Komunikasi Politik Dan Preperensi Partai Politik Dalam Pemilu Tahun 2004: Studi Di Kabupaten Karo

(1)

KOMUNIKASI POLITIK DAN PREPERENSI PARTAI

POLITIK DALAM PEMILU TAHUN 2004 : STUDI DI

KABUPATEN KARO

TESIS

Oleh

TAUFAN AGUNG GINTING

027024025/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

KOMUNIKASI POLITIK DAN PREPERENSI PARTAI

POLITIK DALAM PEMILU TAHUN 2004: STUDI DI

KABUPATEN KARO

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

TAUFAN AGUNG GINTING

027024025/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : KOMUNIKASI POLITIK DAN PREPERENSI PARTAI POLITIK DALAMPEMILU TAHUN 2004 STUDI : KABUPATEN KARO

Nama Mahasiswa : Taufan Agung Ginting Nomor Pokok : 027024025

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Kariono, M.Si)

Ketua Anggota

(Drs. Henry Sitorus, MA)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 2 Maret 2009

____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs.Kariono, M.Si

Anggota : 1. Drs.Henry Sitorus, MA

2. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si 3. Drs. Agus Suriadi, M.Si


(5)

PERNYATAAN

KOMUNIKASI POLITIK DAN PREPERENSI PARTAI

POLITIK DALAM PEMILU TAHUN 2004: STUDI DI KABUPATEN KARO

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh grlar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar perpustakaan.

Medan, Maret 2009 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Partai politik yang memiliki strategi dan taktik yang mampu memikat hati kalangan pemilih atau kontituennya dapat meningkatkan besaran perolehan suaranya dalam setiap pemilu. Pemilih dalam memberikan suaranya dilandasi oleh preferensinya terhadap parpol maupun calon legeslatif yang dikenalnya. strategi yang lazim dikembangkan untuk pengenalan parpol komunikasi politik dalam bentuk sosialisasi, kampanye dan pendidikan politik. penelitian ini menggambarkan realitas komunikasi politik menjelang pemilu 2004 yang lalu yang menghasilkan DPRD Kabupaten Karo.

Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka data utama penelitian ini diperoleh melalui kajian deskriptif dengan metode survai terhadap 81 orang responden yang terpilih secara purposif di Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe. Data sekunder penelitian didukung dari teknik observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

Adapun kesimpulan hasil penelitian ini, yaitu : (1). Bentuk, subtansi dan media komunikasi politik yang dilakukan partai politik beserta pemilu tahun 2004 dalam berbagai bentuk dan saluran, serta media komunikasi berdampak pada konfigurasi partai politik di DPRD Kabupaten Karo, (2). Perubahan perilaku responden dalam memandang citra parpol memiliki hubungan dengan semakin rasionalnya basis pilihannya sebagai kontituen, dimana responden penelitian cenderung menilai program partai politik dan kinerja calon legeslatif sebelum pemilu 2004 sebagai bagian preferensi utamanya. (3). Peranan pesan pemberitaan dan iklan TV berkarakter audio-visual dan hu8bungan interpersonal melalui komunikasi langsung dalam bentuk tatap muka, dialog, dan diskusi serata berbagai bentuk kampanye, ternyata memiliki peran yang signifikan dalam mempengaruhi pengetahuan responden penelitian ini dalam memilih Parpol pada Pemilu 2004.


(7)

ABSTRACT

The political factions with strategi and attractive tactic fow constituents can increase the number of vote in each general election. The constituent to give their vote is based on their preference on political factions or legislative candidate whom they know. The typical strategies developed for introduction of political factions including political communication. Socialization campaign and political education. This research described the reality of political communication toward the 1994 general election ago leading to the regional representative board of Karo District.

To achieve the objective of this research, the prmary data of research was gained through survey descriptive assessment on 81 respondents selected purposivevely in subdistricts of Berastagi and Kabanjahe. The secondary data was support by technic of observation, interview, and documentation study.

This research concluded that : (1). Type, substance, and political communication media used in general election 2004 indicated significant impact on configuration of political factions in regional representative board of Karo district, (2). The change in responden behavior view the political factions image has a correlation with the more rational of election basis as constituent, in which the respondents of research tended to value the programs of political factions and performance of legislative candidates before general election 2004 as their main preference. (3). The role of information dissemination, news, and advertising via TV, audiovisual and interpersonal relation ship via communication and face-to-face dialoque, and discussion of various campaign strategies, really has a significant effect in influenting the respondent’s knowledge of this research in selecting the political faction in general election 2004.

Keywords : Preference, Political Factions


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan yang Maha Kuasa, atas Kasih karunianya, maka penulis dapat menyelesaiak tesis ini untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan dari Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul tesis ini adalah “KOMUNIKASI POLITIK DAN PREPERENSI PARTAI POLITIK DALAM PEMILU TAHUN 2004: STUDI DI KABUPATEN KARO”. Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan dalam wujud ide, moril, dan materil, motivasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini, penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, dan Bapak Drs. Agus Suriadi, MSi, selaku Ketua dan Sekretaris Program Magíster Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, dengan tanggungjawab kepemimpinan dan pengayomannya, telah menguatkan semangat dan motivasi kepada penulis dikala terlena dengan aktivitas lainnya, sehingga kukuh untuk tetap


(9)

menyelesaikan program Magíster Studi Pembangunan USU. Demikian halnya, penulis turut menyampaikan penghargaan kepada Bapak Prof. Subhilhar Ph.D., yang andil memberi motivasi dan meluangkang waktu untuk berdiskusi dalam menuntaskan pendidikan pascasarjana yang penulis ikuti.

4. Bapak Drs. Karyono, MSi dan Bapak Drs. Henry Sitorus, MSi, selaku Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing, yang telah menyediakan waktu dan pikiran dalam memberikan arahan konsep, metodologi dan saran-saran demi terpenuhinya tulisan ini sesuai dengan kriteria karya ilmiah yang dikategorikan tesis Magíster Studi Pembangunan USU.

5. Bapak Prof. Dr. Badaruddin dan Bapak Drs. Agus Suriadi, Msi, selaku Komisi Pembanding, dimana berbagai masukan dan kritik konstruktif berguna sebagai bahan utama dalam penyempurnaan tesis ini.

6. Ayahanda terhormat Alm. Simpang Ginting dan Ibunda terkasih Tuhu Br Bangun, yang telah memberi kasih sayang yang tulus untuk membesarkan, menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme sebagai bekal filsafat hidup, politik, dalam berbangsa dan bernegara.

7. Istriku tercinta Alemina Br Bangun, SPd, dan putriku Srikandi Megasari Br Ginting, dimana berkat kasih sayang, dorongan, motivasi dan kesabarannya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan studi, meskipun dalam kurun waktu yang terbilang lambat. Selanjutnya, penulis


(10)

mohon doa, cinta dan penyertaannya yang indah pada setiap saat hingga keluarga kita dapat tetap harmonis dan menjadi kesukaan bagi orangtua, kerabat, masyarakat dan bangsa, serta dapat memuliakan bagi Tuhan. 8. Mertuaku Alm. Alus Bangun, BA, Alm. Kenden Br Surbakti/Rasita Br

Surbakti, yang telah turut memberikan doa yang tulus dan dukungan yang sangat berarti, sehingga penulis memperoleh tambahan kepercayaan diri dalam melakoni profesi dan pekerjaan.

9. Bapak Camat Kabanjahe dan Camat Berastagi, yang telah membantu mengijinkan sehingga data-data penelitian ini dapat dikumpulkan dari sumber sekunder dan para responden yang merupakan masyarakat yang dipimpinnya. Demikian pula pada responden yang telah menyediakan waktu untuk wawancara dan perkenannya memberikan jawaban yang bermanfaat sebagai data primer penelitian ini.

10.Adinda Dina, Iwan, dan Dadek, yang melayani penulis secara baik ketika masa kuliah dan tapan penyelesaian akhir untuk urusan administrasi dan komunikasi, semoga tetap kompak dan selalu memberikan pelayanan terbaik untuk kemajuan dan jayanya program Studi Pembagunan USU ke masa depan.

11.Pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan identitasnya secara perseorangan, semuanya tetap dikenang dan dihargai bahwa telah


(11)

memberikan bantuan yang tak ternilai sumbangsihnya, untuk penyelesaian studi penulis.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis memohon kritik dan saran dari para pembaca untuk melengkapi paparan dan uraian dalam setiap bab tesis ini. Selajutnya, penulis berharap tesis ini dapat bergunan bagi pengkayaan khasanah keilmuan Studi Pembangunan. Atas segala perhatian dan bantuan yang telah diberikan oleh semua kerabat, teman-teman, dan saudara-saudaraku, penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarrnya. Merdeka!!! Tuhan Memberkati.

Medan, 2 Maret 2009 Hormat Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR GAMBAR... ix

BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah... 1

1. 2. Perumusan Masalah... 3

1. 3. Tujuan Penelitian... 4

1. 4. Manfaat Penelitian... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Konsep Demokrasi dan Pemilu... 6

2.2. Pemilihan Umum yang Demokratis... 9

2.3. Prilaku Pemilih... 11

2.4. Partai Politik... 14

2.5. Fungsi Partai Politik ... 15

2.6. Komunikasi Politik... 18

2.6. Partisipasi Politik... 21

BABIII. METODE PENELITIAN 3. 1. Jenis Penelitian... 24


(13)

3. 3. Populasi dan Sampel Penelitian... 26

3. 4. Teknik Pengumpulan Data... 28

3. 5. Teknik Analisis Data... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 31

4. 1. 1. Sekilas Kabupaten Karo... 31

4. 1. 2. Deskripsi Ringkas Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe... 45

4. 2. Karakteristik Responden Penelitian... 49

4. 3. Kepemilikan Dan Akses Responden Terhadap Media Komunikasi…….. 56

4. 4. Partisipasi Reponden Dalam Organisasi Dan Politik... . 58

4. 5. Pengetahuan Responden Tentang Sistem Pemilu……… 61

4. 6. Bentuk Komunikasi Politik... 65

4. 7. Media Komunikasi Politik dan Kesiapan Memilih dalam Pemilu... 69

4. 8. Perubahan Perilaku Pemilih dalam Pemilu 2004... 70

4. 9. Partai Politik Pilihan Responden dalam Pemilu 2004……… 76

4. 10. Media Komunikasi dan Partai Politik Pilihan dalam Pemilu 2004... 79

4. 11. Penilaian Kinerja Parpol dan DPRD Karo Hasil Pemilu 2004... 82

4. 12. Proyeksi Pilihan Pemilih dalam Pemilu 2009 nanti... 86

BAB V. PENUTUP 5. 1. Kesimpulan... 88

5. 2. Saran-saran... 89


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Cakupan Informasi yang Dijaring dalam Penelitian... 26

2. Luas Wilayah, Jumlah Desa, Penduduk, Rumah Tangga per Kecamatan Kabupaten Karo, tahun 2006 dan 2007... 35 3. PDRB Kabupaten Karo menurut Lapangan Usaha atas dasar Harga Berlaku, keadaan tahun 2000-2005. (Jutaan Rupiah)... 40 4. Sebaran Responden berdasarkan Desa/Kelurahan dan Kecamatan…… 50

5. Karakteritik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status Kawin,dan Agama yang dianut... 50 6. Suku Bangsa Responden………. 52

7. Komposisi Responden Berdasarkan Lama Tinggal di Lokasi Penelitian……….. 53 8. Komposisi Tingkat Pendidikan Responden Bersadasarkan Kecamatan . 54 9. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan... 55

10. Komposisi Responden Berdasarkan Rata-rata Pendapatan Perbulan... 56

11. Kepemilikan Responden Atas TV dan Radio... 57

12. Prilaku Responden dalam Membaca Koran dan Majalah ... 58

13. Keikutsertaan Responden dalam Organisasi atau Perkumpulan... 59 14. Pengetahuan Responden tentang Tata Cara Pemberian Suara pada

Pemilu 2004 lalu……….. 63

15. Pentingnya Mengetahui Nama-nama caLon dan Latar Belakang Calon yang Diajukan oleh Partai Politik dalam Pemilihan Anggota DPR dan DPRD Propinsi Sumatera Utara dan DPRD Karo...


