Pengembangan Aplikasi Safety Flying Drone Map (Syndrone Map) pada Perangkat Mobile Android dengan Menggunakan Metode Spatial Multi- Criteria Evaluation
Vol. 2, No. 10, Oktober 2018, hlm. 3515-3524 http://j-ptiik.ub.ac.id
Pengembangan Aplikasi Safety Flying Drone Map (Syndrone Map) pada
Perangkat Mobile Android dengan Menggunakan Metode Spatial Multi-
1 Criteria Evaluation 2 3 Lukas Sada Arihta , Fatwa Ramdani , Mochamad Chandra SaputraProgram Studi Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1 2 3 Email: lukasari95@gmail.com, fatwaramdani@ub.ac.id, andra@ub.ac.id
Abstrak
Kegiatan mengoperasikan drone telah menjadi salah satu kegiatan yang sangat digemari akhir-akhir ini.Sifatnya yang dapat terbang dan dikendalikan dari jarak jauh, menjadi salah satu alasan banyak yang menggunakan drone dalam berbagai bidang. Karena itu, dibutuhkan aturan khusus yang mengatur penerbangan drone agar tidak diterbangkan sembarangan. Pemerintah telah menerbitkan peraturan yang mengkategorikan daerah-daerah penerbangan drone menjadi lima area, yakni daerah terlarang, daerah terbatas, kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP), ruang udara terbatas, dan ruang udara tidak terbatas. Namun kurangnya informasi mengenai peraturan yang telah dikeluarkan, banyak pengguna drone yang menerbangkannya secara asal. Pada akhirnya banyak terjadi kecelakaan yang melibatkan drone seperti drone menabrak pesawat, drone tersangkut pada gadung dan masih banyak lagi. Sistem Informasi Geografis (SIG), menawarkan beberapa solusi seperti metode Spatial Multi-
Criteria Evaluation (SMCE). Dengan metode ini, faktor-faktor permasalahan dijadikan kriteria serta
parameter secara hirarki, diagregasikan sehingga menjadi sebuah model spasial terbaru yang memberikan yang informasi dan rekomendasi. Untuk lebih lanjut model tersebut diimplentasikan menjadi aplikasi mobile sehingga pengguna drone dengan lebih mengetahui infromasi mengenai daerah penerbangan drone dari model yang telah diolah. Dari hasil pengujian akurasi didapatkan angka 62.5%. Artinya model pada peneletian ini memiliki kesesuaian dengan sebesar 62% dengan fakta sebenarnya.
Kata kunci: Drone, SIG, SMCE, Malang, Mobile GIS;
Abstract
Drone becomes a popular hobby among drone community lately. Because it can be flown and operated
from the distance, many drone pilots use this technology in many sectors for their work. Because of that
reason, the regulation about flying drone are needed.The Indonesian Goverment have been released a
regulation about drone area into several categories, (i.e prohibited area, restricted area, safety flight
operation zone, controlled airspace and uncontrolled airspace). However because many drone pilots
have lack of information about the regulation that been released, many cases cause drone accident. As
example drone get crashed into airplane, or drone get stucked on the building rooftop, and many more.
With Geo Information System (GIS), offers several solutions like Spatial Multi-Criteria Evaluation. With
this method, factors that cause a problem become criteria and parameters hierarchically, and then
compose together to become a new spatial model that contains information and recommendation. For
furthermore this model can be implemented on mobile application, so drone Penggunas can obtain an
information from this apps. In the future this research hopefully could decrease many drone cases. From
accuracy assessment, this model have 62.5% overall accuracy. This mean that 62% of the info generated
from this model is in suitable with the facts in the field.Keywords: Drone, SIG, SMCE, Malang, Mobile GIS;
tertentu. Drone telah menjadi salah satu hobi 1. yang digemari oleh masyarakat umum.
PENDAHULUAN
Penggunaan drone sudah masuk diberbagai Saat ini, penggunaan drone bukan saja bidang seperti penggunaan drone sebagai sebagai alat yang hanya digunakan oleh instansi
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya
3515 pengintai dalam militer, untuk menyiram tanaman pada pertanian, atau drone sebagai alat bantu pemasaran properti, dan masih banyak lagi (Omahdrones, 2010). Karena sifatnya yang dapat diterbangkan tanpa awak, penggunaan drone telah menjadi populer saat ini. Untuk itu diperlukan keahlian khusus serta pengetahuan yang cukup mengenai daerah-daerah yang aman dan tepat untuk menerbangkan drone.
Seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna drone, diperlukan aturan khusus yang mengatur penerbangan drone tersebut agar tidak dioperasikan secara sembarangan. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-undang penerbangan drone melalui Kementerian Perhubungan. Undang-undang tersebut tertulis dalam Peraturan Mentri no 90. Pada intinya, undang-undang tersebut mengkategorikan daerah penerbangan drone menjadi 5 kategori. Kategori tersebut terdiri dari area terlarang, area terbatas, kawasan keselamatan operasi penerbangan, ruang udara terkendali, dan ruang udara tidak terkendali (Menhub, 2015). Namun dikarenakan kurangnya informasi mengenai peraturan tersebut, banyak pengguna drone yang menerbangkan drone-nya secara asal. Dari kelalaian tersebut, beberapa kasus telah terjadi seperti drone tersangkut di gedung (Nawangwulan, 2015), drone menabrak pesawat lepas landas (Nistanto, 2016), dan masih banyak lagi.
Oleh karena itu diperlukan sebuah solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan teori Sistem Informasi Geografis (SIG). Dengan adanya SIG permasalahan- permasalahan spasial seperti yang telah disebutkan, dapat diselesaikan secara sistematis dan ilmiah. Dalam konsep SIG, terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan spasisal. Salah satunya adalah metode Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE). SMCE menguraikan faktor-faktor yang menjadi permasalahan menjadi kriteria dan parameter tertentu dan disusun secara hirarki, diagregasi atau digabungkan sehingga menjadi sebuah model spasial baru yang berisi informasi dan rekomendasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan(Alkema et al., 2012). Pada proses agregasi data, sebelumnya harus dilakukan tahap standarisasi. Hal ini diperlukan agar nilai dari setiap data spasial mempunyai kesetaraan nilai. Dalam penelitian ini, kriteria dan parameter yang digunakan didasarkan dari peraturan yang dikeluarkan pemerintah.
Saat ini pemanfaatan SIG dapat diterapkan di berbagai bidang teknologi. Salah satunya dengan memanfaatkan perangkat bergerak atau
mobile . Teknologi mobile saat ini sudah
dilengkapi dengan fitur geolocation. Fitur
geolocation memungkinkan pengguna untuk
mencari dan mengetahui posisinya pada sebuah peta (Gargenta, 2011). Dengan adanya Mobile
GIS juga, informasi beserta rekomendasi yang
berkaitan dengan keruangan, lebih mudah dicari dan didapatkan. Pada peneleitian ini, data yang telah diolah menggunakan SMCE sehingga menjadi model spasial yang baru, akan diterapkan menjadi sebuah aplikasi mobile. Dengan menggabungkan teknologi geolocation dengan model ini, pengguna drone diharapkan mengetahui serta dapat menentukan daerah mana saja yang berbahaya dan daerah mana saja yang aman untuk menerbangkanya dari ponsel mereka. Diharapkan dari kecelakaan-kecelakaan yang melibatkan drone, dapat diminimalisir sehingga tidak membahayakan pihak lain.
Konsep ini sebelumnya pernah diterapkan pada perusahaan Da-Jiang Innovation (DJI, 2015). DJI merupakan perusahaan pengembang teknologi, khususnya teknologi drone. DJI juga pernah mengembangkan aplikasi serupa dengan penelitian ini. Kriteria-kriteria daerah penerbangan drone pada aplikasi tersebut, didasarkan dari ketentuan federasi internasional seperti Federal Aviation Administration (DJI, 2015). Memang dalam hal kredibilitas, aplikasi ini sudah tidak diragukan lagi karena bekerja sama dengan badan hukum internasional. Namun kriteria-kriteria tersebut hanya dapat berlaku di beberapa negara saja seperti Amerika dan China. Di Indonesia sendiri, terdapat banyak daerah dengan kondisi geografis yang bermacam-macam. Oleh karena itu, model penelitian yang Peneliti ajukan, didasarkan dari kriteria yang dikeluarkan pemerintah Indonesia, sehingga informasi dari model ini dapat digunakan oleh para penerbang drone di Indonesia.
Gambar 1. Lokasi Studi Malang Raya (Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Malang)
berdasarkan pengalaman pengguna drone dan 2.
