BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Efisiensi Faktor Produksi Usaha Tani Kentang (Solanum tuberosum) di Desa Ajibuhara Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Tanaman Kentang

  Kentang (Solanum tuberosum) termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak mendatangkan keuntungan bagi petani, mempunyai dampak baik dalam pemasaran dan ekspor, tidak mudah rusak seperti sayuran lain, dan merupakan sumber kalori, protein dan juga vitamin (Setiawati,dkk, 2007) Meski kentang sudah biasa ditanam petani di dataran tinggi, untuk memperoleh umbi yang optimal, dalam penanaman kentang di dataran tinggi dibutuhkan kesiapan yang matang sebelum memulai menaman kentang . Pada dasarnya, untuk menanam kentang di dataran tinggi yang harus disiapkan dengan seksama adalah : (1) Penyiapan lahan; (2) Penyiapan pupuk kandang; (3) Penyediaan benih umbi bertunas; (4) Penyediaan pupuk buatan dan pestisida; dan (5) Penanaman.

  1. Penyiapan Lahan Lahan untuk bertanam kentang hendaknya bersih dari semak dan sisa-sisa akar tanaman sebelumnya. Tanah diolah dengan cangkul atau traktor sedalam 30 - 40 cm sampai halus dan bersih dari gulma. Hal ini perlu dilakukan karena tanaman kentang menghendaki tanah yang gembur dengan aerasi yang baik untuk berkembangnya umbi. Jika tanahnya keras atau lengket, umbi sulit berkembang dan kualitas umbi yang dihasilkan tidak baik.

  2. Penyiapan Pupuk Kandang dan Pupuk Kimia Lahan yang sudah diolah diberi pupuk kandang atau kompos yang matang yang ditebarkan secara merata atau ditaruh pada tempat penanaman benih kentang.

  Meski begitu, sebaiknya pupuk kandang diletakkan dalam garitan atau alur dangkal selebar ± 15 cm yang dibuat lurus dengan arah Timir-Barat dan jarak antar garitan 70-80 cm. Pupuk kandang ditaruh dalam alur berjarak 25 - 30 cm. Setiap satu hektar membutuhkan pupuk kandang/kompos sekitar 20 - 30 ton atau 0,5 - 0,8 kg/tanaman.

  Sebelum benih ditanam, siapkan dahulu pupuk kimia N (Urea) , P ( SP-36) dan K (KCl) karena pemberian pupuk buatan tersebut dilakukan bersamaan dengan waktu penanaman benih kentang. Banyaknya pupuk yang disiapkan, setiap satu hektar Urea 300 kg, SP-36 300 kg dan KCl 100 kg. Pupuk buatan yang diberikan itu diberikan dengan dosis N (90 - 180 kg), P2O5 (60 - 80 kg) dan K2O ( 90 - 140 kg) setiap hektarnya.

  3. Penyediaan Benih Saat penanaman, sebaiknya gunakan benih kentang bentuk umbi yang sudah bertunas dan berasal dari varietas bermutu, seperti varietas Granula, Atlantik, Cosima , Agria dan Desiree yang disesuaikan dengan kondisi lahan yang akan ditanaman kentang tersebut. Untuk satu hektar membutuhkan benih 1.200 - 2.000 kg dengan berat umbi sekitar 30 - 60 gram/umbi.

  Jika umbi kentang yang akan ditanam itu belum bertunas, simpan dulu dalam tempat/gudang penyimpanan 3 - 6 bulan, tergantung dari varietas kentang. Untuk mempercepat munculnya tunas dapat diberi Etelen cair (rendite) atau gas CS2 dengan dosis 20 - 25 cc/100 kg umbi kentang.

  4. Penyediaan Pestisida Selain itu disiapkan pula pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit yang mungkin menyerang tanaman kentang yang sedang ditanam tersebut. Jenis pestisida yang disiapkan disesuaikan dengan jenis hama dan penyakit yang umum menyerang pertanaman kentang di daerah tersebut.

