peradilan Agama pada masa kerajaan Islam

PERADILAN AGAMA PADA MASA KERAJAAN ISLAM
DI INDONESIA
Makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah:
Peradilan dan Hukum Acara Islam

Di Susun Oleh:
Ahmad Mun’im

11350010

Prodi/Kelompok

: AS-b/C

No. HP

: 089609192529

Dosen Pengampu:
Bpk. Drs. Malik Ibrahim, M.Ag,


AL-AHWAL AS-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014

1

BAB I
PENDAHALUAN
A. Latar Belakang
Perjalanan peradilan agama yang telah dilalui dalam rentang waktu yang
demikian panjang berarti kita berbicara tentang masa lalu yakni sejarah
peradilan agama.Hal ini tersebut dianggap penting untuk rencana melangkah
ke masa yang akan datang, juga terhindar dari sandungan yang berulang pada
lubang yang sama.Namun diakui bahwa data sejarah peradilan agama tidak
mudah mendapatkannya, seperti yang dikatakan para ahli mengakui bahwa
sumber rujukan peradilan agama sangatlah minim, karena sengaja dilewatkan
oleh para cerdik pandai masa lalu yang selalu memandang remeh.
Dengan masuknya agama Islam ke Indonesia yang untuk pertama kali

pada abad pertama hijriah (1 H/ 7 M) yang dibawa langsung dari Arab oleh
saudagar – saudagar dari Mekkah dan Madinah yang masyarakat mulai
melaksanakan ajaran dan aturan agama Islam dalam kehidupan sehari – hari
yang tersumber pada kitab fiqih.
Sebelum Melancarkan politik hukumnya di Indonesia, hukum Islam
sebagai hukum yang berdiri sendiri telah mempunyai kedudukan yang kuat,
baik dimasyarakat maupun dalam peraturan perundang – undangan negara.
Kerajaan Islam yang pernah berdiri di Indonesia melakukan hukum Islam
dalam wilayah hukumnya masing – masing.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian peradilan agama ?
2. Bagaimana permulaan peradilan agama pada masa kerajaaan islam
diIndonesia ?
3. Bagaimana sistem peradilan agama pada masa kerajaan-kerajaan islam?

2

4. Bagaimana Hubungan politik dan keagaamaan antara kerajaan-kerajaan
islam ?
C. Tujuan Masalah

1. Untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Peradilan dan
Hukum Acara Islam.
2. Untuk mengetahui pengertian peradilan agama.
3. Untuk mengetahui permulaan peradilan agama pada masa kerajaaan islam
diIndonesia.
4. Untuk mengetahui sistem peradilan agama pada masa kerajaan-kerajaan
islam.
5. Untuk mengetahui Hubungan politik dan keagaamaan antara kerajaankerajaan islam.

3

BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Peradilan Agama
Peradilan agama adalah suatu lembaga peradilan yang memiliki kekuasaan
untuk mengadili dan memutuskan perkara antara dua orang atau lebih bagi orangorang yang beragama islam. Perkara-perkara yang diadili diperadilin ini hanya
perkara perdata islam saja tidak mencakup semua perkara yang berbentuk pidana.1
B. Fase- Fase Peradilan Agama Pada Masa Kerajaan Islam
Sebelum VOC datang, agama islam telah lama dianut disini. Ketika VOC
mulai membenahi bidang hukum diindonesia, terdapat persoalan hukum apakah yang

akan diterapkan di kalangan orang Indonesia asli. Bagi mereka sendiri tidak jadi
persoalan yang dipakai adalah hukum yang sesuai berlaku dinegara asal (asas
konkordasi) dan gampang diketahui karna tertulis, berbeda dengan Indonesia asli
karna tidak tertulis. Lama sekali soal utama tadi tidak terjawab secara tepat.
Kerajaan

Islam

di

Indonesia diperkirakan

kejayaannya

berlangsung

antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16.Timbulnya kerajaan-kerajaan tersebut
didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan pedagangpedagang Islam dari Arab, India, Persia, Tiongkok, dll.Kerajaan tersebut dapat dibagi
menjadi


berdasarkan

wilayah

pusat

pemerintahannya,

yaitu

di

Sumatera, Jawa, Maluku, dan Sulawesi.
Masuknya agama islam ke nusantara (indonesia) pada abad 6 akhir dibawa
oleh Syech Abdul Kadir Jailani periode I atau Pase Pertama, telah membawa banyak
perubahan dan perkembangan pada masyrakat,budaya dan pemerintahan. Perubahan
1

Andi Tahir Hamid, S. H. Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama dan Bidangnya.
Jakarta. Sinar Grafika. 1996. hal. 3-5


4

dan Perkebangan tersebut terlihat jelas dengan berdirinya kerajaan-kerajaan yang
bercorak islam2
Sebelum Belanda melancarkan politik hukumnya diIndonesia, hukum islam
merupakan hukum yang berdiri sendiri dan mempunyai kedudukan yang kuat. 3 Akan
tetapi, ketika VOC ingin menerapkan hukum apa yang harus diberlakukan di
Indonesia mereka kebingungan karena hukum diIndonesia tidak tertulis.4
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa timbulnya kerajaan-kerajaan
Islamdidorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan pedagangpedagang Islam dari Arab, India, Persia, dan Tiongkok.Kerajaan tersebut dapat dibagi
menjadi berdasarkan wilayah pusat pemerintahannya, yaitu di Sumatra, Jawa,
Maluku, dan Sulawesi.Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya
berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16.Berikut beberapa kerajaan
besar Islam di Indonesia.
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia,
didirikan oleh Malik As-Saleh.Kerajaan ini terletak di Lhok Seumawe Aceh
Utara.Wilayahnya sangat strategis karena berada di daerah Selat Malaka yang
merupakan jalur perdagangan dan pelayaran internasional.Pada masa pemerintahan

