MENERAWANG BENTUK MEDIA PENYIMPANAN PUST

MENERAWANG BENTUK MEDIA PENYIMPANAN PUSTAKA DI PERPUSTAKAAN
MASA YANG AKAN DATANG

Oleh: Jazimatul Husna, SIP., M.IP
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa banyak perubahan di
berbagai bidang. Baik itu corporate maupun lembaga yang bergerak di bidang jasa. Teknologi
informasi dan komunikasi merubah aktivitas menjadi cepat, akurat dan fleksibel. Sebagai
dampak dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat, telah
membawa fenomena pergeseran orientasi kebutuhan pengguna akan informasi berbasis teknologi
informasi. Lingkungan yang selalu berubah, mempengaruhi gaya hidup pengguna. Hal ini jelas
mempengaruhi jenis produk yang diinginkan pengguna.
Untuk itu perpustakaan sebagai lembaga yang bergerak di bidang jasa informasi, perlu
melakukan inovasi berbasis kebutuhan pengguna informasi. Bila dahulu fungsi perpustakaan
lebih berkonsentrasi pada penyediaan informasi dalam bentuk fisik seperti dokumen tercetak
dengan dilengkapi sistem katalog kartu, maka kini dengan berkembangnya teknologi informasi
perpustakaan dituntut menyediakan sumber-sumber informasi dalam bentuk elektronik. Dengan
harapan ke depan penyebaran informasi dapat terakses melalui internet dengan informasi yang
realtime (pada saat itu juga), sehingga pengguna akan mendapatkan kepuasan layanan yang
beragam secara relevan, akurat, dan cepat. Dengan kata lain right users, right information, right
now, and free.

Namun saat ini belum semua lapisan pengguna perpustakaan merasakan kemudahan dan
kenyamanan dalam mendapatkan informasi. Apalagi informasi yang diperoleh secara gratis.
Jangankan gratis, bahkan untuk mendapat informasi harus ditempuh dengan cara berbelit dan
masih harus membayar. Sangat tidak adil bagi pengguna/konsumen tidak terinformasi, yaitu

yang kurang berpendidikan dan berada dalam status sosial menengah ke bawah. Di sinilah kunci
peran pustakawan/pengelola perpustakaan Indonesia sebagai pengelola informasi dalam
membawa nasib perpustakaan ke era milenium/yang akan datang.
Di luar negeri open publication fulltext karya ilmiah merupakan hal yang sangat wajar
ditemui. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi perpustakaan di dalam negeri. Banyak
perpustakaan di Indonesia yang tidak/belum berani mempublish fulltext koleksinya, terutama
karya ilmiah. Masih ada perbedaan persepsi yang mengarah pada pro dan kontra diantara para
pengambil kebijakan di universitas. Memang ini semua kembali ke sikap rasional dan kebijakan
yang dianut oleh masing-masing universitas/perpustakaan. Appreciate bagi perpustakaan yang
telah mampu mengatasi permasalahan ini dengan menyajikan informasi bagi semua lapisan
masyarakat secara mudah dan gratis (sebagai pelopor sebagian perpustakaan swasta di
Indonesia) yaitu pemanfaatan teknologi dengan cara kreatif sehingga menghasilkan produk
(informasi) yang bermanfaat. Demi tercapai perpustakaan yang berwawasan teknologi yang
memihak kapada semua lapisan segmen, itulah perpustakaan pada generasi millennium/yang
akan dating

