PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul: Hubungan antara Derajat Hipertensi dengan Elongasi Aorta pada Pemeriksaan Foto Toraks

HUBUNGAN ANTARA DERAJAT HIPERTENSI DENGAN ELONGASI AORTA PADA PEMERIKSAAN FOTO TORAKS SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran MARIA LEONY RAHAJENG FIRSTYANI

G0008016

FAKULTAS KEDOKTERAN

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Hubungan antara Derajat Hipertensi dengan Elongasi Aorta pada Pemeriksaan Foto Toraks

Maria Leony Rahajeng Firstyani, NIM: G0008016, Tahun: 2011

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Rabu, Tanggal 5 Oktober 2011

Pembimbing Utama

Nama : Dr. JB. Prasodjo, dr., Sp.Rad. (K) NIP : 19500801 199008 1 001

Pembimbing Pendamping

Nama : Novi Primadewi, dr., Sp.THT., M.Kes NIP : 19751129 200812 2 002

Penguji Utama

Nama : Prof. Dr. Suyono, dr., Sp.Rad. (K) NIP : 19470611 197610 1 001

Anggota Penguji

Nama : Dr. Senyum Indrakila, dr., Sp.M NIP : 19730102 200501 1 001

Surakarta, ___________________

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof . Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM NIP 19660702 199802 2 001

NIP 19510601 197903 1 002

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 5 Oktober 2011

Maria Leony Rahajeng Firstyani G0008016

Maria Leony Rahajeng Firstyani, G0008016, 2011. Hubungan antara Derajat Hipertensi dengan Elongasi Aorta pada Pemeriksaan Foto Toraks. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta pada pemeriksaan foto toraks.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 23 Mei – 23 Juni 2011. Terdapat 60 subjek yang telah diseleksi dengan teknik purposive sampling. Kriteria inklusi adalah pasien laki-laki dan perempuan berusia 20 – 80 tahun, foto toraks posisi postero-anterior, dan pada foto toraks inspirasi cukup dalam arti tampak costa anterior enam pasang dan costa posterior sepuluh pasang. Kriteria eksklusinya adalah kelainan katup jantung dan kelainan katup aorta. Hasil foto toraks dari subjek yang mengisi informed consent diperiksa untuk mengukur adanya elongasi aorta (jarak antara tepi atas arkus aorta dengan incisura jugularis sterni). Kemudian peneliti memeriksa tekanan darah subjek penelitian. Peneliti juga mencari data sekunder yang dibutuhkan pada rekam medik subjek. Data tersebut dianalisis menggunakan uji Chi-Square dan Odds Ratio (OR) SPSS 17.0 for Windows. Odds Ratio (OR) digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan.

Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan: (1) Adanya hubungan bermakna antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta (p = 0.002). (2) Individu dengan prehipertensi memiliki risiko 5 kali lebih besar mengalami elongasi aorta dari individu normotensi (OR = 5.09, CI 95% = 1.14 – 22.62). Individu dengan hipertensi derajat 1 memiliki risiko 8 kali lebih besar mengalami elongasi aorta dari individu normotensi (OR = 8.00, CI 95% = 1.39 – 45.75). Individu dengan hipertensi derajat 2 memiliki risiko 61 kali lebih besar mengalami elongasi aorta dari individu normotensi (OR = 60.71, CI 95% = 2.76 – 1332).

Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan bermakna antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta serta “hubungan dosis-respons” yang kuat dan secara statistik signifikan antara derajat hipertensi dan risiko mengalami elongasi aorta.

Kata Kunci: derajat hipertensi, elongasi aorta

Maria Leony Rahajeng Firstyani, G0008016, 2011. The Relationship between Grade of Hypertension and Aortic Elongation on the Chest X-ray Examination. Medical Faculty of Sebelas Maret University.

Objective: This research aims to find the relationship between grade of hypertension and aortic elongation on the chest X-ray examination.

Methods. A cross-sectional study has been carried out at the Radiology Department, Dr. Moewardi Hospital, from May 23rd to June 23rd 2011. A sample of 60 subjects aged from 20 to 80 years old were selected by purposive sampling. Postero-anterior chest X-ray photograph including six pairs of anterior ribs and ten pairs of posterior ribs was taken with sufficient inspiration. Subjects with other abnormal cardiac and aortic valve were excluded. Study subjects filled-in informed consent form and were measured for aortic elongation, i.e. the length between the top of aortic arch and incisura jugularis sterni. The blood pressure was checked. The researcher also searched the subjects’ medical record for secondary data. Odds Ratio (OR) was used to measure the strength of association, and Chi-Square to test its statistical significance, on SPSS 17.0 for Windows.

Results: This research shows: (1) A significant relationship between grade of hypertension and aortic elongation (p = 0.002). (2) Individuals with prehypertension had 5 times higher risk of aortic elongation than normal individuals (OR = 5.09, 95% CI = 1.14 to 22.62). Individuals with grade 1 hypertension had 8 times higher risk of aortic elongation than normal individuals (OR = 8.00, 95% CI = 1.39 to 45.75). Individuals with grade 2 hypertension had

61 times higher risk of aortic elongation than normal individuals (OR = 60.71, 95% CI = 2.76 to 1332).

Conclusion: This research found a significant relationship between grade of hypertension and aortic elongation. There is a strong and statistically significant “dose-response relationship” between grade of hypertension and aortic elongation.

Keyword: grade of hypertension, aortic elongation

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan antara Derajat Hipertensi dengan Elongasi Aorta pada Pemeriksaan Foto Toraks.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Tuhan Yang Maha Esa dan melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua beserta Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

3. Dr. JB. Prasodjo, dr., Sp.Rad. (K), selaku Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan saran mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya skripsi ini.

4. Novi Primadewi, dr., Sp.THT, M.Kes., selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan dan motivasi mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya skripsi ini.

5. Prof. Dr. Suyono, dr., Sp.Rad. (K), selaku Penguji Utama yang telah memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Dr. Senyum Indrakila, dr., Sp.M., selaku Anggota Penguji yang telah memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Prof. Dr. Bhisma Murti, dr., MPH, M.Sc., Ph.D yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam pengolahan data statistik skripsi ini.

8. Mbak Ning beserta Staf Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi.

9. Kedua orang tua tercinta, Y. Joko Suryono dan Chatarina Sarjani, yang telah memberi dukungan moral, material, serta senantiasa mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini.

10. Ancilla Cherisha Illinantyas, teman seperjuangan saat pengambilan data.

11. Teman-teman angkatan 2008.

12. Semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, 5 Oktober 2011

Maria Leony Rahajeng Firstyani

halaman

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC ............................................7 Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut ESH 2007 ...................................8

Tabel 4.1. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia ..................................................30

Tabel 4.2. Distribusi Subjek Berdasarkan Derajat Hipertensi, Jenis kelamin, dan

Elongasi Aorta ..................................................................................32

Tabel 4.3. Uji Chi Square Hubungan Derajat Hipertensi dengan Elongasi

Aorta ...................................................................................................34

Tabel 4.4. Risiko Terjadinya Elongasi Aorta pada Pasien Prehipertensi,

Hipertensi Derajat 1, dan Hipertensi Derajat 2 ...................................34

halaman

Gambar 2.1. Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah........................................5 Gambar 3.1. Rancangan Penelitian.................................................................. 22 Gambar 4.1. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia............................................31

halaman

Lampiran 1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ................................44 Lampiran 2. Data sampel penelitian ...............................................................45 Lampiran 3. Derajat Hipertensi – Elongasi Aorta uji Chi Square .................47 Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian ....................................................................51 Lampiran 5. Surat Keterangan Telah Selesai Melaksanakan Penelitian .........52 Lampiran 6. Ethical Clearance ........................................................................53

Lampiran 7. Tabel X 2 ......................................................................................54

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hingga saat ini, hipertensi masih merupakan masalah kesehatan serius di seluruh dunia. Penyebabnya antara lain prevalensi hipertensi yang semakin meningkat, sedikitnya penderita yang mendapatkan terapi adekuat, masih banyaknya penderita yang tidak terdeteksi, serta tingginya morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi hipertensi (Yogiantoro, 2006).

Data WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa sekitar 972 juta (26,4 %) penduduk dunia menderita hipertensi dan angka tersebut kemungkinan meningkat menjadi 29,2 % pada tahun 2025. Dari 972 juta penderita hipertensi, 333 juta berada di negara maju sedangkan 639 juta sisanya berada di negara berkembang. Di Indonesia, pada tahun 2007, prevalensi hipertensi di daerah urban dan rural berkisar antara 17-21 %, tetapi data secara nasional belum lengkap (Yogiantoro, 2006; Misbach, 2007).

Jumlah penduduk Indonesia yang berusia lebih dari enam puluh tahun pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 400 %. Pada usia lanjut tekanan darah sistolik lebih berkaitan dengan prognosis komplikasi kardiovaskuler dibandingkan tekanan darah diastolik. Selain itu prevalensi gagal jantung dan stroke pada usia lanjut akibat hipertensi juga tinggi

maupun fungsional terjadi kemunduran (Makmun, 2006). Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah aorta yaitu penebalan dinding dan elastisitasnya berkurang. Di samping itu terjadi pemanjangan dan berkelok-kelok serta bertambahnya diameter dan volumenya, perubahan ini mulai pada usia 20 tahun (Rustam, 1996). Hal-hal yang dapat mengubah bentuk aorta antara lain adalah hipertensi, usia, kelainan katup, dan kelainan dinding aorta karena radang (Purwohudoyo, 2010). Ada banyak penyebab elongasi aorta, di antaranya adalah aterosklerosis, hipertensi, regurgitasi aorta, dan lain-lain (Savas, 2000).

Pemeriksaan elektrokardiogram dan foto dada dapat memberikan gambaran apakah hipertensi telah berlangsung lama (Susalit et al., 2001). Pada foto dada posisi postero-anterior terlihat perbesaran jantung ke kiri, elongasi aorta pada hipertensi yang kronis, dan tanda-tanda bendungan pembuluh paru pada stadium payah jantung (Basha, 2003). Elongation (elongasi) adalah tindakan, proses, atau kondisi bertambah panjang (Dorland, 2001).

Berdasarkan uraian di atas, maka memberikan dorongan bagi penulis untuk meneliti lebih jauh mengenai hubungan antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta pada pemeriksaan foto toraks.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Adakah hubungan antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta pada pemeriksaan foto toraks?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adakah hubungan antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta pada pemeriksaan foto toraks.

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wacana ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Kedokteran Radiologi dan untuk memberikan data ilmiah mengenai hubungan antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta.

2. Aspek Aplikatif

a. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengontrol tekanan darah dalam batas normal.

b. Mendukung penegakkan diagnosis penyakit jantung hipertensif pada penderita hipertensi kronis dengan pemeriksaan radiologi.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Fisiologi Pengaturan Tekanan Darah

Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama untuk mendorong darah ke jaringan. Tekanan tersebut harus diatur secara ketat dengan tujuan: 1) dihasilkan gaya dorong yang cukup sehingga otak dan jaringan lain menerima aliran darah yang adekuat, dan 2) tidak terjadi tekanan yang terlalu tinggi yang dapat memperberat kerja jantung dan meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah. Pengaturan tekanan darah melibatkan integrasi berbagai komponen sistem sirkulasi dan sistem tubuh lain (Gambar 2.1.). Perubahan setiap faktor tersebut akan mengubah tekanan darah kecuali terjadi perubahan kompensatorik pada variabel lain sehingga tekanan darah konstan (Sherwood, 2001).