Malik As-Saleh, Kerajaan Samudra Pasai berkembang menjadi bandar-bandar
pelabuhan besar yang banyak didatangi oleh pedagang dari berbagai daerah, seperti
India, Gujarat, Arab, dan Cina. Dalam perkembangannya setelah Malik As-Saleh
wafat pada 1927, kegiatan pemerintahan dilanjutkan oleh putranya, yaitu Sultan
Muhamad Malik Al-Taher (1927 – 1326), Sultan Ahmad, dan Sultan Zainul Abidin.

2

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara_pada_era_kerajaan_Islam
Alaiddin Koto, M. A. (et.al), Sejarah Peradilan Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2011, Hlm. 197
4
Ibid
3

5

Di Aceh, sistem peradilannya berdasarkan hukum islam menyatu dengan
pengadilan negeri yang mempunyai tingkatan-tingkatan, yaitu :
a. Tingkat Kampung

b. Tingkat Oeloebalang
c. Panglima Sagi
Tingkatan peradilan kampung hanya menangani perkara-perkara yang
tergolong ringan, diperadilan ini pemimpinya disebut Keucik dan pelaksanaanya
dilaksanakan dikampung, apabila yang berpekara tidak puas dengan putusan ditingkat
pertama maka bisa mengajukan banding ditingkat kedua yang disebut tingkat
oeloebalang dan jika ditigkat ini belum memenuhi keinginan pencari keadilan maka
bisa mengajukan banding di tingkat ketiga yang disebut panglima sagi. Seandainya
ditingkat panglima sagi ini belum juga memuaskan maka masih dapat mengajukan
banding kepada sultan yang pelaksanaanya oleh mahkamah agung yang anggotanya
terdiri dari:
a. Malikul Adil
b. Orang Kaya sri Paduka Tuan
c. Orang Kaya raja Bandahara
d. Faqih (ulama).5

2. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama
Kabupaten Aceh Besar. Di sini pula terletak ibu kotanya.Kurang begitu diketahui
kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat, Kerajaan Aceh

berdiri pada abad ke-15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah
5

Alaiddin Koto, M. A. (et.al), Sejarah Peradilan Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2011, Hlm. 204

6

( 1465 – 1497 ). Dialah yang membangun kota Aceh Darussalam. 6Menurutnya, pada
masa pemerintahannya Aceh darussalam mulai mengalami kemajuan dalam bidang
perdagangan, karena saudagar-saudagar muslim yang sebelumnya berdagang dengan
Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai Portugis
( 1511 M ). Sebagai akibat penaklukan Malaka oleh portugis itu, jalan dagang yang
sebelumnya dari laut Jawa ke utara melalui Selat Karimata terus ke Malaka, pindah
melalui Selat Sunda dan menyusur pantai Barat Sumatera, terus ke Aceh. Dengan
demikian, Aceh menajadi ramai dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri.
Menurut H.J. de Graaf, Aceh menerima Islam dari Pasai yang kini menjadi
bagian wilayah Aceh, dan pergantian agama diperkirakan terjadi mendekati
pertengahan abad ke-14.Menurutnya, kerajaan Aceh merupakan penyatuan dari dua
kerajaan kecil, yaitu Lamuri dan Aceh Dar al-kamal. Ia juga berpendapat bahwa

rajanya yang pertama adalah Ali Mughayat Syah.
Peletak dasar kebesaran kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah
yang bergelar al-Qahar. Dalam menghadapi balatentara Portugis, ia menjalin
hubungan persahabatan dengan kerajaan Usmani di Turki dan negara-negara Islam
yang lain di Indonesia. Dengan bantuan Turki Usmani tersebut, Aceh dapat
membangun angkatan perangnya dengan baik.Aceh ketika itu nampaknya mengakui
kerajaan Turki Usmani sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dan kekhalifahan
dalam Islam.

3. Kerajaan Malaka
Pendiri Kerajaan Malaka adalah Paramisora atau Iskandar Syah.Kerajaan ini
letaknya berhadapan dengan Selat Malaka sehingga sangat strategis sebagai jalur
perdagangan dan pelayaran.Karena letaknya tersebut, kerajaan ini sering kali menjadi
6

Anas Machmud, “Turun Naiknya Peranan Kerajaan Aceh Darussalam di Pesisir Timur

Pulau Sumatera”, dalam A. Hasymy, Op. Cit., Hlm. 286

7


tempat persinggahan para pedagang Islam yang berasal dari berbagai negara. Selain
Iskandar Syah, terdapat beberapa raja yang sempat memimpin Kerajaan Malaka, di
antaranya sebagai berikut.
a. Muhammad Iskandar Syah yang berkuasa pada 1414-1424.
b. Sultan Mudzafat Syah dan Sultan Mansur Syah yang berkuasa pada 1458-1477.
c. Sultan Alaudin Syah yang berkuasa pada 1477-1488.
d. Sultan Mahmud Syah yang berkuasa pada 1488-1511.
Kerajaan Malaka banyak dikunjungi oleh para pedagang dari Gujarat, Cina,
Arab, Persia, dan negara lainnya sehingga kerajaan ini memanfaatkannya untuk
meningkatkan kegiatan ekonominya.Karena kemajuannya dalam perdagangan,
Kerajaan Malaka mampu mengalahkan kemajuan Kerajaan Samudra Pasai.

4. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan
oleh Raden Patah pada tahun 1478.Raden Patah (bergelar Alam Akbar Al Fattah)
adalah putra Raja Majapahit Brawijaya, dengan ibu keturunan Champa (daerah yang
sekarang perbatasan dengan Kamboja dan Vietnam).Pada awal abad ke-14, Kaisar
Yan Lu dari Dinasti Ming mengirimkan seorang putri kepada Brawijaya di Kerajaan
Majapahit sebagai tanda persahabatan kedua negara.Putri yang cantik jelita dan pintar
ini segera mendapatkan tempat istimewa di hati raja. Raja Brawijaya sangat tunduk
pada semua kemauan sang putri jelita, yang nantinya membawa banyak pertentangan
dalam istana Majapahit.
Raja Brawijaya sudah memiliki permasuri yang berasal dari Champa, masih
kerabat Raja Champa dan memiliki julukan Ratu Ayu Kencono Wungu.Makamnya
saat ini ada di Trowulan, Mojokerto.Sang permaisuri memiliki ketidakcocokan
dengan putri pemberian Kaisar Yan Lu.Akhirnya, Raja Brawijaya dengan berat hati
harus menyingkirkan putri cantik ini dari Majapahit.Dalam keadaan mengandung,

8

putri cantik itu dihibahkan oleh Raja Brawijaya kepada Adipati Palembang, Arya
Sedamar.Di sanalah Jim-Bun atau Raden Patah dilahirkan.
Dari Arya Sedamar, putri ini memiliki seorang anak laki laki. Dengan kata
lain Raden Patah memiliki adik laki laki seibu, tetapi berbeda ayah. Setelah
memasuki usia belasan tahun, Raden Patah, bersama adiknya, dan diantar ibunya
berlayar ke Pulau Jawa untuk belajar di Ampel Denta. Raden Patah mendarat di
pelabuhan Tuban sekitar tahun 1419 Masehi.Jim-Bun atau Raden Patah sempat
tinggal beberapa lama di Ampel Denta di rumah pamannya, kakak-misan ibunya.
Sunan Ampel juga bersama para saudagar besar Muslim ketika itu. Di sana
pula ia mendapat dukungan dari rekan-rekan utusan Kaisar Cina, Panglima Cheng Ho
atau juga dikenal sebagai Dampu-awang atau Sam Poo Tai-jin. Panglima berasal dari
Xin-Kiang, pengenal Islam.
Saat itu pengaruh Majapahit telah memudar, dan wilayahnya hanya sebagian kecil
Jawa Timur.Raden Patah meninggal tahun 1518, dan digantikan oleh menantunya,
Pati Unus.Pada tahun 1521, Pati Unus memimpin penyerbuan ke Malaka melawan
pendudukan Portugis.Pati Unus gugur dalam pertempuran ini, dan digantikan oleh
adik iparnya, Sultan Trenggono.
Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayahwilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri.Wilayah - wilayah yang terbagi
menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai ahli
waris takhta Majapahit.Pada masa itu, arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati,
yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging.Sementara, Raden Patah mendapat
dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syech Siti
Jenar.
Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan Nusantara.Pati
Unus adalah seorang raja yang memimpikan kembalinya kejayaan Majapahit melalui
Demak.Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kesultanan maritim yang
besar.Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan

9

Portugis di Malaka.Dengan adanya Portugis di Malaka, kehancuran pelabuhanpelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu.
Sultan Trenggono berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa
Tengah. Di bawah Sultan Trenggono, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa
lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis
yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan
Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung
timur Pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah,
pemuda asal Pasai (Sumatra), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggono.Sultan
Trenggono meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan
Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto.
Kepemimipinan Sunan Prawoto tidak mulus.Sunan Prawoto ditentang oleh
adik Sultan Trenggono, Pangeran Seda Lepen. Pangeran Seda Lepen terbunuh, dan
akhirnya pada tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh suruhan
Arya Penangsang, putra Pangeran Seda Lepen.
Arya Penangsang kemudian menjadi penguasa takhta Demak.Suruhan Arya
Penangsang juga membunuh Adipati Jepara, ini menyebabkan banyak adipati
memusuhi Arya Penangsang.Arya Penangsang akhirnya dihabisi oleh pasukan Joko
Tingkir, menantu Sunan Prawoto. Joko tingkir memindahkan istana Demak ke
Pajang, dan di sana ia mendirikan Kesultanan Pajang.

5. Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam berdiri berkat perjuangan dari Ki Ageng Pemanahan
yang meninggal pada 1575.Setelah meninggal, digantikan oleh anaknya, yaitu
Sutawijaya yang lebih dikenal dengan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama
Khalifatullah.Pada masanya, Kerajaan Mataram terus berkembang dan menjadi
kerajaan terbesar di Jawa.Wilayahnya berkembang seputar Jawa Tengah, Jawa
Timur, Cirebon, dan sebagian Priangan.

