BAB I PENDAHULUAN - Evaluasi Kinerja Struktur Bangunan Yang Menggunakan Sambungan Lewatan (Lap Splices) Pada Ujung Kolom

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Umum

  Dalam merencanakan bangunan baik gedung maupun jembatan ataupun jenis bangunan lainnya, hal terpenting yang harus dijadikan pertimbangan oleh seorang insinyur bangunan adalah beban yang akan dipikul oleh bangunan yang akan direncanakan tersebut. Beban ini dapat berasal dari berat sendiri bangunan ataupun dari beban luar lainnya seperti beban hidup yang berasal dari manusia ataupun benda yang bersifat sementara di dalam suatu bangunan seperti perabotan ataupun dinding partisi yang bersifat sementara dan lain sebagainya.

  Disamping itu, beberapa beban yang berasal dari alam seperti beban hujan, salju, angin, gempa dan sebagainya, juga harus diperhitungkan di dalam mendesain sebuah bangunan.

  Beban gempa merupakan salah satu beban yang memiliki tingkat ketidakpastian yang tertinggi diantara beban-beban yang akan bekerja pada suatu bangunan karena sampai saat ini masih belum terdapat metode yang cukup akurat untuk memprediksi waktu dan besarnya kekuatan gempa yang mungkin terjadi pada suatu daerah tertentu. Oleh sebab itu, desain terhadap gempa merupakan salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh seorang insinyur bangunan. Mengingat Indonesia terletak pada zona gempa yang cukup besar dimana Indonesia terletak diantara beberapa lempeng aktif seperti lempeng Indo-Australia dan lempeng samudra Pasifik, kejadian gempa menjadi tidak langka bagi Indonesia. Beberapa gempa besar juga telah tercatat pernah terjadi di Indonesia dan menyebabkan kerusakan yang cukup parah pada bangunan-bangunan pada daerah gempa tersebut. Beban gempa telah menjadi perhatian besar yang harus diperhatikan oleh para insinyur bangunan di Indonesia.

  Oleh karena itu, untuk meminimalisir kerusakan bangunan yang terjadi serta korban jiwa pada saat terjadinya bencana gempa, struktur bangunan hendaknya memiliki kekuatan dan kekakuan serta daktilitas yang cukup untuk dapat mengakomodasikan gempa yang terjadi. Beberapa jenis sturktur bangunan yang sudah umum digunakan pada masa kini adalah struktur baja dan struktur beton bertulang. Walaupun struktur baja merupakan salah satu alternatif bangunan tahan gempa yang cukup baik dalam perihal daktilitas struktur jika dibandingkan dengan struktur beton bertulang, namun penggunaan sistem struktur dari baja masih jarang digunakan di Indonesia jika dibandingkan dengan struktur beton bertulang. Hal ini dikarenakan diperlukannya modal pembangunan yang cukup tinggi untuk bangunan baja mengingat masih kurangnya teknologi yang diperlukan untuk dapat mengakomodasikan pembangunan bangunan baja dengan lebih ekonomis, disamping itu harga material untuk bangunan baja juga masih relatif lebih mahal dibandingkan dengan struktur beton bertulang di Indonesia.Oleh sebab itu, pada tugas akhir ini akan difokuskan kepada masalah yang terdapat pada struktur beton bertulang dalam kaitannya sebagai struktur penahan beban gempa.

  Seiring dengan semakin berkembangnya dunia konstruksi bangunan, beberapa metode telah digunakan dalam mendisain struktur bangunan.Beberapa diantaranya seperti metode tegangan izin (working stress design), metode gaya (strength desing), metode disain berdasarkan kapasitas komponen struktur (capacity design), metode disain plastis (plastic

  

design ), dan yang metode disain yang berdasarkan kepada perpindahan struktur

  (displacement design) serta metode disain berdasarkan kinerja bangunan (performance based

  

design ). Metode tegangan izin merupakan metode yang diadopsi pada peraturan perencanaan

  lama seperti PBI 71 untuk struktur beton bertulang. Metode gaya menjadi metode yang sangat populer selama beberapa dekade ini yang sedang diadopsi di dalam standar peraturan perencanaan yang sedang menjadi acuan pada masa sekarang yaitu SNI 03-2847-2002 untuk struktur beton bertulang. Dewasa ini, metode yang sedang berkembang dan mulai banyak menjadi perhatian dari perencana yaitu metode disain berdasarkan kinerja bangunan.Tujuan dari metode ini adalah menghasilkan struktur dengan kinerja akibat beban gempa yang dapat diprediksi agar pemilik bangunan dapat mendapatkan gambaran dan memutuskan untuk memilih bentuk kerusakan struktur yang diharapkan pada saat terjadi bencana berupa gempa.