STUDI AREA
juga mencari berita terkait dengan kecelakaan Seperti yang terlihat pada Gambar 1, drone. peneliti melakukan studi area di daerah Malang
3.2 Tinajauan Pustaka
Raya, Jawa Timur. Di daerah Malang, banyak Pada tahap ini peneliti mencoba mencari komunitas yang biasanya menerbangkan drone- pustaka terkait dari penelitian sebelumnya. nya. Hal ini dikarenakan Malang merupakan
Pustaka terdiri dari buku-buku, paper, dan juga salah satu destinasi wisata, sehingga sangat
website-website yang berisi info mengenai.
menarik untuk menerbangkan drone di daerah
3.3 Pengunpulan Data ini.
Pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan-pengumpulan data-data yang akan
3. METODOLOGI
dibutuhkan. Data-data yang akan diolah adalah berdasarkan kriteria-kriteria dari peraturan pemerintah. Data tersebut meliputi data militer , data instalasi nasional , data Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)
.
3.4 Pengolahan Data
Setelah data-data tersebut dikumpulkan, maka tahap selanjutnya adalah pengolahan data. pengolahan data dilakukan pada software QGIS dan
ILWIS. Pengolahan data meliputi klasifikasi, raster analisis proximity,
Gambar 2. Metodologi penelitian standarisasi, dan proses SMCE.
Alur pada peneletian ini dapat dilihat
3.5 Analisis Kebutuhan
Model dari data yang telah diolah pada pada Gambar 2. tahap seblumnya, akan dimplementasikan pada
3.1 Identifikasi Permasalahan
aplikasi mobile. Aplikasi mobile berupa hybrid Pada tahap ini peneliti melakukan
application yang berarti aplikasi website diubah
perumusan masalah dengan mengamati menjadi aplikasi mobile. Sebelumnya dilakukan kejadian-kejadian yang melibatkan penerbangan analisis kebuthan untuk menentukan fungsi-
drone . Kasus-kasus yang terjadi dikumpulkan
4. ANALISIS dan PENGOLAHAN DATA
diperlukan agar nantinya data ini akan diolah mejadi data raster. Setiap cell pada raster harus memiliki nilai. Data
3.6 Pengembangan Aplikasi & Pengujian
Tahap ini peneliti melakukan konfigurasi untuk hybrid application dan implentasi dari aplikasi web ke mobile application. Fitur-fitur aplikasi didasarkan dari analisis kebuthan yang telah dilakukan. Setelah aplikasi berhasil diimplementasikan, dilakukan pengujian untuk menemukan bug. Pengujian meliputi blackbox testing dan compatibility testing.
3.7 Pengerjaan Dokumen
Setelah semua tahap sebelumnya diselesaikan, semua tahap-tahap tersebut di dokumentasikan dalam bentuk paper.
Kriteria dan parameter yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dan diolah menggunakan software QuantumGIS dan
ILWIS. Analisis dan pengolahan data dipisah menjadi dua proses berdasarkan tipe datanya, data vektor dan data raster.
A.
Data Vektor Data vektor pada penelitian ini terdiri dari data kawasan militer, data kawasan instalasi nasional, dan data KKOP. Salah satu data yang akan diolah adalah data militer. Masing-masing dari data tersebut harus memiliki kolom atribut
value . Atribut tersebut diberi nilai 1.Hal ini
fungsi pada aplikasi.
Gambar 3. Data Militer dalam QGIS
Lalu data tersebut diubah kebentuk data raster, dan dibentuk sebuah buffer yang diklasifikasikan berdasarkan jarak antar titiknya seperti yang terlihat pada Gambar 4. Hasil dari analisis proximity membentuk buffer yang direpresentasikan dalam bentuk warna
4.1 Analisis Kriteria Data
Gambar 4. Hasil Analisis Proximity dalam Gradasi Warna 2.
- –data ini akan diimport kedalam software QGIS. Data ini akan melewati beberapa tahap-tahap pengolahan, yaitu analisis rasterize proximity dan standarisasi.