10

Setelah meninggal pada tahun 1601, Sutawijaya digantikan oleh Mas Jolang
atau Panembahan Seda Ing Krapyak (1601-1613). Selanjutnya, diteruskan oleh anak
Mas Jolang yaitu Raden Mas Martapura karena sering sakit-sakitan, Raden Mas
Martapura digantikan oleh anak Mas Jolang yang lain, yaitu Raden Mas Rangsang
yang dikenal dengan nama Sultan Agung (1613-1645). Pada masa Sultan Agung
inilah Mataram mengalami puncak kejayaan.
Dalam perkembangan selanjutnya, Kerajaan Mataram terpecah belah sehingga
berubah menjadi kerajaan kecil.Perpecahan disebabkan adanya gejolak politik di
daerah-daerah kekuasaan Mataram dan peran serta VOC dan penguasa Belanda yang
menginginkan menguasai tanah Jawa.
Dalam Perjanjian Giyanti (1755) disebutkan bahwa wilayah Mataram dibagi
menjadi dua wilayah kerajaan sebagai berikut.
a. Daerah Kesultanan Yogyakarta yang disebut Ngayogyakarta Hadiningrat
dengan Mangkubumi sebagai rajanya dan bergelar Hamengkubuwono.
b. Daerah Kasuhunan Surakarta yang diperintah oleh Pakubuwono.
Akibat Perjanjian Salatiga peranan Belanda dalam pemerintahan Mataram
semakin jauh sehingga pada 1913 Mataram akhirnya terpecah menjadi empat
keluarga raja yang masing-masing memiliki kekuasaan, yaitu Kesultanan Yogyakarta,
Kasuhunan Surakarta, Pakualaman dan Mangkunegaran.
Perkembangan peradilan agama kerajaan Mataram yang paling menonjol
adalah pada masa Sultan Agung (1613-1645). Pada saat itu sebelum pengaruh islam
masuk dalam sistem peradilan, maka yang berkembang dan mempegaruhi sistem
peradilan adalah ajaran hindu.
Ketika itu perkara dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Perkara pradata
Perkara pradata yaitu yang menjadi urusan raja. Bila dilihat dari materi
hukumnya hukum pradata bersumbuer dari ajaran Hindu. Perkara-perkara
11

yang termasuk perkara pradata adalah perkara-perkara yang berhubungan
dengan

stabilitas

negara,

seperti

keamanan

dan

ketertiban

umum,

penganiayaan, perampokan, pencurian, dan lain-lain.Perkara dan pelanggaran
seperti ini diproses dan diputuskan oleh raja.
2. Perkara padu
Perkara padu yaitu perkara yang bukan urusan pengadilan raja.Hukum
padu berasal dari adat dan kebiasaan masyarakat.Perkara-perkara yang
termasuk perkara padu adalah perkara yang berkaitan dengan masalah pribadi
seperti perselisihan antara rakyat yang tidak bisa didamaikan dilingkungannya
masing-masing.7
Dengan munculnya Mataram menjadi kerajaan islam yang dibawah
pemerintahan Sultan Agung maka beliau mengadakan perubahan dalam sistem
peradilan. Beliau memasukkan unsur-unsur hukum dan ajaran islam dalam hukum
pradata yaitu dengan mengorbitkan orang-orang yang berkompeten dalam bidang
hukum islam dilembaga peradilan. Sultan Agung tidak mengganti semua sistem
peradilan secara keseluruhan dengan hukum islam yang hanya mengenal Qodhi.
Sultan Agung mengambil kebijakn politik hukumnya dengan mengisi lembaga yang
telah berkembang dengan prinsip keislamaan. Namun, setelah kondisi masyarakat
dipandang siap dan paham dengan kebijakan yang diambil Sultan Agung, maka
peradilan pradata diubah

menjadi peradilan surambi. Lembaga ini tidak secara

langsung berada dibawah raja akan tetapi dipimpin oleh ulama.
Dinamakan pengadilan surambi karena diselenggarakan diserambi masjid
Agung.Ketua pengadilan meskipun pada tataran kebijakan masih berada ditangan
sultan, tetapi dalam pelaksanaannya berada ditangan penghulu yang didampingi
beberapa ulama dari lingkungan pesantren sebagai anggota majelis.Keputusan

7

Abdul halim, Peradilan Agama dalam politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo,
2000, hlm. 39-40

12

pengadilan surambi berfungsi sebagai nasihat bagi sultan dalam mengambil
keputusan.
Dikerajaan Mataram Yogyakarta dan Surakarta, korps penghulu disebut
kewedanan yang selalu berdampingan dengan kadipaten Anom Suranata dalam
menggiring penghulu mengikuti upacara kenegaraan. Pada tingkat pusat diangkat
penghulu Ageng, ditingkat kabupaten diangkat penghulu Kabupaten, ditingkat
kecamatan diangkat Na’ib, ditingkat desa diangkat pejabat yang mengurusi bidang
agama islam yang disebut Kayim, Lebai, Modin, Amil atau Marbot. Hanya penghulu
ageng dan penghulu kabupaten saja yang diberi kedudukan sebagai qodhi (hakim)
yang bertugas memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara-perkara yang
dijatuhkan diperadilan surambi.8