  OPT penting yang menyerang tanaman kentang antara lain adalah penggerek umbi kentang, kutu daun persik, lalat pengorok daun, trips, kumbang kentang, tungau kuning, anjing tanah, hama uret, virus daun menggulung, penyakit busuk daun, penyakit becak kering alternaria, penyakit layu bakteri, penyakit kudis dan nematoda. Pengendalian OPT dilakukan tergantung pada OPT yang menyerang. Beberapa cara pengendalian yang dapat dilakukan antara lain adalah :

  • Penggunaan border (jagung dan Tagetes sp.)
  • Penggunaan musuh alami
  • Penggunaan perangkap kuning dan feromon seks
  • Penggunaan pestisida nabati

  • Penggunaan pestisida kimia sesuai dengan anjuran dan harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya.

  5. Penanaman Setelah pupuk kandang/kompos ditaruh dalam alur, barulah umbi kentang diletakkan satu per satu di atas pupuk kandang. Jarak penanaman 25 X 80 cm atau

  30 X 70 cm. Selanjutnya diberi pupuk buatan sebanyak 14 - 15 gram/tanaman yang terdiri dari campuran Urea, SP-36 dan KCL yang ditaruh di samping kanan dan kiri umbi yang ditanam itu. Untuk mencegah hama orong-orong atau anjing tanah bisa menggunakan Furdan 3 G sebanyak 30 kg/ha yang ditaburkan pada benih umbi kentang yang ditanam tersebut. Sesudah benih kentang ditanam, benih segera ditutup/diurug tanah setebal 15 - 20 cm supaya benih tidak kekeringan kena sinar matahari. Untuk menutup tanah pada umbi itu bisa dilakukan dengan cara tanah diantara barisan alur benih dikeruk selebar 30 cm dengan kedalaman 30 - 40 cm. Dengan cara ini maka terbentuklah guludan dan bagian tanah yang dikeruk membentuk selokan yang berguna untuk drainase dan jalan bagi pekerja sewaktu melakukan pemeliharaan tanaman. Umbi kentang yang sudah ditanam itu perlu dipelihara sebagaimana mestinya supaya pertumbuhannya optimal sehingga umbi kentang yang diperoleh nantinya seperti apa yang diharapkan (Setiawati,dkk, 2007).

2.2. Landasan Teori

  2.2.1. Teori Produksi

  Istilah produksi dipergunakan dalam organisasi yang menghasilkan keluaran atau output berupa barang dan jasa. Secara umum produksi diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi keluaran (output) (Fuad, 2000).

  2.2.2. Fungsi Produksi

  Fungsi produksi adalah hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya. Tujuan dari kegiatan produksi adalah memaksimalkan jumlah output dengan sejumlah input tertentu (Widyananto, 2010).

  Nicholson (2002) dalam Widyananto (2010), menyatakan fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan matematik antara input yang digunakan untuk menghasilkan suatu tingkat output tertentu. Fungsi produksi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini : q = f ( K, L, M,.... ) Dimana q adalah output barang – barang tertentu selama satu periode, K adalah input modal yang digunakan selama periode tersebut, L adalah input tenaga kerja dalam satuan jam, M adalah input bahan mentah yang digunakan. Dari persamaan diatas dapat dijelaskan bahwa jumlah output tergantung dari kombinasi penggunaan modal, tenaga kerja, dan bahan mentah. Semakin tepat kombinasi input, semakin besar kemungkinan output dapat diproduksi secara maksimal.

  Dalam teori ekonomi diambil pula satu asumsi dasar mengenai sifat dari fungsi produksi. Yaitu fungsi produksi dari semua produksi dimana semua produsen dianggap tunduk pada suatu hukum yang disebut : The Law Of Diminishing Returns. Hukum ini mengatakan bahwa bila satu macam input ditambah penggunaannya, sedang input-input lain tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula menaik, tetapi kemudian seterusnya menurun bila input tersebut terus ditambah (Widyananto, 2010)

2.2.3. Fungsi Produksi Cobb – Douglas Fungsi Cobb-Douglas menjadi terkenal setelah diperkenalkan oleh Cobb, C.W.

  dan Douglas, P.H. pada tahun 1928. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan, (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X adalah biasanya dengan cara regresi di mana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X.

  Secara matematik fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti persamaan berikut ini.

  b1 b2 bi bn u

  Y = aX1 X2 ….. Xi ….. Xn e Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan tersebut maka persamaan itu diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Persamaan tersebut dituliskan kembali untuk menjelaskan hal ini, yaitu: Y = f(X1,X2) Dan, b1 b2 u

  Y = aX1 X2 e Logaritma dari persamaan diatas adalah: Log Y = log a + b1 log X2 + b2 log X2 + v Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum seseorang menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan ini antara lain: a.

  Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (Infinite) b.

  Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference in respective technologies).

  c.

  Setiap variable X adalah perfect competition.

  d.

  Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada factor kesalahan, u.

  (Soekartawi, 1990)

2.2.4. Fungsi Produksi Frontier

  Battese (1992) dalam Kurniawan (2012) menyatakan konsep produksi batas (frontier production function) menggambarkan output maksimal yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau menggambarkan produksi maksimal yang dapat diperoleh dari variasi kombinasi factor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu (Doll dan Orazem, 1984). Fungsi produksi

  

frontier diturunkan dengan menghubungkan titik-titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input. Jadi fungsi tersebut mewakili kombinasi inputoutput secara teknis paling efisien. Model fungsi produksi deterministic

  frontier dinyatakan sebagai berikut: Yi = f(xi;β).e-ui, I = 1,2 … N

  dimana

  f(xi;β) adalah bentuk fungsi yang cocok (Cobb-Douglas atau Translog),

  parameter β adalah parameter yang dicari nilai dugaannya dan ui adalah variabel acak yang tidak bernilai negative yang diasosiaikan dengan factor-faktor spesifik perusahaan yang memberikan kontribusi terhadap tidak tercapainya efisiensi maksimal dari proses produksi.

  Kelemahan dari model ini adalah tidak dapat menguraikan komponen residual ui menjadi pengaruh efisiensi dan pengaruh eksternal yang tidak tertangkap (random

  

shock ). Akibatnya nilai inefisiensi teknis cederung tinggi, karena dipengaruhi

  sekaligus oleh dua komponen error yang tidak terpisah (Kebede, 2001). Model merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk

  stochastic frontier mengukur efek-efek yang tak terduga (stochastic effects) di dalam batas produksi.

  

Stochastic frontier disebut juga composed error model karena error term terdiri

  dari dua unsur, dimana εi = vi – ui dan i = 1, 2, .. N. Variabel

  εi adalah spesifik error term dari observasi ke-i. Variabel acak vi

  berguna untuk menghitung ukuran kesalahan dan faktor-faktor yang tidak pasti seperti cuaca, pemogokan, serangan hama dan sebagainya di dalam nilai variable output, bersama-sama dengan efek gabungan dari variabel input yang tidak terdefinisi di dalam fungsi produksi. Variabel acak vi merupakan variabel random

  shock yang secara identik terdistribusi normal dengan rataan ( μi) bernilai 0 dan variansnya konstan atau N(0,σv2), simetris serta bebas dari ui. Variabel acak ui merupakan variabel non negatif dan diasumsikan terdistribusi secara bebas.

  Variabel ui disebut one-side disturbance yang berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi. Struktur dasar model stochastic frontier pada Persamaan 2.2 dijabarkan pada Gambar 1. Komponen yang pasti dari model batas yaitu

  f(xi; β)

  digambarkan dengan asumsi memiliki karakteristik skala pengembalian yang menurun. Petani i menggunakan input sebesat xi dan memperoleh output sebesar

  yi . Akan tetapi output batasnya dari petani i adalah yi, melampaui nilai

  pada bagian yang pasti dari fungsi produksi yaitu

  f(xi;β). Hal ini bisa terjadi

  karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan, dimana variabel vi bernilai positif. Sementara itu petani j menggunakan input sebesar xj dan memperoleh hasil sebesar yj. Akan tetapi batas dari petani j adalah

  

yj* , berada di bawah bagian yang pasti dari fungsi produksi. Kondisi ini bisa

  terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan, dimana vi bernilai negatif.

Gambar 2.2.4 Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber : Coelli (1998) dalam Kurniawan (2012) Komponen galat (error) yang sifatnya internal (dapat dikendalikan petani) dan lazimnya berkaitan dengan kapabilitas managerial petani dalam mengelola usahataninya direfleksikan oleh ui. Komponen ini sebarannya asimetris (one side) yakni ui> 0. Jika proses produksi berlangsung efisien (sempurna) maka keluaran yang dihasilkan berimpit dengan potensi maksimalnya berarti ui = 0. Sebaliknya jika ui> 0 berarti berada di bawah potensi maksimumnya. Distribusi menyebar setengah normal (

  uit ~ |N(0,σv2|) dan menggunakan metode pendugaan Maximum Likelihood . Metode pendugaan Maximum Likelihood Estimation (MLE)

  pada model stochastic frontier dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode OLS untuk menduga parameter teknologi dan input produksi (

