Evaluasi Pemilih atas Kinerja Dua Tahun Partai Politik
Evaluasi Pemilih atas Kinerja Dua Tahun Partai Politik
Survei Nasional Maret 2006
Lembaga Survei Indonesia (LSI) www.lsi.or.id
Ihtisar
Sudah hampir dua tahun masyarakat Indonesia memilih partai politik pada pemilihan umum pada 4 April 2004. Muncul tujuh partai politik yang memperoleh suara signifikan sehingga mampu bisa membentuk fraksi sendiri di DPR. Jumlah ini menunjukan bahwa sistem kepartaian kita terfragmentasi secara ekstrim.
Bagaimana pemilih sekarang menilai kinerja partai politik setelah hampir dua tahun mereka memilihnya? Apakah fungsi partai sebagai lembaga yang memperantarai kepentingan pemilih dan kebijakan-kebijakan yang dibuat di DPR atau fungsi intermediasi dirasakan oleh pemilih pada umumnya? Apakah keputusan-keputusan penting yang dibuat partai politik accountable sehingga pemilih tahu sikap dan perilaku partai politik di DPR? Sebarapa besar pemilih sekarang semakin punya ikatan psikologis dengan partai politik sehingga membantu stabilisasi sistem kepartaian kita? Apakah kemungkinan fragmentasi semakin besar?
Masalah-masalah tersebut menjadi masalah pokok dalam studi perilaku politik nasional Lembaga Survei Indonesia pada bulan April 2006 ini. Dari studi ini ada beberapa temuan penting.
Ihtisar
Pertama. Ditemukan bahwa belum sampai separuh dari pemilih partai politik merasakan fungsi intermediasi partai. Baru sekitar 48% dari pemilih yang merasakan bahwa partai politik memperjuangkan kepentingan pemilih.
Kedua. Dibanding lembaga-lembaga publik lain seperti Presiden, polisi, tentara, dan DPR, partai politik dinilai paling buruk kinerjanya.
Ketiga. Hampir semua pemilih (90%) tidak tahu sikap dan keputusan partai tentang dua isu sangat penting bagi pemilih pada umumnya, yakni kenikan BBM dan keputusan impor beras. Dilihat dari kasus penting ini partai bagi hampir semua pemilih tidak accountable, tidak memberikan penjelasan yang bisa diterima pemililih.
Keempat. Dalam dua tahun terakhir ada kecenderungan menurun dari sentimen psikologis massa pemilih terhadap partai politik. Dalam dua survei terakhir pada 2006 hanya sekitar 25% dari pemilih yang punya hubungan psikologis secara positif dengan partai politik. Proporsi ini terlalu rendah dibanding di negara-negara demokrasi di Amerika atau Eropa Barat (rata-rata di atas 60%). Rendahnya hubungan psikologis yang positif antara massa pemilih dan partai potensial menurunkan tingkat partisipasi dalam pemilihan umum, dan membuat sistem kepartaian semakin terfragmentasi di masa yang akan datang.
Ihtisar
Kelima. Kombinasi antara fungsi intermediasi dan hubungan psikologis massa pemilih dengan partai memunculkan empat tipe hubungan pemilih dan partai: integrasi, yakni merasakan adanya fungsi intermediasi dan munculnya ikatan psikologis positif; tipe loyal, yakni yang merasakan adanya ikatan psikologis dengan partai tapi tidak merasakan adanya fungsi intermediasi; rasional atau fragmatis, yakni merasakan adanya fungsi intermediasi tapi tidak punya ikatan psikologis yang positif dengan partai; dan teralienasi (terasing), yakni tidak merasakan adanya fungsi intermediasi maupun hubungan psikologis yang positif dengan partai. Di antara keempat tipe ini yang paling besar adalah tipe terasing (45%), yakni tipe yang paling buruk tentang hubungan partai dengan massa pemilih. Kemudian diikuti tipe fragmatis sebesar 28%, tipe integrasi 15% (tipe paling ideal), dan tipe loyal 13%.