(15)

16. Informasi Mengenai Pemilu Tahun 2004, Partai Politik Peserta, Calon Anggota DPR dan DPRD, Calon Anggota DPD, Tata Cara Pencoblosan, Jadwal Pemilu dll...

66

17. Sumber Informasi dan Sosialisasi Mengenai Pemilu tahun 2004... 67

18. Media yang paling efektif menyebarkan informasi tentang Partai Politik peserta Pemilu 2004 lalu ...

68

19. Kesiapan Preferensi Responden Atas Partai Politik dan CALEG DPRD Karo yang akan Dipilih Sebelum sampai ke TPS pada Pemilu 2004 lalu………..

70

20. Alasan Responden Merasa tidak siap dengan Pilihan saat ke TPS pada Pemilu 2004 lalu...

70

21. Faktor yang Menyebabkan Bapak/Ibu memilih Anggota DPRD Kabupaten Karo pada Pemilu tahun 2004 lalu...

72

22. Komposisi Anggota DPRD Karo Periode 2004 – 2009 Berdasarkan Partai Politik dan Daerah Pemilihan Hasil Pemilu Tahun 2004...

73

23. Partai Politik yang dipilih Responden pada Pemilu 2004 lalu... 74 24. Partai Politik yang Dipilih Responden pada Pemilu 2009 nanti………. 75 25. Perolehan Suara Partai Politik di Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe

dalam Pemilu 2004... 76

26. Partai Politik yang Dipilih Berdasarkan Usia Responden pada Pemilu 2004...

77

27. Partai Politik yang Dipilih Berdasarkan Agama Responden pada Pemilu 2004...

78

28. Partai Politik yang Dipilih Berdasarkan Agama Responden pada Pemilu 2004...

79

29. Hubungan antara Media Komunikasi Politik dengan Partai Politik Pilihan dalam Pemilu 2004...


(16)

30. Symmetric Measures………. 81 31. Jumlah Keputusan DPRD Kabupaten Karo menurut Jenis Keputusan... 82 32. Partai Politik yang dapat Menyelasaikan dan Menangani Masalah

Pemberantasan Korupsi... 84

33. Partai politik yang dapat Menyelasaikan dan Menangani Masalah Penanggulangan Krisis Ekonomi...

85

34. Partai politik yang dapat Menyelasaikan dan Menangani Masalah Penegakan Hukum...

85


(17)

ABSTRAK

Partai politik yang memiliki strategi dan taktik yang mampu memikat hati kalangan pemilih atau kontituennya dapat meningkatkan besaran perolehan suaranya dalam setiap pemilu. Pemilih dalam memberikan suaranya dilandasi oleh preferensinya terhadap parpol maupun calon legeslatif yang dikenalnya. strategi yang lazim dikembangkan untuk pengenalan parpol komunikasi politik dalam bentuk sosialisasi, kampanye dan pendidikan politik. penelitian ini menggambarkan realitas komunikasi politik menjelang pemilu 2004 yang lalu yang menghasilkan DPRD Kabupaten Karo.

Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka data utama penelitian ini diperoleh melalui kajian deskriptif dengan metode survai terhadap 81 orang responden yang terpilih secara purposif di Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe. Data sekunder penelitian didukung dari teknik observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

Adapun kesimpulan hasil penelitian ini, yaitu : (1). Bentuk, subtansi dan media komunikasi politik yang dilakukan partai politik beserta pemilu tahun 2004 dalam berbagai bentuk dan saluran, serta media komunikasi berdampak pada konfigurasi partai politik di DPRD Kabupaten Karo, (2). Perubahan perilaku responden dalam memandang citra parpol memiliki hubungan dengan semakin rasionalnya basis pilihannya sebagai kontituen, dimana responden penelitian cenderung menilai program partai politik dan kinerja calon legeslatif sebelum pemilu 2004 sebagai bagian preferensi utamanya. (3). Peranan pesan pemberitaan dan iklan TV berkarakter audio-visual dan hu8bungan interpersonal melalui komunikasi langsung dalam bentuk tatap muka, dialog, dan diskusi serata berbagai bentuk kampanye, ternyata memiliki peran yang signifikan dalam mempengaruhi pengetahuan responden penelitian ini dalam memilih Parpol pada Pemilu 2004.


(18)

ABSTRACT

The political factions with strategi and attractive tactic fow constituents can increase the number of vote in each general election. The constituent to give their vote is based on their preference on political factions or legislative candidate whom they know. The typical strategies developed for introduction of political factions including political communication. Socialization campaign and political education. This research described the reality of political communication toward the 1994 general election ago leading to the regional representative board of Karo District.

To achieve the objective of this research, the prmary data of research was gained through survey descriptive assessment on 81 respondents selected purposivevely in subdistricts of Berastagi and Kabanjahe. The secondary data was support by technic of observation, interview, and documentation study.

This research concluded that : (1). Type, substance, and political communication media used in general election 2004 indicated significant impact on configuration of political factions in regional representative board of Karo district, (2). The change in responden behavior view the political factions image has a correlation with the more rational of election basis as constituent, in which the respondents of research tended to value the programs of political factions and performance of legislative candidates before general election 2004 as their main preference. (3). The role of information dissemination, news, and advertising via TV, audiovisual and interpersonal relation ship via communication and face-to-face dialoque, and discussion of various campaign strategies, really has a significant effect in influenting the respondent’s knowledge of this research in selecting the political faction in general election 2004.

Keywords : Preference, Political Factions


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik peserta Pemilu mengupayakan strategi dan taktik yang bertujuan untuk memperoleh jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun calon pemilih agar partainyalah yang dipilih sehingga memenangkan Pemilu dan menjadi partai politik mayoritas dalam parlemen. Manakala skema ini diparalelkan dengan perspektif ekonomi politik baru, maka ketepatan memasarkan partai politik dapat mendatangkan manfaat lebih yang terdeteksi dari besaran suara yang diperoleh dalam Pemilu. Sejalan dengan pandangan ini, Riswandi (2009: 64) menjelaskan bahwa partai politik ha rus memilih strategi yang sejalan dengan prinsip market oriented, dimana suatu partai politik harus dapat membaca pasar, mampu menyusun rangkain pesan-pesan politik yang dikemas yang menarik bagi para pemilih (voter) berbasis komunitas, publik dan kepentingan. Dalam konteks ini, partai politik harus menggeser apa yang merupakan kebutuhan (needs) dan kemauan (wants) kepada hal-hal yang menyentuh seluruh kebutuhan lapisan masyarakat, yaitu adanya saluran pendapat, terjaminnya sumber-sumber kehidupan yang mensejahterakan, misalnya pendidikan, kesehatan, pangan, dan sebagainya.


(20)

Bagaimanakah strategi adaptif yang ditempuh partai politik dalam memenuhi tuntutan orientasi pasar dan publik? Menurut Harun dan Sumarno (2006) dapat terjawab dari komunikasi politik yang dilakukan oleh partai politik. Memang propaganda, kampanye, dan sosialisasi politik merupakan kegiatan komunikasi massa yang biasa dipilih oleh politisi dan memiliki pengaruh terhadap perolehan suara dalam Pemilu, namun tindakan tersebut akan lebih signifikan hasilnya bila komunikasi politik ditempuh melalui pendidikan politik dan pemasran partai politik. Sebaliknya kesadaran masyarakat sebagai pemilik suara (voter) dalam menyumbangkan suaranya dalam Pemilu mencerminkan tingkat partisipasi politiknya yang aktif. Menjatuhkan pilihan pada partai politik tertentu, merupakan keputusan yang dilandasi faktor motivasi yang dapat bersumber dari dalam interpretasi diri sendiri, dan dapat pula dipengaruhi oleh aktivitas komunikasi politik yang telah dilakukan oleh partai politik. Pengalaman warga dalam mengakses layanan publik dapat mempengaruhi pola ekspresi pemilih terhadap identifikasi parpol pilihan atau berafiliasinya dalam partai politik.

Pemilu legislatif tahun 2004 yang lalu, yang terselenggara tanggal 5 April 2004 dengan sistem proporsional terbuka yang berpedoman pada UU Nomor 12 tahun 2003 merupakan Pemilu yang diselenggarakan untuk menghasilkan DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten Kota dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)-RI. Penilaian pemilih terhadap pola akomodasi kepentingan rakyat terhadap legislatif hasil Pemilu tahun 1999 dapat mempengaruhi preferensi dan pandangan masyarakat


(21)

terhadap kecenderungan pilihannya atas parpol peserta Pemilu tahun 2004. Karena itu, penelitian ini ingin mengetahui bagaimana perilaku pemilih (dan calon pemilih) serta preferensinya terhadap partai politik yang dipilih pada pemilu 2004 lalu.

Masyarakat Kabupaten Tanah Karo yang terdaftar sebagai pemilih melalui Sistem P4B (Pendaftaran Pemilih dan Penduduk Berkelanjutan) dipandang memiliki persepsi yang berbeda dalam mengapresiasi Pemilu 2004. Komunikasi politik yang dilakukan partai politik dan kandidat legislatif (Caleg) dalam berbagai bentuk dan saluran, serta media komunikasi mempengaruhi tingkat pemahaman pemilih yang berada di dua Kabupaten Karto atas makna Pemilu dan persepsinya terhadap partai politik. Pola komunikasi politik yang dikembangkan oleh partai politik yang berada di Kabupaten Karo dapat pula mempengaruhi pandangan pemilih dan kepercayaannya untuk keterwakilan kedaulatannya yang direfeksikan dari partai politik yang dipilihnya, yang selanjutnya memiliki dampak ikutan terhadap konfigurasi partai politik yang mendudukkan wakil-wakilnya di DPRD Kabupaten Karo berdasarkan hasil Pemilu 2004 lalu.

1. 2. Perumusan Masalah

Dari paparan diatas, yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah:

1. Bagaimakah bentuk, metode, dan saluran komunikasi politik yang dilaksanakan oleh partai politik dalam mempengaruhi konstituen politiknya yang tersebar di Kabupaten Karo dalam Pemilu legislatif tahun 2004?


(22)

2. Apakah ragam komunikasi politik yang dilakukan oleh partai politik pada konstituennya mempengaruhi preferensi partai politik yang dipilih masyarakat Kabupaten Karo dalam Pemilu tahun 2004 lalu?

3. Apakah basis konfigurasi partai politik dalam struktur legislatif Kabupaten Karo merupakan cerminan dari pola komunikasi politik yang efektif?

1. 3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan teoritik penelitian ini terkait dengan:

1. Untuk menggambarkan bentuk, metode, dan saluran komunikasi partai politik yang dilaksanakan dalam Pemilu tahun 2004 yang lalu.