  βm). Tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga

  keseluruhan parameter factor produksi (

  βm), intersep (β0) dan varians dari kedua

  komponen kesalahan vi dan ui (

  σv2 dan σu2). Fungsi produksi frontier oleh

  beberapa penulis diturunkan dari fungsi produksi Cobb-Douglas, dimana menurut Teken dan Asnawi (1981) dalam Kurniawan (2012) dikemukakan bahwa apabila peubah-peubah yang terdapat dalam fungsi Cobb-Douglas dinyatakan dalam bentuk logaritma, maka fungsi tersebut akan menjadi fungsi linear additive. (Kurniawan, 2012).

2.2.5. Return To Scale

  

Return to Scale (RTS) atau keadaan skala usaha perlu diketahui untuk

  mengetahui kombinasi penggunaan faktor produksi. Terdapat tiga kemungkinan dalam nilai return to scale, yaitu:

  1. Decreasing returns to scale, bila (b1 + b2 + ...... + bn) < 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa apabila setiap input produksi digandakan sebanyak 2 kali maka produksi yang dihasilkan lebih kecil dari penggandaan produksi

  2. Constant returns to scale, bila (b1 + b2 + ...... + bn) = 1. Dalam keadaandemikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi sebanyak 2 kali akan proporsional dengan penambahan produksi 2 kali dari sebelumnya.

  3. Increasing returns to scale, bila (b1 + b2 + ...... + bn) > 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penggandaaan faktor produksi sebanyak 2 kali akan menghasilkan produksi yang lebih besar lebih dari 2 kali dari produksi sebelumnya.

2.2.6. Faktor Produksi

  Faktor produksi terdiri dari: 1.

  Modal Modal yaitu sumber ekonomi diluar tenaga kerja yang dibuat oleh manusia.

  Dalam pengertian luas dan umum merupakan keseluruhan nilai dari sumber- sumber ekonomi non manusiawi (Hanafie, 2010).

  Menurut Mubyarto (1989), modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru yaitu, dalam hal ini, hasil pertanian. Modal petani berupa barang adalah ternak beserta kandangnya, cangkul, bajak dan alat-alat pertanian lain, pupuk, bibit, hasil panen yang belum dijual, tanaman yang masih disawah dan lain-lain. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap yang meliputi tanah bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di kolam. Penggunaan modal berfungsi membantu meningkatkan produktivitas dan menciptakan kekayaan serta pendapatan usahatani.

2. Tenaga Kerja

  Tenaga kerja merupakan kemampuan fisik dan mental orang-orang sewaktu mereka berkontribusi pada produksi di dalam perekonomian (Griffin dan Ebert, 2007) Dalam pertanian Indonesia harus dibedakan ke dalam persoalan tenaga kerja dalam usahatani kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat) dan persoalan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besar yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya. Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, isteri, dan anak-anak petani. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang (Mubyarto, 1989).

2.2.7. Efisiensi

  Suatu metode produksi dapat dikatakan lebih efisien dari metode lainnya jika metode tersebut menghasilkan output yang lebih besar pada tingkat korbanan yang sama. Suatu metode produksi yang menggunakan korbanan yang paling kecil, juga dikatakan lebih efisien dari metode produksi lainnya, jika menghasilkan nilai output yang sama besarnya. Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi pendekatan yaitu dari sisi alokasi penggunaan input dan dari sisi output yang dihasilkan. Pendekatan dari sisi input yang dikemukakan Farrell (1957), membutuhkan ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva

  isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan

  output secara maksimal. Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa mengubah jumlah input yang digunakan. Menurut Lau dan Yotopoulos (1971) dalam Kurniawan (2012) konsep efisiensi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) efisiensi teknis (technical efficiency), (2) efisiensi harga (price efficiency), dan (3) efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis mengukur tingkat produksi yang dicapai pada tingkat penggunaan input tertentu.

  Seorang petani secara teknis dikatakan lebih efisien dibandingkan petani lain, apabila dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama, diperoleh output fisik yang lebih tinggi. Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada isoquant batas. Sebaliknya, inefisiensi teknis mengacu pada penyimpangan dari isoquant frontier. Konsep efisiensi dari sisi input diilustrasikan oleh Farrell (1957) pada Gambar 2.2.7 Konsep efisiensi Farrel ini diasumsikan pada kondisi Constant Return to Scale.