6. Kerajaan Cirebon
Kerajaan ini lahir pada abad ke-16.Pada abad tersebut, daerah Cirebon
berkembang menjadi pelabuhan yang ramai dan menjadi salah satu pusat
perdagangan di pantai utara Jawa Barat. Majunya kegiatan perdagangan juga
mendorong proses islamisasi semakin berkembang sehingga Sunan Gunung Jati
membentuk kerajaan Islam Cirebon. Dengan terbentuknya kerajaan Islam Cirebon,
maka Cirebon menjadi pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam di Jawa Barat.
Di Cirebon atau Priangan terdapat tiga bentuk peradilan, yaitu :
1. Peradilan Agama
Peradilan agama mempunyai kompetensi untuk menangani perkara-perkara
yang dijatuhi hukuman badan atau hukuman mati, yaitu menjadi kompetensi

8

Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan: Suatu Kajian Dalam Sistem
Peradilan Islam, Jakarta : Kencana, 2007, hlm. 51-52

13

absolut peradilan pradata di Mataram.Akan tetapi ini tidak berlaku lama karena
tidak lama kemudian Kerajaan Mataram mengalami kemunduran.
2. Peradilan Drigama
Peradilan drigama mempuyai kewenangan absolut yaitu menangani perkaraperkara perkawinan dan waris.
3. Peradilan Cilaga
Peradilan Cilaga hanya mempunyai kewenangan khusus yaitu menangani
perkara-perkara sengketa perniagaan. Peradilan ini jug dikenal dengan sebutan
peradilan wasit.9
Istilah agama dan drigama terdapat dalam pepakem cirebon yang digunakan
untuk mengadakan pemisahan menurut sifatnya diantaranya perkara-perkara yang
harus diadili. Igama adalah perkara-perkara keagamaan dan harus diselesaikan
berdasarkan hukum adat sedangkan toya gama adalah perkara-perkara yang
diselesaikan berdasarkan percobaan hukum yang berat.10
Semua aturan dan proses beracara dalam persidangan serta pengambilan
keputusan merujuk kepada perundang-undangan dan hukum Jawa. Kitab hukum
yang menjadi rujukan adalah pepakem cirebon. Kitab ini merupakan kompilasi
dari hukum perundang-undangan Jawa Kuno, memuat kitab hukum Raja Niscaya,
Undang-undang Mataram, Jaya Lengkara, kontra menawa, dan adidulloh. Namun,
yang tidak bisa dipungkiri bahwa pepakem cirebon sangat dipengaruhi dengan
hukum islam. Selain pepakem cirebon ada juga kitab muharrar yang terbit pada
1768.

9

Abdul halim, Peradilan Agama dalam politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo,
2000, hlm. 43
10
Alaiddin Koto, M. A. (et.al), Sejarah Peradilan Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2011, Hlm. 206

14

7. Kerajaan Banten
Pendiri Kerajaan Banten adalah Sunan Gunung Jati dan raja pertamanya
adalah Hasanuddin yang merupakan anak dari Sunan Gunung Jati.Semula wilayah ini
termasuk bagian dari Kerajaan Pajajaran.Kerajaan Banten memiliki hubungan dengan
kerajaan Demak.Hasanuddin menikah dengan putri Sultan Trenggono dan melahirkan
dua orang anak, yaitu Maulana Yusuf dan Pangeran Jepara.
Dalam perkembangan selanjutnya, Maulana Yusuf pada 1570 menggantikan
ayahnya untuk menjadi raja Kerajaan Banten yang kedua sampai dengan tahun 1580.
Setelah itu, dilanjutkan oleh anak Maulana Yusuf (1580-1605), kemudian Abdul
Mufakhir, Abu Mali Ahmad Rahmatullah (1640-1651) dan Abu Fatah Abdulfatah
yang lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1582). Pada masa Sultan
Ageng Tirtayasa inilah Kerajaan Banten mengalami puncak kejayaan11.
Di Banten, peradilan disusun menurut syariat islam. Pada masa dibawah
kekuasaan Sultan hasanudin hanya ada satu peradilan yang dipimpin oleh qodhi
sebagai hakim tunggal. Pada sultan Ageng Tirtayasa berkuasa (1651-1680),hukum
islam sudah diberlakukan secara sempurna. Misalnya, hukum potong tangan bagi
pencuri dengan memotong tangan kanan, kaki kiri dan seterusnya itu diberlakukan
bagi pencurian 1gram emas.Pada masa ini syaikh tertinggi bergelar Kyai Ali atau Ki
Ali yang kemudian dikenal dengan sebutan qodhi. Posisi qodhi pada awalnya dijabat
oleh seorang ulama dari Makkah, tetapi mulai tahun 1650 dan awal 1651 para qodhi
mulai dijabat oleh para bangsawan Banten.12
8. Kerajaan Gowa dan Tallo
Sejarah Gowa tentu tidak dapat dipisahkan dengan Islam. Daerah ini menjadi
salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang kini berpenduduk tidak kurang dari
600 ribu jiwa yang mayoritasnya adalah Muslim. Setelah Kerajaan Gowa-Tallo
11

http://www.sibarasok.info/2013/04/kerajaan-islam-di-indonesia-dan.html.
Musyrifah sunanto, Sejarah Islam Klasik: perkembangan ilmu dan pengetahuan islam,
Jakarta: 2004, cet. Ke-4. Hlm. 135-142
12

