PERAN INTELKAM POLDA LAMPUNG DALAM MENGIDENTIFIKASI ANCAMAN TERHADAP GANGGUAN KAMTIBMAS

  PERAN INTELKAM POLDA LAMPUNG DALAM MENGIDENTIFIKASI ANCAMAN TERHADAP GANGGUAN KAMTIBMAS (Jurnal Skripsi) Oleh NUGRAHA ADITAMA RAMADHAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

  

ABSTRAK

PERAN INTELKAM POLDA LAMPUNG DALAM MENGIDENTIFIKASI

ANCAMAN TERHADAP GANGGUAN KAMTIBMAS

Oleh

Nugraha Aditama Ramadhan, Firganefi, Budi Rizki Husin

  

Email: nugrahaaditama1945 @gmail.com.

  Setiap aksi massa seharusnya dilakukan secara tertib, teratur dan bertanggung jawab, namun pada kenyataannya sering kali unjuk rasa berakhir dengan perilaku yang mengarah pada tindak pidana seperti kekerasan, pengerusakan dan anarkhis. Sehubungan dengan adanya aksi massa tersebut maka Intelkam Polda Lampung melaksanakan peran guna mengantisipasi gangguan kamtibmas. Permasalahan: (1) Bagaimanakah peran Intelkam Polda Lampung dalam mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas? (2) Apakah faktor yang menghambat peran Intelkam Polda Lampung dalam mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas? Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Pegumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan . Data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: (1) Peran Intelkam Polda Lampung dalam mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas termasuk dalam peran normatif dan faktual. Peran normatif dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan wewenang yang dimilikinya. Peran faktual dilaksanakan dengan kegiatan pengumpulan bahan/data, pembuatan hipotesa, pengumpulan data tambahan, analisis dan konklusi data intelijen. (2) Faktor-faktor penghambat terdiri dari faktor penegak hukum yaitu adanya kecenderungan penyalahgunaan wewenang diskresu oleh personil Intelkam, keterbatasan sarana dan prasarana untuk mengantisipasi situasi yang tidak diinginkan dalam suatu kegiatan masyarakat, faktor masyarakat yaitu masih adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku gangguan kamtibmas dan faktor yaitu masih digunakannya hukum adat oleh masyarakat dalam menyelesaikan gangguan kamtibmas. Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Agar sistem deteksi dini intelkam Polri lebih mendapat pemahaman dan perhatian yang lebih sehingga dapat melakukan antisapi yang tepat nantinya ketika melakukan tugas dilapangan. (2) Sistem deteksi dini intelkam Polri sangat berperan dalam mengantisipasi ancaman gangguan kamtibmas yang mungkin terjadi, sehingga sebaiknya produk intelijen yang diberikan kepada pimpinan harus produk yang betul-betul akurat.

  Kata Kunci: Peran, Intelkam, gangguan kamtibmas

  

ABSTRACT

THE ROLE OF INTELLIGENCE AND SECURITY DEPARTMENT

OF LAMPUNG POLICE IN IDENTIFYING THREATS

ON SECURITY AND PUBLIC ORDER DISRUPTION

Every mass action should be done in an orderly, orderly and responsible manner, but in

reality the protests often end in behavior that leads to criminal acts such as violence,

vandalism and anarchism. In relation to the mass action, the police of Lampung Police

Precinct perform the role in anticipating securuty and public order disruption. Problems

in this research are: (1) How is role of Intelligence and Security Department of Lampung

Police in identifying threats on security and public order disruption? (2) What are the

factors that hinder the role of Intelligence and Security Department of Lampung Police in

identifying threats on security and public order disruption? The problem approach used

is juridical normative and empirical juridical. The research sources are Director of

Intelligence Polda Lampung, Kasatintelkam Bandar Lampung Police, Head of HMI

Branch of Bandar Lampung and Academician of Criminal Law Division of Unila Law

Faculty. Data collection was done by literature study and field study. Data were analyzed

qualitatively. The results of the study and discussion show that: (1) The role of

Intelligence and Security Department of Lampung Police in identifying threats on

security and public order disruption included in the role of normative and factual. The

normative role is implemented based on the legislation in accordance with the main tasks,

functions and authority. Factual roles are carried out with data collection activities,

hypothesis making, additional data collection, analysis and conclusion of intelligence

data. (2) Inhibiting factors of role are law enforcement factor that is tendency to abuse

discretu authority by Intelkam personnel, limited of facilities and infrastructure to

anticipate unwanted situation in a community activity, the fear or reluctance of the public

to be a witness in the process of law enforcement against the perpetrators of securuty and

public order disorder and the factor that is still used customary law by the community in

resolving securuty and public order disruption. Suggestions: (1) In order to early

detection system intelkam get more understanding and more attention so that can do the

right antisapi later when doing field task. (2) Intelligence detection system is very

important in anticipating threat of securuty and public order interruption that may occur.