Keenam. Di antara 7 partai politik besar yang punya proporsi paling ideal paling banyak adalah Golkar dan PAN, yang punya proporsi tipe pragmatis paling banyak adalah Partai Demokrat, yang punya proporsi tipe loyal paling banyak adalah PKS, dan yang paling banyak punya tipe terasing adalah PPP.
Ketujuh. Dengan besarnya proporsi tipe terasing maka sangat banyak di antara pemilih yang merasakan tidak adanya fungsi intermediasi partai dan sistem kepartian ke depan kemungkinan akan semakin terfragmentasi.
Parameter evaluasi
Fungsi intermediasi atau agregasi partai bagi pemilih (konstituent)
Accountabilitas: Pengetahuan atas sikap dan keputusan penting yang dibuat partai politik.
Dukungan atau pilihan terhadap partai
Stabilitas dukungan terhadap partai didefinisikan sebagai identifikasi diri dengan partai (party ID)
Kombinasi party ID dan intermediasi menghasilkan empat tipologi hubungan antara pemilih dan partai politik: Integrasi, pragmatis/rasional, loyal, dan terasing.
Yang ideal dari kombinasi tersebut adalah integrasi, yakni pemilih yang merasakan bahwa partai yang dipilihnya dirasakan memperjuangkan kepentingan mereka di satu pihak dan di pihak lain pemilih juga loyal terhadap partai tersebut. Ini akan menciptakan sistem kepartaian stabil.
Parameter evaluasi
Tipe yang paling buruk adalah terasing: Tidak merasakan bahwa partai yang dipilihnya memperjuangkan kepentingan mereka di satu pihak, dan di pihak lain tidak merasa loyal dengan partai tersebut.
Sementara tipe yang moderat adalah loyal atau pragmatis. Pemilih dikatakan loyal terhadap partainya apabila ia mengidentikan dirinya dengan partai, tapi tidak merasakan fungsi intermediasi atau agregasi dari partai tersebut.
Tipe prgamatis atau rasional adalah ketika pemilih merasakan fungsi agregasi atau intermediasi dari partai bagi kepentingan pemilih tapi tidak loyal terhadap partai tersebut.
Pengukuran
Fungsi Intermediasi/agregasi kepentingan: 1) Bagaimana kerja partai-partai politik selama ini dalam memperjuangkan kepentingan pemilih mereka? Seberapa baik atau seberapa buruk? 2) Setuju atau tidak setuju dengan pendapat bahwa partai politik hanya melayani kepentingan kelompok-kelompok tertentu saja; 3) Setuju atau tidak setuju dengan pendapat bahwa pemimpin partai-partai politik hanya memikirkan kepentingan mereka saja, tidak memikirkan kepentingan rakyat yang memilih mereka dalam pemilihan umum yang lalu;
Fungsi akuntabilitas kebijakan: 1) setuju atau tidak setuju bahwa partai politik terlihat saling mengeritik tapi sebenarnya mereka tidak berbeda dalam program; 2) tahu atau tidak tahu partai yang mendukung kenaikan harga BBM; 3) tahu atau tidak tahu partai yang mendukung kebijakan pemerintah untuk impor beras.
Total skor 6 variabel ini membentuk skala fungsi intermediasi dan akuntabilitas partai, dan untuk analisis lebih lanjur disederhanakan ke dalam dua kategori: Berfungsi dan tidak berfungsi. “Berfungsi” mengindikasikan bahwa pemilih masing-masing partai merasa kepentingan mereka diperhatikan partai dan partai punya akuntabilitas, dan “tidak berfungsi” mengindikasikan bahwa kepentingan mereka tidak diperhatikan partai dan partai tidak punya akuntabilitas pada pemilih.
Dukungan: Bila pemilihan umum diadakan hari ini, partai politik mana yang akan dipilih?
Party ID: Apakah merasa dekat dengan partai politik tertentu? Bila ya, partai politik mana itu?