  Keterangan : P = input Q = efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif Q’ = efisiensi teknis dan efisiensi alokatif AA’ = kurva rasio harga input SS’ = isoquant fully efficient

Gambar 2.2.7 Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) Sumber : Farell (1957) dalam Kurniawan (2012)

  Pada Gambar 2, kurva isoquant frontier SS’ menunjukkan kombinasi input per output (x1/y dan x2/y) yang efisien secara teknis untuk menghasilkan output Y0=

  1. Titik P dan Q menggambarkan dua kondisi suatu perusahaan dalam berproduksi menggunakan kombinasi input dengan proporsi input x1/y dan x2/y yang sama. Keduanya berada pada garis yang sama dari titik O untuk memproduksi satu unit Y0. Titik P berada di atas kurva isoquant, sedangkan titik

  Q menunjukkan perusahaan beroperasi pada kondisi secara teknis efisien (karena

  beroperasi pada kurva isoqua nt frontier). Titik Q mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama dengan perusahaan di titik

  

P , tetapi dengan jumlah input yang lebih menunjukkan efisiensi teknis (TE)

  perusahaan P, yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada P dapat diturunkan, rasio input per output (x1/y : x2/y) konstan, sedangkan output tetap. Menurut Kumbakhar dan Lovell (2000) dalam Kurniawan (2012), produsen dikatakan efisien secara teknis jika dan hanya jika tidak mungkin lagi memproduksi lebih banyak output dari yang telah ada tanpa mengurangi sejumlah output lainnya atau dengan menambah sejumlah input tertentu.

  Menurut Bakhshoodeh dan Thomson (2001) dalam Kurniawan (2012), petani yang efisien secara teknis adalah petani yang menggunakan lebih sedikit input dari petani lainnya untuk memproduksi sejumlah ouput pada tingkat tertentu atau petani yang dapat menghasilkan output yang lebih besar dari petani lainnya dengan menggunakan sejumlah input tertentu. Berdasarkan definisi di atas, efisiensi teknis dapat diukur dengan pendekatan dari sisi output dan sisi input.

  Pengukuran efisiensi teknis dari sisi output (indeks efisiensi Timmer) merupakan rasio dari output observasi terhadap output batas. Indeks efisiensi ini digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur efisiensi teknis di dalam analisis stochastic

  

frontier . Pengukuran efisiensi teknis dari sisi input merupakan rasio dari input

  atau biaya batas (frontier) terhadap input atau biaya observasi. Bentuk umum dari ukuran efisiensi teknis yang dicapai oleh observasi ke-i pada waktu ke-t didefinisikan sebagai berikut. dimana nilai TEi antara 0 dan 1 atau 0 <TEi< 1. Pada saat produsen telah menggunakan sumberdayanya pada tingkat produksi yang masih mungkin ditingkatkan, berarti efisiensi teknis tidak tercapai karena adanya faktor-faktor penghambat. Tetapi banyak factor yang mempengaruhi tidak tercapainya efisiensi teknis di dalam fungsi produksi. Penentuan sumber dari inefisiensi teknis ini tidak hanya memberikan informasi tentang sumber potensial dari inefisiensi, tetapi juga saran bagi kebijakan yang harus diterapkan atau dihilangkan untuk mencapai tingkat efisiensi total (Kurniawan, 2012). McEachern (2001) dalam Anandra (2010) menyatakan efisiensi harga atau alokatif menujukkan hubungan biaya dan output. Efisiensi alokatif tercapai jika perusahaan tersebut mampu memaksimalkan keuntungan yaitu menyamakan nilai produk marginal setiap faktor produksi dengan harganya. Bila petani mendapatkan keuntungan yang besar dari usaha taninya, misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan input usaha taninya secara efisien. Efisiensi alokatif ini terjadi bila perusahaan memproduksi output yang paling disukai oleh konsumen.

  Menurut Widyananto (2010) konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomi adalah meminimalkan biaya artinya suatu proses produksi akan efisien secara ekonomis pada suatu tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang dapat menghasilkan output serupa dengan biaya yang lebih murah.