B. PEMBAHASAN
B.1Perkembangan Perpustakaan Digital
Bagaimana informasi dilayankan untuk kepuasan semua segmen? Akrabkah kita dengan
istilah-istilah e-Commerce, e-Banking, e-Learning, e-Government, e-Mail dan sebagainya. Huruf
“E” disini mengacu pada kata “Electronic”. Bagaimana dengan e-Library, e-Books, e-Journal, ebibliografi (OPAC) ? saat ini segala macam informasi bisa kita dapatkan hanya dengan sekali
”klik” melalui huruf ”E” tersebut. Halaman demi halaman kertas akan berubah wajah ke format
digital. Melalui kemasan informasi berbasis web terciptalah apa yang disebut sebagai
perpustakaan elektronik, perpustakaan digital, perpustakaan virtual, perpustakaan maya yang
mana pada intinya di sini pengguna bisa mendapatkan informasi melalui web, (wujud bangunan
tidak lagi penting). Perpustakaan haruslah bisa menjembatani kebutuhan bacaan yang bagus dan
berkualitas dengan target memberikan kepuasan membaca bagi para professional, mahasiswa dan
masyarakat umum secara gratis.
Konsep dasar perpustakaan digital muncul pertama kali pada bulan Juli 1945 oleh
Vannevar Bush. Beliau mengeluhkan penyimpanan informasi manual yang menghambat

akses terhadap penelitian yang sudah dipublikasikan, untuk itu, Bush mengajukan ide untuk
membuat catatan dan perpustakaan pribadi (untuk buku, rekaman/dokumentasi, dan
komunikasi) yang termekanisasi. Selama dekade 1950-an dan 1960-an keterbukaan
akses terhadap koleksi perpustakaan terus diusahakan oleh peneliti, pustakawan, dan
pihak-pihak lain, tetapi teknologi yang ada belum cukup menunjang. Baru pada awal 1980-an

fungsi-fungsi perpustakaan telah diautomasi melalui perangkat komputer, namun hanya pada
lembaga-lembaga besar mengingat biaya investasi yang tinggi.
Pada awal 1990-an hampir seluruh fungsi perpustakaan ditunjang dengan sistem
automasi dalam jumlah dan cara tertentu. Fungsi-fungsi tersebut antara lain pembuatan katalog,
sirkulasi, peminjaman antar perpustakaan, pengelolaan jurnal, penambahan koleksi,
kontrol keuangan, manajemen koleksi yang sudah ada, dan data pengguna. Dalam periode ini
komunikasi data secara elektronik dari satu perpustakaan ke perpustakaan lainnya semakin
berkembang dengan cepat. Tahun 1994, Library of Congress mengeluarkan rancangan National
Digital Library dengan menggunakan tampilan dokumen elektronik, penyimpanan dan
penelusuran teks secara elektronik, dan teknologi lainnya terhadap koleksi cetak dan non-cetak
tertentu.
B.2 Pengertian dan Tujuan Perpustakaan Digital
Menurut Lasa Hs (48:2005) Perpustakaan merupakan sistem informasi yang didalamnya
terdapat aktivitas pengumpulan, pengolahan, pengawetan, pelestarian dan penyajian, serta
diseminasi informasi. Informasi meliputi produk intelektual dan artistik manusia. Pengertian ini
didasarkan pada pemikiran bahwa perpustakaan sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang
ilmu pengetahuan dan informasi yang selalu berkembang seirama dengan perkembangan
pemikiran dan kultur masyarakatnya. Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan termasuk ilmu
perpustakaan dan informasi, secara berangsur-angsur menghendaki adanya perubahan dalam
pengelolaan perpustakaan. Perpustakaan tidak hanya sebagai lembaga yang mengumpul,

mengelola, menyimpan, dan melestarikan bahan pustaka, tetapi lebih mengutamakan pada
penyebaran informasi (dissemination of information).
Istilah Digital Library lebih banyak dipakai untuk pengertian Perpustakaan digital, disamping
istilah lainnya yang mempunyai pengertian sama antara lain: Digital Library, Electronic
Library, Virtual Library, Cyber Library, dan atau yang sedikit berbeda yaitu Hybrid Library.