Tiap data memiliki satuan yang berbeda, oleh karena itu dilakukan standarisasi. Nilai yang dihasilkan dari standarisasi mempunya range 0 hingga 1. Pada data militer ini, proses standarisasi menggunakan logika fuzzy linear. Pada QGIS, proses analisis fuzzy linear dilakukan dengan menginputkan 4 domain. Dari hasil input ini, data akan membentuk sebuah buffer yang sesuai dengan input domain. Dalam hal ini Peneliti menginputkan nilai domain berdasarkan radius atau jarak dari titik sesuai dengan peraturan. Maka dari itu input nilai domainya adalah :
A = 100 m B = 600 m C = 400.000 m D = 400.0
Standarisasi Tahap ini dilakukan agar semua data yang menjadi parameter mempunyai nilai yang setara.
1. Rasterize Proximity
Tahap ini mengubah data vektor menjadi data raster, sekaligus membuat sebuah buffer yang berisi jarak antar titik. Pada Gambar 3, diperlihatkan data militer yang berupa titik koordinat yang telah dimasukan ke QGIS.
Gambar 5. Hasil dari Standarisasi
Untuk mengecek atau memeriksa apakah
Gambar 7. Kesesuaian Perhitungan Dengan Model
hasil dari standarisasi sudah tepat dapat dilakukan perhitungan fuzzy linear. Fuzzy linear Jika pada perhitungan fuzzy linear derajat mempunyai 2 jenis, fuzzy linear naik, fuzzy dari nilai 600 m adalah 0,8. Jika dibandingkan linear turun. Pada tahap ini, digunakan analisis pada gambar 8, diperlihatkan radius > 600 m, fuzzy linear turun dikarenakan nilai domain mempunyai warna krem keabu-abuan. Warna maximum harus berderajat 1 dan nilai domain tersebut mewakili derajat 0,75 hingga 0,99. minimum harus berderjat 0. Untuk fuzzy linear
Dapat dikatakan bahwa model ini telah sesuai naik dihitung dengan persamaan 1 : dengan perhitungan fuzzy linear turun.
0; ≤ − (1) [ ] = { (
B.
Data Raster
− ) ; ≤ ≤ 1.
Perhitungan raster
1; ≥
Untuk pengolahan data raster, seperti data Keterangan : a = nilai domain yang mempunyai derajat kekosongan lahan dan data kepadatan penduduk dilakukan dengan melakukan perhitungan raster. nol
Dalam hal ini data yang akan diolah adalah data b = nilai domain yang mempunyai derejat satu kekosongan lahan. Data keksosongan diambil dari citra Landsat 8. Untuk menggunakan data x = nilai input yang akan diubah kedalam landsat perlu mengetahui jenis-jenis sensor dan bilangan fuzzy Misalkan ingin mencari derajat dari nilai 500 m. kanalnya terlebih dahulu. Kanal tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Diketahui :
Tabel 1. Sensor Kanal pada Landsat
a = 100; b = 600;
Sensor Kanal
Maka dilakukan perhitungan dari persamaan 1 :
0; ≤ Band 1 – Biru ultra 500 − 100
[500] = { Band 2 – Biru (
600 − 100) ; ≤ ≤ 1; ≥ Band 3 – Hijau [500] = 0.8 Band 4 – Merah
Derajat dari nilai 600 m adalah 0.8. Jika digambarkan dalam grafik linear, maka
Onboard Band 5 – Near Infrared Operational (NIR)
diperlihatkan seperti Gambar 6.
Land Imager Band 6
- – Shortwave (OLI)
Infrared (SWIR 1) Band 7 - Shortwave Infrared (SWIR 2) Band 8
- – Panchromatic Band 9
- – Cirrus Ban
- – Thermal Infrared (TIRS 1)
Thermal Infrared Sensor (TIRS) Band 11 – Thermal Infrared
Gambar 6. Grafik Linear Data Militer (TIRS 2)
Lalu dilakukan perhitungan Normalized Untuk menyesuaikan dengan hasil yang telah
Difference Bareness Index (NDBaI). Persamaan diolah dapat dilihat pada Gambar 7.
- Sumber : Hui Li , et al (2017)
[ ] = { ( − − ) ; ≤ ≤
Pembobotan Pembobotan dilkakukan denga tujuan memprioritaskan daerah mana yang paling berbahaya. Dasar dari pembobotan ini adalah dari prioritas daerah paling berbahaya menurut Peraturan Menteri Perhubungan. Hasil dari pembobotan dapat dilihat pada Gambar 11.
A.
