PENGEMBANGAN TANAMAN HIJAUAN PAKAN DIBAWAH NAUNGAN TANAMAN PERKEBUNAN

PENGEMBANGAN TANAMAN HIJAUAN PAKAN DIBAWAH NAUNGAN TANAMAN PERKEBUNAN

  DISUSUN OLEH M ASKARI ZAKARIAH (09/288529/PT/5771)

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

  PENDAHULUAN Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah peternakan.

  Biaya untuk pakan sebesar 70-80% dari biaya produksi, sehingga dirasa perlu adanya perhatian dalam persedian pakan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Tanaman hijauan pakan untuk ternak ruminansia menjadi demi

  point central

  tercapainya swasembada daging sapi dan kerbau 2014. Kebutuhan pokok konsumsi tanaman hijauan untuk setiap harinya berkisar 10% dari berat badan ternak, sehingga dirasa perlu untuk meningkatkan produktivitas suatu lahan untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Menurut (Sunarminto, 2010) sukses tidaknya industri peternakan di Indonesia, khususnya industri ternak ruminansia tergantung pada beberapa faktor. Salah satu faktor yang sangat penting adalah pengemabangan tanaman untuk penyedian pakan utamanya yang berupa hijauan.

  Indonesia merupakan Negara yang memilki areal lahan perkebunan kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2011) bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia adalah 9,1 juta ha. Area yang sangat luas tersebut dirasa kurang efisien jika hanya digunakan untuk memproduksi kelapa sawit, sehingga perkebunan tersebut diintegrasikan dengan ternak. Pola integrasi sawit dengan ternak dapat dengan cara penanaman hijauan pakan diantara larikan sawit sehingga ternak dapat melakukan grazing di lahan tersebut. Perkembangan peternakan di Indonesia saat ini dituntut suatu keseimbangan antara ketersediaan pakan yang kontinyu dalam kualitas maupun kuantitasnya. Sistem integrasi sawit dan tanaman pakan menjadikan masalah kontinyuitas pakan menjadi teratasi.

  PEMBAHASAN Sistem integrasi sawit dan tanaman pakan serta ternak harus memperhatiakn beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas dari variable tersebut. Pemilihan yang tepat pada jenis tanaman hijauan pakan yang akan ditanam pada lahan perkebunan kelapa sawit menjadi sangat penting. Korelasi pertumbuhan antara tanaman sawit dan hijauan pakan pasti akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas lahan.

  Proses untuk peningkatan produksi ternak di dalam lahan kelapa sawit menjadikan sumber daya pakan harus dikembangkan agar mampu mendukung produksi ternak secara berkesinambunan. Ternak yang terdapat dalam lahan tersebut dapat memberikan asupan nutrient berupa bahan organik ataupun anoraganik, yang memiliki rasio C/N yang mendekati rasio C/N tanah sehingga dapat menyuburkan tanaman perkebunan dan hijauan pakan. Hijauan merupakan komponen pakan yang sangat penting karena merupakan pakan basal. Sistem produksi integrasi ternak dan perkebunan seperti integrasi sapi dan sawit, ketersediaan hijauan pakan sepanjang umur kelapa sawit merupakan kendala karena meningkatnya naungan sejalan dengan umur tanaman sawit. Menurut Horne

  ., (1994) ada dua cara untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan

  et al

  produksi hijauan di perkebunan kelapa sawit dan karet, yaitu 1). Introduksi spesies hijauan yang tahan akan naungan, 2). perubahan pola tanam guna mendukung produksi hijauan yang berkesinambungan.

  Introduksi tanaman hijauan pakan dalam pertanian harus memiliki syarat hasil produksi dan kualitas yang tinggi, persistensi (tahan grazing, dll), mampu berasosiasi dengan tanaman lain dan tingkat regrowth . Produksi dan kualitas yang tinggi akan dipenuhi jika memperhatikan pola laju pertumbuhan tanaman tersebut. Menurut Crowder and Chheda (1982) faktor ligkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu kadar air tanah, temperature, intensitas cahaya, fotoperiod, leaf area index, dan kompetisi tanaman.

  Tanaman sawit yang memiliki leaf area index yang sangat tinggi, yang dapat yang ada dibawahnya. Menurut Humphreys (2005), derajat kanopi tanaman akan mengubah mutu/kualitas spektrum cahaya yang akan sampai pada permukaan daun, hal ini akan berefek pada proses tiller dan germinasi. Cahaya yang merupakan komponen dalam proses fotosintesis yang mengkonversi karbon monoksida dan air menjadi glukosa, dipengaruhi oleh radiasi matahari. Menurut Wilson and Ludlow (1990), tingkat naungan oleh tanaman perkebunan dapat

  canopy

  mencapai 80%, tergantung dari jenis tanaman, jarak tanam dan umur tanaman perkebunan. Menurut Gardner (2005), radiasi matahari dipengaruhi oleh a). sudut yang dibentuk sinar matahari yang menuju titik tersebut. Apabila sinar matahri jatuh dengan sudut yang makin kecil dari sudut tegak lurus dengan permukaan bumi, cahaya akan tersebar ke daerah permukaan yang lebih luas, mengurangi mutu cahaya per satuan luas permukaan, b). panjang hari, c). jumlah atsmosfer yang dilewati, d). jumlah partikel di dalam atsmosfer, e). faktor-faktor lain, seperti fluktuasi pancaran matahari, jarak antar bumi dan matahari, dan kemampuan bumi untuk memantulkan cahaya.

