Analisis Efisiensi Faktor Produksi Usaha Tani Kentang (Solanum tuberosum) di Desa Ajibuhara Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

(1)

ANALISIS EFISIENSI FAKTOR PRODUKSI USAHATANI

KENTANG (

Solanum tuberosum

) DI DESA AJIBUHARA

KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO

SKRIPSI

OCTA ELISA MANURUNG 100304126

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS EFISIENSI FAKTOR PRODUKSI USAHATANI

KENTANG (

Solanum tuberosum

) DI DESA AJIBUHARA

KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO

SKRIPSI

OCTA ELISA MANURUNG 100304126

AGRIBISNIS

Hasil Penelitian sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Ir. Thomson Sebayang, M.T.)

NIP. 195711151986011001 NIP. 196703031998022001 (Ir. Diana Chalil, M.Si,PhD)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

OCTA ELISA MANURUNG. Analisis Efisiensi Faktor Produksi Usaha Tani Kentang (Solanum tuberosum) di Desa Ajibuhara Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo, dibimbing oleh Ir. Thomson Sebayang, M.T dan Ir. Diana Chalil, M.Si, PhD

Hortikultura merupakan salah satu subsektor penting dalam pembangunan pertanian. Secara garis besar, komoditas hortikultura terdiri dari kelompok tanaman sayuran, buah, tanaman berkhasiat obat dan tanaman hias. Salah satu komoditas hortikultura unggulan Provinsi Sumatera Utara adalah komoditas kentang (Solanum tuberosum). Kabupaten Karo merupakan salah satu sentral penghasil kentang terbesar di Sumatera Utara dengan luas lahan 3.272 ha dan produktivitas mencapai 16,49 ton/ha pada tahun 2012. Luas lahan Kabupaten Karo pada tahun 2012 lebih besar dibandingkan daerah sentra produksi kentang lainnya misalnya Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Dairi, namun produktivitasnya paling rendah dibanding kedua kabupaten tersebut.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat pengaruh faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi tanaman kentang, serta untuk menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usahatani kentang. Desa Ajibuhara dipilih dengan metode purposive, penarikan sampel dilakukan dengan metode sensus. Data yang digunakan adalah data primer. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi model Cobb-Douglas untuk menganalisi faktor produksi yang mempengaruhi produksi kentang dan uji efisiensi dengan menggunakan fungsi produksi stokastik frontier untuk manganalisis tingkat efisiensi penggunaan factor produksi di daerah penelitian ini yang ditinjau dari efisiensi teknik, harga dan ekonomis.

Berdasarkan pengolahan data diketahui bahwa secara serempak (bersamaan) faktor produksi usahatani kentang yaitu bibit (X1), pupuk alami (X2), pupuk kimia (X3), insektisida (X4), fungisida (X5) dan tenaga kerja (X6) berpengaruh secara nyata terhadap produksi kentang. Tingkat efisiensi dari usahatani kentang ditinjau secara teknis mencapai 60 %, dari harga mencapai 13 % dan secara ekonomis mencapai 7,8 % dari potensial produksi yang diperoleh dari kombinasi faktor produksi yang dikorbankan. Sehingga dalam usahatani kentang perlu diperhatikan penggunaan faktor produksi yang sesuai anjuran atau dosis yang ditentukan.


(4)

RIWAYAT HIDUP

OCTA ELISA MANURUNG, lahir di Balige pada tanggal 07 Oktober 1991. Anak pertama dari Ayahanda P. Manurung (+) dan Ibunda N.L. Doloksaribu. Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah :

1. Tahun 1998 masuk Sekolah Dasar di SD Katolik “Sanfrancesco” Balige dan tamat tahun 2004.

2. Tahun 2004 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP Katolik “Budi Dharma” Balige dan tamat tahun 2007.

3. Tahun 2007 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Balige dan tamat tahun 2010.

4. Tahun 2010 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Selama dalam masa perkuliahan, penulis mengikuti PKL (Praktik Kerja Lapangan) di Desa Adolina, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai pada bulan Juli – Agustus 2013.


