnya secara pasti, siapa perawinya dan siapa-siapa
sanadnya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka teks
tersebut harus diteliti atau dilacak, darimana teks tersebut diambil
(menunjuk pada kitab sumbernya sekaligus siapa perawinya), dan
bagaimana keadaan para perawi dalam sanad setelah ditemukan
sanadnya. Hasilnya akan diketahui sumber teks (kitab dan penulis
atau perawi), maupun sanadnya jika teks pun diketahui apakah

2

sahih atau tidak. Pelacakan seperti itulah namanya penelitian hadis
(takhri@j al-h}adi@s\).
Namun

secara

besar

ada


beberapa

faktor

yang

melatarbelakangi perlunya takhrij, yaitu hadis sebagai sumber
ajaran Islam, tidak seluruh hadis ditulis

pada masa Nabi saw.,

timbul berbagai pemalsuan hadis, proses penghimpunan hadis
memakan waktu lama, banyaknya kitab

hadis

dan teknik

penyusunannya beragam, banyak hadis yang bertebaran diberbagai

buku yang tidak jelas kualitasnya.1
Terkait potongan hadis yang kami teliti yaitu

‫خىركم من‬
ُ

‫ه‬
ُ ‫تعلّم القرآن وعلّم‬. Hadis tersebut bermakna bahwa sebaikbaik dari manusia terkhusus umat Islam adalah belajar dan
mengajarkan Al-qur’an, namun hadis ini akan diteliti statusnya,
apakah benar sahih, ataukah hanya sebagai motivasi bagi manusia,
muslim khususnya yang senantiasa mengingat Allah.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka pemakalah akan
merumuskan gagasan atau rumusan masalah:
1. Bagaimana pentingnya penelitian sebuah hadis?
2. Bagaimana kualitas suatu jalur hadis yang menjadi objek
kajian dalam hadis tentang belajar dan mengajarkan Alqur’an?

1


Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis (Cet. I; Jakarta:
Amzah, 2014), h.1.

3

3. Bagaimana

kehujjahan

hadis

tentang

belajar

dan

mengajarkan Al-qur’an yang menjadi objek kajian dengan
mengacu pada kaedah keshahihan matan hadis?
C. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dan kegunaan dari penelitian hadis ini adalah
1. Untuk mempelajari dan mengetahui bagaimana cara dan
upaya yang diperlukan untuk melakukan penelitian di bidang
hadis, khususnya untuk mengetahui bagaimana mengetahui
status sebuah hadis.
2. Merangsang ketajaman dan kemampuan analisis.
3. Membangun budaya penelitian ilmiah di kalangan mahasiswa
khususnya.
4. Menumbuhkan benih-benih kepedulian mahasiswa dalam
rangka melestarikan hadis nabi.

4

BAB II

Takhri>j al-H{adi>s
A. Urgensi Penelitian Hadis
Sedikitnya ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya
kegitan takhrij hadis dalam melaksanakan penelitian hadis, yaitu:
1. Untuk mengetahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti

2. Untuk mengetahui seluruh riwayat hadis yang akan diteliti
3. Untuk mengetahui ada tidaknya syahid2 dan mutabi’3 pada
sanad yang diteliti.4
a) Pengertian T{akhri@j
Takhri@j al-H}adi@s\ terdiri atas dua kata, yaitu takhri@j dan
al-hadis. Takhri@j secara etimologi berasal dari kata kharraja yang
berarti “mengeluarkan”.5 Kata kharraja adalah f’il ma>di@ mazi@d
yang berasal dari f’il ma>di@ mujarrad, yaitu kharaja yang terdiri
atas 3 huruf, yaitu: kha, ra>’ dan jim, makana dasarnya ada dua,

2

Dalam istilah ilmu hadis, syahid adalah dukungan/ corroboration yang
terletak pada bagian periwayat tingkat pertama, yakni tingkat sahabat. Abu ‘Amr
‘Us\ma>n bin Abd al-Rahman Ibn al-Salah, Ulu>m al-H}adi@s\ (al-Madinah alMunawwarah: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, 1972), 74-76.
3
Dalam istilah ilmu hadis, mutabi’ adalah dukungan/ corroboration yang
terletak pada bagian bukan tingkat sahabat. ‘Ajja>j al-Khatib, Us}u>l alH{adi@s\ ‘Ulu>muhu wa Mus}t}alah{uhu (Beirut: Da>r al-Fikr, 1409 H/1989 M),
hal. 366-368.
4

Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi; Refeksi
Pemikiran Pembaruan Prof. Dr. Muhammad Syuhudi Ismail (Cet. II; Ciputat: MSCC,
2005), hal. 68. Lihat juga Abustani Ilyas, Pengantar Ilmu Hadis (Cet. II; Surakarta:
Zadahaniva Publishing, 2013), hal. 116-117.
5
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah, t.th.), hal. 115. Lihat juga Ahmad Warson Munawwir, Kamus alMunawwir Arab-Indonesia (Cet, XIV; Surabaya: Pustaka Progresif, 1997)

5

yaitu penembusan sesuatu dan perbedaan dua warna. 6 Kemudian
Ibrahim Anis dalam kamusnya mengemukakan bahwa lafal kharaja
berarti menampakkan, mengeluarkan dan memecahkan sesuatu. 7
Sedangkan kata h}adi@s\ itu sendiri secara etimologi berasal dari

‫ ححدوث‬-‫ يححدث‬-‫ ححدث‬yang berarti ‫( الجديحد‬baru)
lawan dari kata ‫( قديم‬lama), ‫( القريب‬dekat) , yang belum lama
terjadi, seperti kata-kata ‫الحديي الععد مباالسالما‬䑆翯
(dia
kata

8

9

orang yang baru memeluk Islam). Sedangkan menurut istilah, hadis
adalah “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muh}ammad saw.
baik itu perkataan, perbutan , taqrir, sifat atau hal-ihwal.10
Adapun pengertian takhrij secara terminologi ada beberapa
pendapat, di antaranya:
1. Menurut al- Syaikh Sa’ad Ibn ‘Abdullah A@>d}if dari kata al-akhra>j, yaitu menjelaskan hadis
6

Abu> al-H{usain Ah}mad Ibn Fa>ris Ibn Zakariyah, Mu’jam al-Maqa>yis
al-Lugah, Jilid II (Beirut: Da>r al-Jil, 1411 H/ 1991 M), hal. 175.
7
Ibrahim Anis, al-Mu’jam al-Wasi@t}, Juz1 (Teheran: Maktabah alIslamiyah, t.th.), hal. 244.
8
Ibnu Manz}>ur Muhammad Ibnu Mukarrram Ibnu ‘Aly, Lisa>n al-‘Arab
(Cet. Iii; Beiru>t: Da>r S}a>dr, 1414 H), h. 131.
9
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, Metodologi Penelitian Hadis Nabi
( Cet. I; Bandung: Angkasa, 1994) h. 1.
10
Harmy> Sulaima>n al-D}a>ri>, Muh}a>dara>t f> ‘Ulu>mil H{adi>s}
(t.t, Da>r al-Nafa>is, 2000), h. 14.
11
Sa’ad Ibn ‘Abdullah A@>d: Da>r ‘Ulu>m al Sunnah Linnasyir, 1420 H/ 2000 M), hal. 5. Lihat
juga Muh}ammad T{ahha>n Us}u>l al-Takhri@j wa Dira>sah al-Asa>ni@d (Cet.
III; Beiru>t: Da>r al-Qur’an al-Kari@m, 1981), h. 9.

6

kepada orang lain dengan menyebutkan mukharrijnya (orang
yang terdapat dalam sanadnya yang bertindak mengeluarkan
hadis dari sumbernya), contoh: ini hadis yang diriwayatkan
oleh Bukha>[email protected]
Takhri@j al-hadis memberikan manfaat yang sangat banyak.
Dengan adanya takhrij kita dapat sampai kepada perbendaharaanperbendaharan sunnah Nabi. Tanpa keberadaan takhrij sesorang
tidak mungkin akan dapat mengungkapkannya. Diantara kegunaan
takhrij adalah:
1. Memperkenalkan
dimana

suatu

sumber-sumber
hadis

berada

hadis,

kitab-kitab

asal

ulama

yang

serta

meriwayatkannya.
2. Dapat menambah perbendaharaan sanad hadis-hadis melalui
mitab-kitab yang ditunjukinya. Semakin

banyak kitab-kitab

asal yang memuat suatu hadis, semakin banyak pula
perbendaharaan sanad yang dimiliki.
3. Dapat

memperjelas

keadaan

sanad,

apakah

mu’d}hal,

munqathi’ dan lain-lain.
4. Memperjelas hukum hadis dengan banyak riwayatnya itu.
5. Dengan takhrij dapat diketahui pendapat-pendapat para
ulama seputar hukum hadis.
6. Takhrij dapat memperjelas perawi yang samar.