Metode dan data
Data hasil pemilu legislatif 2004, data survei nasional sejak April 2004 – Maret 2006.
Survei nasional terakhir: 10-15 Maret 2006. Ukuran sampel di masing-masing survei 1200.
Margin of Error di masing-masing survei +/- 2,6% pada tingkat kepercayaan 95%.
Metode survei: Multistage random sampling. Wawancara: Wawancara tatap muka dengan responden.
Quality control: Dilakukan spot check sebanyak 20% dari total sampel oleh koordinator wilayah dan peneliti LSI dari Jakarta.
Populasi kelurahan/desa Di tingkat nasional
Prov K Prov. 1
Kelurahan/desa di tingkat provinsi dipilih secara random dengan jumlah
… …
proporsional
Desa 1 … Desa m Kel 1 … Kel n RT1 RT2 RT3 RT4 Di setiap kelurahan/desa terpilih dipilih
sebanyak 5 RT dengan cara dirandom Di masing-masing RT/Lingkungan
KK1 KK2
dipilih secara random dua KK Di KK terpilih dipilih secara random
Laki-laki Perempuan
Satu orang yang punya hak pilih laki-laki/perempuan
Temuan
Profile demografi responden dari survei Maret 2006 dibandingkan
dengan populasi dari Sensus BPS (%) 20 17.9 > 1 Juta 38 32.4 400 ribu – 1 juta 42 49.7 < 400 ribuBPS Survei LSI (n = 1215) BPS Survei LSI (n =1215)
AGAMA JENIS KELAMIN
2.5
50
18
22.6 Lulus SLTA
19
18.5 Lulus SLTP 1 0.3 lainnya 60 *
2
1.5 Hindu PENDIDIKAN
10
10.4 Kritiani
50.3 Perempuan
40.7 Jawa
87
88.8 Islam
50
49.7 Laki-Laki
51 SD Atau Tidak Pernah Sekolah
SUKU BANGSA
7.7 Pernah Kuliah Atau Di Atasnya
29.8 Lainnya PENDAPATAN
4
41.6
2.2 Betawi
22 20.5 30-39 Tahun
20
21.6
50 Tahun atau lebih
2.5
3.8 Bugis
17 23.3 40-49 Tahun
2.7
3.7 Minang
3.4
28.5
2.9 Madura
25 21.9 20-29 Tahun
3.4
5.6 Melayu
5
3.6
19 Tahun Atau Di Bawahnya
15.4
16.8 Sunda UMUR
Fungsi: Kerja partai-partai politik selama ini dalam memperjuangkan kepentingan pemilihnya (%) Tidak Baik tahu
48% 24% Buruk 28%
Fungsi: Kerja partai dibanding lembaga-lembaga lain:
“Baik dan Sangat Baik” …(%)71
69
52
48 Partai DPR Presiden Polisi
Fungsi (%):
1. Ada yang berpendapat bahwa partai-partai
49
politik hanya melayani kepentingan pihak-
47
pihak tertentu saja. Seberapa setujukah
42
41
40 ibu/bapak dengan pandangan tersebut.
2. Ada yang berpendapat para pemimpin partai
29
pada umumnya hanya memikirkan kepentingan mereka masing-masing, tidak
21
banyak memikirkan rakyat yang memilih mereka dalam pemilihan umum yang lalu.
11 Seberapa setujukah ibu/bapak dengan
10 pandangan tersebut.
3. Kelihatannya partai politik saling mengeritik, tapi sebenarnya mereka tidak punya
1
2
3 perbedaan yang jelas dalam programnya. Setuju Tidak setuju Tidak tahu
Tahu atau tidak tahu partai yang mendukung kebijakan
pemerintah … (%)10
6
90
94 Menaikan BBM Mengimpor beras Tahu Tidak tahu
Diskusi
Dari sisi fungsi intermediasi, masih kurang dari separuh total pemilih partai yang menilai bahwa partai politik telah berfungsi memperantrai kepentingan mereka dengan kebijakan- kebijakan publik yang dibuat.