  Metode disain berdasarkan kepada kinerja bangunan ini masih dalam masa perkembangan pada saat ini, namun beberapa rekomendasi prosedur untuk melakukan disain dengan menggunakan metode ini telah diterbitkan sejak beberapa tahun yang lalu seperti ATC 40, FEMA 356 dan FEMA 440.FEMA 440 diterbitkan sebagai revisi atas beberapa koefisien yang digunakan di dalam FEMA 356 dan ATC 40 yang dinilai masih kurang keandalaannya untuk digunakan di dalam analisa struktur nonlinear statik. Namun, prosedur disain masih mengacu kepada ATC 40 dan FEMA 356. Dalam tugas akhir ini, kedua prosedur analisis yang terdapat dalam ATC 40 dan FEMA 356 akan digunakan untuk menilai kinerja bangunan yang akan dianalisis. Koefisien yang diperlukan akan diadopsi dari FEMA 440.

1.2. Latar Belakang

  Suatu hal yang perlu diperhatikan agar suatu bangunan dapat dikategorikan sebagai bangunan tahan gempa yaitu bangunan hendaknya harus mampu mendisipasi energi akibat gempa yang cukup besar. Salah satu cara agar bangunan dapat tetap kokoh atau tidak runtuh ketika terjadi gempa besar yaitu dengan melalui pembentukan sendi plastis yang sebanyaknya sebelum bangunan mengalami keruntuhan. Hal ini merupakan salah satu filosofi dalam mendesain bangunan terhadap beban gempa dimana bangunan diizinkan untuk mengalami kerusakan berat melalui terbentuknya sendi plastis yang tersebar cukup banyak di sepanjang bangunan tetapi tidak diharapkan untuk runtuh pada batas beban gempa yang ditentukan.

  Salah satu penyebab kerusakan gempa yang parah dengan kondisi detail yang buruk pada bangunan struktur beton bertulang yang sering ditemukan pasca gempa adalah terjadinya kegagalan pada daerah dilakukannya sambungan lewatan (lap splice) khususnya yang dilakukan pada daerah sendi plastis seperti pada daerah ujung kolom tepat di atas pelat lantai yang merupakan tempat yang paling berpotensi terjadinya sendi plastis pada saat beban gempa bekerja karena memiliki tingkat momen yang cukup besar.

  Kolom merupakan komponen tekan yang juga sekaligus memikul momen lentur pada suatu sistem struktur bangunan. Momen lentur yang dipikul oleh kolom dalam suatu sistem rangka pemikul momen pada saat beban gempa terjadi adalah cukup besar terutama pada bagian ujung kolom. Hal ini mengakibatkan bagian pada ujung kolom menjadi daerah yang paling berpotensi untuk terjadi deformasi plastis. Oleh sebab itu, pendetilan pada daerah ini harus direncanakan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan kolom untuk dapat mengalami deformasi plastis yang cukup besar sebelum kolom tersebut mengalami kegagalan.

  Sambungan lewatan yang umumnya digunakan pada kolom merupakan sambungan lewatan tekan untuk tulangan berdiameter 20-24 danumumnya pendek, dan biasanya hanya sedikit tulangan sengkang yang digunakan pada daerah sambungan lewatan tersebut. Pada saat terjadi gempa, umumnya pada kolom terjadi peningkatan momen lentur yang signifikan terutama pada bagian ujung kolom sehingga menyebabkan tulangan longitudinal di daerah tersebut mengalami tegangan tarik yang relative besar (Sharmin R. Chowdhury, 2012).