Dari data-data yang telah distandarisasi, selanjutnya adalah memproses data tersebut dengan metode SMCE. Proses ini dilakukan pada software ILWIS. ILWIS mendukung operasi SMCE. Pada ILWIS proses SMCE dilakukan melalui dua tahap, pembobotan dan agregasi.
4.2 Proses Spatial Multi-Criteria Evaluation
Dapat dikatakan bahwa data yang distandararisasi telah sesuai dengan perhitungan.
0; ≥ [ ] = 1
[ ] = { ( 0,011886 − (−0,613345) 0,011886 − (−0,613345)) ; ≤ ≤
Keterangan : a = nilai domain yang mempunyai derejat satu b = nilai domain yang mempunyai derejat nol x = nilai input yang akan diubah kedalam bilangan fuzzy Misal nilai minimum dari data NDBaI adalah (- 0,613345) seperti yang terlihat pada gambar 10(b). Nilai tersebut harus mempunyai derajat 1. Oleh karena itu dilakukan persamaan 3 :
0; ≥
Untuk memastikan data tersebut telah sesuai dengan teori linear turun, dapat dilakukan perhitungan fuzzy linear turun. Perhitungan tersebut dapat dilakukan pada persamaan 3.
tersebut dirumuskan dalam persamaan 2:
Gambar 10. Hasil dari Standarisasi
Standarisasi Data hasil yang telah dilakukan perhitungan raster selanjutnya akan distandarisasi agar mempunyai derajat yang sama dengan data lainya. Proses standarisasi dilakukan pada software ILWIS. Hasil standarisasi dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 9. Data Landsat Hingga Menjadi Data Kekosongan Lahan 2.
Hasilnya berupa data raster yang memiliki nilai baru dan mempunyai gradasi warna. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 9. Terlihat pada Gambar 9 mempunya range nilai - 0.61 hingga 0.011. Nilai yang mewakili keksongan lahan adalah nilai minimum yang direpresentasikan warna merah.
Gambar 8. Hasil Perhitungan NDBaI pada QGIS
Pada QGIS, perhitungan NDBaI dapata dilakukan dengan melakukan raster calculator. Kanal-kanal yang dibtuhkan dimasukan kedalam raster expressions, dan akan menghasilkan data raster baru. Data tersebut memiliki nilai yang baru. Hasil dari NDBaI yang belum terklasifikasi dapat dilihat pada Gambar 8.
= 6 − 10 6 + 10
Jika dilihat pada tabel 3, SWIR mempunyai nama lain Band 6 dan TIR mempunyai nama lain Band 10. Jika persamaan 2 diterapkan maka :
= −
(2) (3)
Gambar 11. Pembobotan Data pada ILWIS
Dari pembobotan tersebut akan menghasilkan pohon kriteria yang memiliki nilai pembobotan. Data dengean bobot nilai tertinggi adalah data kawasan bandara, data militer, dan data instalasi nasional. Hal ini diprioritaskan karena daerah ini adalah daerah yang paling berbahaya. Untuk keseluruhan data yang telah di Standarisasi dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Seluruh Data yang Akan Diolah B.
Agregasi Tahap ini adalah menggabungkan semua data-data seperti pada Gambar 12, sehingga menjadi model baru yang berisi rekomendasi daerah-daerah yang berbahya utnuk menerbangkan drone. Daerah tersebut dikategorikan menjadi lima yaitu, daerah sangat tidak aman, tidak aman, terbatas, aman, sangat aman. Kategori ini berdasarkan jarak radius dari sebuah objek yang telah ditetapkan dan diolah. Daerah yang paling berbahya direpresentasikan dalam warna merah dan daerah yang aman direpresentasikan dengan warna hijau seperti yang terlihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Hasil dari Proses SMCE 5. PERANCANGAN, IMPELMENTASI SISTEM dan PENGUJIAN
5.1 Perancangan Sistem
Model data yang telah diolah, akan diimplementasikan menjadi sebuah aplikasi mobile. Sebagai gambaran umum alur kerja aplikasi ini, digambarkan arsitektur sistem seperti yang terlihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Arsitektur Sistem Aplikasi Syndrone Map
Seperti yang terlihat pada Gambar 14, pengguna drone yang mengakses aplikasi dari smartphone mereka harus terkoneksi dengan Internet. Jika terkoneksi dengan internet, smartphone dapat terhubung dengan satelit. Satelit akan menentukan lokasi smartphone, sehingga pengguna drone dapat mengetahui lokasi mereka. Lalu jika pengguna ingin melihat daerah mana saja untuk penerbangan drone, smartphone akan mencari data pada data store. Data store berbentuk notasi GeoJSON. Untuk melakukan perancangan ini, dilakukan dalam dua tahap yaitu analisa kebutuhan fungsional dan analisa perancangan.