12

Mah{mu>d al-T}aha>n, Us}u>l al-Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>nid
(Cet. III; Beirut, Da>r al-Qur’a>n al-Kari>m, 1401 H/ 1981 M), hal. 10.

7

7. Takhrij dapat membedakan antara proses periwatan yang
dilakukan dengan lafal dan yang dilakukan dengan ma’na
(pengertian) saja.
8. Takhrij dapat menjelaskan masa dan tempat kejadian hadis
serta sebab-sebab timbulnua hadis.13
Ada
mengetahui

juga

manfaat

lain

dari

takhrij

misalnya

untuk

penilaian para ulama, mengetahui perbedaan

teks

hadis, mengetahui perawi yang mubham dan yang muhmal.14

13

Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, Metode
Takhrij Hadis (Cet. I; Semarang: Dina Utama/ Toha Putra Group, 1994), hal. 4-6.
14
Burhanudin Darwis, Metodologi Takhrij Hadis (Cet. I; Makassar: Alauddin
University Press, 2013), h. 20.

8

b) Metode Takhri@j al-H{adi@s\
Untuk
sumbernya,

mengetahui
ada

kejelasan

beberapa

hadis

metode

beserta

takhri>j

sumber-

yang

dapat

dipergunakan dalam penelusuran. Metode-metode takhri@j ini
diupayakan oleh para ulama dengan maksud agar mempermudah
mencari

hadis-hadis

mengkodifkasikan

Rasul.

hadis-hadis

Para

ulama

dengan

telah

mengaturnya

banyak
dalam

susunan yang berbeda satu dengan yang lainnya, sekalipun
semuanya
Perbedaan

menyebutkan
cara-cara

ahli

hadis

mengumpulkan

yang
inilah

meriwayatkannya.
yang

akhirnya

menimbulkan Ilmu Takhri>j.15
Sesuai dengan cara ulama mengumpulkan hadis-hadis, maka
diperlukan beberapa metode sebagai acuan yang digunakan dalam
penelitian hadis, diantaranya menurut Abu> Muh}ammad ‘Abd alMahdi bin ‘Abd Qadi>r bin ‘Abd al-Ha>di>s\ menyebutkan bahwa
metode takhri>j hadis ada lima macam yaitu:
1. Dengan menggunakan salah satu lafal matan hadis
2. Dengan menggunakan lafal pertama matan hadis
3. Dengan menggunakan rawi a’la
4. Dengan menggunakan tema
5. Dengan menggunakan status hadis

15

Abu Muh}ammad ‘Abdul Mahdsi Ibn ‘Abd al-Qadir ‘Abd al-Ha>di>,
Thuruq al-Takhri>j al-H{adi>s\ Rasulullah saw, Ter. S. Agil Husin Munawwar dan
Ah}mad Rifqi> Muchtar (Cet I; Semarang: Dina Utama, 1994 ), h. 6

9

Selanjutnya sesuai dengan tugas yang akan dikaji yang telah
diberikan oleh dosen pembimbing oleh penulis, bahwa hadis yang
menjadi objek penelitian adalah

‫ه‬
ُ ‫خىركم من تعلّم القرآن وعلّم‬
ُ
Berikut uraian mengenai petunjuk-petunjuk yang ditemukan
pengkaji, dengan menerapkan metode kelima diatas:
Metode takhri@j al-H{adi@s\ dengan menggunakan
salah satu lafal matan hadis
Metode ini dilakukan dengan kata-kata yang terdapat dalam
matan hadis. Penelusuran dengan matan hadis akan lebih mudah
dilakukan, oleh karena penyusun kitab takhri@j al-H{adi@s\ menitik
beratkan peletakan hadis-hadisnya menurut lafal-lafal. Namun jika
dilihat secara umum metode takhri@j
matan

hadis

ini,

disamping

melalui

mempunyai

kata-kata dalam

keistimewaan

dan

kekurangan.16
Adapun diantara kitab yang terkenal dengan metode takhri@j
melalui kata-kata yang terdapat dalam matan hadis adalah kitab al-

