Analisis Implikasi Hukum Suksesi Negara Republik Sudan Selatan Ditinjau dari Hukum Internasional

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh : Putri Purbasari Raharningtyas Marditia NIM. E 0008412 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA REPUBLIK SUDAN SELATAN

DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL

commit to user

commit to user

commit to user

commit to user

Putri Purbasari Raharningtyas Marditia, E0008412. ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA REPUBLIK SUDAN SELATAN DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL. Penulisan Hukum (Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang implikasi hukum suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan ditinjau dari Hukum Internasional.

Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif atau doktrinal yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan undang- undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan. Teknik analisis data adalah metode deduktif.

Hasil penelitian mengenai implikasi hukum suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan terhadap perjanjian internasional didasarkan pada perjanjian dimasa transisi yaitu Comprehensive Peace Agreement (CPA). Implikasi hukum terhadap hutang negara adalah masih dalam tahap perundingan antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan. Implikasi hukum Suksesi negara terhadap kewarganegaraan telah mencapai kesepakatan tentang prinsip 'Empat Kebebasan'. Implikasi hukum terhadap arsip negara yang berhubungan dengan wilayah akan berpindah mengikuti kepemilikan wilayah Republik Sudan Selatan dan tanpa disertai pembayaran ganti rugi kepada Republik Sudan . Implikasi hukum terhadap penguasaan public property mengikuti wilayahnya. Implikasi hukum terhadap penguasaan Privat property adalah dengan mengeluarkan kebijakan yang mementingkan kepentingan Republik Sudan, Republik Sudan Selatan dan pihak swasta. Implikasi hukum terhadap keanggotaan organisasi internasional dilakukan secara terpisah antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan . Implikasi hukum terhadap Claims in Tort & Delict dibebankan kepada presiden Republik Sudan dan dilakukan oleh ICC.

Kata Kunci: Implikasi hukum, Suksesi Negara, Hukum Internasional.

commit to user

Putri Purbasari Raharningtyas Marditia, E0008412. AN ANALYSIS ON THE LEGAL IMPLICATION OF THE REPUBLIC OF SOUTH SUDAN’S SUCCESSION PURSUANT TO INTERNATIONAL LAW. Thesis. Faculty of Law of Sebelas Maret University.

This research aims to find out the legal implication of the Republic of South Sudan‟s Succession Pursuant to International Law. This study is a

normative or a doctrinal legal research which is descriptive in nature. This research employes both statute approach and conceptual approach. The type of data used in this research is secondary data. The technique of collecting data is library study; whilethe technique of analysing data is a deductive method.

The result of research shows that the succession of the Republic of South Sudan from The Republic Sudan was based on the agreement of transitional period, namely Comprehensive Peace Agreement (CPA). The legal implication to the state debt still on going at the reconciliation stage between the Republic of the Sudan and the Republic of South Sudan. The legal implication of state succession to citizenship is based on “Four Freedom” principles. The legal implication for the state‟s archive relating to the territorial jurisdiction is transferred directly to the Republic of South Sudan‟s territorial paying compensation to the Republic of the Sudan. The legal implication for public properties is followed the territorial jurisdiction. The transfer of private properties should consider the best interest of the two countries and the private parties Following a succesion. The mempership of the parent state in international organizations is not automatically transferred to the new state. In addition, the charge of crimes against humanity against the President of the Republic of the Sudan will not affect the Republic of South Sudan.

Keywords: Legal implication, State Succession, International Law

commit to user

“Kehidupan adalah suatu pilihan. Apakah kita mau hidup kaya atau miskin, tergantung atas keputusan dan tindakan kita sepenuhnya.

dan

Kebahagiaan akan timbul dalam diri kita apabila kita melakukan sesuatu yang

benar-benar kita sukai .” ( Walter Elias Disney )

Jangan pernah berhenti menjadi pemimpi, karena menjadi pemimpi adalah awal dari seorang pemimpin (penulis)

commit to user

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

 Tuhan dan Tuhan Yesus for blessing me always;

 Bapakku; who always gave me confidence;  Ibuku, who taught me to never stop dreaming ;

 Saudara kembarku, who always keep and raise my spirits ;

 Bangsa dan Tanah Air ku Indonesia.  Almamater, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

commit to user

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta diiringi rasa syukur penulis panjatkan, sehingga penulisan hukum

(skripsi) dengan judul “ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA REPUBLIK

DARI HUKUM

INTERNASIONAL. ” ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa dalam setiap proses penyelesaian penulisan hukum (skripsi) ini tidak akan terlaksana dengan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dengan segala kerendahan hati, dan semoga kebaikan pihak-pihak yang telah membantu akan dibalas oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Terima kasih saya haturkan terutama kepada :

1. Prof. Dr.Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberiizin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hokum ini.

2. Bapak Waluyo, S.H., M.Si. selaku Pembimbing Akademik penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan dan perhatian kepada penulis.

3. Ibu Sri Lestari, S.H., M.Hum., Selaku Pembimbing Penulisan Hukum (skripsi) I dan Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah dengan sabar memberikan ilmu, tenaga, dan waktu untuk diskusi, membimbing, dan memotivasi penulis dalam proses penyelesaian penulisan hukum ini.

4. Ibu Siti Muslimah, S.H., M.H., Selaku Pembimbing Penulisan Hukum (skripsi) II yang telah dengan sabar memberikan ilmu, tenaga, dan waktu untuk diskusi, membimbing, dan memotivasi penulis dalam proses penyelesaian penulisan hukum ini.

commit to user

Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan sehingga dapat dijadikan dasar dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan.