15

memeluk Islam, penyebaran Islam di Sulawesi dan bagian timur Indonesia sangat
pesat. Kerajaan Gowa-Tallo berhasil menorehkan tinta emas sejarah peletakan dasar
dan penyebaran Islam di bagian timur negeri ini. Kerajaan ini juga adalah kerajaan
yang menerapkan syariah Islam. Karena itu, wajar kalau Gowa ini dikenal sebagai
“Serambi Madinah”.
Sejak agama Islam menjadi agama resmi di Gowa-Tallo’, Raja Gowa Sultan
Alauddin makin kuat kedudukannya. Sebab, beliau juga diakui sebagai Amirul
Mukminin (kepala agama Islam) dan kekuasaan Bate Salapanga diimbangi oleh
qadhi, yang menjadi wakil raja untuk urusan keagamaan bahkan oleh orang-orang
Makassar, Bugis dan Mandar yang telah lebih dulu memeluk agama Islam pada abad
XVI. Sultan Alauddin dipandang sebagai pemimpin Islam di Sulawesi Selatan.[16]
Cara pendekatan yang dilakukan oleh Sultan Alauddin dan Pembesar
Kerajaan Gowa adalah mengingatkan perjanjian persaudaraan lama antara Gowa dan
negeri atau kerajaan yang takluk atau bersahabat yang berbunyi antara lain:
barangsiapa di antara kita (Gowa dan sekutunya atau daerah taklukannya) melihat
suatu jalan kebajikan, maka salah satu dari mereka yang melihat itu harus
menyampaikan kepada pihak lainnya.
Karena itu, dengan dalih bahwa Gowa sekarang sudah melihat jalan
kebajikan, yaitu agama Islam, Kerajaan Gowa meminta kepada kerajaan-kerajaan
taklukannya agar turut memeluk agama Islam.
9. Kerajaan Banjar
Tulisan-tulisan yang membicarakan tentang masuknya Islam di Kalimantan
selatan selalu mengidentifikasikan dengan berdirinya kerajaan Banjarmasin.Kerajaan
banjar merupakan kelanjutan dari Kerajaan Daha yang beragama Hindu.Peristiwanya
dimulai ketika terjadi pertentangan dalam keluarga istana, antara pangeran Samudera
sebagai pewaris sah kerajaan Daha, dengan pamannya Pangeran Tumenggung.
[16]

16

Seperti dikisahkan dalam Hikayat Banjar,13ketika Raja Sukarama merasa sudah
hampir tiba ajalnya, ia berwasiat, agar yang mengantikannya nanti adalah cucunya
Raden Samudera. Tentu saja keempat orang puteranya tidak menerima sikap ayahnya
itu, lebih-lebih Pangeran Tumanggung yang sangat berambisi.Setelah Sukarama
wafat, jabatan raja dipegang oleh anak tertua, Pangeran Mangkubumi.Waktu itu,
Pangeran Samudera baru berumur 7 tahun.Pangeran Mangkubumi tidak terlalu lama
berkuasa.Ia terbunuh oleh seorang pegawai istana yang berhasil dihasut Pangeran
Tumanggung. Dengan meninggalnya Pangeran Mangkubumi, maka Pangeran
Tumanggunglah yang tampil menjadi raja Daha.
Dalam pada itu Pangeran Samudera berkelana ke wilayah muara.Ia kemudian
diasuh oleh seorang patih, bernama Patih Masih.Atas bantuannya Pangeran Samudera
dapat menghimpun kekuatan perlawanan.Dalam serangan pertamanya Pangeran
Samudera berhasil menguasai Muara Bahan, sebuah pelabuhan strategis yang sering
dikunjungi para pedagang luar, seperti dari pesisir utara Jawa, Gujarat, dan Malaka.
Dalam peperangan itu, Pangeran Samudera memperoleh kemenangan, dan
sesuai dengan janjinya, ia beserta seluruh kerabat kraton dan penduduk Banjar
menyatakan diri masuk Islam. Pangeran Samudera sendiri, setelah masuk Islam,
diberi nama Sultan Suryanullah atau Suriansyah, yang dinobatkan sebagai raja
pertama dalam kerajaan Islam Banjar.
Ketika Suryanullah naik tahta, beberapa daerah sekitarnya sudah mengakui
kekuasaannya, yakni daerah Sambas, Batanglawai, Sukadana, Kotawaringin, Sampit,
Medawi, dan Sambangan.
Sultan Suryanullah diganti oleh putera tertuanya yang bergelar Sultan
Rahmatullah. Raja-raja banjar berikutnya adalah Sultan Hidayatullah ( putera Sultan
13

J.J. Ras, Hikayat Banjar: A. Study in Malay Histoiography, ( The Hague Martinus Nijhoff –
KTLV, 1968 ), Hlm. 376 – 398