16

Kelebihan metode ini adalah: 1) mempercepat pencarian hadis-hadis 2)
Para penyusun kitab-kitab takhri@j dengan metode ini membatasi hadis-hadisnya
dalam beberapa kitab induk dengan menyebutkan nama kitab, juz, bab dan
halaman 3) Memungkingkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja yang
terdapat dalam matan hadis. Sedangkan kekurangan metode ini antara lain 1)
keharusan memiliki kemampuan bahasa Arab beserta perangkat ilmunya yang
memadai, karena metode inimenuntut untuk mengembalikan setiap kata-kata
kuncinya kepada kata dasarnya 2) Metode ini tidak menyebutkan perawi dari
kalangan sahabat yang menerima hadis dari Nabi saw. mengharuskan kembali
kepada kitab-kitab aslinya setelah mentakhrijnya dengan kitab ini 3) Terkadang
suatu hadis tidak didapatkan satu kata
sehingga yang mencarinya harus
menggunakan kata-kata yang lain.

10

Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H}adi>s\ al-Nabawiy

yang

merupakan kumpulan hadis-hadis yang terdapat dalam Sembilan
kitab hadis yaitu S{ahih Bukhari, S{ahih Muslim, Sunan al-Turmuzi,
Sunan Abu Daud, Sunan al-Nasai, Sunan Ibnu Majah, Sunan alDarimy, Muwaththa Malik, dan Musnad Ahmad bin Hanbal.
Dalam mentakhri>j suatu h}adi>s\ dengan metode ini, maka
langkah pertama adalah menentukan kata kuncinya. Artinya kata
tersebut adalah sebagai alat untuk mencari h}adi>s\. Setelah itu
kembalikan kata tersebut kepada bentuk dasarnya. Lalu mencari
dalam kitab mu’jam menurut urutannya dalam huruf hijaiyah.
Langkah selanjutnya mencari bentuk kata sebagaimana yang
terdapat dalam kata kunci tersebut untuk menemukan h}adi>s\
yang di maksud. Kode-kode kitab terdapatnya h}adi>s\ tersebut
tercantum disamping setiap h}adi>s\. Demikian pula halnya
dengan tempat h}adi>s\ tersebut dalam kitabnya. Kode-kode
tersebut bukan hanya sekedar memperkenalkan kitab sumber
h}adi>s\, tetapi bermaksud menganjurkan untuk menilai setiap
h}adi>s\nya. Berikut kode-kode yang digunakan untuk keterangan
tempat h}adis}, yaitu:
1. ‫ﺥ‬

berarti

S}ah}i>h

al-Bukha>riy

dengan

mencantumkan tema dan nomor bab terhadap h}adi>s\
2. ‫ ﺪ‬berarti Sunan Abu> Da>wud dengan mencantumkan
tema dan nomor bab terhadap h}adi>s\

11

3. ‫ ﺕ‬berarti Sunan Turmuz\iy dengan mencantumkan tema
dan nomor bab terhadap h}adi>s\
4. ‫ ﻥ‬berarti Sunan al-Nasa>’iy dengan mencantumkan
tema dan nomor bab terhadap h}adi>s\
5. ‫ ﺟﮫ‬berarti Sunan Ibnu Ma>jah dengan mencantumkan
tema dan nomor bab terhadap h}adi>s\
6. ‫ ﺪﻯ‬berarti Sunan Da>rimiy dengan mencantumkan tema
dan nomor bab terhadap h}adi>s\
7. ‫ ﻡ‬berarti S}ah}i>h Muslim dengan mencantumkan tema
dan nomor bab terhadap h}adi>s\
8. ‫ ﻃ‬berarti Muwaththa’ Malik dengan mencantumkan
tema dan nomor bab terhadap h}adi>s\
9. ‫ﺣﻢ‬

berarti

Musnad

Imam

Ah}mad

dengan

mencantumakan nomor juz dan halaman terhadap
h}adi>s.17

Adapun biograf dari Sembilan kitab:
1. Biografi Bukhari
Nama Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al Mughirah bin
Bardizbah.18
Kuniyah beliau: Abu Abdullah

17

Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis Cara Praktis Mencari Hadis (Cet.
II; Angkasa, Bandung, 1994), h. 51.
18
Abu> ‘Abdillah Muh}ammad bin Ish}a>q bin Muh}ammad bin Yah}ya>
bin Mandah al-‘Abdi@, Fath} al-Ba>b fi al-Kunni@ wa al-Alqa>b juz I 9 (Cet. I; alRiya>d}: Maktabah al-Kaus\ar, 1996), h. 119.