  Keywords: Role Intelligence and Security Department, Security and Public Order

I. Pendahuluan

  Pelaksanaan demonstrasi sebagai hak kebebasan mengemukakan pendapat, harus dilaksanakan dengan prinsip bebas bahwa segala ide, pikiran atau pendapat, dapat dikemukakan secara bebas tanpa tekanan dari siapa pun. Bertanggung jawab maksudnya bahwa ide, pikiran atau pendapat tersebut harus dilandasi akal sehat, niat baik dan norma-norma yang berlaku.

  artinya meletakkan segala kegiatan sesuai dengan konteks atau tujuan kegiatan tersebut, baik yang dilakukan oleh warga negara, institusi maupun aparatur pemerintah yang dilandasi oleh etika individual, etika sosial dan etika institual. Dengan landasan atas kelima asas kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum tersebut, maka dalam pelaksanaannya diharapkan dapat mencapai tujuan berikut, yakni: 1.

  Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

  2. Mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat.

  3. Mewujudkan iklim yang kondusif bagi perkembangan partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan 1 El Muhtaj Majda, Hak Asasi Manusia dalam

  Konstitusi Indonesia , Kencana, Jakarta, 2007, hlm.9

  tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi.

  4. Menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa perorangan atau kelompok.

  Fenomena yang menjadi issu hukum dalam penelitian ini adalah secara ideal unjuk rasa seharusnya dilakukan secara tertib, teratur dan bertanggung jawab, namun pada kenyataannya sering kali unjuk rasa berakhir dengan perilaku yang mengarah pada tindak pidana seperti kekerasan, pengerusakan dan anarkhis. Unjuk rasa oleh sekelompok elemen masyarakat yang menyuarakan tuntutan dengan jumlah massa yang sering kali tidak dapat diprediksikan, meskipun pada pemberitahuan unjuk rasa yang diajukan kepada pihak kepolisian disebutkan jumlah massa yang akan berunjuk rasa, namun pada kenyatannya di lapangan, jumlah tersebut sering kali menjadi massif dan bertambah besar serta jauh melebihi jumlah yang tertera pada pemberitahuan.

1 Demonstrasi harus proporsionalitas,

  Hal lain yang sering kali tidak dapat diprediksikan dalam Demikian unjuk rasa adalah lama orasi, karena pada pelaksanaannya di lapangan lamanya waktu berorasi dan berunjuk rasa sering kali meleset dari perkiraan dan pemberitahuan yang disampaikan kepada pihak kepolisian, dengan alasan di antaranya tuntutan yang disampaikan belum selesai, tidak ada pejabat pemerintahan yang menemui massa dan negosiasi yang memakan waktu lama. Selain itu, potensi terjadinya anarkhisme dalam unjuk rasa dapat disebabkan oleh situasi yang serba kalut dan tidak massa melakukan kekerasan dan pengerusakan terhadap fasilitas publik maupun kekerasan terhadap aparat yang menjaga keamanan unjuk rasa. Belum lagi adanya pihak-pihak tidak dan memperkeruh keadaan, bisa menjadi pemicu bagi massa untuk melakukan anarkhisme.

  Contoh kasusnya adalah bentrok antara massa dari ormas Tim Andalan Masyarakat Pasukan Inti Lampung(Tampil) dengan sekelompok massa salah satu ormas di Lampung di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, pada hari Senin 24 Juli 2017. Akibat peristiwa itu, tujuh mobil mengalami kerusakan, seperti pecah kaca dan penyok pada bodi kendaraan. Ada beberapa anggota ormas yang mengalami memar, namun tidak ada korban jiwa, selain itu ada tujuh mobil yang rusak parah akibat dilempar batu dan pukulan balok. Pada saat itu Ormas Tampil akan melakukan aksi unjuk rasa damai di Kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung terkait dugaan penyimpangan proyek pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) dan Puskesmas Keliling (Pusling), namun tanpa diduga, aksi damai yang akan dilakukan oleh ormas Tampil justru berakhir ricuh.

  dilakukan tidak semata-mata dengan produk informasi yang seadanya tetapi melalui berbagai tahap pengolahan data- data dan juga menggunakan analisis 2

  http://newslampungterkini.com/news/11465/ dua-ormas-bentrok-di-depan-dinkes-provinsi- lampung.html. Diakses Kamis 17 Agustus 2017

  yang mendalam sehingga menghasilkan informasi yang akurat. Informasi yang ada dibuat dalam bentuk produk-produk intelijen yang disajikan kepada pimpinan guna memberikan masukan kepada kebijakan yang akan diambil untuk mengantisipasi gangguan kamtibmas. Sesuai dengan uraian di atas, diketahui bahwa meskipun telah ada aturan pelaksanaan demonstrasi yang bebas dan bertanggung jawab, namun sering kali aksi massa mengarah pada kekerasan, pengerusakan, anarkhis dan mengganggu ketertiban umum. Oleh karena itu pihak kepolisian sebagai alat negara dalam hal ini melaksanakan perananya dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Peran yang dilakukan kepolisian tersebut sesuai dengan tugas pokok kepolisian sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor

  2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

  Permasalahan penelitian ini adalah: a.