  Jika sambungan lewatan terletak pada daerah tersebut, contohnya di daerah tepat diatas plat lantai, dimana hal tersebut masih banyak ditemui pada pelaksanaan konstruksi saat ini, maka panjang penyaluran yang digunakan menjadi tidak cukup. Oleh karena itu diperlukan panjang sambungan lewatan untuk tarik yang lebih panjang dibandingkan untuk tekan.Kegagalan bond slip di sepanjang daerah sambungan lewatan ini mungkin saja dapat terjadi pada tingkat beban yang lebih kecil dari yang diperlukan untuk mencapai kapasitas momen nominal kolom, menyebabkan hilangnya kekuatan, kekakuan, daktilitas dan kapasitas rotasi, serta kemampuan disipasi enerjipada kolom. Kinerja atau performa dari sistem struktur yang demikian adalah kurang baik.

  Hubungan respon perpindahan akibat beban pada kolom harus dimengerti dengan lebih baik, dimana terjadinya pengurangan kekuatan, kekakuan rotasi dan daktilitas pada kolom yang berkaitan dengan kegagalan sambungan lewatan (lap splices failure) menjadikan hal ini sangat menarik untuk diteliti. Akibat dari penurunan kapasitas ikatan dan meningkatnya kemungkinan terjadinya deformasi slip terhadap keseluruhan respon kolom dengan sambungan lewatan yang tidak cukup panjang harus dimodelkan dengan model analitis yang cukup andal, khususnya untuk melakukan analisis dengan menggunakan metode analisis nonlinear (nonlinear analysis methods) yang digunakan untuk memprediksi kinerja suatu struktur bangunan dalam memikul beban gempa.

  Oleh karena itu, sangat penting untuk diketahui bahwa sambungan lewatan memiliki peranan yang penting dalam mempengaruhi prilaku struktur elemen lainnya, yang mungkin dapat menyebabkan kegagalan dari keseluruhan sistem struktur bangunan. Perancangan struktur yang menggunakan sambungan lewatan sangat penting untuk dipastikan bahwa ikatan antara beton dan tulangan cukup kuat. Dikarenakan sambungan lewatan sangat kuat pengaruhnya terhadap daktilitas kolom, dimana pada peraturan ACI 318-95 rincian bagian 21.4.3.2 disebutkan bahwa “sambungan lewatan tidak seharusnya digunakan pada sambungan dan pada daerah sendi plastis yang diperkirakan”. Begitu juga pada SK-SNI-03-2847-2002 pada pasal 23.3 .2.3 disebutkan bahwa “sambungan lewatan (lap splice) tidak boleh digunakan pada daerah hubungan balok kolom, pada daerah hingga jarak dua kali tinggi balok dari muka kolom, dan pada tempat-tempat yang berdasarkan analisis, memperlihatkan kemungkinan terjadinya leleh lentur akibat perpindahan lateral inelastic struktur rangka.” Namun banyak pelaksanaan konstruksi yang masih menggunakan sambungan lewatan pada daerah sendi plastis. Penempatan sambungan lewatan disarankan terletak pada tengah bentang kolom ataupun pada lokasi dimana terjadi perubahan arah momen.

  Tugas akhir ini akan memfokuskan pembahasan masalah sambungan lewatan karena masalah ini berhubungan dengan kerusakan pada kolom dan dapat berakibat fatal terhadap keseluruhan sistem bangunan. Salah satu alasan yang menyebabkan hal tersebut terjadi ialah karena pelaksanaan pembuatan sambungan lewatan tengah kolom agak sulit karena tulangan yang akan disambung perlu ditahan melayang di udara pada saat hendak disambungkan. Pada konstruksi rumah tinggal umumnya tidak dilaksanakan karena pembangunan tersebut tidak memakai mesin keran, namun pada proyek besar seharusnya tidak menjadi kendala karena tulangan dapat dirakit terlebih dahulu dilokasi selanjutnya diangkat dengan menggunakan mesin keran.

1.3. Studi Literatur

  Penelitian Kim, T.H, dkk 2009 menunjukkan bahwa penggunaan sambungan lewatan pada dasar kolom jembatan di daerah rawan gempa mengakibatkan kerusakan yang sangat serius, karena dasar kolom jembatan tersebut merupakan zona sendi plastis. Kesalahan tersebut berpotensi tinggi mengurangi kuat lentur dan daktilitas selama terjadi gempa. Hal tersebut terjadi karena jembatan yang telah lama tersebut dirancang berdasarkan kondisi pada peraturan gempa yang belum diperbaharui dengan performa gempa yang terbaru. Bahkan pada saat gempa kecil atau pun sedang, tiang jembatan mengalami penurunan daktilitas yang sangat signifikan karena kegagalan lekatan antara tulangan denga beton (bond failure) pada sambungan lewatan (lap splice) dari tulangan memanjang disekitar daerah sendi plastis.

