BAB I PENDAHULUAN - Dinamika Sistem Hubungan Kerja Antara Pengguna Jasa Dengan Buruh Tani Harian di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Setiap negara memiliki tugas untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Salah satu syarat yang dapat memenuhinya adalah melalui pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi antar negara, yang bertepatan dengan ekonomi global akan memicu tumbuhnya persaingan ketenagakerjaan.

  Ketenagakerjaan tidak lepas dari pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal, mampu bersaing dengan tenaga kerja lainnya (http://www.kppu.go.id/id/2011/08/pertumbuhan-ekonomi-dan-kebijakan- persaingan/ Diakses pada 26 juli 2013 pukul 16.13 WIB).

  Pertumbuhan ekonomi adalah prasyarat untuk meningkatkan lapangan kerja produktif; ini merupakan hasil gabungan dari peningkatan dalam kesempatan kerja dan peningkatan dalam produktivitas tenaga kerja. Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan ekonomi menetapkan batasan absolut dimana pertumbuhan dalam kesempatan kerja dan pertumbuhan dalam produktivitas tenaga kerja dapat terjadi (http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/--- ed_emp/documents/publication/wcms_177134.pdf Diakses pada tanggal 27 Juli 2013 pukul 16.43 WIB).

  Persaingan tenaga kerja yang semakin hari semakin ketat dan sedikitnya lapangan kerja menyebabkan timbulnya banyak pengangguran. Pengangguran ini disebabkan oleh daya saing yang lebih ketat dan juga dalam sebuah persaingan tersebut yang diutamakan adalah sumber daya manusianya. Rendahnya tingkat pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan kita dalam kualitas pekerjaan dan sumber daya manusia. Untuk memenuhi kebutuhan setiap orang yang menganggur terpaksa bekerja di sektor informal.

  Meluasnya fenomena sektor dan informalisasi tenaga kerja di Indonesia merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini dipandang positif dalam kerangka perekonomian sebagai unsur dinamis yang patut dipelihara dan ditumbuhkembangkan. Tetapi, dalam konteks perburuhan, selain dipandang positif hal ini juga dipandang negatif ketika menyangkut prospek jaminan sosial dan pengorganisasian buruh.

  Struktur relasi buruh-majikan informal yang diwarnai oleh perjanjian lisan, ketergantungan usaha kecil terhadap usaha yang besar, kualitas sumber daya yang rendah dan ketidakadilan pada jalur perdagangan, telah memunculkan karakter sektor ekonomi informal yang tidak menguntungkan bagi perlindungan sosial-ekonomi buruhnya. Hal tersebut dapat diukur dari pertukaran sumber daya antara buruh dan majikan melalui besarnya pengupahan (Safaria dkk, 2003).

  Relasi dan hubungan buruh-majikan di sektor informal biasanya merupakan relasi kerja berdasarkan perjanjian yang tidak tertulis. Jenis kontrak ini jelas dapat merugikan pihak-pihak yang memiliki posisi tawar yang rendah, yakni para buruh. Faktor yang terpenting dalam keadaan ini adalah surplus cadangan buruh dari kalangan penganggur dan setengah menganggur. Dalam kedudukan yang rawan karena banyak orang lain yang siap menggantikannya, buruh di berbagai sektor informal mau tak mau harus menerima kondisi kerja yang kurang memberikan jaminan ekonomi.

  Kondisi dan syarat kerja yang dihadapi buruh di Indonesia masih buruk. Hal ini dapat dilihat dari upah yang rendah serta jam kerja yang panjang. Tingkat upah buruh baru sekitar 60 – 70 persen dari nilai Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), sementara itu mereka harus mencurahkan 10 – 14 jam kerja sehari. Permasalahan upah buruh merupakan penyebab utama terjadinya sengketa antar majikan dan buruh. Ekses kelebihan penawaran tenaga kerja menyebabkan posisi tawar-menawar buruh selalu berada pada posisi lemah dibandingkan dengan posisi pihak majikan pada setiap sengketa perburuhan. Dalam jangka panjang, rendahnya upah buruh dapat menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja dan dapat mengganggu stabilitas politik, yang pada akhirnya dapat menghambat kelangsungan pembangunan (Suhendar, 1995, 24).