2. Untuk menguji pengaruh ragam komunikasi politik terhadap preferensi dan prilaku pemilih dalam Pemilu tahun 2004 di Kabupaten.

3. Untuk menggambarkan perbedaan elemen basis yang membangun struktur DPRD Kabupaten Karo periode tahun 2004 - 2009.

1. 4. Manfaat Penelitian

Adapun signifikansi penelitian ini, sebagai:

1. Referensi mengenai fungsi komunikasi politik berbasis evaluasi proses Pemilu tahun 2004 di tingkat DPRD Kabupaten/Kota, khususnya dokumen yang menggambarkan kondisi kecenderungan partisipasi politik konstituen di Kabupaten Karo.


(23)

2. Data utama mengenai gambaran pandangan dan harapan pemilih serta agenda lokal dan isu-isu strategis berbasis pemilih dan parpol peserta pemilu dalam rangka mengartikulasikan kepentingan konstituen untuk diakomodir oleh DPRD Kabupaten Karo dalam berbagai program dan rencana kebijakan pemerintah Kabupaten Karo dalam menyongsong Pemilu 2009 nanti.

3. Karya akademik dalam bentuk Tesis penelitian untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan dari Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Konsep Demokrasi dan Pemilu

Demokrasi dan pemilu sering disederhanakan sebagai dua hal yang sama. Ada klaim bahwa sebuah negara dikatakan demokratis manakala telah dilaksanakannya pemilu di negara tersebut. Padahal demokrasi tidak identik dengan pemilu, meskipun keduanya tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Tidak ada demokrasi tanpa pemilu, tetapi diselenggarakannya pemilu bukanlah indikasi dari demokrasi.

Kata demokrasi yang dalam bahasa Inggrisnya democracy berasal dari bahasa Perancis democratie yang baru dikenal abad ke 16, yang dirujuk dari bahasa Yunani (Greek) demokratia yang berasal dari kata demos berarti rakyat (people) dan kratos

berarti tatanan (rule) (Held, 1996: 1).Saat ini, demokrasi identik dengan legitimasi kehidupan politik modern, walaupun makna demokrasi menunjukkan moden yang sangat beragamannya dan luas, mulai dari pemerintah bervisi teknokrat sampai pada konsepsi kehidupan sosial yang ditandai oleh ektensifnya partisipasi politik.

Demokrasi merupakan sebuah konsep yang berarti pemerintahan dimana kekuasaan tertinggi (atau kedaulatan) ada di tangan rakyat atau sering juga dikatakan bahwa demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat atau pemerintahan mayoritas. Salah satu definisi demokrasi yang paling umum, bahwa demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan


(25)

dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas. (USIS, tanpa tahun: 4). Dari batasan ini, tampak beberapa unsur penting ciri demokrasi, di antaranya adanya unsur kekuasan yang dilaksanakan secara langsung atau melalui perwakilan, kedaulatan di tangan rakyat, sistem pemilihan yang bebas. Prinsip kedaulatan rakyat dan kebebasan sangat penting dalam konsepsi tersebut di atas. Selain prinsip-prinsip maka demokrasi juga mengandung unsur seperangkat praktek dan prosedur dari sebuah proses pelembagaan kebebasan yang panjang dan berliku (USIS, hal.4-5).

Dari prakteknya, maka demokrasi dapat dibedakan atas dua bentuk: langsung dan tidak langsung (sering disebut ‘demokrasi perwakilan’). Demokrasi langsung adalah sistem demokrasi yang semua warga biasanya aktif terlibat di dalam pembuatan keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh negara; mereka tidak mewakilkan pandangan, pikiran, atau kepentingan mereka pada orang lain yang mengatas namakan mereka. Demokrasi langsung adalah yang paling tua atau lebih dikenal sebagai demokrasi masa Yunani kuno atau demokrasi Athena. Demokrasi model ini biasanya dilaksanakan dalam sebuah negara yang kecil dan dengan penduduk yang jumlahnya kecil. Sedangkan demokrasi tidak langsung bersifat lebih umum dan diberlakukan oleh banyak negara modern saat ini. Jumlah penduduk yang besar dan wilayah negara yang sangat luas menyebabkan lebih dipilihnya model demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan ini. Dalam model ini warga akan memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat yang akan membuat


(26)

keputusan atau kebijakan politik, merumuskan undang-undang dan menjalankan program untuk kepentingan umum atas nama mereka. Warga mewakilkan kepentingan, aspirasi, pikiran, atau pandangan mereka pada para anggota dewan, pemimpin atau pejabat yang mereka pilih melalui pemilu. Dengan demikian kewenangan yang dimiliki oleh penguasa atau pemerintah baik untuk membuat keputusan atau kebijakan pemerintah dan untuk melaksanakannya diperoleh berdasarkan persetujuan warganya yang diberikan melalui pemilu.

Pemilu merupakan mekanisme memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat yang akan mengatas namakan rakyat dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Dengan kata lain ketika warga memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat untuk mewakili mereka di dalam pemilu maka warga sekaligus memberikan mandat pada para wakil dan pejabat tersebut untuk, atas nama rakyat, membuat dan mengambil keputusan atau kebijakan dan melaksanakan program untuk kepentingan mereka. Untuk memperoleh wakil atau pejabat yang absah mengatas namakan rakyat maka pemilihan harus demokratis.

Untuk Indonesia, sejak masa pergolakan politik dalam rangka pencapaian kemerdekaan, para pendiri negara memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam menetukan pemikiran politik yang melandasi praktek-praktek kenegaraan dan demokrasi. Secara historis, pelaksanaan (orde) demokrasi di Indonesia telah melampau 4 (empat) masa dan bentuk, yaitu: demokrasi liberal (1950-1959),


(27)

demokrasi terpimpin (1959-1966), dan demokrasi Pancasila (1966-1997), dan demokrasi pasca ode baru (1998 – sekarang).

2. 2. Pemilihan Umum yang Demokratis

Beberapa kriteria musti dipenuhi agar pemilu dapat disebut demokratis (USIS,

annotated: 16-17). Pertama, pemilu harus kompetitif. Ini artinya pemilu harus diikuti oleh beberapa partai politik yang bebas dan otonom. Partai yang berkuasa maupun partai-partai oposisi memperoleh hak-hak politik yang sama seperti kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul, bergerak, atau mengkritisi program-program yang diajukan oleh partai-partai lain. Partai oposisi juga dapat melakukan kritik secara terbuka mengenai pemerintah, kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah, bahkan mengenai ideologi (partai-partai lain) sekalipun. Kedua, pemilu harus diselenggarakan secara berkala. Ini artinya pemilihan harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas, misalnya setiap empat, lima, atau tujuh tahun sekali. Pemilihan berkala merupakan sebuah mekanisme lewat mana pejabat yang terpilih bertanggungjawab pada para pemilihnya dan memperbarui mandat yang diterimanya pada pemilihan yang lalu. Pemilih dapat memilih kembali pejabat yang bersangkutan jika cukup puas dengan kerja selama masa jabatannya, tetapi dapat juga menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih mampu, lebih bertanggungjawab, lebih mewakili kepentingan, suara atau aspirasi mereka. Selain itu dengan pemilihan berkala maka kandidat perseorangan ataupun kelompok yang kalah


(28)

dapat memperbaiki diri dan mempersiapkan diri lagi untuk bersaing dalam pemilu berikut. Ketiga, pemilihan haruslah inklusif. Ini artinya tidak boleh ada orang atau kelompok orang (dengan dasar pengelompokan apapun misalnya ras, suku, jenis kelamin, lokalitas, kondisi fisik, aliran ideologis, dsb.) yang dapat diabaikan haknya sebagai pemilih ataupun dipilih. Semua warga negara dari kelompok manapun berhak untuk ikutserta dalam pemilu sehingga hasil pemilu dapat merefleksikan kondisi keaneka-ragaman dan perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam masyarakat.

Keempat, pejabat, pemimpin, atau wakil-wakil yang dihasilkan lewat pemilu haruslah

definitif. Ini artinya mereka yang terpilih dalam pemilu memegang kekuasaan yang sesungguhnya, bukan sekedar lambang atau semata-mata pemimpin atau pejabat boneka.

Dua hal penting lain tentang pemilihan yang perlu diperhatikan dalam demokrasi. Pertama, pemilihan mestinya tidak terbatas pada memilih kandidat saja. Pemilihan dapat juga diselenggarakan untuk memutuskan sebuah kebijakan ataupun pilihan politik yang krusial atau kontroversial yang dihadapi oleh sebuah pemerintahan di sebuah negara. Pemilihan dimana pemilih diminta untuk membuat keputusan sedemikian disebut referendum. Salah satu contoh referendum yang pernah dilakukan di Timor Timur, dimana rakyat Timor Timur diminta untuk memutuskan apakah mereka akan tetap bergabung dengan Indonesia atau melepaskan diri lalu memerdekakan sebagai suatu Negara baru. Kedua, pemilihan yang demokratis semestinya dapat menciptakan suasana dimana perseorangan atau


(29)

kelompok-kelompok dapat bersaing secara fair dan terbuka. Yang kalah dapat menerima kekalahan dengan kerelaan, menerima hasil pemilihan dengan besar hati, dan mentolerir keberadaan saingannya dalam posisi atau jabatan yang diperebutkan melalui pemilu. Kelompok yang kalah bisa menjadi oposisi yang setia; dan kesetiaan mereka ditujukan “… pada keabsahan fundamental negara dan pada proses demokrasi itu sendiri”. (USIS: 17)

Selanjutnya hasil Pemilu yang demokratis menggambarkan pemenang yang tidak meniadakan atau menindas kelompok yang dikalahkannya. Kelompok yang menang harus dapat mentolerir keberadaan dan mengakui peran-peran dari orang-orang atau kelompok-kelompok yang dikalahkannya. Untuk menciptakan suasana sedemikian maka pemilu harus dilaksanakan secara bebas, jurdil, dan akuntabel. Pemilihan umum berkala memungkinkan kelompok-kelompok yang kalah dan yang menang untuk kembali bersaing memenangkan mandat rakyat untuk memimpin atau memerintah pada periode berikutnya.

2. 3. Prilaku Pemilih

Beragam fenomena politik dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan tingkah laku (behavioral approach). Pendekatan ini bersumber dari premis yang menyatakan bahwa persoalan dasar organisasi politik dan pemerintah adalah tingkah laku warga negara.


(30)

Salah satu aspek tingkah laku politik itu adalah tingkah laku pemilih, yang khusus membahas tingkah laku individual warga negara dalam hubungannya dengan kegiatan pemilihan umum. Persoalan ini menyangkut serangkaian kegiatan untuk membuat keputusan apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum dan kalau memutuskan untuk memilih apakah memilih partai atau kandidat X ataukah partai atau kandidat Y. Persoalan memilih dan tidak memilih merupakan hak seorang warga negara. Di Indonesia hak memilih dikenal dengan hak pilih aktif yakni hak yang dimiliki seseorang untuk ikut dalam memberikan suara pada saat pemilihan umum. Memilih dan tidak memilih juga dapat dikatergorikan sebagai partisipasi politik sepanjang kegiatan itu dilakukan secara sadar.