17

Rahmatullah ) dan Marhum Panembahan yang dikenal dengan Musta’inullah. Pada
masa Marhum Panembahan, ibu kota kerajaan dipindahkan beberapa kali. Pertama ke
Amuntai, kemudian ke Tambangan dan Batang Banju, dan akhirnya ke Amuntai
kembali. Perpindahan ibu kota kerajaan itu terjadi akibat datangnya pihak Belanda ke
Banjar dan menimbulkan huru-hara.
10. Kerajaan Kutai
Menurut risalah Kutai, dua orang penyebar Islam tiba di Kutai pada masa
pemerintahan Raja Mahkota. Salah seorang di antaranya adalah Tuan di bandang,
yang dikenal dengan Dato’Ri Bandang dari makassar; yang lainnya adalah Tuan
Tunggang Parangan. Setelah pengislaman itu, Dato’Ri Bandang kembali ke Makassar
sementara Tuan Tunggang Parangan tetap di Kutai.Melalui yang terakhir inilah Raja
Mahkota tunduk kepada keimanan Islam.Setelah itu, segera dibangun sebuah mesjid
dan pengajaran agama dapat dimulai.Yang pertama sekali mengikuti pengajaran itu
adalah Raja Mahkota Sendiri, kemudian pangeran, para menteri, panglima dan
hulubalang, dan akhirnya rakyat biasa.
Sejak itu, Raja mahkota berusaha keras menyebarkan Islam dengan
pedang.Proses Islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi pada
tahun 1575.penyebaran lebih jauh ke daerah-daerah pedalaman dilakukan terutama
pada waktu puteranya, Aji di Langgar, dan pengganti-penggantinya, meneruskan
perang ke daerah Muara Kaman.
Didaerah lain seperti sumatera Utara, tidak ada kedudukan tersendiri bagi
penyelenggaraan peradilan islam, sebagaimana ditemukan di Palembang. 14 Di
Palembang, pengadilan Agama yang dipimpin pangeran penghulu merupakan bagian
dari struktur pemerintahan, disamping pengadilan syahbandar dan pengadilan patih.
14

Husni Rahim, Sistem Otoritas dan Administrasi Islam : Studi tentang pejabat agama masa
kesultanan dan kolonial di Palembang, Jakarta : Logos, 1998, hlm. 38

18

Di pengadilan syahbandar perkara-perkara diputus

dengan berpedoman kepada

hukum islam dan ajaran Al-qur’an, sedangkan dipengadilan patih perkara-perkara
diputus dengan berpedoman kepada hukum adat. Kesultanan Palembang Darussalam
menganut tiga sistem peradilan, yaitu:
1. Pengadilan Agama
Pengadilan Agama ini dipimpin oleh Pangeran Penghulu Nato Agomo
2. Pengadilan Umum
Pengadilan Umum ini dipimpin oleh Tumenggung Karto Negoro
3. Pengadilan Adat ( Rapat Esak-Rapat Kecik)
Pengadilan Adat ini dipimpin oleh Pangeran Adipati atau Dipati.15
Kehidupan dan adat istiadat masyarakat pada saat dibawah kekuasaan
kesultanan Palembang Darussalam disesuaikan dengan hukum Syara’ yang diatur
dalam Kitab Undang- Undang Hukum Adat Simbur Cahaya; dan pelaksanaannya
secara nyata ditegakkan dengan prinsip “ Adat bersendikan Syara’ dan Syara’
bersendikan Kitabullah”.16
C. Hubungan Politik dan Keagamaan antara Kerajaan-kerajaan Islam
Hubungan antara satu kerajaan Islam dengan kerajaan Islam lainnya pertamatama memang terjalin karena persamaan agama. Hubungan itu pada mulanya,
mengambil bentuk kegiatan dakwah, kemudian berlanjut setelah kerajaan-kerajaan
Islam berdiri. Demikianlah misalnya antara Giri dengan daerah-daerah Islam di
Indonesia bagian timur, terutama Maluku. Adalah dalam rangka penyebaran Islam itu
pula Fadhillah Khan dari Pasai datang ke Demak, untuk memperluas wilayah
kekuasaan ke Sunda Kelapa.

15

Alaiddin Koto, M. A. (et.al), Sejarah Peradilan Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2011, Hlm. 209
16
Ibid, hlm 201

19

Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk memperkuat
diri dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam,
terutama yang mengancam kehidupan politik maupun ekonomi. Persekutuan antara
Demak dengan Cirebon dalam menaklukkan Banten dan Sunda Kelapa dapat diambil
sebagai contoh. Contoh lainnya adalah persekutuan kerajaan-kerajaan Islam dalam
menghadapi Portugis dan Kompeni Belanda yang berusaha memonopoli pelayaran
dan perdagangan.
Meskipun demikian, kalau kepentingan politik dan ekonomi antarkerajaankerajaan Islam itu sendiri terancam, persamaan agama tidak menjamin bahwa
permusuhan tidak ada. Peperangan di kalangan kerejaan-kerajaan Islam sendiri sering
terjadi. Misalnya, antara Pajang dan Demak, Ternate dan Tidore, Gowa-Tallo dan
Bone. Oleh karena kepentingan yang berbeda di antara kerajaan-kerajaan itu pula,
sering satu kerajaan Islam meminta bantuan kepada pihak lain, terutama Kompeni
Belanda, untuk mengalahkan kerajaan islam yang lain.
Hubungan antarkerajaan-kerajaan Islam lebih banyak terletak dalam bidang
budaya dan keagamaan. Samudera Pasai dan kemudian Aceh yang dikenal dengan
Serambi Mekah menjadi pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Dari sini ajaranajaran Islam tersebar ke seluruh pelosok Nusantara melalui karya-karya ulama dan
murid-muridnya yang menuntut ilmu ke sana.
Demikian pula halnya dengan Giri di Jawa Timur terhadap daerah-daerah di
Indonesia bagian timur. Karya-karya sastera dan keagamaan dengan segera
berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Tema dan isi karya-karya itu seringkali mirip
antara satu dengan yang lain. Kerajaan Islam itu telah merintis terwujudnya idiom
kultural yang sama, yaitu Islam. Hal ini menjadi pendorong terjadinya interaksi
budaya yang makin erat.17
17

Badri yatim M.A, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT Raja
Grafindo, 2002 , Hlm. 225.

