PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN DAN DEPRESI ANTARA SISWA KELAS III PROGRAM AKSELERASI DAN REGULER DI SMPN 2 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN DAN DEPRESI ANTARA SISWA KELAS III PROGRAM AKSELERASI DAN REGULER DI SMPN 2 SURAKARTA SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran RIFKI EFFENDI SUYONO G0008158

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2011

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Desember 2011

Rifki Effendi Suyono NIM G0008158

Rifki Effendi Suyono. G0008158, 2011. Perbedaan Tingkat Kecemasan dan Depresi antara Siswa Kelas III Program Akselerasi dan Reguler di SMPN 2 Surakarta.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat kecemasan dan depresi antara siswa kelas III program akselerasi dan reguler di SMPN 2 Surakarta.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Mei 2011 di SMPN 2 Surakarta. Pengambilan sampel dilaksanakan secara purposive random sampling dengan kriteria inklusi adalah (1) siswa akselerasi yang mengikuti program akselerasi semenjak kelas satu, (2) siswa reguler yang mengikuti program reguler semenjak kelas satu. Sampel tidak dapat dipilih jika responden merupakan (1) siswa akselerasi pindahan dari program reguler sebelumnya selama SMP, (2) siswa reguler pindahan dari program akselerasi sebelumnya selama SMP, (3) siswa akselerasi maupun reguler yang pernah mendapatkan program akselerasi pada jenjang pendidikan sebelumnya. Sampel mengisi (1) lembar biodata dan informed concent sebagai persetujuan, (2) kuesioner skala L-MMPI untuk menilai dan mengetahui kejujuran dalam menjawab pertanyaan yang diberikan, (3) kuesioner TMAS untuk mengetahui tingkat kecemasan, (4) kuesioner BDI untuk mengetahui tingkat depresi. Diperoleh 60 data dan dianalisis menggunakan (1) Uji normalitas data Kolmogorov-Smirnov (2) Uji Mann-Whitney melalui program SPSS 17.0 for Windows.

Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan (1) rerata skor kecemasan pada siswa akselerasi sebesar 26,16 ± 3,913 dan untuk siswa reguler sebesar 22,13 ± 5,130 (2) rerata skor depresi pada siswa akselerasi sebesar 8,06 ± 6,570 dan untuk siswa reguler sebesar 5,26 ± 4,968 (3) hasil uji Mann-Whitney menunjukkan p = 0,288.

Simpulan Penelitian: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada tingkat kecemasan dan depresi antara siswa kelas III program akselerasi dan reguler di SMPN 2 Surakarta. Tingkat kecemasan dan depresi pada siswa akselerasi lebih tinggi dibandingkan siswa reguler.

Kata Kunci: siswa akselerasi, siswa reguler, kecemasan, depresi

Rifki Effendi Suyono. G0008158, 2011. The Differences of Anxiety Level and Depression Level between 3 rd Grade Students of Acceleration and Regular in SMPN 2 Surakarta.

Objectives: This research aims to know the differences of anxiety level and depression level between 3 rd grade students of acceleration and regular in SMPN 2 Surakarta.

Methods: This research was an analytical descriptive research using cross sectional approach and had been done in May 2011 in SMPN 2 Surakarta. The sample data collecting is done by using purposive random sampling method within inclusion and exclusion criteria. The inclusion criteria were (1) students of acceleration who joined the acceleration program since first grade, (2) the students of regular who joined the regular program since first grade. Sample could not be selected if(1) the students of acceleration program moved from regular program, (2) the students of regular moved from acceleration program, (3) the students from acceleration or regular program who had ever joined acceleration program the education study before. The sample which has been collected should fill (1) sheet of bio data and informed concent as the agreement, (2) L-MMPI questionnaire to evaluate and know the honesty while answering the given questions, (3) TMAS questionnaire to measure the anxiety level, (4) BDI questionnaire to measure the depression level. It got 60 data and they were analyzed by (1) Normality test Kolmogorov-Smirnov (2) Mann-Whitney test, by using SPSS 17.0 for Windows program.

Results: This research shows (1) the mean of anxiety’s score in acceleration students is 26,16 ± 3,913 and for regular students is 22,13 ± 5,130, (2) the mean of depression’s score in acceleration students is 8,06 ± 6,570 and for regular students is 5,26 ± 4,968, (3) result from Mann-Whitney test shows p = 0,288.

Conclusion: This study shows no meaningful difference of anxiety level and depression level between 3 rd grade students of acceleration and regular in SMPN 2 Surakarta. The anxiety and depression level of acceleration students are higher than the regular ones.

Keywords: student of acceleration, student of regular, anxiety, depression

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat yang telah Ia berikan kepada hamba-Nya. Sholawat serta salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, utusan Allah yang menjadi teladan seluruh ummat manusia.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD., K-R., FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku ketua tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Annang Giri Moelyo, dr., Sp.A., M.Kes., selaku Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr., Sp.KJ., selaku pembimbing utama yang secara intensif telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis. 5. Slamet Riyadi, dr., M.Kes, selaku pembimbing pendamping yang secara intensif telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis. 6. Yusvick M. Hadin, dr., Sp.KJ., selaku penguji utama yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini. 7. Wachid Putranto, dr., Sp.PD, selaku anggota penguji yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini. 8. Dosen dan Staf SMF Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD Dr. Moewardi dan Tim Skripsi FK UNS Surakarta yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. 9. Siswa-siswi di SMPN 2 Surakarta dan semua pihak sekolah yang telah berpartisipasi dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.

10. Ayah dan Ibu tercinta, serta Mbak Febri dan Mbak Fitri yang senantiasa berkorban dan berjuang tanpa pamrih serta memberikan dukungan dan semangat.