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 8

2.1. Kerangka Teori ... 8

2.1.1. Tanaman Kentang ... 8

2.2. Landasan Teori ... 11

2.2.1. Teori Produksi ... 11

2.2.2. Fungsi Produksi ... 12

2.2.3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 13

2.2.4. Faktor Produksi Frontier ... 13

2.2.5. Return To Scale ... 16

2.2.6. Faktor Produksi ... 17

2.2.7. Efisiensi ... 19

2.3. Penelitian Terdahulu ... 23


(6)

2.5. Hipotesis ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 27

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 28

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 29

3.4. Metode Analisis Data ... 29

3.4.1. Uji Linearitas ... 29

3.4.2. Uji Asumsi Klasik ... 30

3.4.3. Uji Hipotesis Pertama ... 33

3.4.4. Uji Hipotesis Kedua ... 35

3.5. Definisi dan Batasan Operasional ... 37

3.5.1. Definisi Operasional ... 37

3.5.2. Batasan Operasional ... 38

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH DAN KARATERISTIK SAMPEL ... 39

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 39

4.1.1. Luas dan Letak Geografis Desa Ajibuhara ... 39

4.1.2. Keadaan Penduduk ... 40

4.2. Karakteristik Sampel ... 42

4.2.1. Usia ... 42

4.2.2. Tingkat Pendidikan ... 43

4.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga ... 44

4.2.4. Pengalaman Berusahatani ... 44

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

5.1. Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Kentang ... 46

5.2. Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Usahatani Kentang . 49 5.2.1. Uji Linearitas ... 49


(7)

5.3. Tingkat Efisiensi Teknik, Harga, dan Ekonomi ... 58

5.3.1. Efisiensi Teknik ... 58

5.3.2. Efisiensi Harga ... 60

5.3.3. Efisiensi Ekonomis ... 61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 62

6.1. Kesimpulan ... 62

6.2. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang di Sumatera Utara Tahun 2009-2012

2 1.2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tiga Kabupaten Penghasil

Kentang 2012

4 3.1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang Kabupaten Karo

berdasarkan Kecamatan Tahun 2011 – 2012

28 4.1.2.1 Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga Desa Ajibuhara,

Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo

41 4.1.2.2 Jumlah Penduduk menurut Mata pencaharian di Desa Ajibuhara,

Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo

41 4.1.2.3 Sarana dan Prasarana di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah,

Kabupaten Karo

42 4.2.1 Jumlah Petani Sampel menurut Kelompok Umur di Desa

Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo

43 4.2.2 Tingkat Pendidikan Petani Kentang di Desa Ajibuhara, Kecamatan

Tigapanah, Kabupaten Karo

43 4.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Kentang di Desa Ajibuhara,

Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo

44 4.2.4 Pengalaman Berusahatani Petani Kentang di Desa Ajibuhara,

Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo

44 5.1.1 Penggunaan dan Biaya Bibit Rata-rata Per Petani dan Per Hektar 46 5.1.2 Penggunaan dan Biaya Pupuk Rata-rata Per Petani dan Per Hektar 47 5.1.3 Penggunaan dan Biaya Pestisida Rata-rata Per Petani dan Per

Hektar

48 5.1.4 Penggunaan dan Biaya Tenaga Kerja Rata-rata Per Petani dan Per

Hektar

48 5.2 Nilai Regresi dan Variabel Input Produksi Usahatani Kentang di

Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, 2014

55 5.2.1 Nilai Signifikansi Linearitas antara Bibit, Pupuk Alami, Pupuk

Kimia, Insektisida, Fungisida dan Tenaga Kerja terhadap Produksi

50 5.2.2a Hasil Uji Multikolinearitas Masing-masing Faktor Produksi

Usahatani Kentang

51

5.2.2c Hasil Uji Autokorelasi 54

5.3.1 Hasil Distribusi Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Kentang di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo


(9)

5.3.2 Hasil Distribusi Tingkat Efisiensi Harga Usahatani Kentang di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1.1. Daerah Sentra Produksi Tanaman Kentang di Sumatera Utara Tahun 2012

3

2.2.4 Fungsi Produksi Stochastik Frontier 16

2.2.7 Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) 22

2.4 Skema Kerangka Pemikiran 26

4.4.1 Peta Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo 40


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1 Identitas Petani Kopi Sampel di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, 2014

2 Penggunaan Bibit dan Total Biaya Per Petani dan Per Hektar

3 Penggunaan Pupuk Alami dan Total Biaya Per Petani dan Per Hektar 4 Penggunaan Pupuk Kimia dan Total Biaya Per Petani dan Per Hektar 5 Penggunaan Insektisida dan Total Biaya Per Petani dan Per Hektar 6 Penggunaan Fungisida dan Total Biaya Per Petani dan Per Hektar 7 Penggunaan TK Pengolahan Lahan-Penanaman serta Total Upah Per

Petani dan Per Hektar

8 Penggunaan TK Pemupukan serta Total Upah Per Petani dan Per Hektar

9 Penggunaan TK Pembasmian Hama Penyakit serta Total Upah Per Petani dan Per Hektar

10 Penggunaan TK Panen serta Total Upah Per Petani dan Per Hektar 11 Total Biaya Penyusutan Per Petani dan Per Hektar

12 Total Biaya Usahatani Kentang di Desa Ajibuhara

13 Penggunaan Faktor Produksi dan Produsi Usahatani Kentang di Desa Ajibuhara

14 Hasil Output Uji Linearitas dengan Menggunakan SPSS 16 15 Hasil Output Uji Asumsi Klasik dengan Menggunakan SPSS 16 16 Hasil Output Analisis Regresi Linear Berganda dengan Menggunakan

SPSS 16

17 Hasil Output Efisiensi Teknik dengan Menggunakan Frontier 4.1c 18 Hasil Output Efisiensi Harga dengan Menggunakan Frontier 4.1c


(12)

ABSTRAK

OCTA ELISA MANURUNG. Analisis Efisiensi Faktor Produksi Usaha Tani Kentang (Solanum tuberosum) di Desa Ajibuhara Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo, dibimbing oleh Ir. Thomson Sebayang, M.T dan Ir. Diana Chalil, M.Si, PhD

Hortikultura merupakan salah satu subsektor penting dalam pembangunan pertanian. Secara garis besar, komoditas hortikultura terdiri dari kelompok tanaman sayuran, buah, tanaman berkhasiat obat dan tanaman hias. Salah satu komoditas hortikultura unggulan Provinsi Sumatera Utara adalah komoditas kentang (Solanum tuberosum). Kabupaten Karo merupakan salah satu sentral penghasil kentang terbesar di Sumatera Utara dengan luas lahan 3.272 ha dan produktivitas mencapai 16,49 ton/ha pada tahun 2012. Luas lahan Kabupaten Karo pada tahun 2012 lebih besar dibandingkan daerah sentra produksi kentang lainnya misalnya Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Dairi, namun produktivitasnya paling rendah dibanding kedua kabupaten tersebut.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat pengaruh faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi tanaman kentang, serta untuk menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usahatani kentang. Desa Ajibuhara dipilih dengan metode purposive, penarikan sampel dilakukan dengan metode sensus. Data yang digunakan adalah data primer. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi model Cobb-Douglas untuk menganalisi faktor produksi yang mempengaruhi produksi kentang dan uji efisiensi dengan menggunakan fungsi produksi stokastik frontier untuk manganalisis tingkat efisiensi penggunaan factor produksi di daerah penelitian ini yang ditinjau dari efisiensi teknik, harga dan ekonomis.