  Dewasa ini, kondisi kehidupan kaum buruh di Indonesia semakin mengalami proses pemiskinan dan semakin tidak diperhatikan hak sosial- ekonominya. Standard kesejahteraan sosial para buruh di Indonesia juga semakin melemah karena himpitan dampak kebijakan ekonomi pemerintah yang mengarah ke arah neo-liberalisme, seperti pencabutan produksi pada sektor non produktif (BBM, Pupuk, Pendidikan, Kesehatan, Listrik dll), privatisasi perusahaan milik negara, pembebasan pasar untuk barang-barang import dan penetapan Undang- undang SDA-SDM yang lebih berpihak kepada kekuasaan modal.

  Kemiskinan merupakan masalah global yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lain seperti: Tingkat pendapatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, kesehatan, geografis, dan kondisi lingkungan. Kemiskinan terus menjadi masalah sosial yang fenomenal sepanjang sejarah Indonesia. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan sosial, menguatnya arus urbanisasi, dan yang lebih parah kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan kebutuhan pokok lainnya.

  Dilihat dari pihak yang mempersoalkan dan mencoba mencari solusi atas masalah kemiskinan, dapat dikemukakan bahwa kemiskinan merupakan masalah pribadi, keluarga, masyarakat, negara, bahkan dunia. PBB sendiri memiliki agenda khusus sehubungan dengan penanggulangan masalah kemiskinan. Dalam

  

Millenium Development Goals, institusi sejagat tersebut memiliki target tertentu

  sehubungan dengan upaya penyelesaian masalah kemiskinan di muka bumu ini.demikian halnya dengan negara, baik ditingkat pusat maupun daerah, melalui berbagai kementerian, dinas maupun badan yang memiliki berbgai program penanggulangan kemiskinan.

  Masyarakat melalui berbagai lembaga juga tidak kalah dalam memberikan penanggulangan kemiskinan. Terlebih pribadi dan keluarga yang secara langsung merasakan pahitnya kemiskinan itu, tentu memiliki agenda tertentu dalam upaya mengakhiri penderitaan sebagai akibat dari kemiskinan. Namun, masalah kemiskinan justru menunjukkan peningkatan. Fakta juga menunjukkan anggaran pembangunan suatu negara juga tidak selalu signifikan dengan pengurangan angka kemiskinan (Siagian, 2012).

  Seluruh upaya dan kebijakan alternatif untuk mempercepat dan memperluas upaya pengurangan kemiskinan di Indonesia sejak tahun 2012 diintegrasikan ke dalam MP3KI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia). Kebijakan ini mencakup seluruh program penanggulangan kemiskinan yang selama ini telah ada, meliputi : Bantuan dan Perlindungan Sosial, Pemberdayaan Masyarakat, Pengembangan Usaha Kecil dan Mikro, dan yang terakhir Program Pro Rakyat Melalui Penyediaan Prasarana/Sarana Murah. Untuk mendukung berbagai program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan pada MP3KI, dalam RAPBN 2013 direncanakan alokasi anggaran Rp 106,8 Triliun, meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding anggaran tahun 2007 Rp 53,1 Triliun (http://www.anggaran.depkeu.go.id/RAPBN diakses pada tanggal 26 Juli 2013 pukul 16.55 WIB).

  Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta (16,58 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2006 yang berjumlah 39,30 juta (17,75 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,13 juta. Penduduk miskin di daerah pedesaan berkurang 1,20 juta, sementara di daerah perkotaan 0,93 juta orang. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan dengan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Bulan Maret 2007, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 74,38 persen.

  Data BPS menginformasikan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 sebanyak 37,17 juta (16,58 persen dari umlah penduduk) turun menjadi 34,96 juta (15,42 persen) pada tahun 2008 (BPS; 2009). Kemudian pada tahun 2009, jumlah penduduk miskin menurut BPS tercatat sebanyak 32,5 juta jiwa (14,15 persen).