  Bagaimanakah peran Intelkam Polda Lampung dalam mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas? b. Apakah faktor yang menghambat peran Intelkam Polda Lampung dalam mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas?

2 Proses deteksi dini Intelkam Polri

  Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan.

II. Pembahasan A. Peran Intelkam Polda Lampung dalam Mengidentifikasi Ancaman Terhadap Gangguan Kamtibmas

  Peran normatif dilaksanakan oleh Intelkam Polda Lampung dalam mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas didasarkan pada peraturan perundang-undangan sebagai berikut: a.

  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

  Peran Intelkam Polda Lampung dalam mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas merupakan pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan wewenang di bidang penegakan hukum. Tugas pokok intelijen Kepolisian menurut Surat Keputusan Kapolri Nomor: Skep/37/I/2005 adalah sebagai berikut: a)

  Melaksanakan pengamatan/penelitian terhadap masalah dan perubahan-perubahan serta perkembangan kehidupan sosial dalam masyarakat untuk dapat mengetahui trend perkembangannya.

  b) Mengidentifikasi ancaman, gangguan, atau hambatan terhadap kamtibmas.

  c) Melaksanakan pengamatan terhadap sasaran-sasaran tertentu dalam masyarakat (di bidang Ipoleksosbud) guna menutup kesempatan dan mencegah berhasilnya pihak-pihak tertentu untuk mengekploitasi kelemahan-kelemahan tertentu bagi kepentingan yang membahayakan masyarakat.

  d) Menciptakan kondisi tertentu yang menguntungkan di dalam masyarakat bagi pelaksanaan tugas Polri.

  Fungsi Intelijen Kepolisian menurut Skep/37/I/2005 adalah sebagai berikut:

  a) Membina dan mengembangkan fungsi Intelijen Polri yang meliputi kegiatan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.

  b) Menyelenggarakan upaya untuk mendeteksi dan mengidentifikasi sumber-sumber ancaman Kamtibmas atau sumber gangguan Kamtibmas khususnya kriminalitas.

  c) Menyelenggarakan upaya pengamanan masyarakat, untuk menghilangkan kerawanan Kamtibmas termasuk pengawasan orang asing.

  d) Menyelenggarakan pengamanan dan pengawasan terhadap pengalaman, perijinan, penggunaan, pemindahan, pengangkutan, penyimpanan, penimbunan senjata api, amunisi dan bahan peledak yang bukan organik Polri/ TNI.

  e) Menyelenggarakan pemberian bantuan/back up operasi kepada satuan wilayah Polri di bawahnya.

  Wewenang Intelijen Kepolisian menurut Surat Keputusan Kapolri Nomor: Skep/37/I/2005 meliputi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan guna terpeliharanya stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif, harus dapat mengantisipasi berbagai perkembangan situasi sehingga apabila muncul ancaman faktual dapat ditangani secara prfesional dan proporsional sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang Peran kepolisian sebagai aparat penegak hukum berupaya semaksimal mungkin dalam mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas, dengan melakukan berbagai langkah strategis perlindungan hukum sesuai dengan hak dan wewenangnya dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri, meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, pelayanan, dan terbina ketenteraman masyarakat yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Polda Lampung melaksanakan peran dalam mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas, melalui proses penyelidikan dan penyidikan. Penyidik sesegera mungkin menanggapi setiap adanya laporan dari anggota masyarakat tentang adanya ancaman terhadap gangguan kamtibmas dengan melakukan penyelidikan, karena laporan tersebut harus didukung oleh bukti-bukti yang kuat untuk menentukan apakah termasuk sebagai tindak pidana atau bukan.