Untuk melihat bagaimana sikap masyarakat terhadap suatu partai politik, ataupun melihat kecenderungan seseorang untuk memilih salah satu partai politik yang ada, kita dapat melihatnya dari beberapa pendekatan. Adapun pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Struktural

Pendekatan ini menekankan bahwa kegiatan memilih terjadi dalam konteks yang lebih luas, seperti struktur sosial, sistem partai, peraturan pemilu, dan lain-lain. Dasar struktur sosial yang menjadi sumber pengkotakan politikk dapat berupa kelas sosial atau perbedaan-perbedaan majikan dengan buruh, desa-kota, bahasa dan nasionalisme. Partai Republik di Amerika, misalnya, basisnya adalah masyarakat industri dan kaum kapitalis, sementara Partai Demokrat berbasiskan petani.


(31)

2. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan ini melihat kegiatan memilih dalam keterkaitan individual dengan struktur sosial. Dapat dikatakan pilihan seseorang sangat dipengaruhi beberapa faktor seperti: demografi, jenis kelamin, kelas sosial, pendidikan, penghasilan, dan lain-lain. 3. Pendekatan Ekologis

Pendekatan ini melihat bahwa faktor ekologis seperti daerah berpengaruh terhadap tingkah laku politik seseorang. Alat analisis yang diperlukan adalah statistik untuk melihat hubungan pemilih dengan perumahan penduduk, daerah atau keadaan alam (desa-kota).

4. Pendekatan Psikologi Sosial.

Pendekatan ini melihat faktor psikologis yang melatarbelakangi pilihan seseorang. Konsep yang ditawarkan adalah identifikasi partai. Konsep ini mengacu kepada proses pemilihan melalui mana seseorang merasa dekat dengan salah satu partai. Salah satu variabel yang banyak ditawarkan oleh pendekatan ini adalah identifikasi partai. Identifikasi partai ini diartikan sebagai perasaan yang dekat dan rasa memiliki dari seseorang kepada salah satu partai politik.

5. Pendekatan Rasional

Pendekatan ini merupakan pinjaman dari konsep ilmu ekonomi, di mana pilihan kepartaian senantiasa didasarkan pada kalkulasi untung dan rugi.


(32)

2. 4. Partai Politik

Partai politik merupakan salah satu kekuatan politik kontemporer yang harus ada dalam negara yang demokratis dan modern1

Selain itu, Sigmund Neumann (dalam Budiarjo: 1988) membatasi pengertian partai politik sebagai organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik

. Peran dan fungsi partai politik dapat mewarnai penjalanan suatu bangsa. Sebagai organisasi, partai politik yang ideal mampu memobilisasi dan mengaktifkan rakyat, merupakan perwakilan kepentingan, memberikan jalan kompromi karena perbedaan prinsip dan pandangan terhadap imbas keputusan, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik seacra abash (legitimate) dan damai (Amal, 1988: xi). Pengertian partai politik beragam yang pada dasarnya didefinisikan oleh ahli politik terkait dengan esensi, fungsi, ideologi, dan tujuannya. Miriam Budiarjo (1998:16). mendefinisikan partai politik sebagai suatu kelompok yang terorganisir, yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Selain itu, menurut Sukarna (1992:57) partai politik adalah sekelompok orang-orang yang terorganisasikan didalam suatu organisasi formal yang bertujuan untuk menguasai negara dan mempertahankan kedudukan kekuasaan di dalam negara baik dengan cara legal yaitu melalui Pemilu ataupun dengan cara illegal melalui revolusi atau kudeta (coup d’etat) atau perampasan kekuasaan.

1

Farchan Bulkin dalam buku Analisa Kekuatan Politik di Indonesia (1988:vii), mengidentifikasi kekuatan politik kontemporer terdiri dari partai politik, angkatan bersenjata, pemuda, mahasiswa,


(33)

yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan berbeda-beda. Dengan demikian partai politik merupakan perantara besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengkaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas.

Pengertian partai politik dapat pula mengggambarkan basis sosiologis suatu partai yaitu ideologi dan kepentingan yang diarahkan pada usaha-usaha untuk memperoleh kekuasaan, seperti pandangan Mark Hagopian (dalam Amal, 1988) yang merumuskan partai politik sebagai suatu organisasi yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijaksaan publik dalam kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek-praktek kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan.

2. 5. Fungsi Partai Politik

Pada dasarnya fungsi partai politik berbentuk representasi (perwakilan), konversi dan agregasi, integrasi (partisipasi, sosialisasi, mobilisasi), persuasi, represi, rekrutmen, dan pemilihan pemimpin, pertimbangan-pertimbangan dan perumusan kebijaksanaan, serta kontrol terhadap pemerintah. Representasi merupakan ekspresi dan artikulasi kepentingan di dalam dan melalui partai. Fungsi representasi ini


(34)

menggambarkan partai sebagai sarana atau institusi yang dapat mengekspresikan kepentingan-kepentingan secara langsung dari kelompok, kelas, dan golongan masyarakat tertentu yang merupakan basis pendukungnya. Tapi yang paling kerap dilakukan oleh partai di Indonesia sekarang ini partai berperan sebagai perantara (brokerage) yang terjadi karena adanya beda kepentingan dan pendapat dicapai secara kompromi.

Konversi dan agregasi merupakan varian dari fungsi representasi dan perantara. Konversi dan agregasi diartikan manakala partai dapat melakukan transformasi dari bahan-bahan mentah politik berupa kepentingan dan tuntutan menjadi kebijaksanaan dan keputusan. Sosialisasi adalah proses, dimana kumpulan norma-norma, nilai-nilai, pandangan, ideologi dari partai dan sistem politik ditansmisikan (ditularkan) kepada orang-orang yang lebih muda. Mobilisasi adalah variasi ekstrem dari sosialisasi, yaitu partai berusaha memasukkan secara cepat sejumlah besar orang yang sebelumnya berada diluar sistem, termasuk yang apatis, terasing, tidak tahu-menahu, tidak tertarik, takut, ke dalam sistem untuk mengamankan kepentingan dan dukungan massa. Partisipasi terletak diantara sosialisasi dan mobilisasi yang berarti partai terbuka untuk semua pihak sebagai medium ekspresi kepentingan dan partisipasi untuk memilih pemimpin, menetapkan kebijaksanaan dan sikap. Keberhasilan sosialisasi merupakan paskakondisi partisipasi.


(35)

Persuasi merupakan kegiatan partai yang dikaitkan dengan pembangunan dan pengajuan usul-usul kebijaksanaan agar memperoleh dukungan seluas mungkin bagai kegiatan-kegiatan tersebut. Semua media komunikasi bebas untuk digunakan oleh semua partai dengan tujuan dapat mengajukan pendapat secara bebas pula. Represi merupakan kebalikan dari persuasi, dimana partai melalui pemerintah atau secara langsung mengenakan sanksi kepada anggota atau bukan, mengendalikan asosiasi dan partai lain, membentuk pikiran dan loyalitas anggota dengan cara tidak mengijinkan adanya oposisi, dan menghukum pihak oposisi dan pembangkang. Partai yang cenderung melakukan mobilisasi biasanya berkaitan dengan tindakan represi ini. Rekrutmen pengertian luas bukan hanya pendaftaran, seleksi dan penetapan anggota partai termasuk juga latihan (training) dan persiapan untuk kepemimpinan yang terbuka untuk masyarakat untuk menduduki posisi dalam partai, legislatif dan pemerintahan.

Fungsi partai lain adalah membuat pertimbangan untuk berbagai perumusan kebijaksanaan yang dilakukan melalui berbagai kesempatan yang melibatkan partai politik secara langsung ataupun tidak sehubungan dengan kepentingan dan tuntutan dari masyarakat, anggota partai maupun partai lainnya. Selain itu, fungsi kontrol merupakan ukuran sikap partai tersebut manakala merupakan kekuatan politik terbesar atau bukan yang membangun pemerintahan dan struktur legislatif. Tetapi bagaimanapun komposisinya dalam pemerintahan dan legislative, seharusnyalah partai melakukan kontrol terhadap aktivitas pemerintah yang dilakukan setiap waktu,


(36)

yang akhirnya menunjukkan dukungannya terhadap pemilihan pemimpin pemerintahan dan legislative. Selanjutnya, Miriam Budiarjo (1998) menyatakan bahwa untuk negara demokratis, bahwa salah satu fungsi partai politik adalah sebagai sarana komunikasi politik.

2. 6. Komunikasi Politik

Untuk sampai pada definisi komunikasi politik, maka kita harus memahami terlebih dulu pengertian komunikasi dan politik secara terpisah.

Dalam tataran makro, komunikasi menurut Littlejohn (2002:3) merupakan sesuatu yang disebarkan, penting, aspek yang kompleks dari hidup manusia. Komunikasi manusia melayani segala sesuatu, merupakan hal yang universal, sebuah proses interaksi kita dengan orang lain dalam bentuk pesan-pesan dari orang yang belum pernah kita ketahui, orang hidup, dan penyampai pesan yang dekat maupun jauh. Theodorson & Theodorson mengartikan batasan komunikasi sebagai kegiatan transmisi informasi, ide-ide, sikap atau pernyataan emosional dari satu orang atau kelompok yang disampaikan ke pihak lain, terutama melalui simbol-simbol tertentu (Ruslan, 2003:89). Jane Pauley (dalam Liliweri: 2004: 7) menyatakan bahwa dalam definisi komunikasi ada tiga komponen yaitu; (1) transmisi informasi (2) transmisi pengertian, (3) menggunakan simbol-simbol yang sama. Esensi tematik komunikasi diantaranya adanya pengirim (communicators) , media saluran (channels), pesan-pesan (messages), penerima (receivers), adanya pengaruh (affected), saling


(37)

hubungan (mutually relationships), dan kadangkala berlanjut pada adaya saling aksi dalam bentuk kontak fisik, kerjasama dalam tindakan, dan atau sebaliknya efek dari komunikasi dapat menampakkan proses sosial yang bersifat kompetisi, akomodasi bahkan konflik.

Dalam tataran mikro, maka komunikasi sesungguhnya merupakan penggunaan simbol-simbol dalam interaksi sosial. Pemikiran para teoritisi interaksionisme simbolik mendefinikan simbol sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya (Sunarto: 2003:44). Makna atau nilai tersebut tidak berasal dari atau ditentukan oleh sifat-sifat yang secara instrinsik terdapat didalam bentuk fisik dari sesuatu itu. Menurut Herberth Blumer (Sunarto: 2003:44) bahwa makna yang dipunyai sesuatu tersebut berasal atau muncul dari interaksi sosial antara seseorang atau sesamanya.

Dari paparan tersebut diatas dapatlah dipahami bahwa komunikasi sangat penting dalam kehidupan manusia, terutama dalam interaksinya dengan orang lain dalam kelompok, komunitas, organisasi, masyarakat dan pergaulan antar etnis dan bangsa. Komunikasi merupakan pembingkai hubungan antar personal, kelompok dan jejaring organisasi (networking of organization). Komunikasi merupakan inti utama yang membangun prilaku individu dalam interaksinya dengan orang lain. Karena itu, interaksi tidak hanya memperhatikan apa yang dikatakan (verbal communications) orang lain tetapi apa juga yang dilakukannya. Dalam hal ini, maka komunikasi non-verbal atau bahasa tubuh (body language) memiliki peran, dimana ekspresinya


(38)

merupakan bentuk komunikasi yang paling klasik dipahami dalam sejarah interaksi antar individu dan kelompok-kelompok sosial.