Menurut Glossary yang dikeluarkan oleh African Digital Library (2008), yang dimaksud dengan
koleksi digital adalah
“This is an electronic Internet based collection of information that is normally
found in hard copy, but converted to a computer compatible format. Digital books

seemed somewhat slow to gain popularity, possible because of the quality of
many computer screens and the relatively short ‘life’ of the Internet. …”
Menurut Donald J. Waters (2008) mendefinisikan perpustakaan digital adalah :
“Digital libraries are organizations that provide the resources, including the
specialized staff, to select, structure, offer intellectual access to, interpret,
distribute, preserve the integrity of, and ensure the persistence over time of
collections of digital works so that they are readily and economically available for
use by a defined community or set of communities.”
Sehingga secara garis besr pengertian Perpustakaan digital adalah: “merupakan suatu

organisasi

yang

menyediakan

sumber

informasi termasuk penyiapan staff yang ahli dalam

menyeleksi, menstruktur, mengakses, menginterpretasi, menyebarkan, menyimpan berbagai hasil
kerja berupa digital dan menyajikannya secara ekonomis untuk keperluan masyarakat”. Don
Waters,

Direktur

Digital

Library


Federation( Amerika.1998), mengemukakan bahwa tujuan

membangun sebuah perpustakaan digital dengan semua kelebihannya, diantaranya adalah: 1)
Mudah dan cepat dalam mencari informasi yang dibutuhkan dan diinginkan, sehingga lebih
menghemat waktu dan lebih efektif dalam memperoleh pengetahuan; 2) Koleksi yang disimpan dalam
bentuk digital/elektronik dapat dirawat jauh lebih lama dibanding sistem penyimpanan non digital
yang banyak dipengaruhi faktor alam, berdampak pada biaya pengadaan koleksi yang dapat
diminimumkan; 3) Perpustakaan digital tidak memerlukan banyak perangkat, seperti: video player,
DVD/VCD player, tape recorder, microfilm reader, dll, dikarenakan hampir seluruh media koleksi
telah dikonversi dalam bentuk digital yang dapat diakses oleh komputer perpustakaan; dan (4) Dengan
koleksi digital, perpustakaan lebih mudah dalam sharing data atau informasi kepada pengguna
atau mitra kerja lainnya.

B.3 Membangun Koleksi Digital (Digitasi) di Perpustakaan.
Digitasi merupakan proses alih media dari cetak atau analog ke dalam media digital atau
elektronik melalui proses scanning, digital photograph atau teknik lainnya. Proses digitasi ini
memerlukan banyak pertimbangan sebelum dilakukan proses digitasi. Hal ini karena proses
digitasi biasanya memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit. Di samping itu
dituntut adanya tenaga ahli yang cukup menguasai teknik digitasi ini. Investasi yang
diperlukanpun tidak sedikit, karena perpustakaan perlu menyediakan alat dan sarana bagi proses

digitasi ini. Satu hal yang cukup penting diperhatikan dalam hal proses digitasi adalah masalah

penentuan koleksi atau analisis koleksi. Perpustakaan perlu melakukan skala prioritas koleksi
yang harus digitasi dan tidak, hal ini dikarenakan tidak semua koleksi ‘dapat’ dan perlu di alih
mediakan. Menurut Arief Surahman (2-3:2008) Beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan
bagi perpustakaan untuk melakukan digitasi koleksinya adalah:
1. Kekuatan koleksi
Kekuatan koleksi sebuah perpustakaan menjadi pertimbangan bagi perpustakaan itu
sendiri untuk melakukan ekspansi ke dalam format digital.
2. Keunikan koleksi
Apabila perpustakaan hanya mempunyai satu salinan koleksi atau koleksi langka, maka
perlu dipikirkan untuk melakukan digitasi terhadap koleksi tersebut. Biasanya koleksikoleksi yang bernilai sejarah, kuno, langka dan tidak dapat ditemukan di tempat lain
menjadi pertimbangan bagi perpustakaan untuk melakukan digitasi.
3. Prioritas bagi komunitas penggguna
Kebutuhan komunitas juga menjadi prioritas tersendiri