6. Seluruh Staf Tata Usaha dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta terima kasih atas bantuannya.

7. Bapak, ibu dan saudara kembarku tercinta, terima kasih atas cinta, doa dan pengorbanannya selama ini hingga sampai detik ini penulis hanya dapat membalas dengan doa dan hanya mampu berucap terima kasih.

8. Kementrian Luar Negeri khususnya Direktorat Hukum, yang telah memberikan Penulis banyak pelajaran dan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan. Terutama terimakasih kepada Bapak Diar Nurbiantoro,

SH, MH , Ibu Levi, Bapak Ricky, Bapak Didit, Mba Lisa , Mba Lea, Mas Wawan, Mas Wendy, Mas Faisal, Mas Dimas dan Mas Dumas.

9. Kepada Direktorat Timur Tengah Bapak Bambang dan KBRI di Sudan Bapak Mulyadi terimahkasih atas kerjasamanya dalam pemberian info seputar kondisi Republik Sudan.

10. Devi Nurmalasari, dan Mas Wasis Susilo yang selalu memberi motivasi dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan segala masalah dalam penyusunan penulisan ini.

11. Spesial untuk Mba Pradina Kurnia yang selalu setia menjadi teman seperjuangan disaat susah.

12. Rekan-rekan Magang Kementrian Luar Negeri, Ira, Mohamad Ali, Astri, Lisa, Rani dan yang lainnya.

13. Semua pihak yang belum disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dan mengisi hari-hari penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Surakarta, Penulis

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBI NG..…………………... HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI............................................

HALAMAN PERNYATAAN……………………………………… ABSTRAK………………………………………………………….. ABSTRACT …………………………………………………………...

HALAMAN MOTTO.......................................................................... HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................... KATA PENGANTAR………………………………………..............

DA FTAR ISI………………………………………………………… BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………

A. Latar Belakang………..…………………………………..

B. Rumusan masalah………………………………………...

C. Tujuan Penelitian…………………………………………

D. Manfaat Penelitian………………………………………..

E. Metode Penelitian…………………………………………

F. Sistematika Penulisan Hukum…………………………….

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………...

A. Kerangka Teori………..…………………………………...

1. Tinjauan Umum Negara……………..............................

2. Tinjauan tentang Suksesi Negara………………............

B. Kerangka Pemikiran………..………………………………

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………

A. Hasil Penelitian…………………….....................................

1. Gambaran Umum Republik Sudan…………………….

2. Proses Suksesi Negara Republik Sudan………………..

3. Kondisi Terahkir Republik Sudan Dan Republik Sudan Selatan Sebelum Suksesi Negara Dan Sesudah Suksesi negara ……………………....................…….......

viii ix xi

11

11

11

26

34

36

36

36

39

50

commit to user

B. Pembahasan…………………….............................................

BAB IV. PENUTUP …………………………………………………….

A. Simpulan…………………………………………………….

B. Saran…………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...

83 111 111 112

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional yang pertama dan utama, baik ditinjau secara historis maupun secara faktual. Secara historis negara merupakan subjek hukum yang pertama muncul pada awal mula pertumbuhan hukum internasional, sedangkan secara faktual dalam perkembangannya peranan negara sebagai subjek hukum internasional melalui hubungan internasional banyak melahirkan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah penting dalam hukum internasional sehingga menjadikan negara sebagai subjek hukum internasional yang utama (Huala Adolf, 2010: 3).

Kelebihan negara sebagai subjek hukum internasional dibandingkan dengan subjek hukum internasional lainnya adalah, negara memiliki kedaulatan atau sovereignity . Melalui kedaulatan tersebut, membuat negara mampu melakukan perjanjian internasional, mengirim atau menerima duta besar dan menyatakan damai atau perang terhadap negara lain. Negara memiliki unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk dapat diklasifikasikan sebagai subjek hukum yang memiliki legal capacity dalam hukum internasional, yang diatur dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933 unsur-unsur tersebut (Huala Adolf, 2010: 9) meliputi : a permanent population , a defined territory, a government; and a capacity to enter into relations with other state .

Eksistensi negara dalam hukum internasional selalu mengalami pembaharuan. Pembaharuan tersebut terlihat dengan munculnya negara-negara baru, antara lain melalui suksesi. Suksesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu proses pergantian kepemimpinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Alvin Hasan dkk, 2003: 300). Sedangkan menurut Black's Law Dictionary (Garner Bryan, 2009: 940), Succession is The act of withdrawing from membership in a group berdasarkan pengertian tersebut Penulis menyimpulkan bahwa suksesi adalah suatu perubahan atau penggantian subjek hukum oleh subjek hukum yang lain.

commit to user

Respect of Treaties on 1978 , Pasal 2 huruf (b) dinyatakan bahwa perpindahan suatu tanggung jawab dari satu negara ke negara lain dalam kaitannya dengan praktek hubungan internasional dari wilayah tersebut, sehingga yang berhubungan dengan suksesi dapat berupa penggabungan, perpisahan, atau pembentukan negara baru dimana konsekuensinya adalah perubahan kedaulatan (Malcolm Shaw, 2009: 675). Beberapa contoh negara yang muncul dari suksesi misal Jerman sebagai akibat penggabungan Jerman Barat dan Jerman Timur pada 9 November 1989 (Angela Stent E, 1998: 75), atau Timor Leste yang memisahankan diri dari Indonesia pada tahun 1999.