  • – upaya penyidikan tersebut mulai dari surat panggilan, penggeledahan, hingga penangkapan dan penyitaan. Penyidik dalam hal telah mulai melakukan penyidikan sesuatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum (sehari-hari dikenal dengan SPDP atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) hal ini sesuai dengan KUHAP Pasal 109 Ayat (1). Setelah bukti-bukti dikumpulkan dan yang diduga tersangka telah ditemukan maka penyidik menilai dengan cermat, apakah cukup bukti untuk dilimpahkan kepada Penuntut Umum (kejaksaan) atau ternyata bukan tindak pidana. Jika penyidik berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana maka penyidikan dihentikan demi hukum. Pemberhentian penyidikan ini dibertahukan kepada Penuntut Umum dan kepada tersangka atau keluarganya. Berdasarkan pemberhentian penyidikan tersebut, jika Penuntut Umum atau pihak ketiga yang berkepentingan, dapat mengajukan praperadilan kepada Pengadilan Negeri yang akan memeriksa

  b.

  Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

  Penyidikan berdasarkan Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), adalah rangkaian tindakan mencari dan mengumpulkan bukti, agar peristiwa tindak pidananya terang serta tersangkanya dan berkas pekara tindak pidananya dapat diajukan kepada penuntut umum. Berkas perkara tindak tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka.

  Selain itu dideskripsikan uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Penyidikan memerlukan beberapa upaya agar pengungkapan perkara dapat diperoleh secara cepat dan tepat. Upaya

  sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan. Jika Pengadilan Negeri sependapat dengan penyidik maka Pengadilan Negeri tidak sependapat dengan penyidikan, maka penyidikan wajib dilanjutkan. Setelah selesai penyidikan, berkas diserahkan pada penuntut Umum [KUHAP Pasal 8 Ayat yaitu penyidik hanya menyerahkan berkas perkara dan dalam hal penyidik sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum.

  c.

  Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 tentang Sistem Laporan Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat

  Tujuan pemberlakuan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 tentang Sistem Laporan Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat adalah sebagai pedoman bagi kesatuan organisasi Polri dalam melaksanakan proses sistem laporan gangguan Kamtibmas (Sislap GK) dan sebagai upaya terwujudnya keseragaman bagi kesatuan organisasi Polri dalam Sislap GK yang dilaksanakan secara cepat, tepat, akurat, aman, dan akuntabel.

  Pasal 3 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Prinsip-prinsip dalam peraturan ini adalah: a) cepat, yaitu data/informasi yang disajikan tepat waktu

  b) tepat, yaitu data/informasi yang disajikan sesuai dengan kebutuhan

  c) akurat, yaitu data/informasi yang disajikan secara lengkap baik

  d) aman, yaitu data/informasi yang disajikan dijamin kerahasiaan

  e) akuntabel, yaitu data/informasi yang disajikan dapat dipertanggungjawabkan

  Ruang lingkup peraturan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 diatur dalam Pasal 4 yang meliputi: a) pengumpulan data b) pengolahan data c) penyajian informasi d) penggunaan informasi.

  Pasal 5 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 mengatur penggolongan data gangguan Kamtibmas terdiri dari golongan:

  a) kejahatan b) pelanggaran c) gangguan terhadap ketentraman/ketertiban umum dan d) bencana.

  Pasal 6 Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2009 menyebutkan bahwa golongan kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi: a) kejahatan konvensional b) kejahatan transnational c) kejahatan terhadap kekayaan negara d) kejahatan berimplikasikan kontinjensi dan e) pelanggaran Hak Asasi Manusia

  (HAM).

  Pasal 7 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 mengatur bahwa golongan pelanggaran sebagaimana dimaksud pelanggaran sebagaimana ditentukan dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan di luar KUHP. berdasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata. 3 Peran faktual dilaksanakan dalam mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas berdasarkan kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan yang terjadi secara nyata.

  Salah satu tugas Intelkam adalah sebagai mata dan telinga kesatuan Polri yang berkewajiban melaksanakn deteksi dini dan memberikan peringatan masalah dan perkembangan masalah dan perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat. Serta dapat mengidentifikasi ancaman, gangguan, atau hambatan terhadap Kamtibmas. Didalam intelkam Polri terdapat Sistem deteksi Intelpampol, sistem ini sebagai bagian dari Sistem Operasional Intelpampol dalam rangka mewujudkan kemampuan Intelpampol sebagaimana yang ditetapkan. Pada hakekatnya sistem deteksi dini ini bertitik tolak dari dasar-dasar pelaksanaan tugas Intelpampol.

  Dasar-dasar pelaksanaan tugas Intelpampol bermula dari pengertian bahwa Intelejen itu adalah untuk Pimpinan dalam kualifikasinya Sebagai Kepala/Komandan, Sebagai unsur pemerintah, Sebagai Pimpinan masyarakat, Sebagai Bapak dari keluarga besar Polri. Dimana pelaksanaan tugas 3 Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar.