  Menurut Crowder and Chheda (1982), rumput dan legum sangat tahan terhadap naungan: Axonopus compressus, B. miliformis, Ischaemum aristatum,

  

I.timorense, Ottochloa nodosum, P.conyugatum, Stenotaphrum secundatum,

Calopogonium caeruleum, Desmodium heterophyllum, D.intortum, D.ovalifolium,

Flemingia congesta dan Mimosa pudica. Rumput dan legume dengan daya tahan

  level medium terhadap naungan : B.brizantha, B.decumbens, B.humidicola,

  

I.cylindrica, P. maximum, C. pubescens, Desmodium canum, L.leucocephala,

M.axillare, Neonotonia wightii, P.phaseoloides, & Vigna luteola. Rumput dan legum

  rendah ketahanannya terhadap naungan

  : B.mutica, D.decumbens, C.mucunoides, M.atropurpureum dan S.guianensis.

  Rumput benggala ( Panicum maximum) , rumput bede ( Brachiaria

  

decumbens ), Calopogonium caeruleum, Desmodium ovalifolium dan Pueraria

phaseoloides dilaporkan memiliki sifat toleran terhadap naungan. Spesies rumput

  dan legum yang toleran terhadap naungan, menunjukkan kemampuan tanaman fotosintesis, pengambilan karbondioksida dan pertumbuhan (Wong, et al., 1985 ) . merupakan salah satu rumput yang sangat tahan terhadap

  Axonopus compressus

  naungan, termasuk dalam golongan rumput liar (selain Axonopus compressus terdapat dan ) dapat digunakan sebagai pakan ternak

  O. nodosa P. conjugatum

  dengan produksi 3 sampai 5 ton/ha/ tahun (Umiyasih et al ., 2003). Kualitas dan jumlah produksi yang sangat rendah (

  Axonopus compressus Axonopus compressus

  yang memiliki kandungan bahan kering 286 g/Kg, PK 90, LK 15, SK 292, ETN g/Kg Dry Matter) tidak menjadikan lahan sawit menjadi efisisen, sehingga dirasa perlu untuk mengintroduksikan tanaman yang memiliki tingkat kualitas dan kuantitas yang lebih tinggi. Rumput

  B. decumbens merupakan salah satu jenis rumput yang tahan

  terhadap penggembalaan berat. Menurut Reksohadiprodjo (1985)

  B. decumbens

  sangat variable bentuknya, kaku, membentuk rizoma, parenial, sedikit tegak dengan tinggi 80 cm sampai 2m, sering membentuk kumpulan daun yang lebat. Menurut lagel (1990) produksi

B. decumbens dapat mencapai 22 ton/ha.

  Tabel 1. Analisis Proksimat Hijauan Pakan No Nama BK SK LK PK ETN Abu TDN

  1 B. decumbens 19 35,1 2,2 7 49,2 6,5

  52

  (umur 43 sampai 56 hari)

  2 Calopogonium

  30

  34 3 14,7 40,3

  3

  58

  caeruleum

  3 Pueraria 26 34,1 3,1 17,3 37,6 7,8

  59

  phaseoloides

  4 S. guinensis 27 33,1 2,6 12,3 45,9 5,6

  59 (hartadi et al, 2005)

  Fungsi rumput dalam perkebunan kelapa sawit adalah untuk mengontrol gulma, hal ini karena pertumbuhan rumput yang agresif dan perakaran yang berada pada permukaan tanah serta kompetitif dalam mengambil unsur hara tanah. Fungsi yang lain adalah produksi bahan kering dan energi untuk pakan ternak, tetapi nutrisi belum cukup, sehingga perlu penambahan tanaman legume pada lahan tersebut. Menurut Reksohadiprodjo (1985) fungsi legume dalam padang penggembalaan adalah menyediakan atau memberikan nilai makanan yang lebih baik terutama, fosfor dan kalsium.