11. Mega Astriningrum untuk kesetiaan, kesabaran, dan dukungan dalam menyelesaikan ini semua.

12. Teman-teman Pendidikan Dokter Angkatan 2008 dan semua pihak yang dengan ikhlas telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Untuk kesempurnaan skripsi ini, penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran dari pembaca.

Surakarta, Desember 2011

Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur. Tabel 2. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin. Tabel 3. Rerata Skor TMAS (Taylor Minnesota Anxiety Scale). Tabel 4. Rerata Skor BDI (Beck Depression Inventory). Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data TMAS dengan Kolmogorov Smirnov. Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Data BDI dengan Kolmogorov Smirnov. Tabel 7. Hasil Uji Homogenitas Skor TMAS dengan Levene’s Test. Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas Skor BDI dengan Levene’s Test. Tabel 9. Hasil Uji Mann-Whitney skor TMAS. Tabel 10. Hasil Uji Mann-Whitney skor BDI.

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran. Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian. Gambar 3. Boxplots Skor Kecemasan (TMAS) Gambar 4. Boxplots Skor Depresi (BDI)

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Sampel dari Pihak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Pihak SMPN 2 Surakarta.

Lampiran 3. Identitas Sampel dan Informed Concent. Lampiran 4. Kuesioner L-MMPI. Lampiran 5. Kuesioner TMAS. Lampiran 6. Kuesioner BDI. Lampiran 7. Data Distribusi Skor TMAS. Lampiran 8. Data Distribusi Skor BDI. Lampiran 9. Data Siswa Kelas III Program Akselerasi. Lampiran 10. Data Siswa Kelas III Program Reguler.

Skripsi dengan judul : Perbedaan Tingkat Kecemasan dan Depresi antara Siswa Kelas III Program Akselerasi dan Reguler di SMPN 2 Surakarta

Rifki Effendi Suyono, NIM : G.0008158, Tahun : 2011

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari Kamis, Tanggal 29 Desember 2011

Pembimbing Utama

Nama : Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr., Sp.KJ NIP : 19500131 197603 1 001

Pembimbing Pendamping

Nama : Slamet Riyadi, dr., M.Kes NIP : 19600418 199203 1 001

Penguji Utama

Nama : Yusvick M. Hadin, dr., Sp.KJ NIP : 19490422 197609 1 001

Anggota Penguji

Nama : Wachid Putranto, dr., Sp.PD NIP : 19720226 200501 1 001

Surakarta, .......................

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes

Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM NIP 19660702 199802 2 001

NIP 19510601 197903 1 002

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu masalah yang penting dalam usaha pembentukan bangsa untuk memajukan dan meningkatkan harga diri bangsa. Salah satu upaya dalam peningkatan kualitas SDM melalui bidang pendidikan. Pendidikan pada umumnya bertujuan untuk menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuan secara optimal karena setiap orang mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda, termasuk juga bakat yang ada pada individu yang berbakat istimewa atau memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Kemampuan dan kecerdasan dalam diri individu dapat dikembangkan melalui pendidikan (Mulyasa, 2004).

Pendidikan nasional sangat berperan bagi pembangunan manusia karena dapat menginvestasikan perwujudan manusia Indonesia yang berakhlak mulia, berkarakter produktif, dan berdaya saing sehingga dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Melalui pendidikan yang berkualitas diharapk an tujuan nasional “mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam hakikatnya untuk mencapai suatu tatanan peradaban negara dan bangsa yang modern dapat terwujud (Soedjiarto, 2003). Oleh karena itu, pembangunan sektor pendidikan merupakan proyek yang tidak akan pernah usai, disebabkan

sepanjang zaman. Pendidikan di Indonesia bersifat klasikal, artinya semua siswa diperlakukan sama. Padahal setiap siswa memiliki intelegensi, bakat, dan minat yang berbeda-beda. Agar siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dapat berprestasi sesuai dengan potensinya, diperlukan pelayanan pendidikan yang berdiferensiasi, yaitu pemberian pengalaman pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kecerdasan siswa dengan menggunakan kurikulum yang berdiversifikasi, yaitu kurikulum standar yang diimprovisasi alokasi waktunya sesuai dengan kecepatan belajar dan motivasi belajar siswa. Pelayanan pendidikan yang dimaksud dapat diimplementasikan melalui penyelenggaraan sistem percepatan kelas (akselerasi).

Program akselerasi adalah suatu program pengajaran yang dilakukan dengan cara memampatkan materi pelajaran sehingga dapat terselesaikan dengan waktu yang lebih singkat dari waktu yang seharusnya (Artanti, 2009). Program akselerasi merupakan sebuah upaya dalam memenuhi kebutuhan siswa berbakat intelektual. Alokasi waktu yang jauh lebih pendek ini mengharuskan siswa harus belajar keras. Jika dilihat dari segi intelektualitas, potensi mereka memang memungkinkan tetapi mereka bukanlah mesin yang bisa diset untuk hanya melakukan satu aktivitas. Sebagai dampaknya siswa akselerasi tidak memiliki kesempatan luas untuk belajar mengembangkan aspek afektif, seperti kurangnya kemampuan berinteraksi sosial dan kerjasama tim (Murjian, 2004). Hal ini menyebabkan siswa akselerasi memiliki

segi waktu mereka yang dipadatkan. Kecemasan adalah hal yang umum ada pada kita semua yang hampir terjadi setiap harinya (Huberty, 2004). Kecemasan merupakan kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, dan kehawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya saraf pusat (Trismiati, 2004). Gangguan kecemasan yang sering terjadi pada anak-anak dapat menyebabkan merosotnya prestasi di sekolah, ketidakharmonisan dalam hubungan keluarga, dan dalam hubungan sosial. Beberapa gangguan kecemasan yang terjadi pada masa anak-anak juga diprediksi menjadi gangguan kecemasan saat remaja dan bisa menjadi gangguan depresi juga (Walkup et al., 2008). Menurut Hawari (2006) depresi merupakan gangguan suasana perasaan hati (mood) yang ditandai oleh kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sampai hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan menilai realitas (reality testing ability/RTA masih baik), kepribadian tetap utuh (tidak ada splitting of personality ), perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas normal. Depresi dan gangguan kecemasan yang terjadi selama masa remaja merupakan beberapa faktor yang menyebabkan gangguan mental dan fisik yang meluas (Andrade et al., 2000).