Suksesi dalam prakteknya dibedakan menjadi dua jenis yaitu suksesi pemerintahan dan suksesi negara (Sefriani, 2011: 294). Suksesi pemerintahan adalah terjadinya penggantian pemerintah lama oleh pemerintah baru, baik secara konstitusional atau tidak konstitusional dan bersifat internal dalam suatu negara. Suksesi negara dapat dibedakan menjadi dua yaitu suksesi negara universal dan suksesi negara parsial. Suksesi negara menimbulkan dua pihak, yaitu predecessor state (negara terdahulu/ negara yang tergantikan) dan successor state (negara baru/ negara yang mengantikan) (Jawahir Thontowi, 2006: 212).

Kenyataannya suksesi negara merupakan casu sui generalis atau suatu peristiwa yang umum, namun memerlukan penanganan khusus dalam prakteknya, karena dalam proses suatu suksesi negara memiliki implikasi hukum yang komplek yang melibatkan perpindahan tanggung jawab suatu predecessor state kepada successor state (Patrick Dumberry, 2007: 192). Implikasi hukum suksesi negara meliputi akibat hukum terhadap perjanjian internasional, privat property, public property , arsip negara, hutang negara, kewarganegaraan, keanggotan organisasi internasional dan claims in tort & delict (Sefriani, 2011: 296-312).

Suksesi negara dalam hukum internasional diatur dalam Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933 , The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 dan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983. Konvensi Montevideo 1933 dimasukan sebagai dasar hukum

commit to user

sebagai penilaian awal, bagi negara baru tersebut, apakah dapat dikualifikasikan sebagai subjek hukum yang memiliki legal capacity dalam hukum internasional.

Kasus suksesi negara yang terkait dalam penelitian ini yaitu suksesi negara Republik Sudan Selatan yang memisahkan diri dari Republik Sudan pada tanggal

9 Juli 2011. Republik Sudan adalah salah satu negara yang terletak di Afrika Utara (Afrika Timur Laut) sekaligus merupakan negara terbesar di Afrika yang merdeka pada tahun 1956 dari Mesir dan Inggris (Kedutaan Besar Republik Indonesia

Khartoum.

http://www.kemlu.go.id/khartoum/Pages/Embassies .aspx?IDP=20&l=id [Diakses tanggal 3 Agustus 2011]). Selama empat dekade kemerdekaan Republik Sudan, Republik Sudan tidak pernah dalam keadaan politik stabil dan terus diguncang perang saudara. Latar belakang lahirnya konflik perang saudara di Republik Sudan adalah karena basis Islam fundamentalis yang ingin diterapkan oleh pemerintah pusat Sudan, yang ditentang oleh penduduk selatan yang mayoritas Kristen dan Animis yang lebih menginginkan pemerintahan sekuler (Amir H. Idris, 2005: 11). Reaksi pertentangan oleh penduduk selatan tersebut diwujudkan dalam sebuah kelompok pemberontak bernama Sudan People‟s Liberation Movement/Army (SPLM/A). Dalam perkembangannya ketegangan SPLM/A dan pemerintah lebih didasari oleh permasalahan ekonomi mengenai perbedaan persepsi tentang kepemilikan minyak dan mineral di wilayah Sudan Selatan (Scopas S. Poggo, 2009: 157).

Konflik yang berkembang tidak hanya antara pemerintah dan SPLM tetapi juga konflik antar penduduk muslim di Darfur karena penduduk Darfur merasa pemerintah Sudan mendiskriminasi penduduk muslim Arab dengan muslim Non Arab di Darfur antara, dengan menganggap penduduk muslim Non Arab di Darfur sebagai teroris. Sehingga akhirnya konflik berkembang di Dafur menjadi konflik ras antara kelompok etnis Fur, Zaghawa, dan Massaleit yang merupakan muslim Non Arab melawan etnis Arab (Amir H. Idris, 2005: 78).

Berdasarkan pemaparan tersebut, permasalahan yang dibahas lebih lanjut adalah implikasi hukum yang timbul dari suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan. Karena pelaksanaan implikasi hukum suksesi negara yang

commit to user

langsung dengan kedaulatan suatu negara. Sehingga Penulis meneliti secara komprehensif terkait implikasi suksesi negara yang ditimbulkan dari proses suksesi negara Republik Sudan Selatan dilihat dari Hukum Internasional terutama pada ketentuan dan prinsip-prinsip Hukum Internasional dengan batas waktu penelitian hingga 5 Mei 2012. Sehingga Penulis memaparkannya ke dalam suatu

Penulisan hukum yang berjudul : “ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA REPUBLIK SUDAN SELATAN DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang Penulis paparkan dan agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas dan mencapai tujuan yang Penulis harapkan, maka perlu adanya perumusan masalah. Adapun perumusan masalah penelitian ini yaitu :

“Bagaimana implikasi hukum suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan ditinjau dari Hukum Internasional?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang dikenal dalam suatu penelitian ada dua macam, yaitu: tujuan obyektif dan tujuan subyektif. Tujuan obyektif merupakan tujuan penelitian itu sendiri, sedangkan tujuan subyektif berasal dari peneliti. Tujuan obyektif dan subyektif dalam penelitian ini adalah :

1. Tujuan obyektif Tujuan obyektif penelitian hukum ini adalah untuk mengetahui sejauh mana implikasi hukum suksesi negara Republik Sudan Selatan ditinjau dari Hukum Internasional.