12

Nasab beliau:
Al Ju'f; nisabah Al Ju'f adalah nisbah arabiyyah. Faktor
penyebabnya adalah, bahwasanya al Mughirah kakek Bukhari yang
kedua masuk Islam berkat bimbingan dari Al Yaman Al Ju'f. Maka
nisbah beliau kepada Al Ju'f adalah nisbah perwalian
Al Bukhari; yang merupakan nisbah kepada negri Imam
Bukhari lahir
Tanggal lahir: Beliau dilahirkan pada hari Jum'at setelah shalat
Jum'at 13 Syawwal 194 H. Tempat lahir: Bukhara
Masa kecil beliau: Bukhari dididik dalam keluarga yang
berilmu. Bapaknya adalah seorang ahli hadits, akan tetapi dia tidak
termasuk

ulama

yang

banyak

meriwayatkan

hadits,

Bukhari

menyebutkan di dalam kitab tarikh kabirnya, bahwa bapaknya telah
melihat Hammad bin Zaid dan Abdullah bin Al Mubarak, dan dia
telah mendengar dari imam Malik, karena itulah dia termasuk
ulama bermadzhab Maliki. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih
kecil, sehingga dia pun diasuh oleh sang ibu dalam kondisi yatim.
Akan tetapi ayahnya meninggalkan Bukhari dalam keadaan yang
berkecukupan dari harta yang halal dan berkah. Bapak Imam
Bukhari

berkata

ketika

menjelang

kematiannya;

"Aku

tidak

mengetahui satu dirham pun dari hartaku dari barang yang haram,
dan begitu juga satu dirhampun hartaku bukan dari hal yang
syubhat."

13

Maka dengan harta tersebut Bukhari menjadikannya sebagai
media untuk sibuk dalam hal menuntut ilmu.
Ketika menginjak usia 16 tahun, dia bersama ibu dan
kakaknya mengunjungi kota suci, kemudian dia tinggal di Makkah
dekat dengan baitulah beberapa saat guna menuntut ilmu.
Kisah hilangnya penglihatan beliau: Ketika masa kecilnya,
kedua mata Bukhari buta. Suatu ketika ibunya bermimpi melihat
Khalilullah Nabi Ibrahim 'Alaihi wa sallam berujar kepadanya;
"Wahai ibu, sesungguhnya Allah telah memulihkan penglihatan
putramu karena banyaknya doa yang kamu panjatkan kepada-Nya."
Menjelang pagi harinya ibu imam Bukhari mendapati penglihatan
anaknya telah sembuh. Dan ini merupakan kemuliaan Allah
subhanahu wa ta'ala yang di berikan kepada imam Bukhari di kala
kecilnya.
Perjalan beliau dalam menuntut ilmu
Kecerdasan dan kejeniusan Bukhari nampak semenjak masih
kecil. Allah menganugerahkan kepadanya hati yang cerdas, pikiran
yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat, sedikit sekali orang
yang memiliki kelebihan seperti dirinya pada zamannya tersebut.
Ada satu riwayat yang menuturkan tentang dirinya, bahwasanya dia
menuturkan; "Aku mendapatkan ilham untuk menghafal hadits
ketika aku masih berada di sekolah baca tulis." Maka Muhammad
bin Abi Hatim bertanya kepadanya; "saat itu umurmu berapa?". Dia
menjawab; "Sepuluh tahun atau kurang dari itu. Kemudian setelah

14

lulus dari sekolah akupun bolak-balik menghadiri majelis hadits AdDakhili dan ulama hadits yang lainnya. Ketika sedang membacakan
hadits di hadapan murid-muridnya, Ad-Dakhili berkata; 'Sufyan
meriwayatkan dari Abu Zubair dari Ibrahim.' Maka aku menyelanya;
'Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan dari Ibrahim.' Tapi
dia menghardikku, lalu aku berkata kepadanya, 'kembalikanlah
kepada sumber aslinya, jika anda punya.' Kemudian dia pun masuk
dan melihat kitabnya lantas kembali dan berkata, 'Bagaimana kamu
bisa tahu wahai anak muda?' Aku menjawab, 'Dia adalah Az Zubair.
Nama aslinya Ibnu 'Adi yang meriwayatkan hadits dari Ibrahim.'
Kemudian dia pun mengambil pena dan membenarkan catatannya.
Dan dia pun berkata kepadaku, 'Kamu benar.' Maka MuhammadÂ
bin