Bertolak dari beberapa teori yang dikemukakan sebelumnya, penulis bermaksud mengadakan penelitian yang dapat menjelaskan apakah ada Bertolak dari beberapa teori yang dikemukakan sebelumnya, penulis bermaksud mengadakan penelitian yang dapat menjelaskan apakah ada

B. Perumusan Masalah

Adakah perbedaan tingkat kecemasan dan depresi antara siswa kelas III program akselerasi dan reguler di SMPN 2 Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat kecemasan dan depresi antara siswa kelas III program akselerasi dan reguler di SMPN 2 Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wacana ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Kedokteran Jiwa dan untuk memberikan data ilmiah tentang perbedaan kecemasan dan depresi antara 2 kelompok siswa dengan program pendidikan yang berbeda.

2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi sekolah, pemerintah, siswa, dan berbagai pihak yang terkait guna membantu kelancaran proses belajar mengajar agar siswa lebih berprestasi.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kecemasan

a. Definisi

Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, dan kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya saraf pusat (Trismiati, 2004). Kaplan dan Saddock (2005) menjelaskan kecemasan sebagai suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, dari perubahan, dari pengalaman akan sesuatu yang baru dan belum pernah dicoba.

Duits et al. (1999) menyebutkan dalam studi penelitian terdapat hubungan struktural antara kecemasan, depresi, kepribadian, dan faktor- faktor lain, seperti: manusia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, riwayat medis, dan lain sebagainya.

Pada manusia, kecemasan bisa jadi berupa perasaan gelisah yang bersifat subjektif, sejumlah perilaku (tampak khawatir dan gelisah atau resah), maupun respon fisiologis tertentu. Kecemasan bersifat kompleks dan merupakan keadaan suasana hati yang berorientasi pada masa yang akan datang dengan ditandai adanya kekhawatiran karena tidak dapat

Durand, 2006).

b. Epidemiologi

Survei di Amerika pada tahun 1996 melaporkan bahwa 15-33% pasien yang datang berobat ke dokter non-psikiater merupakan pasien dengan gangguan mental, dari jumlah tersebut minimal sepertiganya menderita gangguan kecemasan (Mubarak, 2008). Asosiasi gangguan kecemasan di Amerika (ADAA, 2010) menyatakan bahwa gangguan kecemasan merupakan prevalensi terbesar pada gangguan mental, menyerang kira-kira 40 juta orang dewasa Amerika atau 18% dari populasi.

Berkaitan dengan kecemasan pada laki-laki dan perempuan, kelompok perempuan lebih cemas dengan ketidakmampuannya dibanding kelompok laki-laki (Ibrahim, 2002). Laki-laki lebih aktif eksploratif, sedangkan wanita lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding wanita. Wanita lebih mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan daripada laki-laki. Wanita juga lebih cemas, kurang sabar, dan mudah mengeluarkan air mata. Lebih jauh lagi, dalam berbagai studi kecemasan secara umum, menyatakan bahwa perempuan lebih cemas daripada laki-laki (Trismiati, 2004).

c. Etiologi

Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Rangsangan berupa konflik, baik dari luar maupun dari dalam Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Rangsangan berupa konflik, baik dari luar maupun dari dalam

1) Teori Psikologis

Dalam teori psikologis terdapat 3 bidang utama:

a) Teori Psikoanalitik Sigmund Freud mendefinisikan ansietas sebagai sinyal adanya bahaya pada ketidaksadaran. Ansietas dipandang sebagai akibat konflik psikik antara keinginan tidak disadari yang bersifat seksual atau agresif dan ancaman terhadap hal tersebut dari superego atau realitas eksternal. Sebagai respons terhadap sinyal ini ego memobilisasi mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima agar tidak muncul ke kesadaran.

b) Teori Perilaku-Kognitif Menurut teori ini, ansietas adalah respons yang dipelajari terhadap stimulus lingkungan spesifik. Sebagai contoh, seseorang belajar memiliki respons internal ansietas dengan meniru respons ansietas orang tua mereka (teori pembelajaran sosial). Menurut teori konseptualisasi keadaan ansietas nonfobik, pola pikir yang salah, terdistorsi, atau kontraproduktif menyertai atau mendahului perilaku maladaptif dan gangguan emosi.

Teori eksistensial ansietas memberikan modal untuk gangguan ansietas menyeluruh, tanpa adanya stimulus spesifik yang dapat diidentifikasi untuk perasaan cemas kronisnya. Konsep pusat teori eksistensial adalah bahwa orang menyadari rasa kosong yang mendalam di dalam hidup mereka, perasaan yang mungkin bahkan lebih membuat tidak nyaman daripada penerimaan terhadap kematian yang tidak dapat dielakkan. Ansietas adalah respons mereka terhadap kehampaan yang luas mengenai keberadaan dan arti.

2) Teori Biologis Peristiwa biologis dapat mendahului konflik psikologis namun dapat juga sebagai akibat dari suatu konflik psikologis.

a) Sistem saraf otonom Stressor dapat menyebabkan pelepasan epinefrin dari adrenal melalui mekanisme berikut ini:

Ancaman dipersepsi oleh panca indera, diteruskan ke korteks serebri, kemudian ke sistem limbik dan RAS (Reticular Activating System ), lalu ke hipotalamus dan hipofisis. Kemudian kelenjar adrenal mensekresikan katekolamin dan terjadilah stimulasi saraf otonom (Mudjaddid, 2006).