2.3. Penelitian Terdahulu

  Penelitian terdahulu yang menjadi refrensi dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Annora Khazanani (2011) mengenai “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Cabai Kabupaten Temanggung (Studi Kasus di Desa Gondosuli Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung)”

  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pengaruh faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi cabai, serta untuk menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usahatani cabai di Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung. Selain itu jugauntuk menganalisis besarnya tingkat keuntungan yang dapat diperoleh petani.

  Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode accidental sampling. Responden dalam penelitian ini adalah petani cabai di Kecamatan Bulu yang berjumlah 92 orang. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi dengan pendekatan frontier stokastik dengan Metode Maximum Likelihood.

  Berdasarkan pengolahan data diperoleh hasil bahwa terdapat empat variabel yang secara signifikan mempengaruhi produksi cabai yaitu variabel luas lahan (X1), bibit (X2), tenaga kerja (X3) dan pupuk (X4). Sedangkan variabel pestisida (X5) tidak signifikan dalam mempengaruhi produksi cabai.

  Usahatani cabai di desa tersebut masih menguntungkan, hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C Rasio sebesar 1,277. Kondisi usahatani cabai di Temnggung menunjukkan skala hasil yang menurun maka diperlukan perbaikan dalam proses produksi cabai. Penggunaan faktor produksi bibit dan tenaga kerja masih belum efisien, dan penggunaannya perlu ditambah untuk memperoleh tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Sedangkan faktor produksi pupuk dan pestisida penggunaannya telah melampaui batas efisiensi, sehingga perlu dikurangi untuk memperoleh tingkat efisiensi yang lebih tinggi.

  Kemudian penelitian oleh Claudio Satrya Widyananto (2010) “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Bawang Putih (Studi Kasus di Kecamatan Sapuran Kabupaten Wonosobo)” Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pengaruh faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi bawang putih, serta untuk menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usahatani bawang putih di KecamatanSapuran, Kabupaten Wonosobo.

  Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode snow ball sampling. Responden dalam penelitian ini adalah petani bawang putih di Kecamatan Sapuran yang berjumlah 99 orang. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dan uji efisiensi untuk manganalisis data penelitian ini.

  Berdasarkan pengolahan data diperoleh hasil bahwa semua varibel yang secara signifikan mempengaruhi produksi bawang putih yaitu variabel luas lahan (X1), bibit (X2), pupuk (X3), dan variabel tanaga kerja (X5) signifikan dalam mempengaruhi produksi bawang putih. Nilai rata-rata efisiensi teknis petani bawang putih adalah 0,58 dan nilai efisiensi harganya adalah 2,018. Sehingga nilai efisiensi ekonominya adalah 1,170. Nilai efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi tidak sama dengan satu, artinya tidak efisien sehingga perlu penambahan penggunaan faktor produksi. Selain itu dengan adanya kondisi usahatani yang menunjukkan skala hasil yang meningkat maka dapat dikatakan bahwa kondisi usahatani bawang putih di daerah penelitian ini layak untuk dikembangkan atau dilanjutkan. Dalam proses produksi bawang putih, tingkat kesuburan tanah juga perlu diperhatikan karena lahan yang digunakan untuk penanaman bawang putih digunakan secara bergantian untuk menanam tanaman lain. Khotimah, Husnul (2010) dalam “Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, Jawa Barat : Pendekatan Stochastic Production Frontier”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : (1) menganalisis keragaan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, (2) menganalisis fungsi produksi stochastic frontier dan efisiensi teknis usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan (3) menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan.

  Hasil analisis keragaan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan dilihat dari teknik budidaya dilakukan menurut kebiasaan yang telah terbentuk dari pengalaman dan belum dapat dikatakan intensif dalam aktifitas pemeliharaan. Penggunaan sarana produksi usahatani ubi jalar terdiri dari penggunaan bibit ubi jalar yang lebih banyak dari anjuran karena jarak tanam diperkecil, pupuk dan pestisida yang digunakan petani beragam, alat-alat pertanian yang digunakan tidak sebanding dengan luas lahan yang diusahakan.

  Lahan terdiri dari lahan milik, lahan sewa, lahan sakap, dan lahan bengkok (HGP). Jumlah TKLK lebih banyak digunakan dibandingkan TKDK, dan modal yang digunakan seluruhnya berasal dari modal pribadi.