Dibanding lembaga kepresidenan, kepolisian, dan DPR, partai politik adalah lembaga yang paling rendah kinerjanya.
Dilihat dari fungsi accountability, keterbukaan keputusan publik yang dbuat partai-partai politik hingga diketahui bagaimana keputusan partai-partai tersebut untuk beberapa isu publik yang krusial (kenaikan harga BBM dan kebijakan impor beras), secara umum partai masih jauh dari accoutbale. Hanya sekitar 1 dari 10 pemilih partai yang mengetahui sikap partai yang mereka pilih ntuk dua isu tersebut.
Kalau pemilu untuk legislatif diadakan hari ini, partai mana
yang akan dipilih? (%)28.4
30
25
21.6
20.9
19.0
17.7
20
16.4
16.5
17.6
17.5
16.0
14.7
18.6
14.4
15
14.9
16.7
14.2
13.8
14.1
13.5
11.4
13.2
12.3
12
10
7.5
5 Pemilu Jan-05 Apr-05 Jul-05 Sep-05 Des-05 Jan-06 Mar-06 April Demokrat Golkar PDIP
April 04 adalah angka hasil pemilu 2004
Kalau pemilu untuk legislatif diadakan hari ini, partai mana
yang akan dipilih? (%)12 Pemilu April Jan-05 Apr-05 Jul-05 Sep-05 Des-05 Jan-06 Mar-06 PKS PKB PAN PPP
6.8
3.4
6.5
3.6
4.5
3.9
4.4
4
8.5
2.9
2.4
2
4
6
8
10
April 04 adalah angka hasil pemilu 2004
2.6
2.9
3.9
7.3
6.1
4.2
2.4
2.7
3.4
6.8
10.1
7
2.7
7.3
6.4
6.6
8.1
7.5
10.6
2.9
2.7
Kalau pemilu untuk anggota DPR diadakan hari ini, partai
mana yang akan dipilih? Belum tahu (%)35
35
35
34
28
26
20 Apr'04 Feb' 05 Juli'05 Sept' 05 Des' 05 Jan' 06 Mar' 06
April 04 adalah angka tak menggunakan hak pilih atau pilihan tidak sah dalam pemilu 2004
Diskusi
Dalam kurun hampir dua tahun setelah pemilihan umum April 2004, sentimen publik terhadap kemungkinan untuk memilih partai politik cukup dinamis, dan karena itu pula peta kekuatan elektoral partai juga dinamis.
Partai demokrat adalah partai yang kekuatannya paling dinamis. Pada awal 2005 yang lalu, partai demokrat sempat menjadi partai yang punya peluang dipilih dengan perolehan suara paling banyak. Tapi kemudian mengalami penurunan cukup berarti sehingga berada pada urutan kedua bersama PDI perjuangan dalam survei terakhir (Maret 2006).
Sementara itu Partai Golkar kembali mengambil alih kendali. Dalam survei terakhir Partai Golkar kemungkinan mendapatkan suara paling banyak bila pemilu diadakan waktu itu.
Namun demikian, dibanding partai-partai “divisi dua” yang lain, Partai Demokrat mengalami kemajuan yang pesat. Ia menjadi ancaman bagi PDI Perjuangan dan Partai Golkar. Tiga partai ini sekarang berada di devisi utama, dan bisa saling mengalahkan.
Diskusi
Sementara itu di devisi dua, PKB konsisten memimpin dengan selisih yang tidak terlalu banyak dibanding dengan partai lain.
Di Devisi dua ini, PKS adalah partai yang paling dinamis. Ia sempat memimpiin devisi pada awal tahun lalu. Tapi kemudian terus merosot hingga survei terakhir.