Mengartikan politik, sesungguhnya berada pada lingkup kajian yang berfokus pada kekuasaan, yaitu trias politika (presiden dan kabinet, parlemen, kekuasaan kehakiman). Selain itu, politik mengandung makna akan hubungan kekuatan-kekuatan politik dalam bentuk kekuasaan dari institusi-instritusi yang ada, serta intinya tidak menyimpang dari esensi pemanfaatan dan permainan kekuasaan. Selain itu, dalam Riswandi (2009: 1-2) digambarkan definisi politik antara lain, bawha politik adalah relasi yang menghasilkan siapa memperoleh apa, kapan dan bagaimana. Tambahan, bahwa politik adalah proses pembagian nilai-nilai dan wewenang, atau cara-cara bagaimana memperoleh kekuasaan, memperagakannya, dan mempertahankannya. Disamping itu, politik dapat diartikan sebagai kegiatan mempengaruhi, tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan atau memperluas tindakan laian, atau kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka dalam kondisi konflik.

Politik dan komunikasi merupakan dua hal yang dapat saling terkait dalam suatu pembicaraan tentang kekuasaan, pengaruh, otoritas/wewenang, dan konflik. Selain itu, mengartikan komunikasi politik, maka esensinya terkait dengan interaksi sosial dan konflik sosial. Nimno (dalam Riswandi: 2009, 3) merumuskan komunikasi politik sebagai kegiatan yang bersifat politis atas dasar konsekuensi aktual yang mengatur prilaku manusia, dengan ruang lingkup komunikator politik, pesan—pesan


(39)

politik, media komunikasi politik, dan akibat-akibat komunikasi politik. Kegiatan komunikasi politik bertujua untuk mengharmoniskan dan menjamin keberlanjutan sistem politik secara berkesinambungan yang akan mengayomi seluruh elemen dan anggota sistem politik tersebut. Selain itu Maswadi Rauf (dalam Harun & Sumarno; 2006, 3) menyebutkan bahwa komunikasi sebagai kegiatan politik merupakan penyampaian pesan-pesan yang bercirikan politik oleh aktor-aktor politik kepada pihak lain, dimana kegiatan komunikasi politik tersebut dapat bersifat empirik maupun ilmiah. Sedangkan Rusadi Kantaprawira (dalam Harun & Sumarno: 2006, 3) menyatakan komunikasi politik adalah untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik pikira intern golongan, instansi, asosiasi, ataupun sektor kehidupan politik pemerintah.

2. 7. Partisipasi Politik

Dampak dari adanya komunikasi politik yang efektif adalah adanya partisipasi politik rakyat yang sering diperhatikan dalam pelaksanaan Pemilihan Umum di negara-negara demokratis. Karena itu, tingkat partisipasi politik masyarakat di negara berkembang merupakan masalah yang menarik bagi para ahli politik. Secara umum definisi partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang yang ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah


(40)

Pemilu, menghadiri rapat umum (kampanye), menjadi anggota parpol atau organisasi social politik yang underbauw partai politik, mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau parlemen yang bertujuan politik.

Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam bukunya No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries menyatakan bahwa: partisipasi politik adalah kegiatan warganegara yang bertidak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadic, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif (Budiardjo, 1988:3).

Pemikiran mengenai partisipasi politik bagi negara demokratis berangkat dari prinsip kedaulatan adalah ditangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkaan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan menduduki jabatan-jabatan publik dan politis. Jadi partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang abash oleh masyarakat. Dalam negara demokratis makin banyak masyarakat mengambil peran makin baik.

Partisipasi dapat berbentuk otonom (autonomous participation) dan partisipasi yang dimobilisasi (mobilized participation). Pada umumnya orang beranggapan partisipasi politik dalam bentuk yang positif saja, tetapi Huntington dan Nelson beranggapan bahwa demonstrasi, teror, pembunuhan (lawan) politik, dan


(41)

bentuk kekerasan lain yang bermotif politik juga merupakan bentuk partisipasi. Namun Verba (Budiardjo: 1998) tidak mau masuk dalam bentuk partisipasi yang rumit tersebut, akan tetapi membatasi diri pada tindakan-tindakan yang legal.

Metode atau cara berpartisipasi, intensitasnya terkait dengan keterikatan atau posisi politik yang dimiliki seseorang. Untuk memudahkan kita membedakan cara berpartisipasi berdasarkan intensitasnya dalam kegiatan politik dapat dilihat dalam piramida berikut ini.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN 3. 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah studi kasus terhadap sampel yang dipilih sebagai kajian untuk menggambarkan kondisi populasi yang lebih luas, dimana hubungan antara sampel dengan total populasi tidak dapat diperkirakan atau ditaksir secara pasti (Black & Chmapion, 1976: 93-94).

Dari segi tujuan penelitian ini adalah deskriptif, sebagaimana dijelaskan oleh Vredenbergt (1979: 34), untuk menggambarkan realitas sosial dan pembangunan yang kompleks dengan menerapkan konsep-konsep teori yang telah dikembangkan oleh para ilmuan sosial sebelumnya. Realitas sosial yang dipelajari adalah fenomena preferensi pemilih terhadap partai politik dalam pemilu 2004 di Kabupaten Karo.

3. 2. Kerangka Penelitian

Untuk menggambarkan hubungan antar variabel penelitian ini, dapat dilihat dari kerangka berfikir di bawah ini.


(43)

Variabel Independen Variabel Antara Variabel Terikat

Gambar 1. Kerangka Berfikir

Secara operasional maka cakupan informasi yang dijaring dalam penelitian ini sebagaimana gambaran matriks berikut.

Komunikasi Politik 1. Jenis Isi pesan

komunikasi politik 2. Metode Komunikasi

Politik 3. Frekuensi

Komunikasi Politik 4. Media komunikasi

politik

Status Sosial Ekonomi (Jenis Kelamin, Agama, Usia, Tempat Tinggal, Pekerjaan, Pendidikan, Status Kawin, Etnis) Afiliasi dalam Parpol Pengalaman Pemilu

Preferensi Parpol Pilihan:

1. Platform 2. Ideologi Politik 3. Aliran Politik 4. Pragmatisme


(44)

Tabel 1. Cakupan Informasi yang Dijaring dalam Penelitian

Variabel Indikator Variabel

Karakteristik Responden (dan keluarga)

1. Usia

2. Jenis Kelamin 3. Daerah asal/etnis 4. Agama

5. Pendidikan terakhir

6. Pekerjaan (1 bulan terakhir)

7. Jumlah anggota keluarga yang memiliki hak pilih 8. Afiliasi partai politik

Pendapat tentang Komunikasi Politik

1. Jenis Isi pesan komunikasi politik 2. Metode Komunikasi Politik 3. Frekuensi Komunikasi Politik 4. Instrumen Komunikasi Politik 5. Media komunikasi politik Preferensi Partai

Politik Pilihan dalam Pemilu 2004

1. Sistem pemilihan anggota legislatif

2. Ideologi atau aliran Parpol (agama, etnis, nasionalis) 3. Program-program Parpol dan cara kampanye

4. Rekruitmen dan karakteristik anggota Parpol 5. Karakteristik calon anggota legislatif

6. Kinerja parlemen dan anggotanya

7. Sektor unggulan yang menjadi pusat perhatian kebijakan legislative terpilih

Perilaku Pemilih di Pemilu 2004

1. Bentuk pemanfaatan hak pilih

2. Karakteristik Partai politik yang dipilih

3. Evaluasi terhadap Konerja Partai politik yang dipilih

3. 3. Populasi, Sampel dan Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk Kabupaten, baik laki-laki maupun perempuan yang telah memberikan suaranya pada legislatif tahun Pemilu 2004. Sampel penelitian berjumlah 81 orang yang ditetapkan secara purposif. Responden yang dipilih terdiri dari pengurus Parpol dan masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih pada Pemilu tahun 2004 lalu, yang berdomisili di Kabupaten Karo.


(45)

Unit analisa survai ini adalah individu, bukan rumah tangga (household). Alasannya karena hak memilih adalah hak politik dan keputusan individual, bukan keputusan kolektif, selaras dengan prinsip pemilu yang salah satu sifatnya adalah rahasia.

Sesuai dengan tujuan studi ini yang diharapkan dapat menghasilkan kecenderungan data mengenai preferensi yang mendasari terbentuknya pola prilaku pemilih dalam Pemilu legislatif 2004, maka akan dikumpulkan data dari 81 orang responden mewakili penduduk Kabupaten Karo.

Penarikan sampel wilayah penelitian dari 2 Kecamatan yang dipilih dari 13 Kecamatan se-Kabupaten Karo dilakukan secara “multistage sampling”, yang dimulai dengan menetapkan 1 (satu) Kecamatan yang berkarakteristik urban secara random, serta 1 Kecamatan yang termasuk kategori rural. Dari kecamatan yang terpilih ditetapkan masing-masing 3 kelurahan/desa yang dipilih secara random dimana penduduknya mayoritas berstatus status sosial ekonomi atas, menengah dan bawah. Sampel setiap desa terpilih dengan purposive sampling.

Selain itu prasyarat penentuan Kecamatan terpilih didasarkan perimbangan perolehan suara Parpol pada Pemilu tahun 2004. Alasannya adalah agar metode dan temuan penelitian ini tidak bias, atau didominasi Parpol tertentu sajat. Proporsi responden akan mempertimbangkan 3 (tiga) karakteristik, yakni; (1) jenis kelamin atau gender; (2) usia (pemilih dan calon pemilih pemula); dan (3) lapisan SSE (Status Sosial Ekonomi). Dari segi usia, rentang usia minimal responden adalah 17-18 tahun,


(46)

sedangkan usia maksimal adalah 70 tahun. Pembatasan usia ini didasari alasan umum, bahwa usia lebih dari 70 tahun dipandang sudah menurun daya ingatnya, dan mungkin serapan informasi politik yang ia peroleh juga semakin menurun. Lebih dari itu, rentang usia juga dianggap berperan dalam melihat peta politik Indonesia mendatang, termasuk mungkin afiliasi Parpol yang dipilih.

3. 4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan teknik survai dengan cara wawancara berstruktur yaitu tanyajawab melalui tatap muka langsung antara enumerator (pewawancara) dengan responden dengan menggunakan kuesioner tertutup atau terstruktur, yang substansinya adalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk mendapatkan data komunikasi politik dan preferensi partai politik pilihan, persepsi dan harapan responden terhadap legislatif hasil Pemilu tahun 2004 yang lalu. Selain itu, akan dilakukan pula wawancara mendalam kepada beberapa informan kunci diantaranya pimpinan partai politik, politisi yang menduduki kursi DPRD Kabupaten Karo, serta pengamat politik. Selanjutnya dilakukan kajian dokumen terpilih untuk mendapatkan data-data sekunder dan regulasi yang mengatur sistem pemilu tahun 2004 dan tatacaranya.


(47)

3. 5. Teknik Analisa Data

Analisis data yang telah dikumpulkan dan ditabulasi, dianalisis dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan terhadap data kuantitatif, dan analisis data kualitatif dilakukan terhadap data kualitatif dan data kuantitatif yang tidak dapat dianalisis dengan pendekatan kuantitatif.

Analisis deskriptif terhadap variabel-variabel penelitian dilakukan dengan penggambaran fenomena melalui tabel-tabel frekuensi. Dalam hal ini, abstraksi temuan penelitian dikerangkakan dengan kecenderungan nilai statistik deskriptif dengan uji mean, modus, dan median. Tujuan pengujian adalah untuk melihat kecenderungan persentase dan perbedaan-perbedaannya saja. Dengan demikian interpretasi bermaksud untuk menggambarkan dasar perbedaan kategori-kategori yang ada. Analisa data kuantitatif bivariat disajikan dalam bentuk tabel silang. Luaran data ini akan menunjukkan kecenderungan dan signifikansi hubungan antarvariabel. Selanjutnya hasil analisis ini menjadi dasar untuk menginterpretasi makna di balik angka dari data kuantitatif yang ada untuk mengarahkan kelompok kesimpulan penelitian. Setelah itu dikomparasikan teori dan temuan penelitian serta hasil penelitian yang sejenis, untuk mendapatkan kesimpulan penelitian dan kesimpulan teoritis.