  Rajawali Press. Jakarta. 2002. hlm.243

  Intelpampol diselenggarakan oleh jaringan Intelpampol di atas permukaan secara struktural formal dengan didukung oleh adanya jaringan Intelijen di bawah permukaan. Sistem Deteksi penyelenggaranya, metoda yang dipakai serta obyek sasarannya Deteksi Intelpampol diselenggarakan melalui jaringan Intelpampol di atas permukaan (jaringan Intelpampol struktural formal) mulai dari tingkat Polsek sampai dengan tingkat Mabes Polri dengan menetapkan Polsek sebagai Basis Deteksi Intelpampol, Polres sebagai Basis Operasional dan Polwil ke atas memberikan Back Up Operasional. Metode yang dipergunakan dalam penyelenggaraan deteksi Intelpampol dengan mempergunakan Pola yang berlaku sesuai dengan Juklak meliputi Vertikal, Horizontal, Diagonal dan Lintas Sektoral serta dalam kaitan Intelijen Komuniti dimana dalam pengumpulan bahan keterangan dilakukan melalui 3 jalur yaitu jalur struktural formal, jalur opsnal dan jalur jaringan bawah permukaan. Di samping itu digunakan metoda penyusunan Kirka sesuai Juknis penyusunan Kirka Intelpampol.

  Sistem Deteksi dini yang berajalan di tingkat kewilayahan akan menghasilkan infotmasi Intelijen yang diperoleh melalui suatu proses pengolahan dari bahan keterangan yang didapat. Bahan keterangan merupakan bahan dasar yang masih mentah. Bahan mentah ada yang memenuhi syarat dan ada yang tidak memenuhi syarat untuk dijadikan intelijen. Bahan mentah yang memenuhi bahan-bahan yang berkaitan dengan masalah keamanan, yang dapat dipercaya sumbernya dan relevan dengan masalah yang dicari atau dibutuhkan. Intelijen sebagai bahan merupakan hasil terakhir atau produk daripada pengolahan yang selanjutnya disampaikan kepada pihak-pihak pemakai untuk dipergunakan sebagai bahan penyusunan rencana dan kebijaksanaan yang akan ditempuh dan yang memungkinkan untuk bahan mengambil keputusan. Dalam hal ini initelijen juga merupakan suatu pengetahuan yang perlu diketahui sebelumnya, dalam rangka untuk menentukan langkah-langkah dengan resiko yang diperhitungkan. Dengan kata lain, intelijen diperlukan untuk membuat keputusan yang tepat dalam tiga aspek, yaitu perencanaan, kebijaksanaan dan cara bertindak (cover of action).

  Intelijen yang diramalkan mempunyai peranan penting bagi intelijen. Karena perkembangan yang lampau dan perkembangan yang sedang terjadi dicerminkan oleh Intelijen Dasar Diskriptif fan Intelijen Aktual, sedangkan intelijen yang diramalkan meramalkan perkembangan yang akan terjadi di masa datang sebagai lanjutan proses perkembangan yang sedang terjadi. Dengan kata lain sebagai bentuk gambaran spekulatif tentang apa yang akan terjadi. Dengan demikian intelijen yang diramalkan mempunyai arti sebagai “peringatan dini” (early warning) bagi pihak yang bertanggung jawab untuk menentukan rencana-rencana dan langkah-langkahnya.

  Intelkam sangat berperan penting dalam mengantisipasi gangguan kamtibmas yang dapat terjadi kapnpun yang tidak mengenal waktu dan tampat. Situasi kamtibmas dan tindak kriminalitas memiliki kecendrungan meningkat dari perkembangan berbagai aspek kehidupan masyarakat, sementara itu situasi keamanan dan ketertiban yang kondusif adalah mutlak, untuk mewujudkan guna mendukung terselenggaranya pembangunan nasional termasuk berjalannya roda pemerintahan dan perekonomian bangsa. Intelkam Polri sebagai pelaksana fungsi intelijen yang meliputi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan guna terpeliharanya stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif, harus dapat mengantisipasi berbagai perkembangan situasi sehingga apabila muncul ancaman faktual dapat ditangani secara prfesional dan proporsional.