Berdasarkan pengolahan data diketahui bahwa secara serempak (bersamaan) faktor produksi usahatani kentang yaitu bibit (X1), pupuk alami (X2), pupuk kimia (X3), insektisida (X4), fungisida (X5) dan tenaga kerja (X6) berpengaruh secara nyata terhadap produksi kentang. Tingkat efisiensi dari usahatani kentang ditinjau secara teknis mencapai 60 %, dari harga mencapai 13 % dan secara ekonomis mencapai 7,8 % dari potensial produksi yang diperoleh dari kombinasi faktor produksi yang dikorbankan. Sehingga dalam usahatani kentang perlu diperhatikan penggunaan faktor produksi yang sesuai anjuran atau dosis yang ditentukan.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara yang mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang pembangunan juga sebagi sumber mata pencaharian penduduknya. Sektor pertanian di Indonesia meliputi subsektor tanaman bahan makanan, subsektor hortikultura, subsektor perikanan, subsektor peternakan dan subsektor kehutanan. Pada tahap awal pembangunan, sektor pertanian merupakan penopang perekonomian. Dapat dikatakan demikian, karena pertanian membentuk proporsi yang sangat besar bagi devisa negara, penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan masyarakat (Khazanani, 2011).

Salah satu dari subsektor pertanian di Indonesia yang sedang semarak dikembangkan adalah subsektor hortikultura. Hortikultura merupakan salah satu subsektor penting dalam pembangunan pertanian. Secara garis besar, komoditas hortikultura terdiri dari kelompok tanaman sayuran (vegetables), buah (fruits), tanaman berkhasiat obat (medicinal plants), tanaman hias (ornamental plants) termasuk didalamnya tanaman air, lumut dan jamur yang dapat berfungsi sebagai sayuran, tanaman obat atau tanaman hias (Departemen Pertanian, 2014).

Menurut Dirjen Hortikultura tahun 2008, telah ditetapkan empat komoditas unggulan Provinsi Sumatera Utara yaitu komoditas kentang, jeruk, kubis dan tanaman hias. Jika dibandingkan dengan negara di luar Indonesia misalnya China


(14)

dan India merupakan negara utama penghasil kentang di Asia, disusul oleh Bangladesh, Korea Utara, Nepal, Pakistan, Vietnam dan Korea Selatan. Untuk Asia kondisi terakhir, sepertinya Korea Selatan dan China merupakan negara dengan produksi tertinggi mencapai sekitar 30 – 35 ton/hektar. Masih jauh dibandingkan dengan Belanda yang mencapai sekitar 70 – 80 ton/hektar, Amerika 80 – 90 ton/hektar dan Australia kemungkinan tertinggi mencapai di atas 100 ton/hektar. Besar kemungkinan angka-angka di atas sekarang sudah lebih tinggi lagi (Anonimous, 2011).

Indonesia masih tertinggal dalam produktivitasnya hanya 16,58 ton/hektar. Jauh tertinggal dibandingkan Australia, Belanda, China dan lainnya. Sementara untuk produktivitas kentang pada daerah Sumatera Utara dalam empat tahun terakhir yaitu sebagai berikut :

Tabel 1.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang di Sumatera Utara Tahun 2009-2012

Tahun

Luas

panen Produksi Produktivitas (Ha) (Ton) (Ton/Ha)

2009 8013 129587 16,17

2010 7972 126203 15,83

2011 7203 123078 17,09

2012 7479 128966 17,24

Sumber : BPS, 2009-2012

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat luas areal mengalami fluktuatif, sama halnya dengan produksi dan produktivitas dari tahun ke tahun. Untuk produksi tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 2,61 % , disusul tahun 2011 kembali menurun sebesar 2,47 % dan ditahun 2012 meningkat kembali sebesar 4,6 %. Sementara produktivitas pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 2,10 %


(15)

namun berbeda dengan tahun 2011 dan 2012 masing-masing mengalami peningkatan sebesar 7,95 % dan 0,87 %.