Sedangkan analisis kualitatif atas yang dikumpulkan dengan teknik pengamatan langsung dan wawancara mendalam dilakukan dengan langkah


(48)

memahami secara mendalam fenomena sosial yang membangun fakta-fakta sosial. Proses pengamatan dilakukan secara saling silang dan kait mengkait, guna menemukan kesamaan dan perbedaan fenomena sosial dalam bentuk pola-pola perilaku dan norma-norma sosial yang berlaku dimasyarakat.2

Akhirnya kesimpulan yang diperoleh dengan pendekatan kualitatif ini

di-match-kan dengan kesimpulan analisis kuantitatif untuk menghasilkan kesimpulan penelitian.

2

Untuk mengetahui lebih lanjut langkah-langkah dalam analisis kualitatif dalam penelitian lapangan (field research), dapat ditelusuri pedoman yang dibakukan oleh Earl R Babbie, op. cit., hlm.


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pada bagian ini, akan digambarkan karakteristik daerah penelitian dari aspek demografi, pembangunan wilayah, dan kondisi sosial budaya dan ekonominya. Paparan dimulai dengan menguraikan Kabupaten Karo, yang selanjutnya dilengkapi dengan ulasan ringkas Kecamatan Berastagi dan Kabanjahe.

4. 1. 1 Sekilas Kabupaten Karo

Kabupaten Karo yang sering dinamai dengan ”Tanah Karo Simalem” merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama Sumatera Utara dan yang paling dekat dengan Kota Medan. Daya tarik wisata Kabupaten Karo yang sebagian besar wilayahnya terpapar dalam kawasan pegunungan Bukit Barisan, dapat dikategorikan sebagai obyek ekowisata dengan view keindahan alam, udara yang sejuk, dan diwarnai dengan budaya dan adat istiadat etnis Batak Karo.

Disamping sebagai daerah tujuan wisata, Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi perekonomian dari sektor Pertanian. Wilayah Kabupaten Karo terletak pada dataran tinggi Bukit Barisan yaitu 400-1600 meter diatas permukaan laut. Dengan Kabanjahe sebagai ibukota dan Berastagi sebagai pusat aktivitas wisata memiliki jarak 75 Km dan 60 Km dari Kota Medan. Luas


(50)

wilayahnya adalah 2.127,25 Km2 yang berada pada posisi geografis 020 50’ – 030 19’ Lintang Utara dan 970 55’ – 980

Penduduk asli yang mendiami Kabupaten Karo adalah Suku Bangsa Karo, yang mempunyai adat-istiadat yang terbangun dari tradisi 5 (lima) Marga yang disebut Merga Silima yaitu Karo-karo, Ginting, Sembiring, Tarigan dan Perangin-angin. Berdasarkan kelima marga tersebut tersusunlah silsilah dan pola kekerabatan yang dilabelkan dengan konsep Rakut Sitelu, Tutur Siwaluh dan Parkade-kadean Sepuluh Dua Tambah Sada.

38’ Bujur Timur.

Kuatnya pegangan adat-istiadat dan loyalitas pada leluhur dalam kehidupan masyarakat Karo, merupakan modal sosial dan filosofi hidup yang menjadi spirit dalam pembangunan yang orientasinya pada ”sura-sura pusuh peraten” (idaman dan harapan) untuk pencapaian 3 (tiga) hal pokok, yaitu: Tuah, yag berarti menerima berkat dari Tuhan Yang Maha Esa, mendapat keturunan, banyak kawan dan sahabat, cerdas, gigih, disiplin dan menajaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk generasi mendatang; Sangap berarti mendapat rejeki, kemakmuran bagi pribadi, bagi anggota keluarga, bagi masyarakat, serta generasi yang akan datang;

Mejuah-juah, berarti sehat sejahtera, lahir batin, aman dan damai, bersemangat serta seimbang dan selaras antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan lingkungan, antara manusia dengan Tuhannya.


(51)

4. 1. 1. 2. Topografi

Kabupaten Karo yang berbatasan di sebelah Utara dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang, disebelah Selatan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir, di sebelah Timur dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun, serta sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi Aceh. Luas wilayah Kabupaten Karo yang terletak pada 2050’ - 3019’ Lintang Utara dan 97055’ – 980

Kabupaten Karo yang beriklim tropis dengan dua musim (hujan dan kemarau) terkenal sebagai daerah penghasil berbagai buah-buahan dan bunga-bungaan (agriculture), memiliki penduduk yang sebagian mata pencahariannya adalah pada sektor pertanian pangan dan holtikultura. Sebagian besar wilayah Kabupaten Karo merupakan daerah tangkapan hujan yang menjadi Daerah Hulu Sungai (DHS) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu/Ular, sera SubDAS Sungai Laubiang. Suhu udara Kabupaten Karo berkisar 16,1

38’ Bujur Timur adalah 212.725 Ha, dimana sebagian besar wilayahnya yaitu 72.737 Ha (34,19 %) terletak dengan topografi curam 40 derajat, sedangkan lainnya bertopografi miring antara 15- 40 derajat (41,169 Ha atau 19,35 %), dan pada kondisi datar dan landai antara 2 – 15 derajat yaitu seluas 98.819 Ha (46,46 %).

0

C s/d 19.90 C, dengan kelembaban udara keadaan tahun 2005 yaitu rata-rata 85,66 persen, yang simultan dengan musim hujan yang lamanya 147 hari yaitu pada bulan Agustus sampai Januari dan bulan Maret sampai Mei, dengan rata-rata kecepatan curah hujan 1,43 m/detik.


(52)

4. 1. 1. 3. Demografi dan Pemerintahan

Kabupaten Karo sejak tahun 2006 telah memiliki 17 Kecamatan (berubah dari 13 Kecamatan) dan 262 desa/kelurahan. Dalam memilih 35 orang anggota DPRD Kabupaten Karo, pada Pemilu tahun 2004 lalu terbagi dalam 5 Daerah Pemilihan, yaitu Dapil I: KecamatanLau Baleng, Mardinding, dan Tigabinanga, Dapil II: Kecamatan Juhar, Kutabuluh, Munte, Payung, Dapil III: Kecamatan Kabanjahe, Dapil IV: Kecamatan Berastagi dan Simpang Empat, Dapil V: Kecamatan Barus Jahe, Tigapanah, Merek.

Mengenai jumlah penduduk Kabupaten Karo, untuk keadaan tahun 2006, telah mencapai 316.207 jiwa yang terunifikasi dalam 85.183 rumah tangga dengan rata-rata 3,70 jiwa, yang meningkat signifikan dengan laju pertumbuhan 2,19 persen pertahun dari hasil Sensus tahun 2000 yang tercatat sebanyak 283.713 jiwa. Sdangkan untuk tahun 2007, maka keadaan penduduk Kabupaten Karo berubah menjadi 351.358 orang, yang berdiam pada 262 desa.


(53)

Tabel 2. Luas Wilayah, Jumlah Desa, Penduduk, Rumah Tangga per Kecamatan Kabupaten Karo, tahun 2006 dan 2007

Kecamatan Luas

(Km2

Banyaknya Desa )

Penduduk Jumlah

Rumah Tangga

Laki-laki

Perempuan Jumlah 1. Mardinding 2. Laubaleng 3. Tigabinanga 4. Juhar 5. Munthe 6. Kutabuluh 7. Payung 8. Tiganderket* 9. Simpang Empat 10. Namanteran* 11. Merdeka* 12. Kabanjahe 13. Berastagi 14. Dolat Rakyat* 15. Tigapanah 16. Merek 17. Barusjahe 267,11 252,60 160,38 218,56 125,64 195,70 134,00 225,47 44,65 38,257 34,693 14,378 21,134 10 13 19 24 22 16 25 40 13 9 29 19 19 7.280 8.480 8.803 6.156 9.547 5.320 11.132 20.051 28.935 18.287 17.253 7.274 10.589 7.134 8.508 8.637 6.621 9.436 5.341 11.384 19.915 27.065 19.970 17.440 7.104 10.545 14.414 16.988 17.440 12.777 18.983 10.661 22.516 39.966 54.000 38.257 34.693 14.378 21.134 3.893 4.133 5.382 4.131 5.904 2.973 6.501 10.816 13.013 8.479 10.276 3.674 6.008

Jumlah 2.127,25 258 157.107 159.100 316.207 85.183

Tahun 2007** 2.127,25 262 172 862 178.506 351.358 93.851 Sumber: Diolah dari Kabupaten Karo dalam Angka, tahun 2007 dan 2008.

* Data Kec. Tiganderket masih bergabung dengan KecamatanPayung, Kec. Namanteran dan Merdeka dalam Kec. Simpang Empat, dan Kec. Dolat Rakyat masih bergabung dalam Kec. Tigapanah.

Catatan:

** Data tahun 2007, merupakan hasil proyeksi BPS Kabupaten Karo, karena data dasarnya adalah hasil sensus tahun 2000.

Berdasarkan jenis kelamin, maka penduduk laki-laki berjumlah 157.107 jiwa dan perempuan berjumlah 159.100 jiwa dengan tingkat rasio jenis kelamin 98,75. Selanjutnya dikaitkan dengan angka tanggungan (dependency ratio) dari penduduk usia produktif terhadap penduduk usia dibawah 15 tahun dan diatas 65 tahun berada pada angka ketergantungan 60 : 40. Keadaan ini berubah pada tahuan 2007 menjadi


(54)

172.862 orang lakik-laki dan 178.506 orang perempuan, dengan rasio jenis kelamin 96,84.

4. 1. 1. 4. Kualifikasi Sumberdaya Manusia dan Infrastruktur Pembangunan Sektor pendidikan memiliki peranan yang penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Kabupaten Karo. Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Statistik Kabupaten Karo, maka untuk keadaan tahun 2005 tercatat sebanyak 289 bangunan SD dengan 1.833 kelas yang menjadi tempat belajar 45.660 siswa dari 2.756 guru. Sementara itu, terdapat 59 SLTP dengan jumlah ruang belajar 556 kelas yang merupakan tempat bagi 1.532 guru dalam mendidik 17.073 siswa. Selanjutnya terdapat 32 SMTA yang menjadi tempat menimba ilmu sejumlah 11.782 siswa dari hasil didikan 1.149 orang tenaga guru.

Dalam bidang kesehatan, maka penduduk yang bermukim di Kabupaten Karo hingga tahun 2005 telah dapat dilayani oleh 5 unit Rumah Sakit yang berada di Kaban Jahe, 15 unit Puskesmas dan 166 unit Pustu, serta 80 buah balai pengobatan umum dan 369 unit Posyandu. Dalam memberikan layanan kesehatan masyarakat, tenaga medis yang melakukannya terdiri dari 64 Dokter Umum, 15 Dokter spesialis, 32 orang Dokter PTT, 9 orang Dokter Gigi, yang bertugas di hampir semua Kecamatan.