  Jumlah tersebut menurun pada maret 2010 yang mencapai 31,02 juta (13,33 persen dari total jumlah penduduk). Penurunan jumlah penduduk miskin di tahun 2010 dikarenakan oleh rata-rata upah buruh tani dan upah buruh bangunan yang naik sebesar 3,2 persen dan 3,86 persen selama periode 2009 – 2010. Penurunan jumlah penduduk miskin kembali terjadi pada periode September 2011 sebesar 29,89 juta (12,36 persen). Hal ini dikarenakan pada periode tersebut terjadi inflasi umum yang relatif rendah yaitu sebesar 2,25 persen. Perbaikan penghasilan petani yang ditunjukkan oleh kenaikan NTP (Nilai Tukar Petani) sebesar 1,79 persen juga menjadi faktor pengurang jumlah penduduk miskin yang sangat signifikan (Menkokesra.go.id/02/01/2012 diakses pada tanggal 26 Juli 2013 pukul 19.00 WIB).

  Pada bulan Maret 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,07 juta orang (11,37 persen), berkurang sebesar 0,52 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 yang sebesar 28,59 juta orang (11,66 persen). Selama periode September 2012–Maret 2013, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,18 juta orang (dari 10,51 juta orang pada September 2012 menjadi 10,33 juta orang pada Maret 2013), sementara di daerah perdesaan berkurang 0,35 juta orang (dari 18,09 juta orang pada September 2012 menjadi 17,74 juta orang pada Maret 2013). Selama periode September 2012–Maret 2013, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan tercatat mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2012 sebesar 8,60 persen, turun menjadi 8,39 persen pada Maret 2013. Sementara penduduk miskin di daerah perdesaan menurun dari 14,70 persen pada September 2012 menjadi 14,32 persen pada Maret 2013 (Berita Resmi Statistik No. 47/07/Th. XVI, 1 Juli 2013).

  Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sumatera Utara pada periode Mei 2006 sampai dengan September 2013 dapat dilihat pada tabel berikut :

  Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun Jumlah (ribu jiwa) Persentase (%) Mei 2006 1 979,7 15,66

  Maret 2007 1 768,4 13,90 Maret 2008 1 613,8 12,55 Maret 2009 1 499,7 11,51 Maret 2010 1 490,9 11,31 Maret 2011 1 481,3 11,33 Maret 2012 1 407,2 10,67

  September 2012 1 378,4 10,41 Maret 2013 1 339,2 10,06

  September 2013 1 390,8 10,39

  Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) (http://sumut.bps.go.id/?qw=brs&no=91 Nomor Release: No. 32/08/12/Th. X diakses pada tanggal 15 Januari 2014 pukul 15.17 WIB).

  Sementara itu, keadaan ketenagakerjaan di Indonesia pada Agustus 2011 menunjukkan adanya sedikit perbaikan yang digambarkan dengan adanya penurunan tingkat pengangguran. Jumlah angkatan kerja mencapai 117,4 juta orang, turun sekitar 2,0 juta orang dibanding keadaan Februari 2011. Penduduk yang bekerja pada Agustus 2011 berkurang sebesar 1,6 juta orang dibanding keadaan Februari 2011, terutama disebabkan penurunan pada sektor pertanian.

  Jumlah pengangguran pada Agustus 2011 mengalami penurunan sekitar 420 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2011. Selama periode satu tahun terakhir terjadi kenaikan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 0,62 persen.

  Jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2011, jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2011 mengalami kenaikan terutama di Sektor Industri sebesar 840ribu orang (6,13 persen) dan Sektor Konstruksi sebesar 750 ribu orang (13,42 persen). Sedangkan sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah Sektor Pertanian sebesar 3,1 juta orang (7,42 persen) dan Sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi sekitar 500 ribu orang (8,96 persen), dan Sektor Jasa Kemasyarakatan sebesar 370 ribu orang (2,17 persen). Jika dibandingkan dengan Agustus 2010 hampir semua sektor mengalami kenaikan jumlah pekerja, kecuali Sektor Pertanian dan Sektor Transportasi , Pergudangan dan Komunikasi, masing-masing mengalami penurunan jumlah pekerja sebesar 5,21 persen dan 9,61 persen. Sektor Pertanian, perdagangan, Jasa Kemasyarakatan dan Sektor Industri secara berurutan menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja pada Bulan Agustus 2011 (http;//www.bps.go.id/brs_file/naker_07nov11 diakses pada tanggal 26 Juli 2013 pukul 4.20 WIB).

  Secara sederhana kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Berdasarkan identifikasi ini, maka pada Agustus 2011 sekitar 41,5 juta orang (37,83 persen) bekerja pada kegiatan formal dan 68,2 juta orang (62,17 persen) bekerja pada kegiatan informal. Dari 109,7 juta orang yang bekerja pada Agustus 2011, status pekerjaan utama yang terbanyak sebagai buruh/karyawan sebesar 37,8 juta orang (34,44 persen), diikuti berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 19,7 juta orang (17,93 persen), dan berusaha sendiri sejumlah 19,4 juta orang (17,70 persen). Sedangkan status pekerjaan utama yang terkecil adalah berusaha dibantu buruh tetap sebesar 3,7 juta orang (3,39 persen) (http://www.bps.go.id/brs_file/naker_07nov1 diakses pada tanggal 26 Juli 2013 pukul 16.34 WIB).

  Jumlah angkatan kerja di Sumatera Utara pada Februari 2012 sebanyak 6,56 juta orang, terdiri dari 6,14 juta orang bekerja, dan 0,41 juta orang penganggur. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2012 sebesar 74,55 persen atau meningkat sebesar 1,02 persen bila dibandingkan dengan kondisi Februari 2011. Penduduk Sumatera Utara yang bekerja pada Februari 2012 sebagian besar (51,13%) bekerja di sektor Pertanian, sedangkan pada Februari 2011 penduduk Sumatera Utara yang bekerja di sektor ini sebesar 50,90 persen. Angkatan kerja pada Agustus 2013 mencapai 6,31 juta orang atau bertambah sekitar 180 ribu orang bila dibanding angkatan kerja Agustus 2012, yaitu sebesar 6,13 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja di Sumatera Utara pada Agustus 2013 mencapai 5,90 juta orang atau bertambah sekitar 148 ribu orang bila dibanding keadaan pada Agustus 2012 sebesar 5,75 juta orang (http://sumut.bps.go.id/?qw=brs&no=337 No. 33/05/12/Thn. XV, 07 Mei 2012 ). diakses tanggal 15 Januari 2014 pukul 15.54 WIB

  Dalam perekonomian Indonesia, pertanian mempunyai peranan yang sangat cukup penting. Kondisi ini bukan saja disebabkan besarnya jumlah penduduk yang hidup dan bekerja disektor ini tetapi juga karena sektor ini merupakan salah satu sumber devisa negara. Pertanian merupakan sektor yang telah digeluti masyarakat Indonesia sejak dahulu sehingga dikenal sebagai negara agraris, walaupun perkembangannya tidak merata di setiap daerah. Hal ini mendorong pencari kerja untuk mencari kerja ke daerah yang memerlukan tenaga kerja untuk bidang pertanian. Dalam hal ini mereka bekerja sebagai buruh tani. Para pencari keja tersebut tidak memiliki latar belakang pendidikan dan keterampilan khusus dan mereka bekerja hanya mengandalkan kemampuan fisik.

  Proses kerja yang dijalankan dalam kegiatan usaha ini meliputi aktivitas pertanian yang diisi oleh angkatan kerja dan mengikuti irama musim pertanian. Kesempatan kerja buruh-tani ditentukan oleh siklus pertanian.