20

BAB III
KESIMPULAN
1.

Peradilan islam pada masa kerajaan Samudra Pasai

21

Pelaksanaan hukum Islam pada masa ini menyatu dengan pengadilan
dan diselenggarakan secara berjenjang. Tingkat pertama dilaksanakan oleh
pengadilan tingkat kampung yang dipimpin oleh keuchik. Pengadilan itu
hanya menangani perkara-perkara ringan sedangkan pengadilan tingkat
pertama dapat mengajukan banding kepada ulee balang (pengadilan tingkat
kedua). Selanjutnya dapat di lakukan banding kepada Sultan yang
pelaksanaannya dilakukan oleh Mahkamah Agung yang keanggotaannya
terdiri atas Malikul Adil, Orang Kaya Sri Paduka Tuan, Orang Kaya Raja
Bandhara, dan Faqih (ulama).

2. Peradilan islam pada masa kerajaan Mataram
Pengadilan Pradata, yang ada pada saat itu diubah menjadi Pengadilan
Surambi,

yang

dilaksanakan

di

serambi-serambi

mesjid.

Pemimpin

pengadilan, meskipun prinsipnya masih tetap di tangan Sultan telah beralih ke
tangan penghulu yang di dampingi beberapa orang alim ulama dari
lingkungan pesantren sebagai anggota majelis. Keputusan Pengadilan
Surambi berfungsi sebagai nasihat bagi Sultan dalam mengambil keputusan
yang bertentangan dengan Pengadilan Surambi.
3. Peradilan islam pada masa kesultanan Banten
Peradilan dipimpin oleh Kadhi sebagai hakim seorang diri. Namun ada
satu hukum / peraturan yang masih mengingatkan pada pengaruh hukum
Hindu, bawa hukuman mati yang dijatuhkan oleh Kadhi, masih memerlukan
pengesahan dari Raja.
4. Peradilan islam pada masa Gowa dan Tallo
Raja Gowa Sultan Alauddin diakui sebagai Amirul Mukminin (kepala
agama Islam) dan kekuasaan Bate Salapanga diimbangi oleh qadhi, yang
menjadi wakil raja untuk urusan keagamaan.

22

Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk memperkuat
diri dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam,
terutama yang mengancam kehidupan politik maupun ekonomi. Tapi pada akhirnya
masing-masing kerajaan Islam saling perang, seperti : antara kerajaan Pajang dan
Demak, Ternate dan Tidore, Gowa-Tallo dan Bone.

DAFTAR PUSTAKA
Hamid, Andi Tahir, Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama dan
Bidangnya, Jakarta: Sinar Grafika. 1996.

23

Rasyid,Roihan A, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1994.
Halim, Abdul, Peradilan Agama dalam politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Raja
Grafindo, 2000
Rahim, Husni, Sistem Otoritas dan Administrasi Islam : Studi tentang pejabat
agama masa kesultanan dan kolonial di Palembang, Jakarta: Logos, 1998.
Koto, Alaiddin, Sejarah Peradilan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2011.
Manan, Abdul, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan: Suatu Kajian
Dalam Sistem Peradilan Islam, Jakarta: Kencana, 2007
Fuadi, Imam, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta:Teras cet I. 2011.
Shiddieqy , T.M. Hasbi AS, Sejarah Peradilan Islam, Jakarta : Bulan Bintang,
1970
Bisri, Cik Hasan, Peradilan Islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia,
Bandung : Remaja Rosda Karya, 1997
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT Raja
Grafindo, 2002.

CURRICULUM VITAE

1. Nama Lengkap

: Ahmad Mun’im

24

2. Nim

: 11350010

3. Tempat & tanggal Lahir : Cirebon, 16 November 1990
4. Alamat Asal
5.

: Ds. Jagapura Kec. Gegesik Kab. Cirebon

Alamat sekarang/Jogja

:Wisma Sincan Pedak Baru Banguntapan Bantul

Yogyakarta
6. Hobby

:Olahraga

7. Riwayat Pendidikan

: SD Jagapura Kulon I
: MTsN Tambakberas Jombang
: MMP Muallimin Tambakberas Jombang
: MMA Muallimin Tambakberas Jombang
: S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

8. Pengalaman Organisasi

: OSIS MTsN Tambakberas Jombang
: OSIS MMA Muallimin Tambakberas jombang
: ISKC (Ikatan santri dan alumni karesidenan Cirebon)
: IKABU ( Ikatan Alumni Bahrul ‘Ulum Jawa Barat)
: PMII Rayon Ashram Bangsa F. Syari’ah dan Hukum
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
: BEM-F Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta

9. Motto Hidup

: “ Ana Qola Wa Anta Sami’”

10. Contact Person

: 089609192529
Yogyakarta, 17 September 2014

( Ahmad Mun’im)

25

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22