bagi perpustakaan untuk

melakukan digitasi koleksinya. Misal adanya kebutuhan kurikulum dari universitas yang
mewajibkan adanya sumber-sumber informasi digital yang diakses oleh mahasiswa

melalui perpustakan.
4. Kemampuan staff
Perpustakaan juga harus dapat mempertimbangkan bagaimana kemampuan staff dalam
melakukan manajemen koleksi digital, mulai dari penguasaan terhadap teknologi
informasi, bagaimana teknis dan prosedur digitasi, hingga bagaimana melakukan
pengelolaan dan perawatan koleksi digital hasil digitasi. Hal ini perlu sebagai jaminan
kesinambungan pengelolaan dan perancangan koleksi digital di perpustakaan tersebut.
B.4 Masalah Perpustakaan Digital
Membangun

perpustakaan

digital tidak bermasalah

selama koleksi yang diterima

dan dikumpulkan dalam bentuk file digital, tetapi menjadi bermasalah apabila perpustakaan
menerima koleksi dalam bentuk tercetak dan dalam jumlah yang banyak, karena akan membutuhkan
waktu dan tenaga juga biaya untuk proses digitalisasinya (digitalisai dokumen). Masalah lain dalam
perpustakaan digital yaitu teknik arsitektur yang mendasari sebuah sistem perpustakaan digital.


Perpustakaan

akan

membutuhkan

arsitektur

untuk

meningkatkan

dan memperbarui

teknik artistektur saat ini untuk menyesuaikan bahan digital. Arsitektur akan memuat komponen
seperti: (a) Jaringan lokal berkecepatan tinggi dan koneksi ke internet cepat, (b) Hubungan basis data
yang mendukung variasi format digital, (c) Fulltext search engine untuk mengindeks dan
menyediakan akses ke sumber informasi, (d) Variasi server, seperti Web server dan FTP server,
(e) Fungsi manajemen dokumen elektronik yang akan membantu dalam seluruh manajemen dari

sumber digital.
Masalah hak cipta (HAKI/ Hak Atas Kekayaan Intelektual) dalam Perpustakaan digital, sering
menjadi perdebatan dan dipermasalahkan, tetapi pada dasarnya hak cipta dalam perpustakaan
digital dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: (1) Hak cipta pada dokumen yang
didigitalkan. yang termasuk didalamnya adalah: merubah dokumen ke digital dokumen, memasukkan
digital dokumen ke database, dan merubah digital dokumen ke hypertext dokumen. (2) Hak
cipta

dokumen

di communication network. Didalam hukum hak cipta masalah transfer dokumen

lewat komputer network belum didefinisikan dengan jelas. Hal yang perlu disempurnakan adalah
tentang: hak meyebarkan, hak meminjamkan, hak memperbanyak, hak menyalurkan baik kepada
masyarakat umum atau pribadi, semuanya dengan media jaringan komputer termasuk didalamnya
internet, dan sebagainya.
Masalah lain pada perpustakaan digital yaitu penarikan biaya;

Hal ini menjadi


masalah terutama untuk Perpustakaan Digital yang dikelola oleh swasta yang menarik biaya
untuk setiap dokumen yang diakses dan tidak ada standar biaya. Beberapa penelitian pada
bidang ini banyak mengarah ke pembuatan sistem deteksi pengaksesan dokumen ataupun upaya
mewujudkan

electronic

money.

Penarikan

biaya

pada

perpustakaan

digital

di

institusi

pemerintahanpun seringkali mengalami masalah karena hampir semua operasional perpustakaan
digital institusi pemerintah sudah dibiayai oleh keuangan rakyat dalam hal ini pemerintah.