Gambar 1.1 memberikan gambaran perilaku histerisis dari kolom yang tidak menggunakan sambungan lewatan pada ujung kolom dan yang menggunakan sambungan lewatan pada

  ujung kolom.

  (a) Tanpa sambungan lewatan (b) Sambungan lewatan

pada ujung kolom pada ujung kolom

Gambar 1.1 Kurva histerisis kolom (Sumber: Kim, T.H, dkk 2006)

  Dari dapat dilihat bahwa pada specimen yang tidak menggunakan sambungan lewatan (lap splice) pada ujung kolom, daktilitas strukturnya lebih besar jika dibandingkan dengan specimen yang menggunakan sambungan lewatan pada ujung kolom dimana mengakibatkan daktilitas struktur menjadi sangat kecil. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pada suatu struktur bangunan yang menggunakan sambungan lewatan pada ujung kolom dapat menyebabkan struktur tersebut kehilangan sebagian besar daktilitasnya, sehingga memungkinkan terjadinya kerusakan yang cukup parah ketika gempa terjadi.

  Dewasa ini, walaupun ketentuan untuk menghindari penggunaan sambungan lewatan pada daerah sendi plastis, namun praktek lapangan seperti ini masih sering dijumpai. Di samping menggunakan sambungan lewatan pada daerah sendi plastis, panjang sambungan lewatan yang digunakan juga pada umumnya kurang panjang. Sebagai contohnya, pada proyek gedung Telkom ditemukan bahwa terdapat beberapa kekurangan pada detail strukturnya dimana penggunaan sambungan lewatan (lap splice) terletak pada ujung kolom tepat diatas pelat lantai, kurang panjangnya penyaluran pada daerah sambungan kolom dan balok juga menjadi salah satu kendala dalam perencanaan struktur terhadap ketahanan gempa. Hal ini mungkin akan menyebabkan perencana salah menafsirkan gaya gempa rencana yang sesuai dengan ketentuan SNI karena penggunaan faktor reduksi gempa, R, yang terlalu tinggi padahal jenis detail struktur dengan menggunakan sambungan lap splice pada daerah sendi plastis dapat menghilangkan hampir seluruh sifat daktilitas yang ada pada struktur. Hal ini dapat mengakibatkan kemungkinan komponen struktur menjadi tidak aman untuk menahan beban gempa yang seharusnya direncanakan. Selain sambungan balok kolom juga terdapat penggunaan panjang kait yang kurang panjang pada sengkang ikat dan letak kait yang tidak memenuhi peraturan SNI.

1.4. Perumusan Masalah

  Dalam tugas akhir ini, penulis akan melakukan evaluasi kinerja bangunan yang menggunakan sambungan lewatan pada ujung kolom yang merupakan daerah yang paling berpotensi untuk mengalami deformasi plastis pada saat beban gempa terjadi untuk dibandingkan dengan kinerja bangunan yang menggunakan sambungan lewatan pada bagian tengah kolom yang diyakini akan memberikan kinerja yang lebih baik. Kinerja bangunan ini akan dinyatakan dalam bentuk perpindahan rencana (target displacement) yang akan dihitung berdasarkan pedoman FEMA-356 dan dalam bentuk titik kinerja (performance point) yang akan dihitung berdasarkan pedoman ATC-40.

  Metode analisis yang akan digunakan dalam tugas akhir ini adalah metode analisis nonlinear statik seperti yang tertera di dalam pedoman FEMA-356 dan ATC-40. Perpindahan rencana akan dihitung dengan menggunakan metode koefisien (coefficient method) yang direkomendasikan di dalam FEMA-356 sedangkan titik kinerja akan ditentukan dengan menggunakan metode spektrum kapasitas (capacity spectrum) yang direkomendasikan di dalam ATC-40. Analisis beban dorong (pushover analysis) terhadap bangunan gedung yang akan di analisis perlu dilakukan untuk memperoleh kurva kapasitas (capacity curve) yang akan diperlukan di dalam analisis dengan metode spektrum kapasitas. Parameter dan koefisien yang diperlukan pada analisis dengan kedua metode ini akandiadopsi dari FEMA- 440 yang merupakan parameter yang telah direkomendasikan kembali sebagai revisi untuk peningkatan tingkat keandalan analsisi dengan menggunakan metode statik nonlinier.