Secara umum sentimen elektoral pemilih terhadap partai sangat dinamis, dan ini potensial bagi instabilitas sistem kepartaian: Jumlah partai hasil pemilu mendatang yang kemungkinan mendapatkan suara signifikan bertambah jumlahnya, dan tidak tertutup kemungkinan akan muncul partai baru atau partai dari divinsi tiga masuk ke devisi dua. Sistem kepartaian kemungkinan akan menjadi semakin terfragmentasi, dan akan mempersulit pelaksanaan demokrasi.
Kecenderungan fragmentasi dan kurang stabilnya kekuatan partai tercermin dari rendahnya ikatan psikologis pemilih dengan partai (party ID atau identifikasi diri dengan partai politik), dan itu terkait dengan kinerja partai politik sebagaimana dinilai oleh pemilih pada umumnya.
Identifikasi diri dengan partai politik (Party ID) (%)
80
58
55
60
54
50
51
50
50
50
49
40
39
34
30
30
27
20
26
24
4
4
4
5
5
4
4
4
6
03 '04 '05 '0 '04
'04 06 i'0 i'04 t' li s' li v' v'0 s' a t' r' e s' 0 n' kt u p pr p M e Ju e Ju A M O De No
No Jun Ja D S
Ma Ag Se
Identifikasi diri dengan partai (%)
42
61
66 Indonesia Eropa Barat 75-92 Amerika 96
Identifikasi diri dengan partai politik (7 partai besar) (%)
16
15
15
14
14
14
14
14
12
12
12
12
12
12
12
11
12
10
10
10
10
10
9
7
9
8
8
9
8
7
7
6
8
6
6
7
7
5.5
6
6
6
7
5
6
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
4
4
4
4
4
3
4
4
5
6
04
05 '0 '04 '0
05
06 '0 '0 '0 i'04 i'0 r'0 t' s' li li' t' r' n s' n' p u kt es ov ov p Ma ep A Me Ju
Ju
O
N Ju N D JaS De Ma Ag
Se Golkar PDIP PKB PPP PD PKS PAN
Identifikasi diri dengan partai politik (3 partai sekular) …(%)
16 N ov '0
5
9
8
9
4
4
6
2
4
6
8
10
12
14
3 Ma '0
4
4 Ap r'
4 Me i'
4 Ju n i'0
4 Ju li'
4 Agus '0
4 Se pt '0
4 Ok t'
4 N ov '0
4 D es '0
4 Ju li '0
5 Se p t'
05 D es'
5 Ja n'
6 Ma r' 0
3
8
12
7
10
7
12
10
7
12
12
9
5
7
10
6
5
4
10
15
11
7
5.5
14
14
14
14
15
5
5
4
5
6
12
6 Golkar PDIP PD
Identifikasi diri dengan partai politik (partai berasas atau berbasis ormas Islam) …(%)
9
8
8
7
7
7
6
6
6
6
5
5
5
5
5
4
4
4
4
4
4
3
4
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
4
4
4
4
5
5
6
6
4
4
4
04
04
04 '0 '0 '0
'0
05 '03 '0 r' t'
' 0 ' 0 s' t' a' li' li t' ei ni n' es ov p ar M es ep Ap M Ju gu Ju Ok D Nov Ju N
Ja S D M A
Se PKB PPP PKS PAN
Identifikasi diri dengan partai
Secara umum identifikasi diri massa pemilih dengan partai sangat dinamis. Dalam dua tahun terakhir, identifikasi tertinggi nampak pada antara Mei-Agustus 2004 sekitar 54% (ketika masa kampanye presiden), dan terendah dalam awal tahun 2006 (25%).
Kalau diambil rata-rata dalam dua tahun terakhir, massa pemilih yang mengidentifikasi diri dengan partai politik tertentu sebanyak 42%, atau kurang dari separuh massa pemilih.
Kalau dibandingkan dengan di negara-negara demokrasi, angka party ID kita cukup jauh di bawahnya. Di Amerika dan Eropa Barat misalnya party ID rata-rata di atas 60%.