A.
Analisa kebutuhan Sebagai acuan untuk melihat fitur-fitur yang ada pada aplikasi, maka pada Tabel 2 dideskripsikan kebutuhan fungsional pengguna.
Tabel 2. Deskripsi Kebutuhan Fungsional Pengguna No Nama Fungsi Deskripsi
1 Peta Drone Menampilkan peta drone di Malang
2 Peta Dasar Mengganti dan menampilkan peta dasar. Terdapat peta Open Street Map dan peta satelit Pencarian Mencari daerah dikirimkan berupa id dari Kecamtan yang
3 Berdasarkan berdasarkan
dipilih. Jika id tersebut ada pada data storage,
Kecamatan Kecamatan
sistem akan menampilkan detail data Kecamatan yang dipilih dalam bentuk pop up.
Melihat detail Kecamatan pada
4 Lihat Detail layer Kecamatan
5.2 Implementasi Sistem yang terpilih
Berdasarkan analisa dan perancangan yang telah dilakukan, maka selanjutnya adalah tahap B.
Analisa Perancngan implementasi sistem. Aplikasi ini adalah aplikasi Aplikasi ini dilakukan dengan pendekatan
hybrid . Artinya aplikasi ini merupakan sebuah
pemrograman terstruktur. Perancangan aplikasi web yang berjalan di sebuah browser, dimodelkan dalam bentuk data flow diagram dan dijadikan aplikasi yang berjalan pada (DFD). DFD aplikasi inidapat dilihat pada platform android. Aplikasi ini ditulis dalam Gambar 15. bahasa pemrograman html,css, dan javascript. Untuk implentasi sistemnya dapat dilihat pada gambar 16.
Gambar 15. DFD Level 1 Aplikasi Syndrone Map
Gambar 15 memperlihatkan aliran data pada aplikasi Syndrone Map. Fungsi utama pada aplikasi ini adalah melakukan pencarian berdasarkan Kecamatan di Malang dan melihat detail tiap Kecamatan. User memasukan kata kunci pada field yang tersedia. Lalu sistem akan menjalankan prosedur pencarian. Pada prosedur pencarian sistem meminta data berdasarkan inputan kata kunci user ke data storage yang
Gambar 16. Implementasi Sistem Menjadi Aplikasi
berupa GeoJson. Data Kecamatan tersebut akan
Mobile; (a) Halaman Awal;(b)Halaman Pencarian;(c)
ditampilkan dalam betuk layer yang mewakili
Halaman Geolocation;(d) Halaman Tampil
daerah Kecamatan yang diinput. Jika user ingin
Kecamatan; (e) Halaman Lihat Detail
melihat detail dari Kecamatan tertentu, Kecamatan yang dipilih oleh user akan diteruskan ke modul lihat detail. Data yang
Tabel 3. Klasifkasi Error Matirx
No Klasifikasi Sangat Tidak Aman Tidak Aman Terbat as Aman Sangat Aman TotalValid
6
8
8
9
9
40
25 Tabel 4. Blackbox Testing Aplikasi Syndrone Map No Test Name Test case Expected Result Result Status
1 Pengujian pencarian bedasarkan Kecamatan
Mengisi form dengan nama Kecamatan di Malang
Sistem
menampilkan
Kecamatan yangdiinputkan
Sistem menampilkan Kecamatan yang diinput oleh user
2 Pengujian pencarian bedasarkan Kecamatan
4
Mengisi form dengan nama yang tidak sesuai dengan Kecamatan di Malang
Sistem tidak
menampilkan
inputan user dantetap berada
dihalaman utama Sistem tidak menampilkan inputan dari user dan berada di halaman utamaValid
3 Pengujian lihat detail info User menekan salah satu Kecamatan yang ada dimalan pada peta Sistem menampilkan poup
berisi detail
informasi
Sistem menampilkan poup berisi detail informasi Valid4 Pengujian geolocation dengan mode gps menyala
User menekan tombol geolocation dan mengaktifkan mode geolocation Sistem mencari lokasi pengguna dan menampilkan tag lokasi pengguna Sistem mencari lokasi pengguna dan menampilkan tag lokasi pengguna
Valid
5 Pengujian geolocation dengan mode gps tidak menyala User menekan tombol geolocation dan tidak mengaktifkan mode geolocation
Sistem tidak dapat
mencari dan
menampilkan tag lokasi penggunaSistem tetap mencari lokasi pengguna dan menampilkan tag lokasi pengguna Valid
Pengujian Akurasi Dapat dilihat pada Tabel 3, dilakukan pengelompokan titik titik berdasarkan klasifikasinya. Semisal data survei merupakan data dari klasifikasi tidak aman dan titiknya