  Pertumbuhan penduduk perkotaan di negara sedang berkembang akan berkembang pesat menjadi 2,5 – 4,0 persen pada tahun 2005 – 2010. Dampaknya, berbagai masalah sosial perkotaan seperti kekerasan fisik, perampasan hak atas harta, jiwa, seksual, kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan makin kerasnya kehidupan di kota-kota besar. Meskipun demikian, kebijakan mengisolasi atau menutup kota besar bagi migran dari desa atau kota kecil bukan merupakan kebijakan yang efektif (BKKBN 2007).

  Peningkatan mobilitas tenaga kerja dari desa dengan sendirinya dihubungkan dengan pola migrasi ke kota, dengan harapan lapangan pekerjaan dan upah yang lebih besar. Kata migrasi sangat erat kaitannya dengan perkembangan suatu daerah. Secara umum, migrasi dapat diartikan sebagai perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain untuk tujuan menetap. Apabila tidak terkontrol dengan baik, migrasi dapat menyebabkan penumpukan penduduk di suatu wilayah yang menjadi tujuan para migran yang dalam hal ini umumnya adalah daerah perkotaan.

  Bagi para migran, keputusan untuk melakukan migrasi tentu disebabkan oleh berbagai faktor. Keseluruhan faktor ini sering dikelompokkan atas dua bagian, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong dan faktor penarik ini tidaklah sama untuk setiap migran dan setiap daerah.

  Tanah Karo merupakan yang menjadi salah satu tujuan bagi para migran, khususnya di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe. Dengan berkembangnya sektor petanian di Kabupaten Karo, terutama sayur-sayuran dan buah-buahan memungkinkan untuk membutuhkan tenaga kerja yang lebih. Hal ini menimbulkan permintaan tenaga kerja untuk melaksanakan kegiatan pertanian tersebut, baik bagi penduduk setempat maupun pendatang dari daerah lain atau yang sering disebut sebagai buruh tani migran.

  Berikut ini adalah Data Produktivitas (Kw/Ha) Berbagai Komoditi Sayuran dan Buah-buahan di Kabupaten Karo Tahun 2008 – 2012.

  Tabel 2 Data Produktivitas (Kw/Ha) Berbagai Komoditi Sayuran dan Buah- buahan di Kabupaten Karo Tahun 2008 – 2012

Komoditi Sayuran

Tahun 2008 2009 2010 2011 2013

  Bawang daun 150,03 149,49 149,34 98,76 92,55

  Kentang 157,64 156,66 156,17 171,69 164,91

  Sawi 248,84 225,52 212,46 126,18 133,63

  Wortel 268,05 258,20 265,15 217,31 211,60

  Lobak 312,99 312,47 253,95 211,72 208,56

  Kol bunga 189,51 189,48 157,81 156,39 135,71

  Komoditi Buah-buahan Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Jeruk 420,48 420,42 422,41 594,34 335,70 Alpokat 236,01 236,01 94,00 121,61 110,58

  Mangga 250,64 251,92 129,08 195,57 123,36 Sawo 72,18 72,27 72,11 193,74 66,01

Jambu Air 165,84 165,89 53,85 145,16 36,92

  Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Karo, 2012 Geliat kehidupan masyarakat petani Tanah Karo setiap harinya sebenarnya tidaklah bisa hanya dilihat dari kegiatan dan pemandangan pagi hari di kota

  Kabanjahe itu. Sebab, umumnya desa-desa di Kabupaten Karo, begitu mentari mulai menampakkan sinarnya ke bumi, petani karo bahkan sudah mulai melakukan pekerjaannya di ladang, terutama kegiatan menyemprot (mompa) tanaman dengan pupuk cair.

  Oleh karena itu, banyak para Petani Karo membutuhkan tenaga kerja untuk membantu proses kegiatan pertanian mereka. Permintaan Tenaga Kerja yang tinggi disini menyebabkan banyaknya buruh tani migran dari daerah lain seperti dari daerah Pakpak, Toba Samosir, Dairi, Nias dan Daerah lainnya di Sumatera Utara. Hal yang menyebabkan buruh tani migran bermigrasi ke Tanah Karo adalah karena perkembangan kemajuan pertanian di daerah yang dituju.