Stimulasi sistem saraf otonom menimbulkan gejala tertentu, misalnya: kardiovaskuler (contohnya: takikardi), muskuler Stimulasi sistem saraf otonom menimbulkan gejala tertentu, misalnya: kardiovaskuler (contohnya: takikardi), muskuler

b) Neurotransmiter Tiga neurotransmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan adalah norepinefrin, serotonin, dan gamma- aminobutyric acid (GABA). (1) Norepinefrin

Teori umum mengenai peran norepinefrin dalam gangguan ansietas adalah bahwa seseorang yang mengalami ansietas dapat memiliki sistem adrenergik yang diatur buruk dengan ledakan aktivitas yang kadang-kadang terjadi. Badan sel sistem noradrenergik terutama terletak pada locus ceruleus di pons pars rostralis dan badan sel ini menjulurkan aksonnya ke korteks serebri, sistem limbik, batang otak, serta medula spinalis. Eksperimen pada primata menunjukkan bahwa stimulasi locus ceruleus menghasilkan respons rasa takut pada hewan dan ablasi pada area yang sama menghambat atau benar-benar menghalangi kemampuan hewan membentuk respons rasa takut. Temuan yang kurang konsisten adalah bahwa pasien dengan gangguan ansietas, terutama gangguan panik, memiliki peningkatan kadar metabolit noradrenergik 3-metoksi-4- hidroksifenilglikol dalam urine atau cairan serebrospinal.

Badan sel sebagian besar neuron serotonergik terletak di raphe nuclei di batang otak pars rostralis dan menyalurkan impuls ke korteks serebri, sistem limbik (khususnya amigdala dan hipokampus), serta hipotalamus. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa obat dengan berbagai efek serotonergik dan non-serotonergik menimbulkan peningkatan ansietas pada pasien dengan gangguan ansietas dan banyak laporan tidak resmi yang menunjukkan bahwa halusinogen serotonergik dan stimulan dikaitkan dengan timbulnya gangguan ansietas akut dan kronis pada orang yang menggunakan obat ini.

(3) Gamma-aminobutyric acid (GABA)

Peran GABA dalam gangguan ansietas paling kuat didukung oleh efektivitas benzodiazepin yang tidak meragukan, yang meningkatkan aktivitas GABA di reseptor GABA A , didalam terapi beberapa jenis gangguan ansietas. Hal ini mengarahkan peneliti berhipotesis bahwa sejumlah pasien dengan gangguan ansietas memiliki fungsi abnormal reseptor

GABA A , walaupun hubungan ini belum terlihat langsung (Kaplan dan Saddock, 2005).

d. Patofisiologi

Kehidupan manusia selalu dipengaruhi oleh rangsangan dari luar dan dari dalam berupa pengalaman masa lalu dan faktor genetik.

oleh sistem saraf pusat. Bila rangsangannya berupa ancaman, maka responnya adalah suatu kecemasan. Di dalam sistem saraf pusat, proses tersebut melibatkan jalur Cortex cerebri – Limbic sistem RAS (Reticular Activating System ) – Hypothalamus yang memberikan impuls kepada kelenjar hipofise untuk mensekresikan mediator hormonal terhadap target organ yaitu kelenjar adrenal, kemudian memacu sistem saraf otonom melalui mediator hormonal yang lain (catecholamine). Hiperaktifitas sistem saraf otonom menyebabkan timbulnya kecemasan (Mudjaddid, 2006).

Yates (2008) menyebutkan bahwa di dalam sistem saraf pusat yang merupakan mediator-mediator utama dari gejala-gejala kecemasan ialah norepinefrin dan serotonin. Neurotransmiter dan peptida lain, corticotropin-releasing factor , juga ikut terlibat. Sistem saraf otonom yang berada di perifer, terutama sistem saraf simpatis, juga memperantarai banyak gejala kecemasan (Yates, 2008).

2. Depresi

a. Definisi

Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai komponen psikologi berupa sedih, susah, tidak ada harapan dan putus asa disertai komponen biologik atau somatik misalnya anoreksia, konstipasi dan berkeringat dingin. Depresi dikatakan normal apabila terjadi dalam situasi tertentu, bersifat ringan dan dalam waktu yang singkat. Bila Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai komponen psikologi berupa sedih, susah, tidak ada harapan dan putus asa disertai komponen biologik atau somatik misalnya anoreksia, konstipasi dan berkeringat dingin. Depresi dikatakan normal apabila terjadi dalam situasi tertentu, bersifat ringan dan dalam waktu yang singkat. Bila

Menurut Hawari (2006) depresi merupakan gangguan suasana perasaan hati (mood) yang ditandai oleh kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sampai hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan menilai realitas (reality testing ability/RTA masih baik), kepribadian tetap utuh (tidak ada splitting of personality), perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas normal.

b. Epidemiologi

Menurut Jain, 2004 dan Manning, 2003 (dalam Himawati, 2006) depresi adalah penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2020, depresi akan naik dari nomor empat menjadi nomor dua dibawah penyakit jantung iskemik sebagai penyebab disabilitas.

Rata-rata usia awitan adalah akhir dekade kedua walau dapat ditemui pada semua kelompok usia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi mayor (berat) lebih sering pada wanita dibanding pria dengan rasio 2:1. Gangguan depresi berat terjadi pada orang tanpa hubungan interpersonal dekat atau pada mereka yang tidak menikah atau yang cerai (Kaplan dan Saddock, 2005). Walaupun depresi lebih sering pada wanita, bunuh diri lebih sering pada laki-laki terutama usia muda dan tua (Ardjana, 2007). Institut Nasional Kesehatan Jiwa (NIMH, 2010)

20,9 juta orang dewasa Amerika atau sekitar 9,5% dari populasi.

c. Etiologi

Faktor penyebab depresi dapat dibagi menjadi faktor biologis, faktor keturunan dan faktor psikososial (Ardjana, 2007; Syamsir, 2007; Fitri, 2009).