Abi

Hatim

bertanya

kepada

Bukhari;

"Ketika

kamu

membantahnya berapa umurmu?". Bukhari menjawab, "Sebelas
tahun."
Hasyid bin Isma'il menuturkan: bahwasanya Bukhari selalu
ikut bersama kami mondar-mandir menghadiri para masayikh
Bashrah, dan saat itu dia masih anak kecil. Tetapi dia tidak pernah
menulis (pelajaran yang dia simak), sehingga hal itu berlalu
beberapa hari. Setelah berlalu 6 hari, kamipun mencelanya. Maka
dia menjawab semua celaan kami; "Kalian telah banyak mencela
saya, maka tunjukkanlah kepadaku hadits-hadits yang telah kalian
tulis." Maka kami pun mengeluarkan catatan-catatan hadits kami.
Tetapi dia menambahkan hadits yang lain lagi sebanyak lima belas

15

ribu hadits. Dan dia membaca semua hadits-hadits tersebut dengan
hafalannya di luar kepala. Maka akhirnya kami mengklarifkasi
catatan-catatan kami dengan berpedoman kepada hafalannya.
Permulaannya dalam menuntut ilmu
Aktiftas beliau dalam menuntut ilmu di mulai semenjak
sebelum menginjak masa baligh, dan hal itu di tunjang dengan
peninggalan orang tuanya berupa harta, beliau berkata; 'aku
menghabiskan setiap bulan sebanyak lima ratus dirham, yang aku
gunakan untuk pembiaan menuntut ilmu, dan apa yang ada di sisi
Allah itu lebih baik dan lebih eksis.'
Dia bergegas mendatangi majelis-majelis ilmu, ketika dia
sudah menghafal Al qur`an dan menghafal beberapa karya tulis
para ulama, dan yang pertama kali karya tulis yang beliau hafal
adalah buku Abdullah bin Al Mubarak, buku Waki' bin al Jarrah
dalam masalah Sunan dan zuhud, dan yang lainnya. Sebagaimana
beliau juga tidak meninggalkan disiplin ilmu dalam masalah fkih
dan pendapat.
Rihlah beliau
Rihlah dalam rangka menuntut ilmu merupakan bagian yang
sangat mencolok dan sifat yang paling menonjol dari tabiat para
ahlul hadits, karena posisi Bukhari dalam masalah ilmu ini
merupakan satu kesatuan pada diri seorang ahlul hadits, maka dia
pun mengikuti sunnah para pendahulunya dan dia pun meniti jalan
mereka. Dia tidak puas dengan hanya menyimak hadits dari

16

penduduk negrinya, sehingga tidak terelakkan lagi bagi dirinya
untuk mengadakan dalam rangka menuntut ilmu, dia berkeliling ke
negri-negri Islam. Dan pertama kali dia mengadakan perjalanannya
adalah pada tahun 210 hijriah, yaitu ketika umurnya menginjak 16
tahun, pada tahun kepergiannya dalam rangka menunaikan ibadah
haji bersama dengan ibundanya dan saudara tuanya.19
Negri-negri yang pernah beliau masuki adalah sebagai
berikut;
1. Khurasan dan daerah yang bertetangga dengannya
2. Bashrah
3. Kufah
4. Baghdad
5. Hijaz (Makkah dan Madinah)
6. Syam
7. Al Jazirah (kota-kota yang terletak di sekitar Dajlah dan
eufrat)
8. Mesir
Bukhari menuturkan tentang rihlah ilmiah yang dia jalani;
'Aku memasuki Syam, Mesir dan al Jazirah sebanyak dua kali, ke
Bashrah sebanyak empat kali, dan aku tinggal di Hijaz beberapa
tahun, dan aku tidak bisa menghitung berapa kali saya memasuki
kawasan Kufah dan Baghdad bersama para muhadditsin.

19

Al-Husain bin ‘Ali@
bin
Muh}ammad bin Ja’far,
Akhba>r Abi@
H{ani@@fah wa As}ha>bihi juz I (Cet. II; Beiru>t: ‘A