2. Tujuan subjektif

a. Memenuhi persyaratan akademis guna menyelesaikan program studi ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

commit to user

Internasional

c. Memperluas wawasan, pengetahuan dan kemampuan Penulis dalam mengkaji masalah di bidang Hukum Internasional.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Penulisan hukum ini Penulis harapkan mampu memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Internasional pada khususnya.

b. Memberi sumbangan pemikiran mengenai prosedur dan akibat hukum yang timbul dari suksesi negara untuk predecessor state dan successor state.

c. Memberi sumbangan pemikiran dalam ranah Hukum Internasional.

2. Manfaat praktis

a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

b. Untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir dinamis sekaligus mengetahui kemampuan Penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Metode penelitian merupakan suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian. Metode penelitian penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam Penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan

commit to user

dikaji, kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dalam masalah yang diteliti yaitu terkait implikasi hukum dalam suksesi negara menurut hukum internasional.

2. Sifat Penelitian Penelitian hukum yang dilakukan Penulis bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat (Amiruddin & Zainal Asikin, 2004: 25). Dalam Penulisan ini, Penulis bertujuan untuk menggambarkan mengenai secara tepat keadaan pelaksanaan mengenai implikasi hukum dalam suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan yang sesuai menurut hukum internasional.

3. Pendekatan Penelitian Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach ) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 93). Sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk membangun konsep untuk dijadikan acuan di dalam penelitian manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada terkait masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 137). Pendekatan konseptual digunakan Penulis untuk mengetahui suksesi negara menurut konsep dan prinsip dasar hukum internasional. Sedangkan pendekatan perundang-undangan ini digunakan untuk mengkaji implikasi hukum yang timbul dari suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan.

commit to user

Dalam penelitian ini data yang digunakan Penulis adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 141). Adapun bahan hukum primer dan sekunder tersebut adalah sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam

penelitian ini, Penulis menggunakan bahan hukum primer berupa :

1) Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933. Konvensi mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara.

2) The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978. Konvensi mengenai Suksesi Negara dalam Hubungan dengan Perjanjian Internasional.

3) The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983. Konvensi mengenai Suksesi Negara dalam tanggung jawab terhadap kekayaan negara, arsip negara dan hutang negara.

b. Bahan hukum sekunder yang Penulis gunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, kamus-kamus hukum, jurnal, dan teks mengenai hukum internasional, khususnya terkait dengan implikasi hukum dalam suksesi negara menurut hukum internasional. Salah satu jurnal yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah Secession and Voluntary Return in the Comprehensive Peace Agreement between Northern and Southern Sudan

by Professor Dr. Issam A.W. Mohamed. Sedangkan kamus hukum yang digunakan adalah Black Law‟s Dictionary.

commit to user

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik studi pustaka. Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diinventarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dipaparkan, disistemisasi, kemudian dianalisis untuk menginterpretasikan hukum yang berlaku (Johny Ibrahim, 2006: 296). Teknik studi pustaka yang digunakan oleh Penulis dengan cara menginventarisasi dan klasifikasi fenomena dan peristiwa yang terjadi dalam proses suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan dan implikasi hukumnya, ditinjau dari konvensi-konvensi internasional terkait permasalah yang dibahas.

6. Teknik analisis data Teknik analisis data yang akan digunakan Penulis dalam penelitian ini adalah dengan metode deduktif, yaitu cara berpikir berpangkal pada prinsip- prinsip dasar, kemudian penelitian menghadirkan objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi (Johny Ibrahim, 2006: 393).

Berdasar Teknik analisis bahan hukum dengan metode deduktif, maka penulis akan berpangkal pada prinsip-prinsip dasar dalam hukum internasional terkait dengan suksesi negara yang kemudian menghadirkan permasalah konkrit yaitu suksesi negara negara antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus yakni dalam implikasi hukum suksesi negara baik meliputi terhadap Perjanjian internasional, hutang negara, kewarganegaraan, arsip negara, public property, privat property , keanggotaan organisasi internasional, dan tanggung jawab terhadap claims in tort & delict.

commit to user

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi, penulisan hukum ini dibagi menjadi empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, hasil penelitian dan pembahasan, serta penutup dengan menggunakan sistematika sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan hal yang menjadi latar belakang Penulisan hukum terkait fenomena suksesi negara Republik Sudan Selatan pada tanggal 9 Juli tahun 2011 dan pelaksanaan implikasi hukum suksesi negara yang sesuai dengan ketentuan dan prinsip-prinsip hukum internasional tersebut. Bab ini juga menjelaskan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika Penulisan hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan bahan kepustakaan yang digunakan berupa teori-teori pendukung penelitian dan pembahasan masalah menjadi dasar pijakan Penulis untuk meneliti masalah agar penelitian ini dapat dipastikan kevaliditasnya terkait suksesi negara Republik Sudan Selatan menurut perspektif hukum internasional. Bab ini disajikan menjadi dua sub bab, yaitu pemaparan dalam kerangka teori dan pemaparan dalam kerangka pemikiran. Kajian teoritis dalam tinjauan pustaka meliputi, antara lain: (1) Tinjauan umum negara, terdiri dari: pengertian dan unsur-unsur negara, pengertian self determination, proses terbentuknya negara, dan hak dan kewajiban negara; (2) Tinjauan tentang suksesi negara, terdiri dari: pengertian suksesi negara, macam-macam suksesi negara, prinsip-prinsip suksesi negara, akibat hukum yang timbul dalam suksesi negara.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan jawaban dari rumusan masalah berupa hasil penelitian sekaligus pembahasan terkait suksesi negara Republik Sudan Selatan pada tanggal