1) Faktor Biologis

a) Faktor Neurotransmiter Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. (1) Norepinefrin

Hubungan yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah dasar antara turunnya regulasi reseptor β-adrenergik dan respon

antidepresan secara klinis memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik dalam depresi.

(2) Serotonin

Dengan diketahuinya efek Spesific Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI), contoh: fluoxetin dalam pengobatan depresi, menjadikan serotonin neurotransmiter biogenik amin yang paling sering dihubungkan dengan depresi.

Walaupun norepinefrin dan serotonin adalah biogenik amin, Dopamin juga sering berhubungan dengan patofisiologi depresi.

(4) Faktor neurokimia lainnya

GABA dan neuroaktif peptida (terutama vasopresin dan opiat endogen) telah dilibatkan dalam patofisiologi gangguan mood .

b) Faktor Neuroendokrin Hipothalamus adalah pusat regulasi neuroendokrin dan menerima

menggunakan neurotransmiter biogenik amin. Bermacam-macam disregulasi endokrin dijumpai pada pasien gangguan mood.

2) Faktor Keturunan Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam perkembangan gangguan mood adalah genetik. Pada penelitian anak kembar terhadap gangguan depresi berat, pada anak kembar monozigot adalah 53%-69%, sedangkan dizigot 19% (Ardjana, 2007).

3) Faktor Psikososial

a) Teori kognitif Teori kognitif menyebutkan suatu tritunggal kognitif tentang distorsi persepsi (Amir, 2005), yaitu: (1) Pandangan negatif terhadap masa depan

(3) Pandangan negatif terhadap pengalaman hidup

b) Faktor kepribadian premorbid

c) Ketidakberdayaan yang dipelajari

d) Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan

3. Sistem Pendidikan

Realita pendidikan di Indonesia saat ini menunjukkan adanya proses pembaharuan sistem secara berkelanjutan. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem pendidikan sekarang tidak hanya bersifat klasikal, artinya semua siswa diperlakukan sama. Beberapa sistem pendidikan yang baru telah mulai masuk ke Indonesia, seperti Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), imersi, akselerasi, dan lain-lain. Pada penelitian ini khusus membicarakan tentang program akselerasi dan program reguler.

Secara konseptual, pengertian acceleration diberikan oleh Perssey (Hawadi, 2004) sebagai suatu kemajuan yang diperoleh dalam program pengajaran pada waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih muda daripada konvensional. Colangelo (dalam Hawadi, 2004) menyebutkan bahwa istilah akselerasi menunjukkan pada pelayanan yang diberikan (service delivery), dan kurikulum yang disampaikan (curriculum delivery). Sebagai model pelayanan, pengertian akselerasi termasuk juga taman kanak-kanak atau perguruan tinggi pada usia muda, meloncat kelas, dan mengikuti pelajaran tertentu pada kelas diatasnya. Sementara itu sebagai model kurikulum,

oleh siswa saat itu. Kebijakan pemerintah dalam pembinaan sekolah penyelenggara program percepatan belajar tertera dalam PP Nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan dasar dan Kep. Mendikbud nomor 0487/U/1992 untuk Sekolah Dasar, SMP, dan SMA. Dalam Kepmendikbud tersebut pasal 15 ayat (2) menyatakan bahwa: Pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa dapat melalui jalur pendidikan sekolah dengan menyelenggarakan program percepatan, dengan ketentuan telah mengikuti pendidikan SD sekurang-kurangnya lima tahun.

Siswa yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa dapat menyelesaikan program belajar lebih awal dari waktu yang telah ditentukan, dengan ketentuan telah mengikuti pendidikan sekurang-kurangnya dua tahun.

Siswa yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa dapat menyelesaikan program belajar lebih awal dari waktu yang telah ditentukan, dan telah mengikuti pendidikan SMA sekurang-kurangnya dua tahun (Hawadi, 2004).

Dalam GBHN tahun 1998 meny atakan bahwa “peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan luar biasa mendapat perhatian dan pelajaran lebih khusus agar dapat dipacu perkembangan prestasi dan bakatnya tanpa mengabaikan potensi peserta didik lainny a” (Hawadi, 2004).

Indonesia adalah teratur, tetap atau biasanya (Daryanto, 1997). Menurut Widyastono (dalam Putri et al., 2005) kelas reguler diselenggarakan berdasarkan kurikulum nasional yang berlaku. Di dalam kelas reguler semua peserta didik atau siswa diberikan perlakuan yang sama tanpa melihat perbedaan kemampuan mereka.

Pembelajaran program akselerasi ini pun tidak terlepas dari kurikulum akselerasi yang telah mengalami modifikasi dari program reguler. Kurikulum akselerasi adalah kurikulum nasional dan lokal yang dimodifikasi dengan penekanan pada materi esensial serta berdiferensiasi dengan memperhatikan empat dimensi yaitu dimensi umum, dimensi diferensiasi, dimensi non-akademis, dan dimensi suasana belajar. Selain itu struktur program akselerasi sama dengan kelas reguler, yang membedakan adalah waktu penyelesaian yang lebih cepat daripada reguler yaitu tiga tahun menjadi dua tahun.

4. Taylor Minnesota Anxiety Scale (TMAS)

Kuesioner TMAS adalah instrumen pengukur kecemasan. TMAS berisi 50 butir pertanyaan, dimana responden menjawab keadaan “ya” atau “tidak” sesuai dengan keadaan dirinya dengan memberi tanda (√) pada kolom jawaban “ya” atau “tidak”, setiap jawaban “ya” diberi nilai 1.