Berdasarkan bagan di bawah ini diketahui bahwa tekanan darah sangat tergantung pada curah jantung (cardiac output) dan resistensi perifer. Menurut Wilson and Price (2006), besar tekanan darah seseorang juga dapat dihitung dengan rumus:

Tekanan Darah = Curah Jantung x Denyut Jantung Tekanan Darah = Curah Jantung x Denyut Jantung

Gambar 2.1. Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah

(Sherwood, 2001)

Contoh kerja reflek baroreseptor adalah peningkatan tekanan darah

Tekanan darah arteri rata-rata

Curah jantung

Kecepatan denyut jantung

Volume sekuncup

Jari-jari arteriol

Viskositas darah

Resistensi perifer total

Aktivitas parasim-

patis

Aktivitas simpatis dan

epinefrin

Aliran

balik vena

Kontrol metabolik

lokal

Kontrol vaso- kontriktor lokal

Jumlah eritrosit

Volume

darah

Aktivitas pernapasan

Aktivitas otot rangka

Aktivitas simpatis dan epinefrin

Vasopresin dan angiotensin II

Pergeseran cairan bulk flow pasif antara kompartmen vaskuler dan

cairan interstisium

Keseimbangan

garam dan air

Vasopresin dan sistem renin- angiotensin- aldosteron

pusat kontrol kardiovaskuler mengurangi aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis. Sinyal-sinyal eferen tersebut akan menurunkan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, merangsang vasodilatasi arteriol dan vena sehingga curah jantung dan resistensi perifer turun. Hasil akhirnya adalah tekanan darah kembali normal. Namun pada hipertensi, baroreseptor tidak berespon mengembalikan tekanan darah ke tingkat normal karena mereka telah beradaptasi untuk bekerja pada tingkat yang lebih tinggi (Sherwood, 2001).

2. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang paling banyak ditemui di masyarakat dengan insidensi 10 – 15 % pada orang dewasa. Kejadian hipertensi juga sering dikaitkan dengan penambahan usia. Hal tersebut ditunjukkan dengan makin meningkatnya jumlah penderita hipertensi seiring dengan peningkatan populasi usia lanjut (Siregar, 2003; Yogiantoro, 2006).

a. Definisi dan Klasifikasi Hingga saat ini belum terdapat kesatuan pendapat mengenai definisi hipertensi. Oleh karena itu, beberapa organisasi seperti JNC 7 (The Seventh Report of the Joint Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure ) dan ESH

2006). Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan

Darah

Tekanan Darah Sistolik

(mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Tidak hipertensi Prehipertensi Hipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2

< 120 120 – 139 140 – 159

≥ 160

dan atau atau atau

< 80

80 – 89

90 – 99 ≥ 100

(Yogiantoro, 2006)

Kategori

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

Optimal Normal Normal tinggi Hipertensi

Derajat 1 (ringan) Derajat 2 (sedang) Derajat 3 (berat) Isolated systolic hypertension

Kerusakan organ, terutama jantung, otak, dan ginjal, berkaitan dengan derajat keparahan hipertensi (Gray et al., 2005).

b. Etiologi Berdasarkan penyebabnya, selama ini dikenal dua jenis hipertensi, yaitu:

1) Hipertensi Primer atau Esensial

Hipertensi jenis ini penyebabnya tidak diketahui dan mencakup 95% kasus hipertensi (Siregar, 2003). Menurut Yogiantoro (2006), hipertensi esensial merupakan penyakit

Beberapa faktor risiko tersebut antara lain adalah:

a) Pola hidup seperti merokok, asupan garam berlebih, obesitas, aktivitas fisik, dan stres.

b) Faktor genetis dan usia.

c) Sistem saraf simpatis : tonus simpatis dan variasi diurnal.

d) Ketidakseimbangan antara modulator vasokontriksi dan

vasodilatasi.

e) Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan dalam sistem renin, angiotensin, dan aldosteron.

2) Hipertensi Sekunder

Merupakan suatu keadaan di mana peningkatan tekanan darah yang terjadi disebabkan oleh penyakit tertentu. Hipertensi jenis ini mencakup 5% kasus hipertensi. Beberapa penyebab hipertensi sekunder antara lain penyakit ginjal seperti glomerulonefritis akut, nefritis kronis, kelainan renovaskuler, dan Sindrom Gordon; penyakit endokrin seperti feokromositoma, Sindrom Conn, dan hipertiroid; serta kelainan neurologi seperti tumor otak (Joesoef dan Setianto, 2003).

Baik tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. Tekanan darah sistolik meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan Baik tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. Tekanan darah sistolik meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan

3. Foto Toraks

Foto toraks merupakan pemeriksaan yang penting dalam penafsiran kelainan pada jantung dan paru. Pemeriksaan dada akan menjadi petunjuk bagi pemeriksaan apa yang perlu dilanjutkan mengenai paru atau jantungnya (Purwohudoyono, 2010). Interpretasi radiografi toraks harus meliputi penilaian ukuran jantung secara keseluruhan, bukti adanya pembesaran ruang jantung spesifik, dan perubahan apapun pada lapangan paru (Gray et al., 2005).