Untuk sentra produksi kentang pada daerah Sumatera Utara dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 1.1 Daerah Sentra Produksi Tanaman Kentang di Sumatera Utara Tahun 2012

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara,2012

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa Kabupaten Karo merupakan daerah penghasil kentang terbesar karena menghasilkan 41,8 % dari total komoditas kentang yang ada di Sumatera Utara. Disusul oleh Kabupaten Simalungun sebesar 35,94 %, Samosir 11,47 %, Dairi 5,79 %, Tapanuli Utara 2,22 % dan kabupaten lainnya sebesar 2,48 %. Sementara untuk luas panen, produksi dan produktivitas kentang di tiga kabupaten sentra produksi kentang pada tahun 2012 adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tiga Kabupaten Penghasil Kentang Tahun 2012

Kabupaten

2012 Luas

panen Produksi Produktivitas

Ha Ton Ton/Ha

Karo 3272 53959 16,49

Simalungun 374 7676,5 20,52

Dairi 2750 47003 17,09

41,8

35,94 11,74

5,79 2,22 2,48

Persentasi Daerah Penghasil Komoditas Kentang

Karo Simalungun Samosir Dairi

Tapanuli Utara Lainnya


(16)

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2012

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa luas lahan, produksi dan produktivitas dalam tahun 2012 ini berbeda-beda, produktivitas terendah ada di Kabupaten Karo. Jika dilihat hasil produktivitas Kabupaten Karo masih rendah dibanding produktivitas rata-rata nasional dan potensi hasil sebesar 40 ton/Ha (Direktorat Perbenihan Hortikultura, 2010)

Selisih antara hasil aktual di Kabupaten Karo dengan hasil potensial yang seharusnya menunjukkan adanya kesenjangan produktivitas. Menurut Tasman dan Aima (2013) bahwa jurang hasil (yield gap) antara hasil aktual petani dan hasil di lingkungan eksperimen dipertimbangkan terjadi dalam dua perbedaan; yield gap I adalah perbedaan hasil antara hasil dalam lingkungan percobaan dan hasil potensial dalam pertanian dan gap II sebagai perbedaan hasil antara hasil potensial pertanian dengan hasil aktual pertanian. Gap I ini menunjukkan bahwa teknologi dalam kondisi pertanian tidak memberi hasil setinggi dari lingkungan percobaan atau mungkin teknologi yang tidak dapat ditransfer kepada petani. Gap II muncul karena petani menggunakan input atau praktik kebiasaan yang menghasilkan hasil lebih rendah dari kemungkinan hasil usaha pertaniannya. Ini dipertimbangkan sebagai hambatan biologis dan sosioekonomis.

Dari hal ini dapat diketahui senjang produktivitas dapat terjadi manakala petani tidak berupaya mengejar keuntungan yang tinggi. Sehingga prinsip-prinsip efisiensi usaha tani perlu diperhatikan oleh petani agar persoalan meningkatkan produksi bukan lagi merupakan masalah pokok dalam usaha pertanian.

Sekarang ini kendala petani bukan masalah tersedianya sarana produksi atau tidak. Sebab tersedianya sarana produksi atau input belum berarti produkivitas


(17)

yang diperoleh petani akan tinggi. Upaya petani dalam menjalankan usaha taninya secara efisien merupakan hal yang sangat penting (Hanafie, 2010).

Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian lebih lanjut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi penggunaan faktor – faktor produksi usahatani kentang apakah sudah dilaksanakan secara efisien ataukah belum. Dari penggunaan faktor – faktor produksi tersebut, penulis juga ingin mengetahui seberapa besar output yang dihasilkan sehingga dapat sekaligus dianalisis tingkat efisiensi meliputi efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi dari kombinasi penggunaan faktor produksi tersebut.