Sebagai cut off point adalah sebagai berikut:

a. Nilai < 21 berarti tidak cemas.

b. Nilai ≥ 21 berarti cemas.

dipengaruhi juga oleh kejujuran dan ketelitian responden dalam mengisinya (Azwar, 2007). Untuk menghindari terjadinya perhitungan hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran responden, perlu menggunakan tes khusus yaitu tes L-MMPI.

5. Lie Minnesota Multiphasic Personality Inventory (L-MMPI)

Lie Minnesota Multiphasic Personality Inventory (L-MMPI) merupakan tes kepribadian yang terbanyak penggunaannya di dunia sejak tahun 1942. Dikembangkan oleh Hathaway (psikolog) dan Mc Kinley (psikiater) dari Universitas Minnesota Minneapolis, USA sejak tahun 1930- an (Butcher, 2005).

Dalam penelitian ini hanya dipergunakan skala L dalam keseluruhan tes MMPI. Skala L dipergunakan untuk mendeteksi ketidakjujuran subjek termasuk kesengajaan subjek dalam menjawab pertanyaan supaya dirinya terlihat baik (Graham, 2005).

Tes ini berfungsi sebagai skala validitas untuk mengidentifikasi hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran subjek penelitian. Tes terdiri dari 15 soal dengan jawaban “ya” atau “tidak”. Bila responden menjawab “tidak” maka diberi nilai 1. Nilai batas skala adalah

10, artinya apabila responden mempunyai nilai > 10, maka data hasil penelitian responden tersebut dinyatakan invalid.

Beck Depression Inventory merupakan instrumen untuk mengukur derajat depresi dari Dr. Aaron T. Beck yang secara luas digunakan untuk tujuan penelitian maupun tujuan klinis, yang diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dan telah dibakukan di beberapa negara (Nunes, 2009). Instrumen ini mengandung skala depresi yang terdiri dari 21 item yang menggambarkan 21 kategori.

Instrumen ini telah dibakukan dan mempunyai cut off point yang secara kuat bisa memprediksi gangguan klinis depresi. Setiap pernyataan BDI mempunyai skor 0-3, dimana 0 diartikan gejala ringan dan 3 sebagai gejala berat. Menurut Gulec et al. (2003) dan Bostanci et al. (2005), seseorang dikatakan depresi bila skor BDI ≥ 17.

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Derajat kecemasan dan depresi siswa kelas III program akselerasi lebih tinggi dibandingkan siwa kelas III program reguler di SMPN 2 Surakarta.

Siswa kelas III SMPN 2 Surakarta

Kelas Akselerasi Kelas Reguler

Waktu pembelajaran konvensional

Materi sesuai

kurikulum

Bebas berinteraksi dengan siswa lain

Waktu pembelajaran yang dipadatkan

Materi yang

lebih banyak dan lebih luas

Kurang berinteraksi

dengan siswa lain

Kurang cemas

dan Kurang depresif

Lebih cemas

dan Lebih depresif

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian observasional analitik dengan menggunakan metode cross sectional. Rancangan cross sectional adalah suatu rancangan penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan yang paling sering digunakan karena secara metodelogik paling mudah dilakukan dan hanya diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Taufiqurrahman, 2004).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 2 Surakarta pada bulan Mei tahun 2011.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SMPN 2 Surakarta program reguler dan akselerasi masing-masing 30 orang yang diambil secara acak dengan kriteria:

1. Kriteria inklusi

a. Siswa akselerasi yang mengikuti program akselerasi semenjak kelas satu.

b. Siswa reguler yang mengikuti program reguler semenjak kelas satu.

a. Siswa akselerasi pindahan dari program reguler sebelumnya selama SMP.

b. Siswa reguler pindahan dari program akselerasi sebelumnya selama SMP.

c. Siswa akselerasi maupun reguler yang pernah mendapatkan program akselerasi pada jenjang pendidikan sebelumnya.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan secara puposive random sampling yang diambil secara acak sederhana dengan undian. Purposive karena sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2005). Dalam penelitian ini yang dipilih sebagai subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas III.

Setelah dilakukan pencuplikan secara purposive sampling dilanjutkan pencuplikan dengan metode random sampling. Besarnya sampel yang diambil

ditetapkan menggunakan rumus ( )

dan didapatkan jumlah sampel sebesar 60.

E. Identifikasi Variabel

1. Variabel Bebas (Independent Variable) Tingkat kecemasan dan tingkat depresi.

2. Variabel Terikat (Dependent Variable) Siswa kelas III program akselerasi dan program reguler SMPN 2 Surakarta.

1. Kelompok Akselerasi Kelompok ini terdiri dari siswa kelas III SMPN 2 Surakarta yang mengikuti program akselerasi sejak kelas I. Jumlah siswa program akselerasi adalah 41 siswa. Besar sampel yang akan diambil dari program akselerasi ini sebesar 30 siswa.

2. Kelompok Reguler Kelompok ini terdiri dari siswa kelas III SMPN 2 Surakarta yang mengikuti program reguler sejak kelas I. Jumlah siswa program reguler adalah 279 siswa. Besar sampel yang akan diambil dari program reguler sebesar 30 siswa.

3. Kecemasan Status kecemasan dapat diukur dengan berbagai cara. Pada penelitian ini digunakan instrumen Taylor Minnesota Anxiety Scale (TMAS). Responden menjawab sesuai dengan keadaan dirinya dengan memberi tanda

(√) pada kolom jawaban “ya” atau “tidak”. Jawaban “ya” diberi skor 1 dan jawaban “tidak” diberi skor 0. Sebagai cut off point pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Cemas: bila skor TMAS ≥ skor rata-rata dari jawaban responden.

b. Tidak cemas: bila skor TMAS < skor rata-rata dari jawaban responden.

Penilaian status depresi pada penelitian ini menggunakan instrumen Beck Depression Inventory (BDI) dimana terdiri dari 21 item yang menggunakan 21 kategori. Sebagai cut off point pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Depresif: bila skor BDI ≥ skor rata-rata dari jawaban responden.

b. Tidak depresif: bila skor BDI < skor rata-rata dari jawaban responden.

Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian

H. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan instrumen berupa beberapa jenis kuesioner, diantaranya kuesioner L-MMPI, kuesioner TMAS, dan

Siswa kelas III SMPN 2 Surakarta

Kelas Akselerasi Kelas Reguler

Siswa SMPN 2 Surakarta

invalid

Kuesioner L-MMPI Kuesioner L-MMPI

Kuesioner TMAS

Kuesioner BDI

Kuesioner TMAS

Kuesioner BDI

Skor TMAS

Skor BDI

Skor TMAS

Skor BDI

Uji t Uji t

I. Cara Kerja

1. Penulis membuat surat izin dan mengirimnya ke SMPN 2 Surakarta.

2. Setelah mendapatkan izin, selanjutnya penulis melakukan informed concent (Principle of Autonomy and Respect) pada siswa.

3. Penulis juga menjelaskan bahwa pada penelitian ini tidak dilakukan

intervensi yang menyakiti sampel (Principle of Non Maleficence).

4. Penulis juga menjelaskan bahwa identitas dan hasil setiap sampel akan dijaga kerahasiannya (Principle of Confidentiality).

5. Penulis membagikan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.

6. Siswa diberikan waktu 10-15 menit untuk mengisi kuesioner yang telah diberikan.

7. Setelah para siswa selesai mengisi kuesioner, penulis mengumpulkan kuesioner tersebut.

8. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan teknik analisis data yang telah dipilih.

J. Teknik Analisis Data

Untuk membuktikan perbedaan tingkat kecemasan dan depresi pada siswa kelas III program akselerasi dan reguler tersebut, data yang diperoleh diuji dengan uji t – SPSS 17 for Windows.

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Sampel

Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SMPN 2 Surakarta baik yang mengikuti program akselerasi maupun reguler. Pada penelitian ini didapat total sampel 320 siswa, terdiri dari 41 siswa program akselerasi dan 279 siswa program reguler. Data diambil dari pengukuran langsung terhadap responden dengan menggunakan bantuan kuesioner. Dari 320 siswa, yang termasuk kriteria inklusi sebanyak 71 siswa atau 22,18% dari seluruh sampel dan yang gugur sebanyak 249 siswa (77,82%). Dari sampel yang berjumlah 71 siswa tadi diambil secara random 60 siswa, yang terdiri dari 30 siswa akselerasi dan 30 siswa reguler. Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

No Kelompok

Rerata Usia

STD

Minimal Maksimal

Akselerasi Reguler

14,17 th 14,83 th

16 Sumber: Data primer, 2011

Tabel 1 di atas menjelaskan bahwa rerata usia sampel yang mengikuti program akselerasi adalah 14,17 tahun, dengan kisaran antara

13 hingga 15 tahun. Sedangkan rerata usia sampel yang mengikuti program reguler adalah 14,83 tahun, dengan kisaran 14 hingga 16 tahun.

No Kelompok Jenis Kelamin Total Presentase (%) Total (%)

Akselerasi Reguler

Sumber: Data primer, 2011 Tabel di atas menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan pada kedua kelompok memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Kelompok akselerasi memiliki jumlah sampel perempuan sebanyak 19 siswa (63,33%) dari 30 siswa. Pada kelompok reguler, sampel perempuan berjumlah 23 siswa (76,67%). Tabel 3. Rerata Skor TMAS (Taylor Minnesota Anxiety Scale)

No Kelompok

Rerata Skor TMAS

STD

Minimal Maksimal

Akselerasi Reguler

34 Sumber: Data primer, 2011

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa rerata skor TMAS pada kelompok akselerasi lebih tinggi dibanding dengan rerata skor TMAS pada kelompok reguler. Dimana rerata skor TMAS pada kelompok akselerasi sebesar 26,16 dan berkisar antara 18 sampai 34. Sedangkan rerata untuk kelompok reguler sebesar 22,13 dan berkisar antara 12 hingga 34. Tabel 4. Rerata Skor BDI (Beck Depression Inventory)

No Kelompok

Rerata Skor BDI

STD

Minimal Maksimal

Akselerasi Reguler

22 Sumber: Data primer, 2011 22 Sumber: Data primer, 2011

B. Analisis Statistika

Data penelitian yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan uji t-independent . Uji t-independent merupakan uji parametrik yang berguna untuk membandingkan nilai rerata antara satu kelompok dengan kelompok yang lain untuk menentukan perbedaan probabilitas kedua kelompok tersebut. Uji ini digunakan bila skor kedua kelompok tidak berhubungan satu sama lain. Adapun syarat agar suatu data layak untuk dianalisis dengan uji t-independent adalah skor yang diperoleh berbentuk kontinum, tersebar secara normal, dan variansi kedua kelompok sama (Myrnawati, 2004). Untuk mengetahui bahwa data terdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas. Suatu data dikatakan mempunyai sebaran normal jika didapatkan nilai p > 0,05. Pada masing- masing sebaran data dapat dilakukan dengan cara deskriptif ataupun analitik. Cara analitik memiliki tingkat objektivitas dan sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan deskriptif sehingga dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov (Dahlan, 2005).

Data

Nilai p

Keterangan

Akselerasi Reguler

Tidak terdistribusi normal Tidak terdistribusi normal

Sumber: Data primer, 2011 Tabel di atas menunjukkan bahwa sebaran data masing-masing kelompok tidak terdistribusi normal, karena nilai p untuk skor TMAS masing-masing kelompok adalah p < 0,05. Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Data BDI dengan Kolmogorov-Smirnov

Data

Nilai p

Keterangan

Akselerasi Reguler

Tidak terdistribusi normal Tidak terdistribusi normal

Sumber: Data primer, 2011 Tabel di atas menunjukkan bahwa sebaran data masing-masing kelompok tidak terdistribusi normal, karena nilai p untuk skor BDI masing-masing kelompok adalah p < 0,05. Oleh karena itu, data harus dinormalkan terlebih dahulu melalui proses transformasi. Setelah ditransformasi sebaran data tetap tidak normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini tidak dapat menggunakan uji parametrik t- independent melainkan menggunakan uji alternatifnya yaitu uji non- parametrik Mann-Whitney.