(55)

4. 1. 1. 5. Kondisi Sosial Masyarakat Karo

Secara umum, masyarakat Karo pada dewasa ini telah mengalami perubahan pandangan menyangkut kerjasama dalam masyarakat. Kerjasama tolong-menolong (resiprositas) memang masih terdapat dalam keluarga batih seperti "ningkih" (pinjam-meminjam beras/padi) namun dibandingkan dengan situasi pada masa lalu frekuensinya telah jauh menurun. Di tingkat keluarga luas juga masih ditemukan "ripe" (sejumlah keluarga secara bersama-sama mengumpulkan uang untuk membantu keluarga lain dalam ikatan kekerabatan yang sama). Menurut para tokoh masyarakat, penurunan ini terjadi sebagai akibat lokasi pemukiman anggota kerabat yang kian menyebar sehingga frekuensi komunikasi menjadi menurun, dan juga karena ketergantungan terhadap kerabat kian menurun akibat institusi perkreditan yang kian berkembang dalam masyarakat dan pergaulan yaang semakin meluas. Namun, dalam hal menyelenggarakan pesta adat tingkat ketergantungan terhadap sesama kerabat masih cukup tinggi. Hal ini berkaitan dengan pandangan bahwa eksistensi keluarga dalam peradatan masih ditentukan oleh kekompakan anggota kerabat.

Etos kerja yang menonjol dalam masyarakat Karo antara lain: 1. Erkemalun

atau meteh mela (budaya malu), 2. Metenget (Teliti), 3. Inget pagin, Kai pe la gelgel

(ingat hari esok). Pola pembagian yang dikenal dalam masyarakat Karo dilakukan berdasarkan: Umur, Jenis kelamin dan kelompok kerabat (Tutur). Pola Kerjasama dalam masyarakat Karo bisa dibagi dalam 3 kategori, yaitu kerja sama dalam


(56)

keluarga, dalam kerabat dan antar-kerabat dalam masyarakat. Pola kerja sama dalam keluarga batih dikendalikan oleh anak laki-laki tertua dalam keluarga tersebut. Sedangkan pola kerja sama dalam kerabat dikendalikan oleh pihak "kalimbubu" serta pola kerjasama antar-kerabat dalam masyarakat dikendalikan oleh pihak "anak beru" masing-masing kerabat.

Tradisi masyrakat Karo dikenal kegiatan menabung dalam pundi-pundi yang disebut dengan "buni-buni". Namun tabungan semacam ini hanya berorientasi untuk menjaga kemungkinan keperluan biaya yang bersifat mendadak, bukan orientasi upaya akumulasi modal untuk meningkatkan skala produksi. Disamping itu, terdapat juga kecenderungan masyarakat Karo untuk menyimpan penghasilannya dalam bentuk simpanan emas atau tanah.

Kebiasaan gotong-royong dalam keluarga batih, keluarga luas dan kerabat juga masih terasa bahkan hingga tetangga, pertemanan dan masyarakat khususnya dalam peristiwa kemalangan dan rumah terbakar "kemesengen". Seluruh anggota kerabat hingga masyarakat yang mengetahui peristiwa yang menimpa warganya secara sukarela akan memberitakan "nehken berita" kemalangan atau musibah yang dimaksud untuk bersama-sama memberikan pertolongan (nampati).

Institusi sosial yang memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Karo adalah "Merga silima," rakut sitelu”, "tutur siwaluh". Merga silima

yaitu kesatuan dari keseluruhan masyarakat Karo yang terdiri atas 5 marga, yaitu: "Karo-karo, Sembiring, Tarigan, Perangin-angin" dan "Ginting". Rakut Sitelu yaitu


(57)

menyangkut hubungan kekerabatan yang paling dasar antara tiga kelompok dalam kerabat yaitu: "Sembuyak, Kalimbubu dan Anak Beru". Secara lebih rinci hubungan ini diwujudkan dengan "tutur si waluh" (delapan relasi sosial) yaitu menyangkut hubungan antara kekerabatan yang meliputi 8 macam hubungan, yaitu: "Sembuyak,"

Senina, Senina Sepemeren, Senina Separibanen, Anak beru, Anak beru menteri, Kalimbubu dan Puang kalimbubu.

Organisasi sosial masyarakat Karo ditandai dengan adanya 3 kelompok utama dalam kekerabatan yaitu: "Sembuyak, Kalimbubu dan Anak beru". Masing-masing kelompok ini dalam suatu kekerabatan memiliki hak, kewajiban serta fungsinya masing-masing dalam rangka menopang eksistensi kerabatnya. Dalam kehidupan orang Karo, ada pola hubungan yang tetap antara ketiga kelompok ini.

Masyarakat Karo dapat dikategorikan sebagai masyarakat terbuka/mudah menerima unsur asing atau masyarakat asing. Para tokoh masyarakat percaya bahwa masyarakat Karo merupakan kumpulan dari masyarakat pendatang yang waktu relatif lama telah bermukim di wilayah "Taneh Karo". Kelompok-kelompok pendatang yang dipercaya telah lebur (baur) menjadi masyarakat Karo adalah kelompok pendatang dari masyarakat Toba dan India. Dalam jumlah yang tidak terlalu menyolok juga kelompok pendatang dari suku-suku lainnya seperti: Simalungun, Pakpak, Jawa dan Cina yang semuanya telah lebur dalam kekerabatan dan adat Karo. Khusus untuk pendatang etnis Jawa, terdapat catatan khusus tentang sejumlah prajurit Majapahit yang tertawan dalam peperangan dan kemudian


(58)

membentuk sebuah komunitas di sebuah kuta (desa) serta lebur dalam adat dan kekerabatan Karo.

4. 1. 1. 6. Perkembangan Ekonomi

Perkembangan ekonomi Kabupaten Karo dapat diterangkan dari data-data pertumbuhan PDRB-nya atas dasar harga belaku dan harga konstan, yang indikatornya berdasarkan jenis lapangan usaha diantaranya pertanian, pertambangan dan penggalian, industri, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa lainnya.

Tabel 3. PDRB Kabupaten Karo menurut Lapangan Usaha atas dasar Harga Berlaku, keadaan tahun 2000-2005 (Jutaan Rupiah)

Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005

1.Pertanian 2.Pertambangan dan

Penggalian 3.Industri

4.Listrik, Gas, dan Air Bersih

5.Banguan

6.Perdagangan, Hotel dan Restoran 7.Pengangkutan dan

Komunikasi 8.Keuangan,

Persewaan dan Jasa Perusahaan 9.Jasa-jasa 1.393.107,08 5.246,35 16.979,24 6.349,37 65.455,62 241.036,18 154.466,31 34.888,61 186.645,27 1.606.114,21 6.690,76 21.007,74 7.852,01 75..253,64 291.429,51 199.878,14 40.385,35 218.691,58 1.722.479,32 7.692,88 21.930,09 10.250,51 88.620,23 312.826,26 257.249,82 51.326,42 237.910,21 1.857.921,06 8.652,74 25.973,10 12.556,80 103.555,45 353.876,66 302.429,97 53.909,52 277.550,14 1.999.807,24 9.318,34 28.677,04 14.495,94 120.319,20 384.301,79 314.405,49 61.504,81 337.474,62 2.230.136,59 10.573,09 29.629,13 15.328,05 134.834,42 443.743,80 338.063,97 61.118,28 419.603,30 Jumlah 2.104.374,02 2.467.302,98 2.710.285,02 2.996.488,44 3.270.304,50 3.683.020,64

Sumber: PDRB Kabupaten Karo, 2000-2005, BPS Kab. Karo

Berdasarkan data tabel diatas yang diperoleh dari BPS Kabupaten Karo, untuk keadaan tahun 2005, maka sektor pertanian yang lebih dominan menjadi sumber mata


(59)

pencaharian dari sebagian besar masyarakat Kabupaten Karo (menyumbang PDRB 60-an persen) ternyata telah mengalami pertumbuhan sebesar 2,13 persen dibandingkan pada tahun 2004. Pertumbuhan tertinggi adalah pada subsektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh sebesar 13,35 persen, serta pertambangan dan penggalian yang berkembang sebesar 10, 34 persen.

Di sisi lainnya dibidang pengadaan tenaga kerja, masyarakat Karo ternyata telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Menurut tradisinya, pengadaan tenaga kerja untuk mengolah usaha tani dilandasi semangat gotong royong yang disebut "aron" dengan sistim kerja rotasi di masing-masing lahan tani peserta aron, untuk seluruh tahap pada proses usaha tani, mulai dari pengolahan lahan sampai panen. Peserta aron membentuk kelompoknya masing-masing berjumlah 2 hingga 10 orang.

Aron muda-mudi terdiri atas pemuda dan pemudi desa yang bersangkutan. Terdapat pula aron untuk yang telah berkeluarga (biasanya pada usia-usia produktif). Saat ini, meskipun masih sering menggunakan sebutan "aron", namun sistim upah telah menggantikan sistem gotong royong, sistim kerja rotasi bahkan telah hilang sama sekali.

Pada masa lalu sistem distribusi produksi pertanian yang dikenal tidak bersifat kompleks (rumit) karena orientasi produksi subsistens. Distribusi dilakukan hanya dalam kelompok dengan membagi hasil produksi kepada setiap anggota kelompok sesuai dengan peran yang dilakukan. Salah satu media distribusi tradisional pada


(60)

masyarakat Karo adalah pasar yang dilaksakan setiap hari pada sore hari (karaben) sepulang petani dari ladangnya, sehingga disebut "tiga karaben (pasar sore) ". Setiap kampung ada "tiga karaben"nya. Namun karena kurang ramai dan barang-barang yang ditawarkan kurang lengkap dan pada sisi lain sarana dan prasarana transportasi sudah semakin mudah, "tiga karaben" hampir tidak ada lagi. Belakangan mulai dikenal sistem distribusi melalui pasar (”Tiga”), yang biasanya hanya sekali dalam seminggu. Hasil-hasil produksi dibawa ke pasar dan disana dijual kepada konsumen yang membutuhkannya. Proses bekerja pasar tradisional ini tidak berbeda dengan pasar-pasar tradisional sebagaimana dikenal pada masyarakat-masyarakat lain di Indonesia. Ciri-cirinya yang menonjol adalah transaksi dengan sistem tawar-menawar, sehingga harga berlaku dalam transaksi adalah harga kesepakatan, dan bukan harga faktur.

4. 1. 1. 7. Program Pembangunan

Secara umum kendala setiap program pembangunan yang menjadi perhatian masyarakat adalah menyangkut ketersediaan dana yang terbatas, sumber daya manusia yang tidak jujur serta keengganan masyarakat untuk ikut berpartisipasi kar ena kurangnya kepercayaan terhadap para pejabat pemerintah.

Masyarakat hanya mencatat bahwa program pembangunan yang dianggap berhasil adalah pembangunan yang terlihat nyata hasilnya, seperti: pembangunan jalan, perbaikan jalan, pembangunan gedung, dan lain-lain. Namun, hal itu pun tidak


(61)

luput dari kecurigaan mereka tentang kesesuaian antara biaya yang dianggarkan dengan biaya yang dikucurkan mendanai proyek pembangunan yang dimaksud. Ungkapan polos yang menarik dari para tokoh adalah pernyataan mereka bahwa yang paling diuntungkan oleh program pembangunan adalah pejabat dan pemborong.

Sebagian besar pembangunan yang dilakukan pemerintah dianggap tidak berhasil, kecuali beberapa pembangunan fisik seperti penataan kota, pembangunan jalan dan pembangunan jembatan. Sementara itu pembangunan nonfisik dianggap tidak lebih sekedar formalisme belaka. Masalah-masalah yang berkaitan dengan upaya untuk memajukan pemasaran hasil-hasil pertanian sebagai hasil utama masyarakat dipandang tidak pernah dilakukan secara serius.