1.2. Identifikasi Masalah

Perumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh faktor produksi (bibit, pupuk alami, pupuk kimia, insektisida, fungisida dan tenaga kerja) kentang terhadap produksi usahatani kentang di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo?

2. Bagaimana tingkat efisiensi teknis, harga dan ekonomi pada usahatani kentang di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh faktor produksi kentang (bibit, pupuk alami, pupuk kimia, insektisida, fungisida dan tenaga kerja) yang digunakan pada usahatani kentang di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo.


(18)

2. Untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis, harga dan ekonomi pada usahatani kentang di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi petani kentang dapat mengetahui pengunaan faktor produksi dan alokasi tenaga kerja yang dapat memberikan tingkat efisien yang paling baik bagi usahataninya.

2. Bagi pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam membuat dan menentukan kebijakan atau program yang berkaitan dengan penggunaan input produksi yang lebih efisien.

3. Sebagai bahan rujukan, tambahan informasi dan pengetahuan bagi penelitian selanjutnya atau bagi setiap pihak yang membutuhkan.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tanaman Kentang

Kentang (Solanum tuberosum) termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak mendatangkan keuntungan bagi petani, mempunyai dampak baik dalam pemasaran dan ekspor, tidak mudah rusak seperti sayuran lain, dan merupakan sumber kalori, protein dan juga vitamin (Setiawati,dkk, 2007)

Meski kentang sudah biasa ditanam petani di dataran tinggi, untuk memperoleh umbi yang optimal, dalam penanaman kentang di dataran tinggi dibutuhkan kesiapan yang matang sebelum memulai menaman kentang . Pada dasarnya, untuk menanam kentang di dataran tinggi yang harus disiapkan dengan seksama adalah : (1) Penyiapan lahan; (2) Penyiapan pupuk kandang; (3) Penyediaan benih umbi bertunas; (4) Penyediaan pupuk buatan dan pestisida; dan (5) Penanaman.

1. Penyiapan Lahan

Lahan untuk bertanam kentang hendaknya bersih dari semak dan sisa-sisa akar tanaman sebelumnya. Tanah diolah dengan cangkul atau traktor sedalam 30 - 40 cm sampai halus dan bersih dari gulma. Hal ini perlu dilakukan karena tanaman kentang menghendaki tanah yang gembur dengan aerasi yang baik untuk


(20)

berkembangnya umbi. Jika tanahnya keras atau lengket, umbi sulit berkembang dan kualitas umbi yang dihasilkan tidak baik.

2. Penyiapan Pupuk Kandang dan Pupuk Kimia

Lahan yang sudah diolah diberi pupuk kandang atau kompos yang matang yang ditebarkan secara merata atau ditaruh pada tempat penanaman benih kentang. Meski begitu, sebaiknya pupuk kandang diletakkan dalam garitan atau alur dangkal selebar ± 15 cm yang dibuat lurus dengan arah Timir-Barat dan jarak antar garitan 70-80 cm. Pupuk kandang ditaruh dalam alur berjarak 25 - 30 cm. Setiap satu hektar membutuhkan pupuk kandang/kompos sekitar 20 - 30 ton atau 0,5 - 0,8 kg/tanaman.

Sebelum benih ditanam, siapkan dahulu pupuk kimia N (Urea) , P ( SP-36) dan K (KCl) karena pemberian pupuk buatan tersebut dilakukan bersamaan dengan waktu penanaman benih kentang. Banyaknya pupuk yang disiapkan, setiap satu hektar Urea 300 kg, SP-36 300 kg dan KCl 100 kg. Pupuk buatan yang diberikan itu diberikan dengan dosis N (90 - 180 kg), P2O5 (60 - 80 kg) dan K2O ( 90 - 140 kg) setiap hektarnya.