Rendahnya party ID merupakan sumber dari volatility atau instabilitas hubungan pemilih dengan partai, dan ini merupakan sumber dari instabilitas peta kekuatan partai dan sistem kepartaian.
Tipologi hubungan Partai dan Massa Pemilih (%)
Pragmatis:
27%
Integratif:
15% Loyal: 13% Terasing: 45% Party ID IntermediasiTipologi hubungan partai dan pemilih
Kombinasi antara party ID dan fungsi intermediasi partai membentuk empat tipe hubungan antara partai dan massa pemilih: integratif, pragmatis/rasional, loyal, dan terasing.
Yang paling ideal dari tipe hubungan tersebut adalah tipe integratif di mana pemilih merasakan bahwa partai yang mereka pilih memperjuangkan kepentingan mereka dan mereka juga punya loyalitas atau kedekatan emosional dengan partai. Tipe ini akan membuat sistem kepartaian stabil dan berfungsi.
Tipe yang paling buruk adalah tipe terasing, di mana massa pemilih merasakan fungsi intermediasi partai rendah, dan tidak punya hubungan emosional dengan partai politik.
Sementara tipe pragmatis/rasional menunjukan bahwa massa pemilih merasakan adanya fungsi intermediasi partai tapi tidak punya ikatan emosional yang cukup kuat dengan partai. Sebaliknya, tipe loyal adalah tipe hubungan yang ditandai oleh cukup kuatnya hubungan emosional engan partai meskipun partai bersangkutan lemah fungsi intermediasinya.
Dari keempat tipe tersebut, yang paling besar ternyata tipe terasing (46%), dan tipe ideal hanya 14%. Dalam sistem kepartaian yang stabil dan sehat, komposisi pragmatis dan dan loyal biasanya merupakan proporsi yang dominan, sedangkan tipe terasing merupakan proporsi minoritas.
Dengan besarnya proporsi dari tipe terasing dalam masyarakat kita dapat dikatakan bahwa yang kecewa dengan partai politik di masyarakat merupakan kelompok paling besar. Ini merupakan potensi bagi instabilitas sistem kepartaian kita.
Proporsi tipe partai di masing-masing partai politik (%)
30
22
13
50
22 PD
35
12
31
25 PAN
19
21
34
24 PKB
19
34
27
16 PKS
27
29
29
19 PDIP
28
19
34
26 Golkar
23
18
16 PPP Terasing Loyal Pragmatis Integrasi
Posisi Partai-Partai dilihat dari fungsi intermediasi
dan party ID Party IDLoyal Integrasi
PKB P D Intermediasi PKS
I Golkar PAN P PKB P PPP PDIP K Demokrat S pragmatis Terasing
Kesimpulan
Setelah dua tahun memilih partai politik, publik secara umum menilai bahwa fungsi
intermediasi dan accountability partai rendah. Terkait dengan ini kedekatan dengan
partai politik juga semakin jauh. Di antara pemilih yang merasakan bahwa partai memperjuangkan kepentingan
pemilih, menjelaskan kepada pemilih keputusan-keputusan politik yang dibuat, dan
punya kedekatan secara psikologis merupakan kelompok minoritas. Hubungan yang kurang baik antara pemilih dan partai tersebut akan berdampak negatif pada stabilitas sistem kepartaian sehingga peta kekuatan partai politik menjadi
cair, mudah berubah, dan terbuka terkadap kemungkinan bahwa sistem kepartian
semakin terfragmentasi. Karena fungsi intermediasi, accountability, dan loyalitas rendah, kemungkinan
masyarakat menjadi semakin apatis dengan partai, dan ini dapat mendorong pada
semakin rendahnya tingkat partisipasi dalam pemilu nanti. Semakin terfragmentasinya sistem kepartaian akan membuat pemerintahan
demokrasi tidak mudah bekerja. Energi politik akan semakin banyak diserap untuk
politicking di tingkat elite bukan untuk mengoptimalkan fungsi intermediasi partai atas kepentingan publik dan keputusan-keputusan yang dibuat elite partai.