  Di dalam intelkam terdapat intel dasar dimana Intelijen dasar digunakan untuk pengetahuan dasar atau catatan dasar bagi pihak yang menggunakan yang bertujuan untuk memberikan arti pada gejala-gejala dan perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu waktu di masa lalu. Tanpa adanya pengetahuan dasar mengenai sesuatu masalah tertentu, sukar untuk dinilai secara tepat suatu fenomena atau perubahan yang terjadi mengenai masalah tersebut, dan mungkin tidak akan ada artinya pengetahuan mengenai perkembangan mengenai masalah tersebut di masa yang akan datang terutama tentang perkembangan kamtibmas. Dalam memberikan gambaran tentang gangguan kamtibmas yang akan yang diramalkan Intelijen ini mempunyai peranan penting bagi intelijen. Karena perkembangan yang lampau dan perkembangan yang sedang terjadi dicerminkan oleh Intelijen Dasar sedangkan intelijen yang diramalkan meramalkan perkembangan yang akan terjadi di masa datang sebagai lanjutan proses perkembangan yang sedang terjadi. Dengan kata lain sebagai bentuk gambaran spekulatif tentang apa yang akan terjadi. Dengan demikian intelijen yang diramalkan mempunyai arti sebagai peringatan dini bagi pihak yang bertanggung jawab untuk menentukan rencana-rencana dan langkah- langkahnya. Setiap informasi yang diberikan anggota intelkam Polri yang bertujuan memberikan masukan kepada pimpinan untuk melakukan deteksi dini tidak semata-mata diberikan secara mentah, tetapi melalui tahapan-tahapan pengolahan dengan analisa yang tinggi. Proses Analisis Intelijen meliputi: a.

  Pengumpulan Bahan/Data Bahan/data dikumpulkan dari sumber data terbuka dan tertutup yang sudah direncanakan dalam analisis sumber. Pengumpulan ini bertujuan menilai kualitas dan kuantitas data yang dapat digunakan. Apabila ada kekurangan/kekosongan data perlu diminta kepada badan pengumpul di lapangan, hal ini tentu memerlukan waktu dan analisis terikat pada waktu penyerahan tulisan Intelijen kepada pengguna. Penyajian informasi intelijen berisi tentang: 1) perkembangan jumlah kejahatan disertai persentase penyelesaian;

  2) perkembangan resiko jumlah penduduk yang menjadi korban kejahatan;

  3) persentase jumlah kejahatan yang meresahkan masyarakat; perkembangan terjadinya kejahatan;

  5) pola kejahatan; 6) modus operandi kejahatan; 7) pola tempat terjadinya kejahatan; 8) pola waktu terjadinya kejahatan; 9) perkembangan kecelakaan lalu lintas dan korban;

  10) perkembangan penindakan pelanggar lalu lintas;

  11) perkembangan jumlah penindakan pelanggaran hukum (Tipiring); dan

  12) perkembangan jumlah tahanan b.

  Pembuatan Hipotesa Setelah data terkumpul dibuat hipotesa. Hipotesa adalah pernyataan yang membimbing analisis dalam pencarian data yang mendukung atau menolak pernyataan tersebut. Dalam pengertian umum hipotesa adalah pernyataan sementara yang dianggap benar, yang kemudian peneliti berusaha membuktikan apakah benar atau tidak benar.

  c.

  Pengumpulan Data Tambahan Langkah ini digunakan apabila hipotesa menghendaki data tambahan untuk meningkatkan mutu data yang mendukung hipotesa.

  d.

  Analisis Analisis harus memberi arti dari semua data dan berusaha menempatkan semua kepingan data bersama-sama, sehingga tergambar mosaik dan menguji keabsahan hipotesa yang dibuat. Keabsahan Hipotesa tersebut diterima tentang kebenarannya bertambah ketika implikasi yang ditelusuri sesuai dengan kenyataan. Proses analisis mempunyai dua tujuan langsung yaitu untuk mencari kebenaran faktual dan untuk tersebut. Dalam prakteknya perbedaan antara analisis dan integrasi tidak selalu jelas. Biasanya kedua proses berjalan bersama-sama. Analisis dan integrasi saling melengkapi dalam menghasilkan perubahan tersebut. Keduanya merupakan gabungan dari pemikiran induktif dan deduktif yang berjalan terus dari fakta asli smapai konklusi akhir. Logika indukstif berangkat dari hal-hal khusus ke umum, logika deduktif berangkat dari hal umum ke hal yang bersifat khusus.

  e.

  Konklusi Konklusi adalah bagian paling penting dalam proses analisis. Analisis harus mencapai konklusi, yaitu bagian akhir dalam penulisan. Konklusi memuat sebuah ringkasan yang singkat yang ditarik dari inti pembahasan (analisis), kemudian diproyeksikan ke masa depan dalam jangka dekat atau jangka panjang.