Penilaian jantung hendaknya mencakup :

a. Situs (kedudukan organ di dada dan di bawah diafragma)

b. Periksalah letak jantung dan lambung

c. Bentuk tulang punggung

d. Ukuran dan pembesaran jantung

e. Pembuluh-pembuluh darah besar (aorta dan arteri pulmonalis)

(Purwohudoyono, 2010).

4. Aorta

Aorta adalah trunkus utama pangkal bermulanya sistem arteri sistemik. Pembuluh darah ini keluar dari ventrikel kiri jantung berjalan ke atas (aorta ascenden), melengkung (arkus aorta), dan ke bawah (aorta descenden). Kemudian pars descenden ini terbagi menjadi bagian toraks di bagian atas (pars thoracica aorta) dan bagian abdominal di bagian bawah (pars abdominal aorta) (Dorland, 2001).

Luas penampang aorta adalah 2,5 cm 2 (Guyton and Hall, 2007). Aorta pada umumnya nampak jelas pada orang dewasa. Tepi atas arkus aorta kira-kira 2,5 cm di bawah garis superior dari manubrium sterni (incisura jugularis sterni) (Gray’s, 2000). Arkus aorta menonjol ke kiri kira-kira 3 – 3,5 cm dari garis tengah yang ditarik di tengah-tengah kolumna vertebra. Pada foto toraks yang normal, arkus aorta nampak sebesar ujung ibu jari (Purwohudoyono, 2010). Arkus aorta biasanya terlihat, karena aorta mengalirkan darah secara posterior dan dikelilingi oleh udara. Sebagian besar aorta desendens juga dapat terlihat. Posisi dan ukuran masing-masing dapat dievaluasi dengan pandangan frontal dan lateral (Alwi, 2006).

Pada pandangan posterior anterior kontur bagian kanan madiastinum

lebih jelas seiring bertambahnya usia (Alwi, 2006). Pelebaran aorta menyebabkan arkus aorta lebih menonjol keluar (Purwohudoyono, 2010). Pelebaran aortic root paling sering terlihat pada hipertensi sistemik lama yang tak terkontrol (Alwi, 2006). Aorta yang lebar dijumpai pada jantung berbentuk sepatu, aortic configuration, misalnya pada Atrial Insufisiensi (AI) dan Atrial Stenosis (AS). Aorta kecil biasanya dijumpai pada Mitral Stenosis (MS) dan Mitral Insufisiensi (MI), kebocoran dari kiri ke kanan. Selain aorta yang melebar dan mengecil, aorta desendens dapat menjadi panjang (elongasi aorta).

Hal-hal yang dapat mengubah bentuk aorta ialah:

a. Hipertensi

b. Usia

c. Kelainan katup (insufisiensi aorta)

d. Kelainan dinding aorta karena radang (tuberkulosis, lues) (Purwohudoyono, 2010) Dinding aorta memiliki tiga lapisan:

a. Tunika intima (lapisan tipis sel endotel)

b. Tunika media (jaringan elastik berlamina yang tersusun secara spiral)

c. Tunika adventisia (terutama terdiri atas kolagen namun juga mengandung pembuluh darah adventisia dan limfe)

Pada tunika media jaringan elastik dominan dengan sedikit otot Pada tunika media jaringan elastik dominan dengan sedikit otot

5. Hubungan Derajat Hipertensi dengan Elongasi Aorta

Umur terkait dengan peningkatan sistolik dan tekanan pulsasi (Safar et al. , 2008). Sebagai bagian dari proses penuaan normal, aorta mengalami perubahan struktural berupa kekakuan yang progresif karena regangan siklik, yang disebabkan oleh fraktur lamela elastin di tunika media dan perubahan bentuk jaringan fibrosa dalam dinding aorta (Safar et al., 2006). Selain itu, paparan kronis tekanan tinggi intra-arteri pada hipertensi diperkirakan dapat mempercepat kerusakan elastin, sehingga mencetuskan dilatasi aorta proksimal (O’rouke, 2005). Dalam sebuah studi baru-baru ini menemukan individu dengan hipertensi sistolik memiliki diameter aorta efektif yang lebih kecil bila dibandingkan dengan subjek kontrol normotensi (Mitchell, 2003). Selain itu, dalam studi lain ditemukan adanya perbedaan panjang aorta antara penderita hipertensi dan normotensi pada pemeriksaan foto toraks. Penderita hipertensi memiliki aorta yang lebih panjang bila dibandingkan dengan penderita normotensi (Sukmadianti, 2006).

Pada usia lanjut, peningkatan tekanan sistolik dan tekanan nadi berhubungan dengan kekakuan aorta (Safar et al., 2006; Lakatta, 2003)

meningkatkan besarnya gelombang tekanan pembuluh darah perifer yang dihasilkan oleh ejeksi ventrikel. Secara tidak langsung, peningkatan kekakuan aorta mampu mengubah kecepatan dan besarnya pantulan gelombang tekanan pembuluh darah perifer (Chobanian, 2007). Selain itu, efek langsung dan tidak langsung ini menunjukkan kecepatan dan besarnya pantulan gelombang tekanan berbanding lurus (positif) dengan bertambahnya usia. Fenomena gelombang tekanan pantul ini memberikan cara pandang tradisional tentang keterkaitan antara usia dan peningkatan tekanan darah (Chobanian, 2007).

Selain berfungsi sebagai saluran untuk memberikan darah ke pembuluh darah perifer, aorta proksimal menyediakan lebih dari setengah sistem kapasitas buffering untuk seluruh arteri. Melalui buffering ini, aorta proksimal berfungsi mengubah aliran pulsatil yang dihasilkan oleh ejeksi ventrikel kiri agar menjadi aliran yang relatif stabil ditingkat mikrosirkulasi. Kapasitas buffering dari aorta proksimal dipengaruhi oleh struktural (ketebalan dinding dan komposisi), fungsional (kekakuan), dan geometris (diameter). Dengan demikian untuk membandingkan sifat dinding aorta (kekakuan) sebuah dilatasi pangkal aorta yang lebih kecil akan memberikan impedansi yang lebih tinggi untuk volume sekuncup (stroke volume), oleh karena itu menyebabkan tekanan pulsasi yang lebih tinggi (Farasat, 2008).