4 Total
4
Correct Sample
5
1 Sangat Tidak Aman
5
1
3
2
11
5
2 Tidak Aman
5
2
7
3 Terbatas
5 Sangat Aman
1
2
5
8
5
4 Aman
1
6
3
10
6
5.3 Pengujia Sistem A.
sesuai, maka data tersebut digolongkan ke dalam
Environment Online. [online] Tersedia di :
http://tekno.kompas.com/read/2016/04/18/ 09185527/Kekhawatiran.Pesawat.Komersi al.Tabrak.Drone.Akhirnya.Terjadi>
Komersial Tabrak "Drone" Akhirnya Terjadi. [online]. Tersedia di : <
Nistanto, R. 2016 Kekhawatiran Pesawat
Tersedia di :
[online] Nawangwulan, M. 2015. Drone Jatuh di Menara BCA Bundaran HI. Tempo.Co. [online].
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 90 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pengoperasian Pesawat Udara Tanpa Awak di Ruang Udara yang Dilayani Indonesia. Jakarta : Menteri Perhubungan Republik Indonesia.
Menteri Perhubungan (MENHUB). 2015.
Tersedia di :
[pdf]. MDPI. Omahdrone. 2016. Yang Harus Diperhatikan Sebelum Menerbangkan Drone . [online].
Urban Bare Land Automatically from Landsat Imagery with a Sample Index.
Hui, Li., Wang, C & Zhong. 2017. Mapping
Gargenta, M. 2011. Learning Android. [e-book]. Sebastopol : O’Reilly Media
DJI (Dà- Jiāng Innovations). 2015. Geospatial
correct sample . Sedangkan data survei semisal
Living With Landslide Risk in Europe : Assesment, Effects of Global Change, and Risk Management Strategies. Revision: 3. [journal]. Safe Land.
7. DAFTAR PUSTAKA Alkema, D., Boerboom,S & Ferlisi, L. 2012.
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan oleh dua orang pengguna drone dengan menggunakan blackbox testing , aplikasi Syndrone Map telah tervalidasi. Pengujian bedasarkan fungsi-fungsi atau fitur-fitur yang terdapat pada aplikasi ini dengan menggunakan test case yang telah ditentukan.
Lalu berdasarkan hasil uji akurasi yang telah dilakukan, akurasi yang didapatkan adalah 62.6%. Dari hasil survei yang dilakukan, terdapat beberapa lokasi yang tidak sesuai atau sedikit melenceng dengan klasifikasi yang didapat.
Daerah penerbangan drone yang berbahaya paling banyak ditemukan di daerah Kota Malang. Seperti yang terlihat dari gambar 14, daerah berbahya direpresentasikan dalam warnah merah tua. Hal ini disebabkan karena daerah kota malang merupakan daerah yang padat penduduk. Di Kota Malang terdapat banyak bangunan serta infrastruktur lain seperti instalasi nasional, bandara, markas militer, dan zona bandara
Pengujian Blackbox Seperti yang terlihat pada Tabel 4, dari hasil pengujian ini, maka didapatkan bahwa sebagian besar sistem ini mempunyai fungsi-fungsi yang valid.
B.
25 40 100% = 62,5% Maka akurasi dari model ini adalah 62,5%.
=
Maka didapat hasil :
= ℎ (4)
tidak sesuai dengan klasifkasi dan malah melenceng ke klasifikasi lain, maka data tersebut masuk ke kolom klasifikasi yang tidak sesuai. Setelah semua selesai dilakukan, dihiting dengan persamaan 4 untuk menentukan akurasinya. Persamaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.