9 Juli 2011 dan pelaksanaan implikasi hukum suksesi negara yang sesuai dengan ketentuan dan prinsip-prinsip hukum internasional.

commit to user

Bab ini menjelaskan simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari analisis yang bersumber pada hukum internasional maupun konsep dalam hukum internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka berisi berbagai sumber pustaka yang dikutip dalam Penulisan hukum ini.

commit to user

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan umum negara

a. Pengertian dan unsur-unsur negara Negara adalah salah satu subjek hukum internasional dan merupakan subjek hukum yang pertama dan utama, baik ditinjau secara historis maupun secara faktual. Dalam United Nations Convention on Jurisdictional Immunities of States and Their Property tahun 2004 yang mengatur mengenai hilangnya imunitas negara ketika terjadi pelanggaran HAM yang berat dalam Pasal 2 paragraf 1 (b) memberikan definisi mengenai negara, (Gerhard Hafner, 2006: 2) yaitu:

“i. the State and its various organs of government;

ii. constituent units of a federal State or political subdivisions of the State, which are entitled to perform

acts in the exercise of sovereign authority,and are acting in that capacity;

iii. agencies or instrumentalities of the State or other entities, to the extent that they are entitled to perform and are actually performing acts in the exercise of sovereign authority of the State;

iv. representatives of the State acting in that capacity;”

Menurut konvensi ini, pengertian bahwa organ dari negara berdaulat adalah pemerintah. Pemerintah tersebut terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pengertian atau definisi mengenai suksesi negara menurut Black‟s Law Dictionary adalah The political system of a body of people who are politically organized; the system of rules by which jurisdiction and authority are exercised over such a body of people (Garner Bryan, 2009: 1537) definisi ini menyatakan bahwa negara sebagai sebuah organisasi politik yang memiliki jurisdiksi dan otoritas yang dimiliki sekelompok orang tertentu yang dikenal dengan istilah pemerintah. Unsur- unsur negara dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933 (Huala Adolf, 2010: 9) meliputi:

commit to user

“ the state as a person of internationallaw should prossess the following qualification: a)

A permanent population;

b)

A defined territory;

c)

A government; and

d)

A capacity to enter into relation with other states.”

Berikut ini adalah uraian unsur-unsur negara menurut Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933 yaitu:

1) Penduduk tetap Adanya penduduk tetap artinya sekumpulan manusia yang hidup bersama di suatu tempat tertentu sehingga merupakan satuan masyarakat yang diatur oleh suatu tertib hukum nasional. Dimungkinkan sekumpulan masyarakat tersebut berasal dari keturunan yang berlainan, kepercayaan dan kepentingan yang berbeda sehingga dapat saling bertentangan. Penduduk disama artikan sebagai warga negara merupakan unsur pokok karena suatu wilayah yang tidak berpenduduk tidak dapat dikatakan sebagai negara, sebab penduduk menunjukkan adanya kondisi yang berdampingan antara pemerintah dan masyarakat dengan berdasar eksistensi hukum nasional yang menunjukan implikasi kedaulatan negara sehingga tercipta situasi yang stabil. Hukum internasional tidak membatasi jumlah penduduk untuk dapat mendirikan suatu negara (Huala Adolf, 2010: 68).

2) Wilayah atau daerah tetap Adanya wilayah yang tetap artinya adalah memiliki batas-batas wilayah yang jelas dengan wilayah lain. Hal ini berguna menunjukan sejauh mana kedaulatan suatu negara tersebut dapat dilaksanakan terhadap wilayahnya. Kemunculan unsur ini tidak terlepas dari konsepsi negara modern berdasar Perjanjian Wesphalia tahun 1648, perjanjian ini menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara dapat dilaksanakan hanya dalam batas-batas yang didasarkan pada kewilayahannya (Jawahir Thontowi, 2006: 108).

commit to user

batas wilayah dapat pula ditandai dengan adanya kontrol yang efektif dari pemerintahan negara tersebut (Malcolm N. Shaw, 2009: 410) pendapat ini kemudian diperkuat oleh pernyataan The German-Polish Mixed Arbitral Tribunal dalam kasus Deutsche Continentel Gas- Gesselschaft V. Polish State yang menyatakan bahwa kepemilikan wilayah suatu negara dapat diketahui dari konsistensi kontol negara terhadap wilayah tersebut, sekalipun batas wilayahnya belum ditetapkan secara pasti (Jawahir Thontowi, 2006: 107).

3) Pemerintah yang sah dan berdaulat Pemerintah adalah seseorang atau beberapa orang yang mewakili rakyat dan memerintah menurut hukum negaranya. Menurut Bengt Borms menyebutkan kriteria ini sebagai „organized government‟ (pemerintah yang terorganisasir) (Huala Adolf, 2010: 6). Artinya sebagai subyek yang dapat memiliki hak dan dibebani kewajiban, negara memerlukan sejumlah organ untuk mewakili dan menyalurkan kehendaknya. Sebagai pemilik kekuasaan negara hanya melaksanakan kekuasaan tersebut melalui organ-organnya dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Munculnya bentuk pemerintahan yang berbeda-beda karena bergantung pada organ pemerintahannya masing-masing negara (Jawahir Thontowi, 2006: 109).

Menurut Hans Kelsen, negara yang merdeka bebas dari penguasaan negara lain adalah negara yang dapat menjalankan kedaulatan baik di dalam negeri atau diluar batas negaranya.(Hans Kelsen, 1949: 242). Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi dan bersifat monopoli atau Summa Potestas atau Supreme Power yang hanya dimiliki oleh negara (Hans Kelsen, 1949: 216). Kedaulatan teritorial atau kedaulatan wilayah adalah kedaulatan yang dimiliki negara dalam melaksanakan yuridiksi eksklusif di wilayahnya (Hans Kelsen, 1949: 212). Kedaulatan teritorial ini sifatnya tidaklah mutlak karena terdapat

commit to user

internasional. Pembatasan tersebut meliputi :

a) Suatu negara tidak dapat menjalankan kedaulatannya diluar wilayah teritorialnya yang dapat mengganggu kedaulatan negara lain.

b) Negara yang memiliki kedaulatan teritorial berkewajiban untuk

menghormati kedaulatan teritorial negara lain.

Salah satu yang berkaitan dengan kedaulatan teritorial adalah (servitude). Hak servitude ini lahir karena ada sifat saling ketergantungan antar negara-negara. Servitude adalah hak suatu negara muncul di wilayah hak-hak negara lain. Negara yang menikmati Servitude, berhak untuk melakukan suatu perbuatan di wilayah negara lain. Sebaliknya negara yang memiliki beban untuk memberikan Servitude kepada negara lain berkewajiban untuk tidak menghalangi hak-hak negara lain. contoh adalah right of innocent passage (hak lintas damai). Oppenheim membagi servitude menjadi 4 bentuk, (Huala Adolf, 2010: 131-133) yaitu:

a) Servitude positif : adalah member hak kepada suatu negara untuk melaksanakan tindakan-tindakan tertentu di wilayah negara lain.

b) Servitude negatif : hak suatu negara untuk meminta Negara lain

untuk tidak melakukan sesuatau di wilayahnya.

c) Servitude militer : hak untuk tujuan-tujuan militer.

d) Servitude ekonomi : hak yang diberikan untuk tujuan perniagaan

e) Servitude untuk kepentingan internasional : hak yang lahir untuk

kepentingan masyarakat internasional.

Menurut hukum internasional kedaulatan pemerintahan merupakan karakteristik yang dijadikan tolak ukur pembebanan dan kemampuan pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban internasional, jadi suatu negara dapat memiliki suatu kedaulatan pemerintahan apabila telah merdeka, karena pemerintahan harus

commit to user

lain(Martin Dixon, 1996: 101). Negara boneka tidak dapat digolongkan sebagai negara yang memiliki kedaulatan pemerintahan karena pemerintahannya tidak memiliki kontrol penuh terhadap wilayahnya (Jawahir Thontowi, 2006: 110). Kemungkinan lain adalah kondisi negara kehilangan kemampuan kontrol secara efektif terhadap wilayahnya karena suatu alasan tertentu misal terjadi perang saudara di negaranya, yang menyebabkan negara tersebut kehilangan kemampuan kontrol secara efektif. Hal ini tidak menyebabkan hilangnya status negara, karena pemerintahan tetap memiliki kedaulatan, untuk menjalankan fungsi pemerintahan, baik urusan dalam negeri ataupun luar negeri (Martin Dixon, 1996: 105).

4) Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.

Unsur ini ditentukan oleh pemerintah yang berdaulat karena pemerintah yang berdaulatlah yang dapat menjalankan yuridiksinya baik permasalahan dalam negeri ataupun permasalahan diluar batas negaranya (Ian Brownlie, 2009: 221).

Di jelaskan pula dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933 bahwa yang dimaksud dengan kedaulatan dalam permasalahan diluar batas negaranya memiliki tiga aspek utama, yaitu:

a) Aspek eksternal terkait dalam kebebasan setiap negara untuk secara bebas menentukan hubunganya dengan berbagai negara atau kelompok-kelompok lain tanpa tekanan atau pengawasan dari negara lain.

b) Aspek internal terkait dengan hak atau wewenang eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga tersebut dan hak untuk membuat undang –undang yang diiinginkan disertai tindakan-tindakan untuk menegakkannya.

commit to user

dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah tersebut.

Munculnya kemampuan berhubungan dengan negara lain selain berdasar pada kedaulatan, juga berdasar pada pengakuan dari negara lain. Pengakuan adalah metode untuk menerima situasi-situasi faktual yang kemudian diikuti oleh konsekuensi hukum (Malcolm N. Shaw, 2009: 208). Pasal 6 Konvensi Montevideo menyebutkan: The

recognition of a state merely signifies that the state which recognizes it accepts the personality of the other with all the rights and duties determined by international law. Recognition is unconditional and irrevocable .