3. Penyediaan Benih

Saat penanaman, sebaiknya gunakan benih kentang bentuk umbi yang sudah bertunas dan berasal dari varietas bermutu, seperti varietas Granula, Atlantik, Cosima , Agria dan Desiree yang disesuaikan dengan kondisi lahan yang akan


(21)

ditanaman kentang tersebut. Untuk satu hektar membutuhkan benih 1.200 - 2.000 kg dengan berat umbi sekitar 30 - 60 gram/umbi.

Jika umbi kentang yang akan ditanam itu belum bertunas, simpan dulu dalam tempat/gudang penyimpanan 3 - 6 bulan, tergantung dari varietas kentang. Untuk mempercepat munculnya tunas dapat diberi Etelen cair (rendite) atau gas CS2 dengan dosis 20 - 25 cc/100 kg umbi kentang.

4. Penyediaan Pestisida

Selain itu disiapkan pula pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit yang mungkin menyerang tanaman kentang yang sedang ditanam tersebut. Jenis pestisida yang disiapkan disesuaikan dengan jenis hama dan penyakit yang umum menyerang pertanaman kentang di daerah tersebut.

OPT penting yang menyerang tanaman kentang antara lain adalah penggerek umbi kentang, kutu daun persik, lalat pengorok daun, trips, kumbang kentang, tungau kuning, anjing tanah, hama uret, virus daun menggulung, penyakit busuk daun, penyakit becak kering alternaria, penyakit layu bakteri, penyakit kudis dan nematoda. Pengendalian OPT dilakukan tergantung pada OPT yang menyerang. Beberapa cara pengendalian yang dapat dilakukan antara lain adalah :

- Penggunaan border (jagung dan Tagetes sp.) - Penggunaan musuh alami

- Penggunaan perangkap kuning dan feromon seks - Penggunaan pestisida nabati


(22)

- Penggunaan pestisida kimia sesuai dengan anjuran dan harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya.

5. Penanaman

Setelah pupuk kandang/kompos ditaruh dalam alur, barulah umbi kentang diletakkan satu per satu di atas pupuk kandang. Jarak penanaman 25 X 80 cm atau 30 X 70 cm. Selanjutnya diberi pupuk buatan sebanyak 14 - 15 gram/tanaman yang terdiri dari campuran Urea, SP-36 dan KCL yang ditaruh di samping kanan dan kiri umbi yang ditanam itu. Untuk mencegah hama orong-orong atau anjing tanah bisa menggunakan Furdan 3 G sebanyak 30 kg/ha yang ditaburkan pada benih umbi kentang yang ditanam tersebut.

Sesudah benih kentang ditanam, benih segera ditutup/diurug tanah setebal 15 - 20 cm supaya benih tidak kekeringan kena sinar matahari. Untuk menutup tanah pada umbi itu bisa dilakukan dengan cara tanah diantara barisan alur benih dikeruk selebar 30 cm dengan kedalaman 30 - 40 cm. Dengan cara ini maka terbentuklah guludan dan bagian tanah yang dikeruk membentuk selokan yang berguna untuk drainase dan jalan bagi pekerja sewaktu melakukan pemeliharaan tanaman.

Umbi kentang yang sudah ditanam itu perlu dipelihara sebagaimana mestinya supaya pertumbuhannya optimal sehingga umbi kentang yang diperoleh nantinya seperti apa yang diharapkan (Setiawati,dkk, 2007).


(23)

2.2.Landasan Teori 2.2.1. Teori Produksi

Istilah produksi dipergunakan dalam organisasi yang menghasilkan keluaran atau output berupa barang dan jasa. Secara umum produksi diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi keluaran (output) (Fuad, 2000).

2.2.2. Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya. Tujuan dari kegiatan produksi adalah memaksimalkan jumlah output dengan sejumlah input tertentu (Widyananto, 2010).