  Menurut Chong et al ., (1994)

  A. pintoii dan S. guinensis merupakan jenis

  legume yang toleran terhadap naungan di perkebunan kelapa sawit dan karet, khususnya pada tanaman muda. Produktivitas hijauan akan menurun seiring bertambahnya umur tanaman perkebunan disebabkan karena berkurangnya penetrasi cahaya dalam arti taraf naungan semakin besar dengan berkembangnya kanopi tanaman. Menurut Sirait (2008)

  A. pintoii menunjukan adaptasi yang baik

  pada konsis naungan diindikasikan produksi yang cendrung meningkat seiring bertambahnya taraf naungan. Hal ini didukung oleh perakaran yang cepat menyebar, jumlah anakan dan daun yan relative banyak.

  Penanaman hijauan pakan ternak dilakukan setelah tanaman pokok, hal ini untuk menghindari persaingan dalam pengambilan nutrient dari dalam tanah terhadap tanaman pokok. Penanaman awal kelapa sawit dapat menyebabkan erosi jika tidak terdapat manajemen yang baik dalam mencegahnya. Menurut Risza (1995)

  C. muconoides dan

  C. pubescens dapat menjadi spesies legume yan

  digunakan sebagai taaan penutup tanah. Kalopo ( Desv.)

  Calopogonium mucunoides

  merupakan legum yang lazim dipergunakan sebagai penutup tanah ( Cover crop ) dan pengendalian gulma di perkebunan (Umiyasih dan Anggraeni, 2003). Legum Kalopo mempunyai toleransi yang sedang terhadap naungan dan ketahanan yang kuat terhadap tekanan penggembalaan, memiliki kemampuan fiksasi N 3,8 mg N

  • -1 -1
  • 2 hari tanaman . Kalopo cocok ( compatible ) tumbuh bersama rumput dari genus

      Panicum , Hyparrhenia dan Brachiaria (FAO, 2002 )

      KESIMPULAN Proses pemantapan swasembada daging dapat dilakukan dengan salah satu cara mengefisienkan lahan perkebunan, dengan pola sistem integrasi ternak dan tanaman perkebunan. Lahan perkebunan kelapa sawit menyediakan pakan untuk ternak, sedangkan ternak yang merumput di lahan tersebut akan mengeluarkan feses yang dapat menjadi pupuk bagi tanaman pokok dan tanaman hijauan pakan. Selain itu, produksi berupa daging ataupun yang lainnya dari ternak merupakan keuntungan tersendiri bagi peternak. Introduks tanaman hijauan pakan yang akan ditanam sebaiknya tanaman yang tahan akan naungan6, hal ini karena adanya interaksi tingkat naungan terhadap laju pertumbuhan tanaman hijauan dalam perkebunan. DAFTAR PUSTAKA Chong, D. T., K. F. Ng dan I. Tajuddin. 1994. Evaluation Of Selected Forage th

      Species In Rubber Plantation For Sheep Production. Paper Presented At 7 Animal Science Congress Of Australian-Asia Animal Production System Societies, Bali –Indonesia, july 11-16

      Crowder, L. V., H. R. Chheda. 1982. Tropical Grassland Husbandry. Longman group. New York. FAO. 2002. Calopogonium mucunoides Desv. http://www.fao/AG/Agp/agpc/doc/Gbase/DATA/pf000011.htm. Diakses tanggal 11 Mei 2012.

      Gardner, F. P., R. B. Pearce., R. L. Mithcell. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta. Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo., A. D. Tillman. 2005. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Horne, P. M. 1994. Agroforestry Plantation System : Sustainable Forage And

      Animal In Rubber And Oil Palm Plantation. Paper Presenten To ACIAR- Sponsored Symposium “Agroforestry And Animal Producton For Human th Welfare” At 7 Animal Science Congress Of Australian-Asia Animal Production System Societies, Bali –Indonesia, july 11-16 Humphreys, L. R. 2005. Tropical Pasture Utilitisation. Cambridge university press.

      Cambridge. Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropic.

      BPFE. Yogyakarta. Risza, R. 1995. Budidaya Kelapa Sawit. AAK. Kanisius. Yogyakarta. Sirait, J., S. P. Ginting., A. taringan.2008. Karakteristik Morfologi Dan Produksi

      Legume Pada Tiga Taraf Naungan Di Dua Agro-Ekosistem. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan. Sunarminto, B. H. 2010. Pertaian Terpadu Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional. BPFE. Yogyakarta. Umiyasih, U., Y. A. Anggreni. 2003. Keterpaduan Sistem Usaha Perkebunan

      Dengan Ternak : Tinjaan Tentang Ketersedian Pakan Hijauan Pakan Untuk Sapi Potong Di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit. Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Wilson, J.R. and M.M. Ludlow. 1990. The environtment and potential growth of herbage under plantations. ACIAR Proceedings No. 32: 10-24. Wong, C.C., Rahim, H. and Sharudin, M.A.M. 1985 a. Shade tolerance potential .of some tropical forages for integration with plantation (Grasses). MARDI Res.

      Bull. Vol. 13 No. 3: 225-248.