B.5 Dinamika Perkembangan Perpustakaan Digital DiIndonesia
Kehidupan masyarakat modern di Indonesia tidak bisa terlepas dari teknologi, oleh
karena itulah perpustakaan dalam memenuhi tuntutan pengguna dalam mendapatkan informasi
secara cepat, tepat, dan mudah perlu membangun suatu instrumen yang berbasis teknologi. Salah
satu bentuknya adalah membangun perpustakaan digital. Sebuah unsur yang mengabungkan
antara perpustakan dan teknologi digital, perpustakaan identik dengan khasanah keilmuannya

yang terekam dalam bentuk tulisan, sedangkan digital adalah teknologi untuk merekam keilmuan
tersebut dalam bentuk digital atau file dan mudah disharing dengan pengguna lain.
Singkatnya koleksi digital sebenarnya dapat dipahami sebagai koleksi informasi dalam
bentuk elektronik atau digital yang mungkin terdapat juga dalam koleksi cetak, yang dapat
diakses secara luas menggunakan media komputer dan sejenisnya. Koleksi digital disini dapat
bermacam-macam, dapat berupa buku elektronik, jurnal elektronik, database online, statistic
elektronik, dan lain sebagainya. Setiap perpustakaan harus menyadari bahwa digitalisasi di
perpustakaan adalah untuk meningkatkan kualitas jasa, bukan sebagai penambahan jumlah atau
pembaharuan (modernisasi) peralatan saja.
Untuk perpustakaan perguruan tinggi, open publication fulltext karya ilmiah baik
mahasiswa, dosen maupun praktisi di era informasi saat ini sangat dibutuhkan oleh pengguna
informasi. Sungguh tidak adil jika penulis suatu karya ilmiah mendapat gelar dari hasil
penelitiannya, tapi obyek tulisannya terkurung. Saat ini banyak pencari informasi (information
seeker) membutuhkan informasi secara fulltext. Abstrak tidak memberikan kepuasan dalam
menjelajah informasi secara detail. Untuk itu salah satu upaya yang telah dilakukan adalah meredesign dan rebranding wadah yang sudah ada misalnya di UPT perpustakaan UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta (http://digilib.uin-suka.ac.id/) sedang dikembangkan sesuai dengan
permintaan pengguna saat ini dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi. Hal ini dilakukan untuk meraih posisi produk (product positioning). Setelah produk
di lemparkan ke pasar, yaitu fulltext grey literature UIN SUKA. Hasilnya banyak e-mail yang
masuk ke perpustakaan dan terjadilah komunikasi maya antara librarian dan user. Mereka puas,
perpustakaan senang. Informasi disajikan free (baca:gratis) untuk semua segmen. Dengan kata
lain upaya ini bertujuan untuk mencapai kredibilitas produk dan jasa di mata pengguna.
Payne dan Waller dalm Putu Lkasman Pendit ( dengan sangat bagus telah merangkum 7
perubahan di dunia universitas yang akan mempengaruhi dunia perpustakaan, yang kiranya
juga dapat dipakai dalam konteks Indonesia, yaitu:
1. Mass higher education – jumlah mahasiswa terus bertambah, demikian pula
keragaman dalam latarbelakang dan tujuan pendidikan mereka.
2. Consumerism – para mahasiswa dan orang tua memiliki harapan semakin tinggi
tentang mutu pendidikan yang dikaitkan dengan kesempatan kerja, sedemikian rupa
sehingga universitas pun menjadi semakin berorientasi kepada pelanggan (customer
oriented).

3. Student finances – para mahasiswa diharapkan (dan rela) membayar lebih banyak dan
dengan demikian menjadi kontributor penting bagi pendidikan mereka sendiri.
4. Course design – cenderung menuju pendidikan berbasis semester dan mengunakan
modul-modul yang dapat ditawarkan secara terpisah.
5. Teaching and learning methods – menumbuhkan kecenderungan belajar secara
otonom (autonomous learning) dengan memanfaatkan berbagai teknologi informasi,
baik dalam pengajaran maupun pengujian.
6. Accountability of Higher Education – setiap institusi dituntut untuk lebih menekankan
aspek kualitas, sementara harus juga memikirkan sumber dana yang beragam untuk
mendukung butir pertama, yaitu pendidikan yang bersifat massal.
7. Funding – universitas semakin bersaing untuk meningkatkan efektivitas pendanaan,
dan mungkin juga akan menimbulkan tuntutan efisiensi, termasuk dalam hal
perpustakaan.
Kredibilitas adalah kunci bagi keseluruhan proses mencapai posisi pasar (market
positioning). Kredibilitas ini diperoleh pada saat produk dilemparkan ke kancah pasar dan
dianggap oleh pengguna mampu mengatasi permasalahan atau kesulitan yang mereka hadapi.
Dalam hal ini perpustakaan masih perlu banyak berbenah dengan memperkaya content dari
berbagai sumber dan berbagai disiplin ilmu untuk melayani kebutuhan masyarakat yang beragam
(segmen tak terbatas). Dengan kata lain perpustakaan baru menduduki pada level posisi pasar
setelah perpustakaan memperbaiki posisi produk. Kedepannya perpustakaan akan menuju pada
posisi organisasi, dimana sangat ditentukan oleh keberhasilan manajemen dalam mengelola
perpustakaan.
Apa yang telah perpustakaan lakukan di atas, secara tidak langsung perpustakaan telah
mempromosikan diri di dunia luar. Bagaimana perpustakaan bisa dikenal dunia luar jika
perpustakaan tidak membuka dan memperkenalkan diri? Take and give juga berlaku untuk
produk berupa informasi. Perpustakaan bisa memperoleh sesuatu (take) dengan terlebih dahulu
memberi sesuatu (give). Jadi perpustakaan sebagai lembaga penyedia informasi saat ini
diwajibkan untuk share and spread informasi yang dimilikinya.
Dahsyatnya lagi hal ini membawa dampak dalam perankingan webomatrics. Melalui
indicator scholarship di mana hasil penelitian digunakan sebagai referensi oleh pengguna dari
luar. Jangan takut dengan plagiarism, justru dengan open publish fulltext, kontrol akan lebih
mudah dilakukan. Keorisinilan/plagiatisme sebuah karya ilmiah dapat diketahui dengan cepat.
Dengan sendirinya fenomena ini akan mendorong mahasiswa/peneliti dan dosen pembimbing

menjadi “aware” dalam mencipta sebuah karya yang akhirnya akan bermuara ke sebuah karya
ilmiah yang berkualitas (memperoleh referensi berkecukupan dan representative).
Perkembangan TIK mengakibatkan semua bidang pekerjaan perpustakaan terutama
perpustakaan perguruan tinggi tidak ada lagi yang tidak mendapat sentuhan ”keajaiban”
teknologi. Internet telah mengubah dunia informasi tanpa banyak formalitas. Teknologi
informasi ini memberikan kemudahan luar biasa kepada pengguna/pemustaka untuk mengakses
informasi lintas batas. Namun Munculnya internet membawa dampak pada perpustakaan sebagai
ancaman, bahkan bisa menggeser kedudukan perpustakaan. Menurut Allen and Retzlaff
106:2006) mengatakan bahwa :
“Libraries are threatened because, in social terms, the internet might seem to render them
less relevant. At the same time, the technologies of information brought to life in the
internet make libraries so much more extensive that their relevance has never seemed
more obvious.”
Keberadaan internet akan menggeser perpustakaan karena internet lebih memberi kemudahan
kepada pengguna daripada harus ke perpustakaan yang pasti akan dihadapkan dengan segala
peraturan dan birokrasi. Dengan berinternet di rumah ataupun di kantor pengguna akan
dimanjakan dengan infomasi yang luas, dengan berinternet pengguna bisa menikmati informasi
yang kadang tidak ditemukan di perpustakaan. Untuk itu perpustakaan sebagai penyedia jasa
informasi harus menyediakan jasa layanan internet (internet di perpustakaan baik melalui
jaringan atau hotspot). Sehingga mahasiswa akan dimanjakan dengan segala macam literatur
yang dibutuhkan ketika berada dalam gedung perpustakaan. Dilengkapi dengan fasilitas
penelusuran informasi (layanan CD ROM, OPAC, database online), ruang multimedia, ruang
internet, ruang koleksi tercetak (hybrid library). Dan semua informasi bisa didapat dengan
mudah dan gratis. Kenyamanan dan kepuasan dalam proses pencarian informasi akan
menciptakan sebuah karya yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan.
C. PENUTUP
Perpustakaan masa depan mampu mengubah masyarakat kita menjadi masyarakat yang
mampu untuk melakukan upload sehingga melahirkan masyarakat pencipta, bukan masyarakat
pengkonsumsi yang suka mendowload dan copy paste. Dengan teknologi informasi dan tentunya
kampanye anti plagiatism, kiranya harapan ini dapat menjadi kenyataan dalam merubah konsep