  Hal ini serupa dengan “Perkiraan” mengenai tema pokok tulisan. Setelah melalui analisis yang panjang maka akan menghasilkan produk intelijen yang akurat. Disinilah peran intelijen memberi masukan kepada pimpinan untuk mengetahui perkembangan kamtibmas yang terjadi terutama di era globalisas, dimana demokratisasi, keterbukaan dan hak azasi manusia menjadi issue sentral yang merambat dunia, menyebabkan tuntutan begitu tinggi terhadap peran Polri sebagai penegak hukum, pelindung dan menjadi komponen terdepan dalam merespon Polri terhadap berbagai tuntutan tersebut. Intelijen akan berfungsi bagi satuan apabila organisasi intelijen cukup solid, sistem dan hakekat ancaman yang dihadapinya. Namun yang lebih penting adalah pelaksanaan tugas intelijen, baik perorangan maupun unit harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap inteijen, maupun mengimplementasikan dan mengembangkan teori intelijen dalam kondisi lapangan yang berubah-ubah, serta menghasilkan produk intelijen yang tajam, akurat dan terpercaya sesuai kebutuhan satuannya dalam mencegah gangguan kamtibmas yang mungkin bisa terjadi. Berdasarkan hasil deteksi dini apabila didapatkan Bidang Ipoleksusbudkam secara umum cenderung stabil dan terkendali. Situasi tersebut memberikan suasana kondusif dalam kehidupan masyarakat dan aktifitas pemerintahan. Meskipin dalam kurun waktu tertentu terjadi berbagai gangguan kamtibmas dalam berbagai bentuk dengan intensitas yang meningkat namun dengan deteksi dini maka secara umum dapat tertangani. Jumlah gangguan kamtibmas dalam bentuk kejahatan konvensional, kejahatan transnasional, kejahatan terhadap kekayaan Negara dan kejahatan yang berimplikasi kontinjensi juga dapat diselasikan secara optimal dengan deteksi dini, sehingga secara umum tidak dirasakan sebagai gangguan dalam kehidupan masyarakat sehingga tercipta lingkungan kamtibmas yang kondusif dengan melaksanakan peringatan dini terhadap ancaman dan gangguan keamanan guna mewujudkan

B. Faktor-Faktor Penghambat Peran Intelkam Polda Lampung dalam Mengidentifikasi Ancaman Terhadap Gangguan Kamtibmas

  Faktor Aparat Penegak Hukum Faktor aparat penegak hukum yang menghambat peran Intelkam Polda Lampung dalam mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas adalah adanya kecenderungan penyalahgunaan wewenang oleh personil Intelkam Polda Lampung dalam mengidentifikasi gangguan kamtibmas.

  Adanya personil yang berpotensi menyalahgunakan kewenangan diskresi. Hal ini bertentangan dengan Pasal 16 angka (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan anggota kepolisian memiliki wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Tindakan lain yang dimaksud adalah penyelidikan dan penyidikan jika memenuhi syarat sebagai berikut: (a) tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; (b) selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; (c) harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; (d). pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan (e) menghormati HAM. Setelah diberlakukannya UU Nomor 2 Tahun 2002 maka dikembangkan perumusan organisasi Polri. Pengorganisasian Polri dirancang bersifat sentralistik, ini dimaksud agar koordinasi antara kesatuan atas dengan karena ada kesatuan yang dapat menjebatani antar dua kesatuan. Namun hal ini juga tidak lepas dari kelemahan, yaitu timbul birokrasi yang panjang dan berbelit-belit dalam alur administrasi, warga masyarakat lokal, rentan akan politisasi penguasa nasional sehingga lembaga kepolisian kurang berperan untuk kepentingan rakyat, dan kurang fleksibel menghadapi perubahan di masyarakat.

  2. Faktor Sarana dan Prasarana Faktor sarana dan prasarana yang terbatas untuk mengantisipasi situasi yang tidak diinginkan dalam suatu kegiatan masyarakat misalnya unjuk rasa dapat menjadi penghambat. Selain itu, peralatan pengendali massa dalam unjuk rasa juga masih terbatas, misalnya kawat sebagai pagar betis atau mesin penyemprot air (water canon) sebagai antisipasi untuk memukul mundur massa yang mencoba menerobos barisan barikade aparat atau mencoba menerobos masuk ke halaman/ruang perkantoran atau merusak fasilitas.

  Selain itu berfungsi pula untuk memadamkan api yang biasanya dibakar massa dengan menggunakan ban bekas ketika berunjuk rasa, untuk menjaga perambatan api serta gangguan pandangan bagi pengguna jalan. Jika jumlah massa dan potensi kerusuhan sangat besar maka dikhawatirkan keterbatasan sarana prasarana ini tidak mampu dimanfaatkan secara maksimal dalam mengendalikan massa. Hukum mempunyai arti penting bagi kekuasaan formal lembaga-lembaga negara, unit-unit pemerintah, dan pejabat negara dan pemerintah. Legalisasi penetapan landasan hukum bagi kekuasaan melalui aturan hukum, Di samping itu hukum dapat dapat pula berperan mengontrol kekuasaan sehingga pelaksanaannya dapat etis. Berdasarkan hal ini maka terlihat jelas bahwa hukum dan perubahan yang terjadi pada masyarakat mempunyai hubungan yang sangat erat.