Laju aliran (flow rate) bergantung kepada gradien tekanan dan resistensi vaskuler sesuai persamaan berikut:

F=

∆걈

dengan F adalah laju aliran darah, ∆P adalah gradien tekanan, dan R adalah resistensi pembuluh darah. Gradien tekanan adalah perbedaan antara tekanan permulaan dan akhir suatu pembuluh sebagai gaya pendorong utama dalam pembuluh. Resistensi yaitu ukuran hambatan terhadap aliran darah melalui suatu pembuluh yang ditimbulkan oleh friksi (gesekan) antara cairan yang mengalir dan dinding pembuluh yang stasioner. Resistensi terhadap aliran darah bergantung pada tiga faktor : 1) viskositas darah, 2) panjang pembuluh, dan 3) jari-jari pembuluh. Semakin besar viskositas semakin besar resistensi terhadap aliran, namun dalam keadaan normal konsentrasi protein plasma dan jumlah sel darah merah yang beredar relatif konstan, sehingga tidak penting untuk mengontrol resistensi. Panjang pembuluh di dalam tubuh konstan, maka panjang tersebut bukan merupakan faktor variabel untuk mengontrol resistensi vaskuler. Dengan demikian penentu utama resistensi terhadap aliran adalah jari-jari sesuai dengan persamaan:

(Sherwood, 2001).

sirkulasi dalam setiap menitnya, sehingga kecepatan aliran darah berbanding terbalik dengan luas penampang pembuluh darah (Guyton and Hall, 2007). Ketika kecepatan aliran menjadi terlalu besar seperti bila aliran darah melewati suatu obstruksi di pembuluh, bila aliran berbelok tajam, atau bila darah mengalir melalui permukaan kasar, aliran darah dapat menjadi turbulen atau terganggu, dan tidak laminar. Apabila kecepatan suatu cairan yang mengalir di tabung meningkat secara bertahap dengan memperkecil jari-jari tabung, akan tercapai suatu kecepatan kritis

v c saat aliran laminar berubah menjadi turbulen (Cameron et al., 2006). Aliran turbulen berarti bahwa darah mengalir melintang di pembuluh maupun di sepanjang pembuluh, biasanya membentuk pusaran dalam darah yang disebut aliran eddy. Bila timbul aliran eddy, darah mengalir dengan resistensi yang jauh lebih besar daripada bila mengalir laminar karena aliran eddy sangat memperbesar seluruh gesekan aliran dalam pembuluh (Guyton and Hall, 2007).

Kecenderungan untuk timbulnya aliran turbulen meningkat berbanding lurus dengan kecepatan aliran darah, diameter pembuluh darah dan berat jenis darah, dan berbanding terbalik dengan viskositas darah, sesuai dengan persamaan berikut:

Re =

terjadinya turbulensi, v adalah kecepatan rata-rata aliran darah (dalam sentimet er per detik), d adalah diameter pembuluh (dalam sentimeter), ρ adalah massa jenis, dan η adalah viskositas (dalam poise) (Guyton and Hall, 2007). Apabila terdapat belokan atau obstruksi, angka Reynold menjadi jauh lebih kecil. Arteri yang mengalami obstruksi, karena alirannya turbulen, memerlukan peningkatan tekanan yang jauh lebih besar, akibatnya jumlah kerjanya lebih besar pula (Cameron et al., 2006).

Berdasarkan teori di atas, usia dan paparan kronis intraarteri pada pasien hipertensi terkait dengan peningkatan tekanan sistolik melalui efek langsung yaitu dengan meningkatkan tekanan pembuluh darah perifer, serta efek tidak langsung yaitu dengan meningkatkan kecepatan dan besarnya pantulan gelombang tekanan pembuluh darah perifer. Peningkatan kecepatan dan besarnya pantulan gelombang perifer tersebut terjadi akibat kemampuan aorta proksimal untuk mengubah aliran pulsatil yang dihasilkan oleh ejeksi ventrikel kiri menjadi aliran yang relatif stabil untuk dialirkan ke mikrosirkulasi terganggu, hal ini terkait dengan kondisi aorta yang kaku pada lanjut usia. Oleh karena itu, menyebabkan tekanan pulsasi yang lebih tinggi. Kemudian saat melewati arkus aorta, kecepatan aliran darah menjadi terlalu besar, sehingga aliran darah menjadi turbulen. Jika darah mengalir dengan resistensi yang lebih besar maka akan timbul aliran eddy yang sangat memperbesar seluruh gesekan aliran dalam aorta

: diteliti

: tidak diteliti

: memacu/meningkatkan

C. Hipotesis

Terdapat hubungan antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta pada pemeriksaan foto toraks.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan menggunakan desain cross sectional.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Mei – Juni 2011.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi Target Semua pasien yang melakukan pemeriksaan foto toraks di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.

2. Sampel

a. Kriteria inklusi:

1) Laki-laki dan perempuan usia 20 sampai 80 tahun

2) Foto toraks posisi postero-anterior

3) Pada foto toraks inspirasi cukup, dalam arti tampak:

a) Costa anterior enam pasang

1) Kelainan katup jantung

2) Kelainan katup aorta

3. Besar Sampel Karena pada penelitian ini menggunakan analisis bivariat dengan analisis data menggunakan uji Chi Square, maka membutuhkan sampel minimal 30 subjek penelitian (rule of thumb) dengan frekuensi harapan (expected frequency) dianjurkan tidak kurang dari 5 subjek dalam masing- masing sel (Murti, 2010).

Sehingga besar sampel yang dibutuhkan adalah: 60 subjek.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel secara purposive sampling yakni pencuplikan dengan pembatasan-pembatasan tertentu untuk tujuan eksplisit tertentu (Murti, 2010).

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian

F. Identifikasi Variabel Penelitian

3. Variabel luar

a. Terkendali: usia, foto toraks posisi postero-anterior, jumlah costa anterior, dan jumlah costa posterior.

b. Tidak terkendali: kondisi psikologis pasien (white coat hypertension), asupan nutrisi, dan aktifitas sehari-hari.

G. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel bebas: derajat hipertensi

a. Definisi: Derajat hipertensi berdasarkan klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7

b. Alat ukur: Sphygmomanometer raksa merk Riechster

c. Satuan: mmHg

d. Skala pengukuran: Ordinal

2. Variabel Terikat: elongasi aorta

a. Definisi: Panjang aorta dimulai dari aorta ascenden, arkus aorta, aorta descenden, dan aorta abdominalis. Aorta yang memanjang dapat diukur dengan menghitung jarak antara tepi atas arkus aorta dengan batas superior manubrium sterni (incisura jugularis sterni) (Savas, 2000). Jika jaraknya kurang dari 2,5 cm = aorta memanjang (elongasi aorta).

b. Alat ukur: Mistar

c. Satuan: sentimeter

1) Jika jarak antara tepi atas arkus aorta dengan incisura jugularis sterni

< 2,5 cm: elongasi.

2) Jika jarak antara tepi atas arkus aorta dengan incisura jugularis sterni

≥ 2,5 cm: tidak elongasi.

3. Variabel Luar Terkendali

a. Usia

1) Definisi: Umur sampel penelitian ketika data diambil yaitu antara

20-80 tahun

2) Alat ukur: Identitas pada foto toraks pasien

3) Skala pengukuran: Rasio

b. Foto toraks posisi postero-anterior

1) Definisi: Arah proyeksi radiografi dari permukaan posterior ke

anterior, atau dari belakang ke depan.

2) Hasil: Pemeriksaan jantung dapat lebih jelas pada foto toraks posisi postero-anterior karena pada posisi tersebut secara anatomis jantung akan lebih dekat dengan film Roentgen.

c. Jumlah costa anterior

1) Definisi: Pada foto toraks inspirasi cukup dalam arti tampak costa

anterior enam pasang

2) Alat ukur: Perhitungan secara langsung pada foto toraks pasien

3) Hasil: Inspirasi cukup dan inspirasi tidak cukup

1) Definisi: Pada foto toraks inspirasi cukup dalam arti tampak costa

posterior sepuluh pasang

2) Alat ukur: Perhitungan secara langsung pada foto toraks pasien

3) Hasil: Inspirasi cukup dan inspirasi tidak cukup

4) Skala pengukuran: Nominal

4. Variabel Luar Tidak terkendali

a. Kondisi psikologis pasien (white coat hypertension)

b. Asupan nutrisi

c. Aktivitas sehari-hari

H. Instrumentasi

1. Sphygmomanometer Sphygmomanometer yang digunakan adalah sphygmomanometer raksa merk Riechster dengan ketelitian 1 mmHg.

2. Stetoskop

3. Mistar

4. Rekam Medis Pasien

5. Tabel Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7

I. Cara Kerja

1. Sampel penelitian diukur jarak tepi atas arkus aorta dengan incisura 1. Sampel penelitian diukur jarak tepi atas arkus aorta dengan incisura

3. Penggolongan sampel elongasi aorta yang memiliki prehipertensi, hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2, dan tidak memiliki hipertensi (normal).

4. Penggolongan sampel tidak elongasi aorta yang memiliki prehipertensi, hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2, dan tidak memiliki hipertensi (normal).

J. Teknik Analisis Data

Analisis data statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data dalam penelitian ini dianalisis dan hubungan antarvariabel ditentukan dengan uji statistik non-parametrik Chi Square. Uji Chi Square untuk mengetahui hubungan antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta, dengan variabel bebas derajat hipertensi dan variabel terikat elongasi aorta (Sastroasmoro, 2008).

Rumus bangun yang umum untuk uji Chi Square adalah sebagai berikut :

dimana : dimana :

f h = frekuensi yang diharapkan dalam sampel sebagai pencerminan dari frekuensi yang diharapkan dalam populasi

∑ ꚸprla aúǴ İp Ƽ 轀lmprl lǴplf

İp

Ǵ aúǴ İp Ƽ轀lmprl lǴplf İp

dengan tabel kontingensi 4x2 sebagai berikut :

Variabel bebas

Variabel terikat Elongasi Aorta

Tidak Elongasi Aorta

Jumlah

Tidak Hipertensi

a+e Prehipertensi

b f b+f Hipertensi Derajat 1

c g c+g Hipertensi Derajat 2

d h d+h Jumlah

a+b+c+d

e+f+g+h N

Keterangan :

a = tidak hipertensi, elongasi aorta

b = prehipertensi, elongasi aorta b = prehipertensi, elongasi aorta

f = prehipertensi, tidak elongasi aorta

g = hipertensi derajat 1, tidak elongasi aorta

h = hipertensi derajat 2, tidak elongasi aorta N = jumlah individu/subjek

Kriteria penerimaan hipotesis : Uji Chi Square dengan derajat signifikasi (level of significance) 5%.

Nilai χ 2 hitung dibandingkan dengan χ 2 tabel dengan taraf

signifikansi a = 0,05.

Dan nilai derajat bebas (degree of freedom) dihitung dengan rumus: Derajat bebas (degree of freedom) = (r-1) (c-1) Dengan r = jumlah baris

c = jumlah kolom

Derajat bebas (degree of freedom) = (4-1) (2-1) = 3 Maka nilai

0,05 tabel ; (4-1) (2-1) = 7,815 (terlampir)

Interpretasi hasil :

Jika χ 2 hitung ≥ χ 2 tabel, maka H 0 ditolak dan H 1 diterima. χ 2 hitung < χ 2 tabel, maka H 0 diterima dan H 1 ditolak.

H 0 : tidak ada hubungan antara derajat hipertensi dengan elongasi

aorta.

H 1 : ada hubungan antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta. (Hadi, 2000).

2. Penghitungan Odd Ratio (OR) untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta (Murti, 2010).

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 23 Mei – 23 Juni 2011. Dengan metode purposive sampling diperoleh subjek penelitian sebanyak 60 orang. Dari 60 subjek tersebut, 15 orang tidak mengalami hipertensi, 25 orang menderita prehipertensi, 12 menderita hipertensi derajat 1, dan 8 orang menderita hipertensi derajat 2. Secara lengkap distribusi subjek berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia

No

Usia

Derajat Hipertensi

Tidak Hipertensi

PreHT

HT 1

% HT 2 %

1 20-29

2 3.3 0 0 1 1.6 0 0

2 30-39

2 3.3 1 1.6 0 0 0 0

3 40-49

6 10 8 13.3 1 1.6 0 0

4 50-59

3 5 8 13.3 3 5 3 5

5 60-69

1 1.6 3 5 2 3.3 1 1.6

6 70-80

1 1.6 5 8.3 5 8.3 4 6.6 Jumlah

15 25 12 8

Gambar 4.1. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia Berdasarkan data pada Tabel 4.1., didapatkan subjek dengan tekanan darah tidak hipertensi terbanyak pada usia 40-49, subjek prehipertensi terbanyak pada usia 40-49 tahun dan 50-59 tahun, subjek hipertensi derajat 1 terbanyak pada usia 70-80 tahun, dan subjek hipertensi derajat 2 terbanyak pada usia 70-80 tahun.

Tidak Hipertensi Prehipertensi Hipertensi Derajat 1 Hipertensi Derajat 2

dan Elongasi Aorta

Variabel bebas

Variabel terikat

Elongasi Aorta

Tidak Elongasi

Aorta

Jumlah

Tidak Hipertensi: (%) Laki-laki

Prehipertensi: (%) Laki-laki

Hipertensi Derajat 1: (%) Laki-laki Perempuan

Hipertensi Derajat 2: (%) Laki-laki Perempuan

8 100%

0%

8 100%

Jumlah

33 27 60

hipertensi dengan aorta memanjang sebanyak 3 orang (20 %) dan pasien tekanan darah normal dengan aorta tidak memanjang sebanyak 12 orang (80 %). Pasien prehipertensi dengan aorta memanjang sebanyak 14 orang (56 %) dan pasien prehipertensi dengan aorta tidak memanjang sebanyak 11 orang (44 %). Pasien hipertensi derajat 1 dengan aorta memanjang sebanyak 8 orang (66,7 %) dan pasien hipertensi derajat 1 dengan aorta tidak memanjang sebanyak 4 orang (33,3 %). Pasien hipertensi derajat 2 dengan aorta memanjang sebanyak 8 orang (100 %), dan tidak terdapat pasien hipertensi derajat 2 dengan aorta tidak memanjang.

B. Hasil Analisis

Dari hasil penelitian pada Tabel 4.2., dilakukan uji statistik dengan menggunakan teknik analisis uji Chi Square dan perhitungan Odd Ratio yang diolah dengan SPSS 17.0 for Windows.

1. Uji Chi Square

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah derajat hipertensi dan variabel terikatnya adalah elongasi aorta.

Aorta

Elongasi Aorta

Ya

Tidak Total

14.64 Derajat 0.002 Hipertensi

Tidak Hipertensi

Hipertensi Derajat 1

Hipertensi Derajat 2

Total

Hasil penelitian dengan metode Chi Square dengan derajat bebas = 3 dan taraf signifikansi = 5% diperoleh nilai X 2 hitung = 14,64 lebih besar dari nilai X 2 tabel = 7,815. Dengan demikian H 0 ditolak dan H 1 diterima, berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta (p < 0,05).

2. Odd Ratio Derajat Hipertensi

Tabel 4.4. Risiko Terjadinya Elongasi Aorta pada Pasien Prehipertensi, Hipertensi Derajat 1, dan Hipertensi Derajat 2

Derajat Hipertensi

OR

Confidence Interval 95% Lower Limit Upper Limit Prehipertensi

5.09 1.14 22.62 Hipertensi Derajat 1

8.00 1.39 45.75 Hipertensi Derajat 2

5 lebih besar (OR = 5.09 %), pasien hipertensi derajat 1 memiliki risiko 8 lebih besar (OR = 8.00 %), dan pasien hipertensi derajat 2 memiliki risiko

60 lebih besar (OR = 60.71 %) untuk mengalami elongasi aorta bila dibandingkan dengan pasien normotensi. Ketiga hasil Odds Ratio tersebut memiliki arti bahwa antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta mempunyai hubungan yang erat.

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta pada pemeriksaan foto toraks di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Subjek penelitian ini diseleksi berdasarkan kriteria inklusi laki-laki dan perempuan usia 20 sampai 80 tahun, foto toraks posisi postero- anterior, dan pada foto toraks inspirasi cukup, dalam arti tampak costa anterior enam pasang dan costa posterior sepuluh pasang. Usia minimal 20 tahun didasarkan pada studi pustaka sebelumnya yang menyatakan bahwa pemanjangan dan berkelok-kelok serta bertambahnya diameter dan volumenya pada pembuluh darah aorta dimulai pada usia 20 tahun (Rustam, 1996). Foto toraks yang dipilih adalah posisi postero-anterior karena pada posisi tersebut secara anatomis jantung akan lebih dekat dengan film Roentgen. Pada penelitian ini dipilih foto toraks yang tampak costa anterior enam pasang dan costa posterior sepuluh pasang untuk mencegah terjadinya kesalahan pengukuran jarak antara tepi atas arkus aorta dengan batas superior manubrium sterni (incisura jugularis sterni).

Berdasarkan Tabel 4.1., penderita hipertensi derajat 1 banyak diderita pada usia 70-80 tahun (8,3 %) dan hipertensi derajat 2 banyak diderita pada usia 70-80 tahun (6,6 %). Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar (2003) dan Yogiantoro (2006) yang menyatakan bahwa makin meningkatnya jumlah penderita hipertensi seiring dengan peningkatan populasi usia lanjut. Pada penderita hipertensi,

tingkat yang lebih tinggi (Sherwood, 2001). Keterkaitan antara usia dengan peningkatan tekanan darah juga dapat dijelaskan melalui fenomena gelombang tekanan pantul (Chobanian, 2007). Pada usia lanjut, peningkatan tekanan sistolik dan tekanan nadi berhubungan dengan kekakuan aorta (Safar et al., 2006; Lakatta, 2003) dijelaskan melalui efek langsung dan tidak langsung. Secara langsung, aorta yang kaku meningkatkan karakteristik impedansi, kemudian meningkatkan besarnya gelombang tekanan pembuluh darah perifer yang dihasilkan oleh ejeksi ventrikel. Secara tidak langsung, peningkatan kekakuan aorta mampu mengubah kecepatan dan besarnya pantulan gelombang tekanan pembuluh darah perifer (Chobanian, 2007). Hal tersebut juga dapat dijelaskan melalui fungsi aorta sebagai sistem kapasitas buffering. Sistem kapasitas buffering aorta mengubah aliran pulsatil yang dihasilkan oleh ejeksi ventrikel kiri agar menjadi aliran yang relatif stabil ditingkat mikrosirkulasi. Kapasitas buffering aorta tersebut dipengaruhi oleh ketebalan, komposisi, kekakuan, dan diameter dinding aorta. Dengan demikian kekakuan aorta yang terjadi pada usia lanjut akan memberikan impedansi yang lebih tinggi untuk volume sekuncup (stroke volume), oleh karena itu menyebabkan tekanan pulsasi yang lebih tinggi (Farasat, 2008).

Menurut hasil penelitian pada Tabel 4.2., terdapat 14 orang (56 %) penderita prehipertensi, 8 orang (66,7 %) penderita hipertensi derajat 1, dan 8 orang penderita hipertensi derajat 2 (100 %) mengalami elongasi aorta. Hasil tersebut lebih banyak dari subjek tidak hipertensi yang mengalami elongasi aorta

kelainan katup (insufisiensi aorta), dan kelainan dinding aorta karena radang (tuberkulosis, lues). Menurut Savas (2000), elongasi aorta dapat terjadi oleh banyak penyebab di antaranya aterosklerosis, hipertensi, regurgitasi aorta, dan lain-lain. Pada penderita hipertensi di mana baroreseptor telah beradaptasi untuk bekerja pada tingkat yang lebih tinggi (Sherwood, 2001), terjadi paparan kronis tekanan tinggi intraarteri diperkirakan dapat mempercepat kerusakan elastin (O’rouke, 2005). Selain itu, darah yang melalui aorta mengalir dalam kecepatan tinggi akibat bentuk anatomis arkus aorta yang berbelok tajam. Hal tersebut mencetuskan perubahan aliran darah menjadi turbulen, tidak laminer. (Cameron et al. , 2006). Selanjutnnya, aliran turbulen biasanya membentuk pusaran dalam darah yang disebut aliran eddy dengan resistensi yang jauh lebih besar sehingga dapat memperbesar seluruh gesekan dalam pembuluh aorta (Guyton and Hall, 2007).

Berdasarkan analisis statistik dari data Tabel 4.3. yang diolah menggunakan SPSS 17.0 for Windows, dengan metode Chi Square dengan derajat

bebas = 3 dan taraf signifikansi = 5% diperoleh nilai X 2 hitung = 14,64 lebih besar dari nilai X 2 tabel = 7,815, maka dapat dinyatakan ada hubungan yang bermakna

antara derajat hipertensi dan elongasi aorta dengan korelasi erat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Savas (2000) yang menyatakan bahwa hipertensi merupakan salah satu penyebab elongasi aorta.

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat hubungan bermakna antara derajat hipertensi dengan elongasi aorta (p=0.002).

2. Terdapat “hubungan dosis-respons” yang kuat dan secara statistik signifikan antara derajat hipertensi dan risiko mengalami elongasi aorta.

B. Saran

1. Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhitungkan faktor perancu yang belum dapat dikendalikan pada penelitian ini, seperti kondisi psikologis pasien (white coat hypertension), asupan nutrisi, dan aktivitas sehari-hari.

2. Sebaiknya masyarakat rajin mengontrol tekanan darah dan menghindari hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan darah, sehingga angka komplikasinya dapat menurun.

3. Dalam penanganan pasien hipertensi perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang radiologis.