Tabel 7. Hasil Uji Homogenitas Skor TMAS dengan Levene’s Test

Data

Uji Homogenitas Levene’s Test

Keterangan

Skor TMAS

Data homogen Sumber: Data primer, 2011

Data

Uji Homogenitas Levene’s Test

Keterangan

Skor BDI

3,863

0,054

Data homogen Sumber: Data primer, 2011

Hasil uji homogenitas dengan Levene’s Test mempunyai ketentuan bila signifikan hitung > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut diasumsikan homogen, demikian sebaliknya bila signifikan hitung < 0,05 data diasumsikan tidak homogen atau mempunyai perbedaan varians.

Berdasarkan uji homogenitas dengan Levene’s Test di atas, dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan varians baik skor TMAS maupun skor BDI antara kelompok akselerasi dan reguler (p > 0,05). Tabel 9. Hasil Uji Mann-Whitney skor TMAS

Kelompok

Mean skor

TMAS

STD

Analisis Uji Mann- Whitney

Akselerasi Reguler

26,16 22,13

3,913 5,130

p = 0,2 Sumber: Data primer, 2011

Gambar 3. Boxplots Skor Kecemasan (TMAS) Tabel 9 menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara rerata skor TMAS pada kelompok akselerasi dan kelompok reguler. Dimana hasil uji Mann-Whitney p = 0,2 (p > 0,05). Tabel 10. Hasil Uji Mann-Whitney skor BDI

Kelompok

Mean skor

BDI

STD

Analisis Uji Mann- Whitney

Akselerasi Reguler

8,06 5,26

6,570 4,968

p = 0,288 Sumber: Data primer, 2011

Gambar 4. Boxplots Skor Depresi (BDI) Tabel 10 menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara rerata skor BDI pada kelompok akselerasi dan kelompok reguler. Dimana hasil Uji Mann-Whitney p = 0,288 (p > 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna baik tingkat kecemasan maupun depresi pada kelompok akselerasi dan reguler.

BAB V PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan tingkat kecemasan dan depresi pada kelompok akselerasi dan kelompok reguler tidak signifikan. Beberapa alasan yang menyebabkan hasil penelitian ini tidak signifikan antara lain sebagai berikut. Pertama, dari segi waktu pengambilan sampel dimana sampel ini diambil setelah ujian akhir nasional berakhir karena kebijakan pihak sekolah yang kurang berkenan jika sampel diambil sebelum ujian akhir nasional. Jika sampel bisa diambil sebelum ujian nasional kemungkinan didapatkan perbedaan yang bermakna baik itu kecemasan maupun depresi antara siswa akselerasi dan reguler.

Kedua, sampel yang diambil tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Sesuai dengan teori sebelumnya yang berkaitan dengan kecemasan pada laki-laki dan perempuan, kelompok perempuan lebih cemas dengan ketidakmampuannya dibanding kelompok laki-laki (Ibrahim, 2002). Begitu pula frekuensi depresi yang dijelaskan dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi mayor (berat) lebih sering pada wanita dibanding pria dengan rasio 2:1 (Kaplan dan Saddock, 2005). Kemudian yang ketiga, pada penelitian ini, penulis tidak meneliti lingkungan sosial dari tiap-tiap siswa yang menjadi subjek penelitian. Lingkungan sosial dapat berupa lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, pergaulan, status sosial ekonomi, dan lain sebagainya.

Saddock, 2005). Keempat, jumlah sampel yang didapatkan pada penelitian ini dirasa masih belum cukup untuk menggambarkan kondisi kecemasan dan depresi pada populasi sehingga dibutuhkan jumlah sampel yang lebih banyak lagi.

Hasil penelitian yang telah dilakukan ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Wulan Wahyuningsih (2010) dimana hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa tingkat stres akademik antara siswa kelas akselerasi dan siswa kelas reguler di SMPN 5 Bandung menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. Menurut Dadang Hawari (2006) istilah stres dipisahkan dari stres akademik dan depresi, karena satu sama lainnya saling terkait. Selain itu, hasil penelitian ini didukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Neihart (1999), dimana ia melakukan pengukuran objektif pada tingkat depresi masing-masing kelompok dengan membandingkan siswa berbakat SMP dengan siswa rata-rata. Kelompok pertama adalah siswa dengan kemampuan tinggi yang ditempatkan di kelas khusus anak berbakat, lalu kelompok siswa dengan kemampuan tinggi yang belum ditempatkan di kelas khusus, dan kelompok anak dengan kemampuan rata-rata. Hasilnya adalah tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antar kelompok.

Namun, hasil ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Muhammad Dipa (2009) yaitu membandingkan tingkat kecemasan antara siswa kelas X program akselerasi dengan non akselerasi di SMA Negeri 1 Surakarta. Hasil ini bisa berbeda dapat dikarenakan beberapa faktor. Pertama, perbedaan subjek penelitian, pada penelitian Muhammad Dipa subjek yang diambil adalah Namun, hasil ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Muhammad Dipa (2009) yaitu membandingkan tingkat kecemasan antara siswa kelas X program akselerasi dengan non akselerasi di SMA Negeri 1 Surakarta. Hasil ini bisa berbeda dapat dikarenakan beberapa faktor. Pertama, perbedaan subjek penelitian, pada penelitian Muhammad Dipa subjek yang diambil adalah

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan