BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Perawatan Luka 2.1.1 Pengertian Luka - Pengaruh Aplikasi Modern Dressing terhadap Kepuasan Pasien dalam Perawatan Luka Diabetes di Klinik Perawatan Mandiri

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Perawatan Luka

2.1.1 Pengertian Luka

  Luka adalah kerusakan hubungan antar jaringan-jaringan pada kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Agung, 2005). Selain itu, menurut Koiner dan Taylan (2001), Luka adalah terganggunya integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya yang terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih atau terkontaminasi, superficial atau dalam.

  Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengertian luka seperti Klasifikasi Luka yang diklasifikasikan dalam beberapa bagian antara lain : Tindakan terhadap Luka yaitu Luka disengaja dan Luka tidak disengaja; Integritas Luka dibagi atas Luka tertutup dan Luka terbuka; berdasarkan Mekanisme Luka dibagi atas Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Luka bersih (aseptik) secara umum tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi). Luka memar (Contusion

  

Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh

  cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak. Luka lecet (Abraded

  

Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan

  benda yang tidak tajam. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar. Luka Bakar adalah kerusakan jaringan kulit yang disebabkan oleh sesuatu yang panas (bersifat membakar) yang menimbulkan panas berlebihan (Ismail, 2008)

  Faktor yang mempengaruhi luka yaitu: berdasarkan usia menyatakan bahwa anak dan dewasa penyembuhan lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah; berdasarkan nutrisi menyatakan penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat, berdasarkan infeksi menyatakan infeksi luka menghambat penyembuhan (Ismail, 2008)

  Kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah) mengakibatkan gangguan sirkualsi dan oksigenisasi pada jaringan. Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunkan ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka; Hematoma (bekuan darah), merupakan hal yang sering terjadi, sehingga darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi oleh tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka; berdasarkan faktor benda asing bahwa benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah putih), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (Ismail, 2008)

  Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri; Diabetes dengan Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh; Keadaan luka menyatakan bahwa keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu. Beberapa diantaranya adalah penggunaan obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), dimana heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka seperti steroid akan menurunkan mekanisme peradangan normal dan tubuh terhadap cedera, antikoagulan dapat mengakibatkan perdarahan, antibiotik dapat efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular (Ismail, 2008)

2.1.2 Proses Penyembuhan Luka

  Menurut Sotani (2009), dalam proses penyembuhan luka dapat diklasifikasikan menjadi penyembuhan primer dimana luka diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan dan penyembuhan sekunder dimana penyembuhan luka tanpa ada bantuan dari luar (mengandalkan antibodi)

  Gambar 1. Proses Penyembuhan Luka 1.

  Proses Inflamasi Pembuluh darah terputus, menyebabkan pendarahan dan tubuh berusaha ntuk menghentikannya (sejak terjadi luka sampai hari ke – lima) dengan karakteristik dari proses ini adalah: hari ke 0-5, respon segera setelah terjadi injuri pembekuan darah untuk mencegah kehilangan darah, dan memiliki ciri-ciri

  

tumor, rubor, dolor, color, functio laesa . Selanjutnya dalam fase awal terjadi

  haemostasis, pada fase akhir terjadi fagositosis dan lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi

  2. Proses Proliferasi Terjadi proliferasi fibroplast (menautkan tepi luka) dengan karakteristik dari proses ini adalah: terjadi pada hari 3 – 14, disebut juga dengan fase granulasi adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka-luka nampak merah segar, mengkilat, jaringan granulasi terdiri dari kombinasi: fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid. Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka dan secara umum pada luka insisi, epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama

  3. Proses Maturasi Proses ini berlangsung dari beberapa minggu sampai dengan 2 tahun dengan terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength), dilanjutkan terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya serta terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan

2.2 Kepuasan Pasien

2.2.1 Defenisi Kepuasan

  Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas yang berarti merasa senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan suatu jasa (Poerwodarminto, 2003).

  Kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabat serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut (Supranto, 2001).

  Kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah. Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah perasaan senang, puas individu karena antara harapan dan kenyataan dalam memakai dan pelayanan yang diberikan terpenuhi (Kotler, 2008).

2.2.2 Defenisi Kepuasan Pasien

  Kepuasan pasien yaitu memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasien. Namun upaya untuk perbaikan atau kesempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi oleh perusahaan untuk dapat merebut pelanggan (Junaidi, 2002).

  Indarjati (2001) yang menyebutkan ada tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan, yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan maka konsumen akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada konsumen kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan atau harapan konsumen maka konsumen menjadi tidak puas. Kepuasan konsumen merupakan perbandingan antara harapan yang dimiliki oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen. Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas individu karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan.

  Pasien baru merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperoleh sama atau melebihi harapan dan sebaliknya, ketidakpuasan atau kekecewaan pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan apa yang disebut di atas pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai berikut; kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkan (Pohan, 2007). Dengan demikian tingkat kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan harapan (Wijono, 2008).

2.2.3 Mengukur Tingkat Kepuasan Pasien / Klien

  Jika kita akan melakukan upaya peningkatan pelayanan kesehatan, pengukuran tingkat kepuasan pasien ini mutlak diperlukan. Melalui pengukuran tersebut, dapat diketahui sejauh mana dimensi-dimensi pelayanan kesehatan yang telah diselenggarakan telah memenuhi harapan pasien.

  Bentuk kongkret untuk mengukurdi RS oleh Junadi tahun 2007, mengemukakan ada empat aspek yang dapat diukur yaitu: kenyamanan, hubungan ngan petugas, kompetensi petugas dan biaya.

  Kenyaman, aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran ruangan dll.

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan Klien

  Menurut pendapat Budiastuti, 2002 dalam Tjiptono (2005) mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, antara lain : a.

  Faktor internal 1. Faktor Kebudayaan

  Faktor budaya memberi pengaruh yang paling luas dan mendalam terhadap perilaku pelanggan/klien. Faktor budaya terdiri dari beberapa komponen yaitu budaya , sub-budaya dan kelas sosial. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang mendasar dalam mempengaruhi keinginan atau kepuasan orang.

  Sub-budaya terdiri atas nasionalitas, agama, kelompok, ras, dan daerah geografi. Sedangkan kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen mempunyai susunan hirarki dan anggotanya memiliki nilai, minat dan tingkah laku. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor melainkan diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, dan variabel lainnya.

2. Faktor Sosial Faktor sosial terbagi atas kelompok kecil, keluarga, peran dan status.

  Orang yang berpengaruh kelompok/lingkungan biasanya orang yang mempunyai karakteristik, keterampilan, pengetahuan, kepribadian. Orang ini biasanya menjadi panutan karena pengaruhnya amat kuat.

3. Faktor Pribadi

  Faktor pribadi merupakan keputusan seseorang dalam menerima pelayanan dan menanggapi pengalaman sesuai dengan tahap-tahap kedewasaannya. Faktor pribadi klien dipengaruhi oleh usia dan tahap siklus hidup, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian/konsep diri.

  Usia mempunyai dimensi kronologis dan intelektual. Dikatakan berdimensi kronologis karena bersifat progres berjalan terus dan tidak akan kembali sedangkan usia berdimensi intelektual berkembang melalui pendidikan dan pelatihan. Usia merupakan tanda perkembangan kematangan/kedewasaan seseorang untuk memutuskan sendiri atas suatu tindakan yang diambilnya. Usia juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit misal penyakit kardio vaskuler dengan peningkatan usia. Jenis kelamin merupakan sifat jasmani/fisik seseorang dan berkaitan dengan sistem reproduksi yaitu : laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin juga berhubungan dengan emosi. Pendidikan merupakan proses pengajaran baik formal maupun informal yang dialami seseorang. Hasilnya akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam mendewasakan diri.

  Pendidikan berkaitan dengan harapan dimana seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi akan mengharapkan pelayanan yang lebih baik dan lebih tinggi. Pekerjaan merupakan aktifitas jasa seseorang untuk mendapat imbalan berupa materi dan non materi. Pekerjaan dapat mejadi faktor risiko kesehatan seseorang dan berdampak pada sistem imunitas tubuh. Pekerjaan ada hubungannya dengan penghasilan seseorang untuk berperilaku dalam menentukan pelayanan yang diinginkan. Status perkawinan sementara diduga ada kaitannya dengan gaya hidup dan kepribadian.

  4. Faktor Psikologi Faktor psikologi yang berperan dengan kepuasan yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Motivasi mempunyai hubungan erat dengan kebutuhan. Ada kebutuhan biologis seperti lapar dan haus. Ada kebutuhan psikologis yaitu adanya pengakuan, dan penghargaan. Kebutuhan akan menjadi motif untuk mengarahkan seseorang mencari kepuasan. Persepsi klien terhadap kualitas sebelum membeli produk dipengaruhi oleh citra merek dan pengalaman masa lalu (Sutojo, 2003).

  Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

  b.

  Faktor eksternal Menurut Budiastuti (2002 dalam Tjiptono, 1997), menyatakan bahwa bagian eksternal dari kepuasan adalah :

  1. Kualitas produk atau jasa dimana pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas.

  Persepsi konsumen terhadap kualitas poduk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas poduk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya.

  2. Kualitas pelayanan; merupakan hal yang memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

  3. Harga; Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.

  4. Biaya; Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.

  5. Kinerja (performance), berpendapat pasien terhadap karakteristik operasi dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit.

  6. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan karakteristik sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan, misalnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound system, dan sebagainya.

  7. Keandalan (reliability), sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap memberikan pelayanan keperawatan dirumah sakit.

  8. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification), yaitu sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan pengobatan.

  9. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya

  10. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu.

  11. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya.

  12. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tangggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.

  13. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang bekunjung di rumah sakit. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor kepuasan pasien adalah : kualitas jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana, dan desain visual.

2.3 Modern Dressing

2.3.1 Defenisi Modern Dressing

  Modern dressing adalah suatu balutan modern yang sedang

  berkembang pesat dalam wound care, dimana disebutkan dalam beberapa literatur lebih efektif bila dibandingkan dengan metode konvensional (Rukmana, 2008).

  Luka dapat memproduksi eksudat mulai dari jumlah sedikit, sedang, hingga banyak. Luka dengan eksudat banyak dapat menyebabkan maserasi pada kulit sekitar luka dan luka dengan eksudat sedikit atau tidak ada eksudat dapat menjadi kering (Gitaraja, 2008).

  Luka menyebabkan disentegrasi dan discontinuitas dari jaringan kulit sehingga kulit kehilangan yang fungsinya untuk memproteksi jaringan di bawahnya menjadi terganggu (Gitaraja, 2008). Tujuan utama dari modern

  

dressing adalah penggunakan prinsip moisture balance ini mengkondisikan luka

  dalam keadaan lembab karena lingkungan yang lembab akan mempercepat proses penyembuhan luka (Rukmana, 2008).

  Manajemen dalam modern dressing antara lain adalah pemilihan bahan topical therapy yang di dasarkan pada pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Oleh karena itu, tingkat kemandirian dan profesional perawat akan tampak pada pemilihan topical therapy saat melaksanakan modern dressing (Suryo, 2009).

  2.3.2 Manfaat Modern Dressing

  Menurut Haimowitz, dkk (1997), ada beberapa keuntungan prinsip moisture dalam perawatan luka antara lain adalah untuk mencegah luka menjadi kering dan keras, meningkatkan laju epitelisasi, mencegah pembentukan jaringan eschar, meningkatkan pembentukan jaringan dermis, mengontrol inflamasi dan memberikan tampilan yang lebih kosmetis, mempercepat proses autolysis

  

debridement , dapat menurunkan kejadian infeksi, cost effective, dapat

  mempertahankan gradien voltase normal, mempertahankan aktifitas neutrofil, menurunkan nyeri, memberikan keuntungan psikologis dan mudah digunakan.

  2.3.3 Pemilihan Balutan Luka

  Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan dalam

  

jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan

  luka. Menurut Gitaraja (2002), alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain adalah untuk mempercepat fibrinolisis dimana fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab. Selain itu, mempercepat angiogenesis dimana dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat. Selanjutnya menurunkan resiko infeksi dengan hasil kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering. Alasan lain yaitu mempercepat pembentukan growth factor karena growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab. Dan alasan lain yaitu mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif, dimana pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.

  Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah seperti kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka (absorbing), kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal), meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration), melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan, dan kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999)

2.3.4 Pemilihan Terapi

  Dasar-dasar untuk melakukan pemilihan terapi harus berdasarkan pada apakah suplai telah tersedia, bagaimana cara memilih terapi yang tepat, bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih, bagaimana dengan pertimbangan biaya, apakah sesuai dengan SOP yang berlaku dan bagaimana cara mengevaluasi.

2.3.5 Jenis-jenis Balutan dan Terapi Alternative Lainnya

  Jenis-jenis balutan modern dressing dan terapi alternative yang dapat digunakan untuk merawat dan melindungi luka adalah : 1)

  Film Dressing Bentuk Semi-permeable primary atau secondary dressings, clear polyurethane yang disertai perekat adhesive, conformable, anti robek atau tergores, tidak menyerap eksudat, dapat digunakan sebagai bantalan untuk pencegahan luka dekubitus, pelindung sekitar luka terhadap maserasi, berfungsi sebagai pembalut luka pada daerah yang sulit, pembalut/penutup pada daerah yang diberi terapi salep, sebagai pembalut sekunder, transparan, bisa melihat perkembangan luka, dapat breathable, tidak tembus bakteri dan air, pasien bisa mandi, memiliki indikasi: luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi.

  Jenis modern dressing ini memiliki kontraindikasi berupa luka terinfeksi, eksudat banyak. Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm 2)

  Hydrocolloid Memiliki kandungan pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers.

  Memiliki fungsi autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough. Bersifat occlusive yaitu hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis,

  

waterproof , digunakan untuk luka dengan eksudat minimal sampai sedang,

  dapat menjaga kestabilan kelembaban luka dan sekitar luka, menjaga dari kontaminasi air dan bakteri, bisa digunakan untuk balutan primer dan balutan sekunder, dapat diaplikasikan 5 – 7 hari serta memiliki indikasi: luka dengan epitelisasi, eksudat minimal dan kontraindikasi: luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV. Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel 3)

  Alginate Terbuat dari rumput laut, membentuk gel diatas permukaan luka, mudah diangkat dan dibersihkan, bisa menyebabkan nyeri, membantu untuk mengangkat jaringan mati, tersedia dalam bentuk lembaran dan pita, kandungan calsium dapat membantu menghentikan perdarahan. Alginate digunakan pada fase pembersihan luka dalam maupun permukaan, dengan cairan banyak, maupun terkontaminasi karena dapat mengatur eksudat luka dan melindungi terhadap kekeringan dengan membentuk gel serta dapat menyerap luka > 20 kali bobotnya. Bersifat tidak lengket pada luka, tidak sakit saat mengganti balutan, dapat diaplikasikan selama 7 hari serta memiliki indikasi dapat dipakai pada luka dengan eksudat sedang sampai dengan berat seperti luka decubitus, ulkus diabetik, luka operasi, luka bakar deerajat I dan II, luka donor kulit. Dengan kontraindikasi tidak bisa digunakan pada luka dengan jaringan nekrotik dan kering. Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan

  4) Foam Dressings

  Digunakan untuk menyerap eksudat luka sedang dan sedikit banyak, tidak lengket pada luka, menjaga kelembaban luka, menjaga kontaminasi serta penetrasi bakteri dan air, balutan dapat diganti tanpa adanya trauma atau sakit, dapat digunakan sebagai balutan primer / sekunder, dapat diaplikasikan 5-7 hari, bersifat non-adherent wound contact layer, tingkat absorbsi yang tinggi, semi-permeable dengan indikasi pemakaian luka dengan eksudat sedang sampai dengan berat. Dressing ini memiliki kontraindikasi tidak bisa digunakan pada luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam.

  Contoh: Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva

2.3.6 Implementasi

  Dalam melakukan implementasi untuk merawat luka diperlukan beberapa pertimbangan sesuai dengan keadaan dan kondisi luka yang ada setelah dilakukan pengkajian terlebih dahulu. Untuk luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound) dipakai dengan tujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough tissue), sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat, berfungsi untuk merangsang granulasi dengan mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat terlebih dahulu. Balutan yang dapat dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates dan hydrofibre dressing.

  Untuk luka nekrotik, dipakai bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar), memberikan lingkungan yang kondusif untuk autolysis. Diperlukan pengkajian kedalaman luka dan jumlah eksudat. Balutan yang dapat dipakai berupa hydrogels, hydrocolloid dressing.

  Pada luka terinfeksi, balutan ini digunakan bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan luka. Perlu dilakukan identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka, kebiasaan wound culture – systemic

antibiotic serta pengontrolan eksudat dan bau. Umumnya balutan diganti tiap hari.

  Balutan yang digunakan pada jenis luka ini yaitu hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon dressings, silver dressing.

  Pada luka granulasi, balutan modern digunakan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan yang baru, jaga kelembaban luka, kedalaman luka dan jumlah eksudat, bersifat moist wound surface – non-adherent dressing, treatment overgranulasi. Balutan yang umum dipakai yaitu hydrocolloids, foams, dan alginates. Untuk luka epitelisasi, balutan digunakan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-surfacing”, dan umumnya balutan tidak terlalu sering diganti. Balutan yang digunakan seperti transparent films, hydrocolloids.

  Selain itu, tidak jarang juga dilakukan metode pemakaian balutan dengan balutan kombinasi. Dimana balutan tidak hanya dipakai satu jenis modern dressing saja, tetapi menggabungkan beberapa jenis balutan sesuai dengan kebutuhan perawatan luka. Adapun balutan kombinasi tersebut adalah

Tabel 2.1 Balutan Kombinasi dalam Perawatan Luka

  Tujuan Tindakan Rehidrasi Hydrogel + film atau hanya hydrocolloid Debridement (deslough) Hydrogel + film/foam

  Atau hanya hydrocolloid Atau alginate + film/foam Atau hydrofibre + film/foam

  Manage eksudat sedang sampai berat Extra absorbent foam Atau extra absorbent alginate + foam Atau hydrofibre + foam Atau cavity filler plus foam

  2.3.7 Evaluasi dan Monitoring Luka

  Dalam mengevaluasi dan memonitoring luka, perlu diperhatikan tentang dimensi luka seperti ukuran, kedalaman luka, panjang luka, dan lebar luka. Jika memungkinkan dilakukan juga evaluasi dengan photography untuk dapat membandingkan perkembangan luka sesudah dan sebelum dilakukan perawatan.

  Selain itu, dapat juga menggunakan wound assessment charts, dimana menggunakan grafik, meningkatkan frekuensi pengkajian pada luka dan merencanakan perawatan/ tindakan selanjutnya pada luka

  2.3.8 Dokumentasi Perawatan Luka

  Dokumentasi perawatan luka sangat perlu dilakukan. Tujuannya untuk mengetahui potential masalah dari luka, dapat memberikan informasi yang adekuat sehubungan dengan luka, dapat merencanakan perawatan luka selanjutnya yang akan dilakukan dan dapat mengkaji perkembangan terapi atau masalah lain yang timbul akibat dari luka. Dokumentasi diharapkan dapat bersifat factual dan tidak subjektif

2.4 Teori Keperawatan Dorothy E. Orem

2.4.1 Konsep Model Keperawatan menurut Orem dikenal dengan Model Self Care.

  Model Self Care ini memberi pengertian bahwa bentuk pelayanan keperawatan dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar dengan tujuan mempertahankan kehidupan, kesehatan, kesejahteraan sesuai dengan keadaan sehat dan sakit. Model keperawatan ini berkembang sejak tahun 1959-2001.

  Model Self Care (perawatan diri) ini memiliki keyakinan dan nilai yang ada dalam keperawatan diantaranya dalam pelaksanaan berdasarkan tindakan atas keampuan. Self Care didasarkan atas kesengajaan serta dalam pengambilan keputusan dijadikan sebagai pedoman dalam tindakan. Oleh karena itu, Model Dorothea Orem ini sudah ditetapkan sebagai model konseptual untuk praktik keperawatan karena tujuan utama dari model ini adalah sebagai panduan praktis (Riehl & Roy, 1974) dalam Wagnil, dkk, 1987.

  Dalam pemahaman konsep keperawatan khususnya dalam pandangan mengenai pemenuhan kebutuhan dasar, Orem membagi dalam konsep kebutuhan dasar yang terdiri dari Air (udara) yaitu berupa pemeliharaan dalam pengambilan udara, Water (air): pemeliharaan pengambilan dalam air, Food (makanan): pemeliharaan dalam mengkonsumsi makanan, Elimination (eliminasi): pemeliharaan kebutuhan proses eliminasi, Rest and Activity (Istirahat dan kegiatan): keseimbangan antara istirahat dan aktivitas, Solitude and Social

  

Interaction (kesendirian dan interaksi sosial): pemeliharaan dalam keseimbangan

  antara kesendirian dan interaksi sosial, Hazard Prevention (pencegahan risiko): kebutuhan akan pencegahan risiko pada kehidupan manusia dalam keadaan sehat dan Promotion of Normality. (Wagnil, dkk, 1987)

2.4.2 Teori Keperawatan

  Pandangan teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan ditujukan kepada kebutuhan individu dalam melakukan tindakan keperawatan mandiri serta mengatur dalam kebutuhannya. Dalam konsep praktik keperwatan Orem mengembangkan tiga bentuk teori Self Care, di antaranya:

1. Perawatan Diri Sendiri (Self Care )

  Teori Self Care meliputi:

  

a. Self Care : merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta dilaksananakan

  oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta mempertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan.

  b.