  3. Faktor Masyarakat Faktor masyarakat yang menghambat peran Intelkam Polda Lampung dalam mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas adalah masih adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku gangguan kamtibmas. Ketakutan tersebut dapat disebabkan oleh adanya ancaman dari para pelaku yang tidak segan-segan melakukan kekerasan terhadap masyarakat yang menyaksikan perbuatan mereka. Masyarakat yang takut dan tidak melaporkan ancaman terhadap gangguan kamtibmas kepada aparat penegak hukum, dapat menghambat proses identifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas.

  Kepolisian mengemban tugas dan fungsi di bidang ketertiban dan menegakkan hukum di wilayah kerjanya, melayani dan mengayomi masyarakat dengan baik. Dalam pembinaan kamtibmas, polisi harus aktif menggalang potensi masyarakat agar turut partisipasi membantu polisi menciptakan keamanan.

  4. Faktor Budaya Faktor budaya yang menghambat peran mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas adalah masih digunakannya hukum adat oleh masyarakat dalam menyelesaikan gangguan kamtibmas. Pnilaian tindakan Polisi, termasuk dalam hal penyidikan. Dengan tidak mengurangi hukum nasional yang berlaku jika memang suatu perkara dapat diselesaikan sesuai dengan budaya yang ada dalam masyarakat seperti secara kompromi dengan jalan kekeluargaan, mediasi dan lainnnya lebih efisien dan efektif tentu Polisi tidak akan memaksakan untuk diselesaikan melalui sistem peradilan pidana yang ada dan memaksakan berlakunya hukum, tetapi dengan kebijaksanaan Polisi sebagai penyidik tersebut. Dengan cara inilah nilai-nilai budaya mempengaruhi dan mendorong Polisi dalam menentukan kebijaksaan dalam proses penyidikan.

  III. Penutup A. Simpulan 1.

  Peran Intelkam Polda Lampung dalam mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas termasuk dalam peran normatif dan faktual. Peran normatif dilaksanakan berdasarkan peraturan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan wewenang yang dimilikinya. Peran faktual dilaksanakan dengan kegiatan pengumpulan bahan/data, pembuatan hipotesa, pengumpulan data tambahan, analisis dan konklusi data intelijen dalam kasus aksi massa ormas Tim Andalan Masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

2. Faktor-faktor penghambat peran

  Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat

  Jakarta.

  Jakarta. Sutarto. 2002. Menuju Profesionalisme Kinerja Kepolisian . PTIK.

  dalam Upaya Penegakan Hukum di Indonesia Rineka Cipta.

  Susanto, F. Anton. 2004. Kepolisan

  Mempengaruhi Penegakan Hukum . Rajawali Press. Jakarta.

  Jakarta.

  Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1983. Pengantar Penelitian Hukum . Rineka Cipta.

  Rahardjo, Satjipto. 1996. Bunga Rampai

  Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

  Nawawi Arief, Barda. 2001. Masalah

  Permasalahan dan Penerapan KUHAP . Sinar Grafika. Jakarta.

  Harahap, M. Yahya. 2000. Pembahasan

  Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum .

  Abdussalam, H. R. 2009. Hukum

  • 2002. Sosiologi Suatu Pengantar . Rajawali Press. Jakarta.

  2. Sistem deteksi dini intelkam Polri sangat berperan dalam mengantisipasi ancaman gangguan kamtibmas yang mungkin terjadi, sehingga sebaiknya produk intelijen yang diberikan kepada pimpinan

  Agar sistem deteksi dini intelkam Polri lebih mendapat pemahaman dan perhatian yang lebih sehingga dapat melakukan antisapi yang tepat nantinya ketika melakukan tugas dilapangan.

  Intelkam Polda Lampung dalam mengidentifikasi ancaman terhadap gangguan kamtibmas faktor penegak hukum yaitu secara kuantitas masih kurangnya personil Intelkam dan secara kualitas masih belum optimalnya pelaksanaan identifikasi ancaman kamtibmas, faktor sarana prasana yaitu keterbatasan sarana dan prasarana untuk mengantisipasi situasi yang tidak diinginkan dalam suatu kegiatan masyarakat, faktor masyarakat yaitu masih adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku gangguan kamtibmas dan faktor budaya yaitu masih digunakannya hukum adat oleh masyarakat dalam menyelesaikan gangguan kamtibmas.

  dengan sekelompok massa salah satu ormas di Lampung di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Lampung yang berpotensi menyebabkan gangguan kamtibmas.

  • 1986. Faktor-Faktor Yang