Fungsi dari pengakuan adalah untuk menjadikan negara tersebut bagian dari masyarakat internasional artinya suatu negara yang telah menerima pengakuan negara lain harus tunduk dengan hukum internasional. Selain itu mengikatnya suatu hukum internasional terhadap suatu negara hanya dapat dilakukan apabila negara tersebut diakui dan diterima (the binding force of international law derived from this process of seeking to be recognized and acceptance) (James Crawford, 2006: 84). Namun, pengakuan dari negara lain tidak dapat selalu digunakan sebagai kriteria penilaian kemampuan melakukan hubungan dengan negara lain karena pemberian pengakuan dari negara lain tersebut melibatkan pertimbangan politis didasarkan kepentingan negara lain (John O‟brien, 2001: 137).

Teori pengakuan suatu negara dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu teori konstitutif dan teori deklaratif. Teori konstitutif menyatakan bahwa eksistensi dari suatu negara muncul ketika negara tersebut diakui oleh negara lain (David Raic, 2002: 31). Teori yang kedua adalah teori deklaratif atau political act menyatakan pengakuan dari negara lain tidak menciptakan suatu negara karena lahirnya suatu negara berdasarkan penerimaan fakta keberadaan negara tersebut

commit to user

dibagi menjadi beberapa jenis yakni :

a) Pengakuan secara de facto adalah pengakuan yang diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa menurut negara yang mengakui organisasi kekuasaan yang diakui, untuk sementara dan dengan reservasi dikemudian hari, menurut kenyataannya dianggap telah memenuhi persyaratan untuk ikut serta melakukan hubungan internasional (Sugeng Istanto F, 1998: 24) Contoh dari pengakuan

de facto ini adalah Soviet Rusia diakui oleh Inggris secara de facto pada tahun 1921 dan diakui secara de jure pada tahun 1924.

b) Pengakuan de jure adalah pengakuan yang diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa menurut negara yang mengakui organisasi kekuasaan yang diakui dianggap telah memenuhi persyaratan hukum untuk ikut serta melakukan hubungan internasional (Sugeng Istanto F, 1998: 25).

c) Pengakuan prematur adalah pengakuan yang dilakukan sebelum suatu negara tanpa lengkapnya unsur konstitutifnya (Boer Mauna, 2005: 72).

d) Pengakuan kolektif adalah pengakuan suatu negara yang diwujudkan dalam suatu perjanjian internasional misalnya Helsinki Treaty tahun 1976 negara anggota NATO mengakui kedaulatan Jerman Timur dan sebagai konsekuensinya negara yang tergabung dalam Pakta Warsawa mengakui kedaulatan Jerman Barat (Boer Mauna, 2005: 75).

Republik Sudan Selatan menganut Apabila dikaitkan dengan pengakuan di Republik Sudan Selatan, maka teori pengakuan yang berlaku adalah teori konstitutif dan jenis pengakuan de jure, hal ini dapat dibuktikan dengan pengakuan oleh 60 negara termasuk 6 negara non-anggota PBB dan pengakuan dari Republik Sudan pada tanggal 9 Juli 2011. Pengakuan tersebut tidak dapat ditarik kembali, karena pengakuan tersebut dinyatakan secara resmi (Tesfa-

commit to user

recognizes, 39471. [Diakses tanggal 28 Desember 2011]).

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Republik Sudan Selatan dapat diklasifikasikan sebagai subyek hukum internasional karena Republik Sudan Selatan yang memenuhi unsur-unsur seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933, yakni; Pertama, adalah penduduk tetap, terdapat 11,000,000 –13,000,000 diSudan Selatan (Sudan Tribune, http://www.sudantribune.com/Sudan-census-committee-say,31005 [Diakses tanggal 28 Desember 2011] ) . Kedua, adalah wilayah yang tetap, ditunjukan dengan adanya peta resmi dari Sudan Selatan (Sudan Tribune. http://www.sudantribune.com/South-Sudan-s-new-official-map,42492. [ Diakses tanggal 5 Mei 2012]) . Ketiga, adalah Pemerintah yang sah dan berdaulat karena Pemerintah yang sah adalah pemerintah yang dapat menjalankan kedaulatannya baik di dalam negeri atau diluar batas-batas negaranya adalah negara yang merdeka bebas dari penguasaan negara lain. Keempat, adalah Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain, dibuktikan dengan pengakuan oleh 60 negara termasuk 6 negara non-anggota PBB dan pengakuan dari Republik Sudan pada tanggal 9 Juli 2011. Pengakuan tersebut tidak dapat ditarik kembali, karena pengakuan tersebut dinyatakan secara resmi (Tesfa-AlemTekle. http://www.Sudantribune.com/Sudanese-presidency-recognizes,

39471. [Diakses tanggal 28 Desember 2011]).

b. The right to self determination (Hak bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri).

Negara dibentuk berdasarkan suatu hak yang dikenal dengan hak bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri (self determination). Ungkapan self determination atau the right to self determination sering dipahami sebagai hak sebuah kelompok atau bangsa untuk menentukan nasib sendiri yang pada titik ekstrim sering dikaitkan pada konteks memperjuangkan kemerdekaan atau kelahiran negara baru dan pemisahan diri dalam hal

commit to user

didasarkan pada kedaulatan rakyat, yang dimulai dari Deklarasi Kemerdekaan Amerika tahun 1776 dan Revolusi Perancis tahun 1789, dimana pada masa itu banyak terjadi penyalahgunaan hak, seperti menyatakan self determination tidak dimiliki oleh bangsa terjajah ataupun kaum minoritas (Deon Geldenhuys, 2009: 29).

Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang terkait dengan self determination , yakni Declaration on Granting of Independence to Colonial Countries and Peoples on 1960 . Konvensi tersebut menyatakan bahwa self determination ditujukan pada negara-negara dan bangsa-bangsa yang tidak memiliki kedaulatan penuh.Selanjutnya the right of self determination juga dimuat dalam Pasal 1 The Declaration on Principles of International Law Concerning Friendly Relations and Co-Operation Among State in Accordance with The Charter of United Nations on 1970 yang menyatakan bahwa self determination ini tidak hanya meliputi penjajahan oleh bangsa asing tapi juga meliputi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh bangsa yang melakukan pelanggaran terhadap bangsanya sendiri.Berdasarkan 2 deklarasi tersebut supremasi self determination dalam hukum internasional adalah sebagai jus cogen (Jawahir Thontowi, 2006: 145).

Terjadi perbedaan pandangan hukum internasional mengenai arti dari self determination, setidaknya ada lima jenis penjelasan mengenai pengertian dari self determination (Marc Weller, 2008: 24) yaitu:

a) Self determination sebagai hak asasi individu Self determination tidak hanya dipraktekkan oleh sekelompok orang tapi juga individu, artikan bahwa self determination dapat dilakukan oleh individu dalam bernegara karena adanya kebebasan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial,ekonomi, kebudayaan dan sistem politik di dalam negaranya. Sebagai contoh adalah hak untuk memilih penguasa sesuai dengan pilihan individu tersebut.

commit to user

menentukan nasib serikatnya. Pengertian dari Self determination sebagai hak kebebasan berserikat dan kebebasan menentukan nasib serikatnya adalah hak kaum minoritas untuk dilindungi haknya untuk keberadaaannya, agamanya, dan kebudayaannya. Artinya bahwa self determination memberikan pengakuan pada kaum minoritas yang ada di dalam suatu wilayah negara sehingga dapat memfasilitasi perkembangan identitas kaum minoritas dan memastikan kaum minoritas berpartisipasi dalam kehidupan bernegara (effectively participate in all aspects of public life within the state) .

c) Self-determination dan masyarakat adat. Self-determination, memberikan hak bagi penduduk asli untuk mengajukan hak otonomi khusus berdasar klaim ikatan sejarah yang ada sejak jaman dahulu. Misalnya hak otonomi khusus di bekas negara Yugoslavia seperti Kosovo dimana mayoritas penduduknya adalah etnis Albania yang beragama Islam.

d) Self-determination dalam perpindahan penguasaan teritorial

Perpindahan penguasaan teritorial dimaksud sebagai perpindahan penguasaan suatu wilayah negara yang berdaulat ke negara lain, maka penduduk diwilayah tersebut berhak untuk memutuskan tunduk pada salah satu hukum negara dengan referendum. Contoh adalah kasus perpindahan penguasaan Hongkong dari Inggris ke Cina pada tahun 1997, Cina membebaskan pilihan hongkong untuk tetap di bawah kekuasaan Inggris (Steven Tsang, 2007: 255).

e) Self-determination masyarakat untuk melakukan suksesi negara

Self-determination, memberikan hak bagi masyarakat untuk melakukan perubahan status wilayahnya berdasar kehendak penduduk di seluruh wilayah tersebut. Jika poin a hingga d diatas adalah hak untuk menentukan pilihan dalam bernegara secara individu,

commit to user

adalah hak untuk memisahkan diri dari predecessor state.

Mengenai realisasi atas the right of self determination ini secara garis besar terbagi dalam dua kelompok. Pertama, adalah aspek eksternal yang artinya self-determination secara eksternal terealisasi dalam suatu bangsa dalam pelaksanaan kekuasaan yang mandiri tanpa adanya campur tangan bangsa lain atau asing(undue interference). Sebagai contoh adalah terbebasnya negara dari sistem pemerintah kolonial. Kedua, aspek internal artinya suatu bangsa atau negara tidak bisa serta-merta mengklaim telah merealisasi self-determination hanya karena terbebas dari kolonialisme namun, dituntut pula untuk memberikan sebuah sistem politik yang menciptakan partisipasi politik yang bebas bagi para warga negaranya. Sebagai contoh adalah sistem pemerintah yang demokrasi (Jawahir Thontowi, 2006: 120).

Pelaksanaan self determination tidak boleh bertentangan dengan prinsip Integritas teritorial artinya adanya pembatasan pelaksanaan self determination dengan tujuan menjaga persatuan suatu negara dengan mensyaratkan bahawa pelaksanaan self determination harus disertain kesepakatan atau persetujuan dari negara yang bersangkutan mengenai pemberian dan pelaksanaan self determination di negara tersebut (Marc Weller, 2008: 101).

Kesimpulan dari teori self determination adalah hak yang sangat fundamental sebagai perwujudan dari hak asasi manusia sehingga dimungkinkan dilakukan perluasan pengertian yang tidak hanya terbatas pada individu namun juga kelompok masyarakat dan lingkup negara. Namun perlu ditegaskan pelaksanaan self determination yang sesuai dengan prinsip Integritas teritorial adalah apabila negara memberikan kesempatan bagi warga negaranya untuk pelaksanaan self determination melalui suksesi negara (Marc Weller, 2008: 101). Seperti dalam kasus suksesi Republik Sudan Selatan yang diatur dan disepakati dalam Machakos Protocol bahwa Republik Sudan memberikan kesempatan bagi

commit to user

nasibnya sendiri.