  Hasil estimasi dari parameter Maximum Likelihood untuk fungsi produksi Cobb-

  

Douglass Stochastic Frontier menunjukan bahwa variabel yang berpengaruh

  nyata terhadap produksi ubi jalar adalah variabel lahan, benih/lahan, tenaga kerja/lahan, pupuk P/lahan, dan pupuk K/lahan, sedangkan variabel pupuk N/lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar. Semua variabel yang diestimasi berpengaruh positif terhadap produksi ubi jalar.

  Tingkat efisiensi teknis rata-rata usahatani ubi jalar adalah 0,75 atau 75 persen dari produksi maksimum, hal ini menunjukan bahwa usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus telah cukup efisien dan masih terdapat peluang meningkatkan produksi sebesar 25 persen untuk mencapai produksi maksimum. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata dan positif terhadap efek inefisiensi teknis usahatani ubi jalar adalah variabel pengalaman, lama kerja di luar usahatani, dan status kepemilikan lahan. Variabel umur, pendidikan, dan pendapatan di luar usahatani berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani ubi jalar.

  Sedangkan variabel penyuluhan berdampak negatif dan tidak nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani ubi jalar.

  Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran untuk peningkatan produksi dan efisiensi teknis usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, antara lain : (1) ekstensifikasi lahan tanam ubi jalar di Kecamatan Cilimus, (2) penambahan tenaga kerja, khususnya pada aktifitas pemeliharaan, (3) pendekatan penyuluhan pertanian yang tepat agar tingkat kepercayaan petani meningkat dan penyuluhan dapat berdampak signifikan terhadap peningkatan efisiensi teknis usahatani, diantaranya melalui program

  SLPTT Ubi Jalar, (4) penelitian lebih lanjut mengenai efisiensi usahatani, khususnya efisiensi alokatif dan ekonomis yang belum dilakukan pada penelitian ini.

2.4. Kerangka Pemikiran

  Menurut Departemen Pertanian tanaman kentang merupakan salah satu komoditas yang ditingkatkan dalam sektor hortikultura di Sumatera Utara. Untuk itu usahatani kentang layak untuk lebih dikembangkan. Dimana dalam mengusahakannya pun petani perlu bertindak sebagai manajer yang memperkirakan atau memperhitungkan input dan output yang digunakan sehingga usaha tani ini pun dapat menguntungan bagi petani. Di bawah ini gambar skema kerangka pemikiran, sebagai berikut :

  Usaha tani kentang Input Biaya Input Produksi :

  Produksi

  • bibit
  • pupuk alami
  • pupuk kimia
  • insektisida
  • fungisida Efisiensi -tenagakerja Efisiensi Teknik

  Harga Proses produksi

  Output produksi Efisiensi Teknis

  Keterangan : : menyatakan pengaruh : menyatakan hubungan

Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran

2.5. Hipotesis

  Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang sudah dibuat maka hipotesis pada penelitian ini adalah :

  1. Terdapat pengaruh signifikan faktor produksi (bibit, pupuk alami, pupuk kimia, insektisida, fungisida dan tenaga kerja) kentang terhadap hasil produksi usahatani kentang di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo.

2. Penggunaan faktor produksi pada usahatani kentang di Desa Ajibuhara,

  Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo belum efisien secara teknis, harga dan ekonomi.

Dokumen yang terkait

Analisis Efisiensi Faktor Produksi Usaha Tani Kentang (Solanum tuberosum) di Desa Ajibuhara Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

15 113 125

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Strategi Peningkatan Produksi Jagung di Desa Kineppen Kecamatan Munthe Kabupaten Karo

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Pertanian Organik - Analisis Finansial Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

0 2 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Dampak Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pendapatan Usahatani Jagung Di Kabupaten Simalungun (Kasus: Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean)

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Pendapatan Petani Kubis Di Kecamatan Simpang Empat(Studi Kasus: Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Peranan Istri Nelayan Terhadap Pendapatan Keluarga (Kasus : Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang)

0 2 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Pola Konsumsi Pangan Non Beras Sumber Karbohidrat Di Kecamatan Medan Tuntungan

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Finansial Dan Pemasaran Stroberi Di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo

0 0 18

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

0 0 20

Analisis Efisiensi Faktor Produksi Usaha Tani Kentang (Solanum tuberosum) di Desa Ajibuhara Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

0 0 44