perpustakaan konvensional menuju perpustakaan yang berwawasan teknologi. Perpustakaan
yang dapat dimanfaatkan oleh semua khalayak luas tanpa terkecuali sebagai wahana pendidikan,
penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan
bangsa. Perubahan tidak selalu membawa kemajuan. Tetapi kemajuan selalu membutuhkan
perubahan.

D. DAFTAR PUSTAKA
African Digital Library Glossary . http://www.africandl.org.za/glossary.htm (di akses pada 20
Januari 2013)
Arif

Surahman.

Membangun

Koleksi

http://arifs.staff.ugm.ac.id/mypaper/Dig_coll_Building.doc

Digital,
(di akses pada 19

Januari 2013)
Donald J. Waters, What are Digital Libraries?, CLIR Issues Number 4 – July / August 1998.
http://www.clir.org/pubs/issues/issues04.html (di akses pada 20 Januari 2013)
Putu Laxman Pendit, Perpustakaan Digital Perguruan Tinggi : Tantangan Peningkatan Kualitas
Jasa, Jakarta. 2008
_________________, Perpustakaan Digital: kesinambungan & dinamika. Jakarta: Cita
Karyakarsa Mandiri, 2009
_________________, Perpustakaan Digital: dari A - Z. Jakarta:Cita Karyakarsa Mandiri, 2008
Lasa Hs. Manajemen Perpustakaan. Yogyakarta : Gama Media, 2005.

Dokumen yang terkait

VARIASI PENGGUNAAN AGREGAT BENTUK PECAH DAN BENTUK BULAT PADA CAMPURAN ASPAL BETON TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL

6 148 2

PENGARUH DOSIS LIMBAH MEDIA JAMUR TIRAM DAN KONSENTRASI LARUTAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) ABITONIK TERHADAP SEMAI KAYU MANIS [Cinnamomum camphora (l,) J. Presi]

12 141 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

EFEKTIVITAS PENGAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA LAGU BAGI SISWA PROGRAM EARLY LEARNERS DI EF ENGLISH FIRST NUSANTARA JEMBER

10 152 10

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN FISIKA KONSEP KELISTRIKAN BERBASIS VIDEO LIVE

8 69 67

EFEKTIVITAS MEDIA PENYAMPAIAN PESAN PADA KEGIATAN LITERASI MEDIA (Studi pada SMA Negeri 2 Bandar Lampung)

15 96 159

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

HUBUNGAN PEMANFAATAN MEDIA AUDIOVISUAL TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN DAN SIKAP SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 BATANGHARI NUBAN LAMPUNG TIMUR

25 130 93

PENGARUH BENTUK DAN DOSIS PUPUK NPK MAJEMUK SUSULAN PADA VIABILITAS BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merill) VARIETAS DERING 1 PASCASIMPAN TIGA BULAN

4 56 53