  Pagi-pagi rombongan atau sekelompok aron si ngemo ini dijemput pihak pengusaha atau pemilik ladang dengan truk ataupun mobil jenis lainnya dan sore harinya diantar kembali ke kota Kabanjahe. Mereka tidak perlu membawa bekal untuk makan siang, karena makan siang biasanya ditanggung pemilik ladang.

  Mereka harus siap melakukan pekerjaan apa saja yang kepadanya. Kadang- kadang mereka tidak setiap hari mendapatkan pekerjaannya. Hal ini disebabkan oleh terlalu banyaknya mereka sedangkan beberapa petani hanya membutuhkan beberapa dari mereka. Untuk menghindari hal yang seperti ini, mereka membentuk komunitas tertentu di Simpang Laudah tersebut.

  Jenis pekerjaan di ladang yang mereka lakukan terbilang cukup beragam, sebagaimana beragamnya jenis tanaman di ladang. Seperti memanen (mengutip) jeruk, mengangkat (itu istilah setempat, artinya sama dengan memanen) kol, panen jagung, kentang dan komoditi lainnya kadang membersihkan rumput yang tumbuh di sekitar tanaman, menanam benih atau bibit tanaman, atau bahkan sekedar mengangkat tanah/pupuk kandang dari sekitar ladang ke pohon jeruk (abdiprocel.blogspot.com/2012/12/aron-ku-juma.html/m=1Diakses tanggal 14 Juni 2013 pukul 16.23 WIB).

  Para aron si ngemo ini bekerja di ladang rata- rata mulai pukul 10.00 sampai dengan pukul 17.00 WIB. Mereka yang bekerja ada yang sudah berkeluarga dan ada juga yang masih lajang. Dalam seminggu mereka bisa mendapatkan sampai 5 hari kerja. Tetapi ada juga yang sekali, dua kali dan tiga kali. Mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka yang diperlukan.

  Mereka diberikan upah perharinya berkisar rata–rata Rp 60.000 sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Namun untuk jenis pekerjaan tertentu seperti mengutip jeruk atau mengangkat kol upahnya menjadi Rp 70.000 – Rp Rp 100.000. Upah yang berbeda ini terjadi karena untuk ngutip buah jeruk dan

  

mengangkat buah kol tadi dibutuhkan tenaga yang relatif lebih besar dan waktu

yang lebih lama dibanding jenis pekerjaan lainnya.

  Awal buruh aron si ngemo ini mulai beroperasi tidak diketahui secara pasti. Namun, dapat dikatakan kehadiran buruh migran ini karena seiring dengan perkembangan pertanian di Kabupaten Karo. Menurut Lurah Padang Mas mengatakan bahwa kehadiran para buruh tani atau aron si ngemo ini seiring dengan berkembang pesatnya sektor pertanian di Kabupaten Karo terutama buah- buahan dan sayuran. Relasi aron si ngemo dengan pengguna jasa (pemilik lahan) sudah layaknya simbiosis mutualisme.

  Dalam pemenuhan kebutuhannya, apa yang dilakukan oleh para buruh

  

aron si ngemo tidak memberikan hasil yang maksimum hal ini dapat dilihat dari

  pemenuhan kebutuhan primer mereka yang belum terpenuhi dan kondisi perumahan yang masih seadanya. Dengan bekerja mereka mengharapkan adanya peningkatan kesejahteraan kehidupan keluarganya, tetapi kadang kala muncul kesenjangan dari apa yang diharapkan. Untuk memenuhi kebutuhannya mereka melakukan pekerjaan yang dapat menghasilkan pendapatan tambahan bagi mereka jika tidak mendapat kesempatan bekerja di ladang pertanian.

  Salah satu fenomena sosial yang dialami oleh masyarakat petani adalah golongan masyarakat yang berprofesi sebagai buruh pertanian atau buruh harian lepas atau dalam bahasa Masyarakat Karo adalah aron si ngemo. Termasuk didalamnya adalah sistem hubungan kerja antara pengguna jasa dengan aron si

  ngemo yang berada di Simpang Laudah Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo.

  Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas maka penulis merasa tertarik untuk melihat faktor-faktor apa saja yang menyebabkan buruh tani migrasi dan bagaimana sistem hubungan kerja antara pengguna jasa dengan buruh tani harian di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo.

1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

  a. Apa sajakah faktor-faktor pendorong (push factor) dan penarik (pull factor) yang menyebabkan migrasi sirkuler buruh tani harian (aron si ngemo) di Kelurahan Padang Mas Kota Kabupaten Karo ? b. Bagaimana sistem hubungan kerja antara pengguna jasa dan buruh tani harian (aron si ngemo)?

1.3 Pembatasan Masalah

  Untuk menghindari ruang lingkup permasalahan yang terlalu luas, maka peneliti perlu untuk pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang dikemukakan adalah sebagai berikut : a.

  Faktor-faktor pendorong (push factor) dan penarik (pull factor) yang menyebabkan proses migrasi sirkuler di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe.

  b.

  Penelitian terbatas pada sistem hubungan kerja antara pengguna jasa (pemilik ladang) dengan buruh tani harian (aron si ngemo) dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.

  c.

  Kondisi sosial ekonomi buruh tani harian (aron si ngemo) yang dilihat dari kondisi pendapatan, perumahan, kondisi pangan sehari-hari dan pendidikan anak.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

  1.4.1 Tujuan Penelitian

  Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor pendorong (push factor) dan penarik (pull factor ) yang menyebabkan proses migrasi sirkuler dan sistem hubungan kerja antara pengguna jasa dan buruh tani harian (aron si ngemo) dan di Kelurahan Padang Mas Kota Kabupaten Karo.

  1.4.2 Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan : a.

  Menjadi pengembangan konsep dan teori-teori yang berkaitan dengan migrasi buruh tani harian dan masalah-masalahnya.

  b.

  Menjadi masukan bagi instansi terkait dalam mengambil kebijakan dan perhatian terhadap masalah perburuhan terutama dalam rangka memperhatikan masalah hubungan kerja buruh tani harian dengan para pengguna jasa terutama buruh tani harian yang ada di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo.

  c.

  Dapat menjadi pertimbangan dan referensi bagi pengguna jasa di Kabupaten Karo khususnya yang menggunakan jasa para buruh tani harian (aron si ngemo) untuk memperhatikan masalah yang dihadapi buruh tani harian.

1.5 Sistematika Penulisan

  Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas :

  BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

  BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan Sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.

  BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisi tentang gambaran umum lokasi pebelitian BAB V : ANALISA DATA

  Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisanya. BAB VI : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.

Dokumen yang terkait

Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh Harian Lepas di Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

7 122 122

Dinamika Sistem Hubungan Kerja Antara Pengguna Jasa Dengan Buruh Tani Harian di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 46 170

Analisis Pendapatan dan Pola Konsumsi Rumah Tangga Wanita Buruh Tani di Kabupaten Karo (Studi Kasus : Kelurahan Padang Mas, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo)

0 42 95

Hubungan Dinamika Kelompok Tani Dengan Produktivitas Dan Pendapatan Usaha Tani Kopi (Kasus : Kelurahan Tigarunggu, Kabupaten Simalungun)

18 102 69

Sistem Akuntansi Penerimaan Dan Pengeluaran Kas Pada PT.Telkom Kabupaten Karo Kecamatan Kabanjahe

8 79 49

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Perbandingan Usaha Tani Padi Sawah Sistem Sri (System Of Rice Intensification) Dengan Sistem Konvensional Di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Dinamika Nazareth Musik Tiup Pada Masyarakat Karo Di Desa Surbakti Kecamatan Simpang IV Kabupaten Karo.

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buruh Harian Lepas (BHL) - Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh Harian Lepas di Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh Harian Lepas di Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Dinamika Sistem Hubungan Kerja Antara Pengguna Jasa Dengan Buruh Tani Harian di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

0 0 40