  

Self Care Agency : merupakan suatu kemampuan individu dalam melakukan

  perawatan diri sendiri, yang dapat dipengaruhi oeh usia, perkembangan, sosiokultural, kesehatan dan lain-lain.

  c.

  

Theurapetic Self Care Demand : tuntutan atau permintaan dalam perawatan diri

  sendiri yang merupakan tindakan mandiri yang dilakukan dalam waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri dengan menggunakan metode dan alat dalam tindakan yang tepat.

  

d. Self Care Requisites : kebutuhan self care merupakan suatu tindakan yang

  ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang bersifat universal dan berhubungan dengan proses kehidupan manusia serta dalam upaya mempertahankan fungsi tubuh. Self Care Requisites terdiri dari beberapa jenis, yaitu: Universal Self Care Requisites (kebutuhan universal manusia yang merupakan kebutuhan dasar), Developmental Self Care Requisites (kebutuhan yang berhubungan perkembangan indvidu) dan Health Deviation Requisites (kebutuhan yang timbul sebagai hasil dari kondisi pasien).

  2. Self Care Deficit

Self Care Defisit merupakan bagian penting dalam perawatan secara umum di

  mana segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat perawatan dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan seseorang pada saat tidak mampu atau terbatas untuk melakukan self care secara terus menerus. Self care defisit dapat diterapkan pada anak yang belum dewasa, atau kebutuhan yang melebihi kemampuan serta terdapat perkiraan penurunan kemampuan dalam perawatan dan tuntutan dalam peningkatan self care, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dalam pemenuhan perawatan diri sendiri serta membantu dalam proses penyelesaian masalah, Orem memiliki metode untuk proses tersebut diantaranya bertindak atau berbuat untuk orang lain, sebagai pembimbing orang lain, memberi support, meningkatkan pengembangan lingkungan untuk pengembangan pribadi serta mengajarkan atau mendidik pada orang lain.

  3. Teori Sistem Keperawatan

  Teori Sistem Keperawatan merupakan teori yang menguraikan secara jelas bagaimana kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi oleh perawat atau pasien sendiri. Dalam pandangan sistem ini, Orem memberikan identifikasi dalam sistem pelayanan keperawatan diantaranya:

  a.

  Sistem Bantuan Secara Penuh (Wholly Copensatory System). Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan bantuan secara penuh pada pasien dikarenakan ketidakmampuan pasien dalam memenuhi tindakan perawatan secara mandiri yang memerlukan bantuan dalam pergerakan, pengontrolan, dan ambulansi serta adanya manipulasi gerakan.

  Kriteria yang termasuk dalam perawatan luka ini adalah luka yang luas, kedalaman di atas 2 cm, luka nekrotik, memiliki pus, berbau, kemungkinan mengganggu mobilitas fisik.

  b.

  Sistem Bantuan Sebagian (Partially Compensatory System). Merupakan sistem dalam pemberian perawatan diri sendiri secara sebagian saja dan ditujukan kepada pasien yang memerlukan bantuan secara minimal. Contoh: perawatan pada pasien post operasi abdomen di mana pasien tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perawatan luka. Kriteria dari sistem ini adalah luka yang tidak terlalu luas, kedalaman luka di bawah 2 cm, tidak ada nekrotik, terlihat jaringan yang mulai tumbuh (merah), pasien dapat bekerja sama dalam mengganti balutan luka.

  c.

  Sistem Supportif dan Edukatif. Merupakan sistem bantuan yang diberikan pada pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan harapan pasien mampu memerlukan perawatan secara mandiri. Sistem ini dilakukan agara pasien mampu melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran. Kriteria sistem ini adalah luka sudah menunjukkan proses penyembuhan luka di atas 50%, tidak memiliki pus, mobilitas fisik tidak terganggu, jaringan nekrotik tidak ada, sudah dapat mengganti balutan mandiri.

2.5 Kerangka Penelitian

  Kerangka konseptual sangat dibutuhkan sebagai bahan dasar untuk berfikir apa yang akan dilakukan dalam penelitian. Kerangka konseptual yang disusun oleh peneliti antara lain :

  Skema 2.1 Kerangka Konseptual

  Aplikasi Modern Dressing pada Kepuasan Pasien Diabetes Pasien luka diabetes yang mengalami luka di kaki