Program yang sangat diharapkan oleh masyarakat adalah program pengembangan usaha pertanian seperti program bantuan untuk memasarkan hasil pertanian dengan tingkat harga yang stabil dan menguntungkan. Dalam diskusi dengan para tokoh, pemerintah diharapkan ikut ambil bagian dalam proses pemasaran sayur-mayur ke dalam pasar dalam maupun luar negeri. Pemerintah diharapkan aktif dalam pemasaran hasil-hasil pertanian dengan mendirikan badan usaha milik daerah (BUMD) yang terjun dalam bisnis eksport hasil-hasil pertanian.

Dalam hal pengembangan pariwisata muncul harapan agar pemerintah melakukan program pembangunan/penataan lokasi wisata sumber air panas di Doulu. Penataan yang dimaksud berkenaan dengan penyediaan infrastruktur berupa fasilitas air bersih, telepon, jalan raya, dan taman rekreasi yang diharapkan akan


(62)

meningkatkan tingkat kunjungan para pelancong domestik maupun pelancong mancanegara.

Masyarakat umumnya diupyakan untuk terlibat dalam pembangunan. Namun pada ralitasnya, keterlibatan mereka (termasuk para tokoh masyarakat) terbatas pada keterlibatan yang bersifat formal seperti: namanya dicantumkan dalam proyek proposal, menghadiri upacara peresmian, dan lain-lain.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, mulai dari tahap perencanaan hingga evaluasi, masih sangat minim. Jika dilihat dari segi kultural, masyarakat Karo sebenarnya potensial dapat diharapkan partisipasinya dalam program-program pembangunan. Namun, karena corak proses pembangunan yang serba pemerintah telah menyebabkan masyarakat tidak memiliki "sense of belonging " terhadap kebanyakan program pembangunan.

Selama ini, pola pemberdayaan masyarakat dalam program pembangunan tidak terasa pengaruhnya dalam menggugah partisipasi masyarakat. Sehingga, masyarakat cenderung menganggap tidak dapat menentukan jalannya pembangunan. Idealnya, pola pemberdayaan yang dianut menggunakan pendekatan kultural. Organisasi ginealogis dalam banyak hal dapat digerakkan untuk menggugah partisipasi karena pada dasarnya masyarakat tidak miskin partisipasi. Hal ini misalnya dapat dilihat dalam pembangunan rumah ibadah, penyelenggaraan pesta-pesta adat dan pembangunan tugu-tugu pahlawan.


(1)

BAB V PENUTUP

5. 1. Kesimpulan

1. Pemilu mengupayakan strategi dan taktik yang bertujuan untuk memperoleh jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun calon pemilih yang dapat terjawab dari komunikasi politik yang dilakukan oleh partai politik. Komunikasi politik yang dilakukan partai politik dan Caleg DPRD Kabupaten Karo yang menjadi peserta Pemilu tahun 2004 lalau dalam berbagai bentuk dan saluran, serta media komunikasi dapat mempengaruhi tingkat pemahaman pemilih yang berada di Kabupaten Karo atas makna Pemilu dan persepsinya terhadap partai politik. Pola komunikasi politik yang dikembangkan oleh partai politik yang berada di Kabupaten Karo dapat pula mempengaruhi pandangan pemilih dan kepercayaannya pada fungsi Partai Politik dan yang kedaulatan pemilih diwakilkannya melalui anggota DPRD Karo selanjutnya memiliki dampak ikutan terhadap konfigurasi partai politik Kabupaten Karo berdasarkan hasil Pemilu 2004 lalu. 2. Pengetahuan pemilih dalam memaknai perubahan sistem pemilu tahun 2004,

dari sistem proporsonal tertutup menjadi sistem proporsional daftar terbuka memerlukan media sosialisasi dan komunikasi yang tepat bagi pemilih untuk menguasai mencoblos surat suara, bentuk dan struktur kertas suara, tata penetapan caleg terpilih dan mekanisme hubungan anggota legislatif terpilih


(2)

dengan pemilihnya dan partai politiknya. Tampaknya terjadi perubahan perilaku responden yang menjadi pemilih pada Pemilu 2004 lalu di Kabupaten Karo, yang mengandung makna bahwa masyarakat Kabupaten Karo menganggap parpol-parpol yang berkuasa sekarang tidak terlalu membawa perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan keseharian mereka.

3. Perilaku pemilih dapat dilihat dari preferensi pilihannya, yang bersumber dari beragam varibel yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pilihannya. Berdasarkan penelitian ini para responden sebagai konstituen termasuk cerdas dalam memberikan suaranya pada partai politik dan calon legislatif pilihannya, dimana tergambar dari pendapat 50 orang (61,7%) responden yang menyatakan program partai dan adanya 42 orang (51,9 %) responden yang menilai bahwa kinerja calon legislatif sebelum Pemilu 2004 sebagai preferensi utamanya. Sedangkan faktor lain yang mendukung pilihan dari responden terhadap partai politik dan Caleg dalam Pemilu 2004 lalu adalah informasi dari orang yang dekat dengan responden ( 46,9 %) dan asal partai politik Caleg (45,7 %).

4. Dalam memberikan hak suara mereka kepada wakil-wakil mereka di Parpol pada Pemilu 2004 lalu, maka sebagai manusia yang rasional dan sekaligus emosional, terdapat berbagai faktor yang melatarbelakangi seseorang menjatuhkan pilihan politiknya. Secara sederhana dapat dikatakan, seseorang menjatuhkan pilihan berdasarkan pertimbangan rasional. Kendati demikian,


(3)

alasan-alasan emosional juga berperan. Penelitian ini menunjukkan tampaknya media komunikasi politik diantaranya peran pemberitaan dan iklan TV yang pesannya dapat dicerna dalam karakter audio dan visual dengan sebaran yang meluas, hubungan interpersonal melalui komunikasi langsung dalam bentuk tatap muka, dialog, dan diskusi, serta berbagai bentuk kampanye, ternyata memiliki peran yang signifikan dalam mempegaruhi responden penelitian ini dalam memilih Parpol pada Pemilu 2004. Pengaruh penggunaan media dalam komunikasi politik berkaitan pula dengan perubahan pola perilaku pemilih, yang berfungsi sebagai peluang yang harus dimanfaatkan parpol dengan menawarkan program partai yang lebih rasional dan operasional dan berdampak langsung untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

5. 2. Saran-saran

1. Perubahan sistem Pemilu akan memerlukan penyesuaian sebagaimana terungkap dalam hasil penelitian ini, dimana pemahaman sebagian besar responden tentang perubahan sistem pemilu masih sangat minim. Untuk itu, dalam pelaksanaan Pemilu berikunta perlu ada langkah antisipasi, diantaranya diselenggarakannya pendidikan pemilih yang terdukung dana dan alat Bantu yang lengkap, agar pemilih menjadi cerdas dalam menetapkan parpol pilihannya dalam setiap Pemilu. Pelaksanakan sosialisasi melalui media,


(4)

pelatihan pemilih oleh berbagai lembaga (LSM, Perguruan Tinggi, Ormas, Lembaga Keagamaan) merupakan langkah komprehensif untuk meningkatkan pengetahuan pemilih tentang teknis pelaksanaan Pemilu, dimana kegiatan ini diyakini akan mampu mengatasi keruwetan dan kerumitan sistem pemberian suara dalam sistem pemilu sekarang ini.

2. Masalah yang paling mendesak yang diharapkan responden terhadap DPRD Kabupaten Karo saat ini untuk segera diatasi, secara sederhana dapat disistemasikan: Pertama, masalah ekonomi seperti pendapatan yang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tingkat kemiskinan yang semakin tinggi, naiknya harga dan hilangnya pupuk dikala meunurunnya harga-harga produk pertanian, dan illegal logging. Kedua peningkatan kualitas pelayanan publik, seperti kesehatan, pendidikan, dan kebersihan. 3. Dalam alam demokrasi yang stabil, anggota legislatif merupakan wakil yang

dipercaya para konstituen untuk mengartikulasikan sekaligus mengakomodasi kepentingan mereka. Sayangnya dalam proses transisi demokrasi yang labil, tampaknya kinerja anggota legislatif di mata konstituennya yang cukup memprihatinkan memerlukan adanya konsistensi komunikasi politik dan perwujudan kontrak politik terhadap rakyat yang memilih pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 nanti.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amal, Ichlasul, (1988), Teori-teori Mutakhir Partai Politik, PT Tiara Wacana Yogya.

Almanak Parpol Indonesia, (2000), Pemilu 1999, SMK Grafika Mardi Yuana, Bogor

American Center For International Labor Solidarity (ACILS), (1999), A Handbook For Long-term Election Monitors: Indonesian General Elections 1999.

Budiarjo, Miriam (1994), Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Davis dan Newstrom, (1989), Perilaku dalam Organisasi (terj.), Penerbit Erlangga, Jakarta.

Diamond, Larry (ed.), (1988), Democracies in Developing Countries, Lynne Riener Pub., Boulder, Colorado, vol. 3.

Duverger, Maurice, 2002, Sosiologi Politik, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Feith, Herbert dan Castles, Lance (1988), Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, LP3ES, Jakarta.

Harun, Rochayat dan Sumarno, 2006, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, Mandar Maju, Bandung.

Held, David, 1996, Model of Democracy, Stanford University Press, Cambridge. Komisi Pemilihan Umum, 2003, Himpunan Undang-Undang Bidang Politik, KPU,

Jakarta.

Mas’oed Mochtar dan Mac Andrews, Colin, (2001), Perbandingan Sistem Politik, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Musa, Ali Masykur, 2003, Sistem Pemilu: Proporsional Terbuka Setengah Hati, Pustaka Indonesia Satu, Jakarta.


(6)

Yogyakarta.

Rice, Ronald E & Charles K. Atkin (ed.), (1989), Public Communication Campaign, Sage Publication, Newbury Park, California, USA.

Rahman, Arifin, 2002, Sistem Politik Indonesia, Dalam Perspektif Struktural Fungsional, Penerbit SIC, Surabaya.

Riswandi, 2009, Komunikasi Politik, Graha Ilmu Universitas Mercubuana, Jakarta. Rohani, Ahmad (1997), Media Instruksional Edukatif, Penerbit Rineka Cipta,

Jakarta.

Sastropoetro, R. A. Santoso, (1990), Komunikasi Sosial, Penerbit PT Rosdakarya, Bandung.

Roode, Carlton Clymer, dkk, 2000, Pengantar Ilmu Politik, PT Raja Grafindo Utama, Jakarta.

Simanjuntak, Marsillam, (1994), Paham Negara Integralistik, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.

Subono, Nur Iman, 2003, Taktik Negara Menguasai Rakyat, Sebuah Studi Bentuk Pemerintahan Korporatisme, LAPPERA Pustaka Utama, Yogyakarta.

United States Information Service (USIS), (tanpa tahun), Unsur-Unsur Pemilihan Umum Demokratis dalam Apakah Demokrasi Itu? (Jakarta: USIS, Indonesia) Varma, SP, 1999, Teori Politik Modern, PT Raja Grafindo Utama, Jakarta.

Wilopo, (1978), Zaman Pemerintahan Partai-Partai Dan Kelemahan- Kelemahannya, Yayasan Idaya, Jakarta.