1.5. Pembatasan Masalah

  Agar analisis dan pembahasan masalah dalam tugas akhir ini tidak terlalu luas, maka perlu dilakukan beberapa pembatasan masalah sebagai berikut: a.

  Pemodelan struktur berupa rangka beton bertulang terbuka tiga dimensi.

  b.

  Pemodelan gedung tiga dimensi dengan ukuran tiap bentang untuk arah x dan y sepanjang 8 m.

  c.

  Bangunan yang dianalisis adalah bangunan bertingkat 12 dengan elevasi tiap lantai 3.5 m.

  d.

  c ’ = 30 MPa dan mutu baja yang

  Mutu beton yang digunakan adalah mutu beton f digunakan adalah mutu baja dengan tegangan leleh f y = 420 Mpa (ASTM A615 Gr.60).

  e.

  Analisa beban gempa untuk merencanakan ukuran komponen struktur dengan mengasumsikan:

  1. Bangunan terletak di Medan 2.

  Bangunan berdiri di atas tanah sedang (kelas situs SD).

  3. Fungsi gedung adalah bangunan perkantoran.

  4. Beban gempa rencanaberdasarkan pada peraturan RSNI3 03-1726-201x, berdasarkan peta respon spektra dengan probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun.

  f.

  Analisis yang digunakan dalam studi ini adalah analisis statik nonlinier berupa analisis beban dorong statik yang akan dilakukan dengan menggunakan bantuan program SAP2000 untuk mendapatkan kurva kapasitas dan titik kinerja dari bangunan yang dianalisis.

  g.

  Properti sendi plastis untuk kolom dan balok yang akan digunakan dalam analisis beban dorong akan didasarkan kepada nilai yang direkomendasikan di dalam FEMA-356.

  h.

  Kinerja bangunan akan ditentukan berdasarkan pedoman yang tercantum di dalam FEMA- 356 dan ATC 40.

  1.6. Maksud dan Tujuan Penelitian

  Tugas akhir ini dimaksudkan untuk mengamati perilakustruktur bangunan yang menggunakan sambungan lewatan (lap splice) pada daerah sendi plastis yang terdapat pada ujung kolom tepat diatas pelat lantai serta kinerja bangunan tersebut akibat pengaruh gaya gempa. Oleh sebab itu, maka dilakukan pengecekan terhadap kemungkinan terjadinya sendi plastisdi kolom. Dari dalam tugas akhir ini, penulis juga akan membandingkan kinerja bangunan yang sama jika memakai sambungan lewatan pada daerah tepat diatas plat lantai dengan yang tanpa menggunakan sambungan lewatan.

  1.7. Metodologi Penulisan

  Dalam penulisan tugas akhir ini, metode penulisan yang digunakan oleh penulis adalah dengan mengumpulkan teori-teori dan rumus-rumus yang dibutuhkan untuk melakukan analisa melalui beberapa sumber antara lain: text book (buku-buku yang berkaitan dengan tugas akhir ini), jurnal-jurnal, standar-standar yang berkaitan dengan tugas akhir ini dan sebagainya. Kemudian, analisa dilakukan berdasarkan dengan teori-teori dan rumus-rumus yang telah dikumpulkan. Dalam melakukan analisa tersebut, penulis akan menggunakan bantuan perangkat lunak (software) SAP2000 untuk digunakan dalam perhitungan analisis beban dorong.

1.8. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan terdiri dari 5 bab, yaitu :

  Bab I : Pendahuluan Berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Pustaka Menjelaskan teori-teori yang akan menjadi acuan dalam pembahasan masalah Bab III : Analisis Pushover Mencakup dasar-dasar dan teori mengenai analisis pushover Bab IV : Pembahasan Mencakup pemodelan gedung 12 lantai 3D dan analisis untuk menentukan kinerja bangunan. Bab V : Kesimpulan dan Saran Berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis dansaran atas hasil yang telah dicapai.