Nicholson (2002) dalam Widyananto (2010), menyatakan fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan matematik antara input yang digunakan untuk menghasilkan suatu tingkat output tertentu. Fungsi produksi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini :

q = f ( K, L, M,.... )

Dimana q adalah output barang – barang tertentu selama satu periode, K adalah input modal yang digunakan selama periode tersebut, L adalah input tenaga kerja dalam satuan jam, M adalah input bahan mentah yang digunakan. Dari persamaan diatas dapat dijelaskan bahwa jumlah output tergantung dari kombinasi penggunaan modal, tenaga kerja, dan bahan mentah. Semakin tepat kombinasi input, semakin besar kemungkinan output dapat diproduksi secara maksimal.


(24)

Dalam teori ekonomi diambil pula satu asumsi dasar mengenai sifat dari fungsi produksi. Yaitu fungsi produksi dari semua produksi dimana semua produsen dianggap tunduk pada suatu hukum yang disebut : The Law Of Diminishing Returns. Hukum ini mengatakan bahwa bila satu macam input ditambah penggunaannya, sedang input-input lain tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula menaik, tetapi kemudian seterusnya menurun bila input tersebut terus ditambah (Widyananto, 2010)

2.2.3. Fungsi Produksi Cobb – Douglas

Fungsi Cobb-Douglas menjadi terkenal setelah diperkenalkan oleh Cobb, C.W. dan Douglas, P.H. pada tahun 1928. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan, (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X adalah biasanya dengan cara regresi di mana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X.

Secara matematik fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti persamaan berikut ini.

Y = aX1b1X2b2….. Xibi….. Xnbneu

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan tersebut maka persamaan itu diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Persamaan tersebut dituliskan kembali untuk menjelaskan hal ini, yaitu: Y = f(X1,X2)


(25)

Y = aX1b1X2b2eu

Logaritma dari persamaan diatas adalah: Log Y = log a + b1 log X2 + b2 log X2 + v

Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum seseorang menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan ini antara lain:

a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (Infinite)

b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference in respective technologies).

c. Setiap variable X adalah perfect competition.

d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada factor kesalahan, u.

(Soekartawi, 1990)

2.2.4. Fungsi Produksi Frontier

Battese (1992) dalam Kurniawan (2012) menyatakan konsep produksi batas (frontier production function) menggambarkan output maksimal yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau menggambarkan produksi maksimal yang dapat diperoleh dari variasi kombinasi factor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu (Doll dan Orazem, 1984). Fungsi produksi frontier diturunkan dengan menghubungkan titik-titik output maksimum untuk


(26)

setiap tingkat penggunaan input. Jadi fungsi tersebut mewakili kombinasi inputoutput secara teknis paling efisien. Model fungsi produksi deterministic frontier dinyatakan sebagai berikut:

Yi = f(xi;β).e-ui, I = 1,2 … N

dimana f(xi;β) adalah bentuk fungsi yang cocok (Cobb-Douglas atau Translog), parameter β adalahparameter yang dicari nilaidugaannya dan ui adalah variabel acak yang tidak bernilai negative yang diasosiaikan dengan factor-faktor spesifik perusahaan yang memberikan kontribusi terhadap tidak tercapainya efisiensi maksimal dari proses produksi.

Kelemahan dari model ini adalah tidak dapat menguraikan komponen residual ui menjadi pengaruh efisiensi dan pengaruh eksternal yang tidak tertangkap (random shock). Akibatnya nilai inefisiensi teknis cederung tinggi, karena dipengaruhi sekaligus oleh dua komponen error yang tidak terpisah (Kebede, 2001). Model stochastic frontier merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tak terduga (stochastic effects) di dalam batas produksi. Stochastic frontier disebut juga composed error model karena error term terdiri dari dua unsur, dimana εi = vi – ui dan i = 1, 2, .. N.

Variabel εi adalah spesifik error term dari observasi ke-i. Variabel acak vi berguna untuk menghitung ukuran kesalahan dan faktor-faktor yang tidak pasti seperti cuaca, pemogokan, serangan hama dansebagainya di dalam nilai variable output, bersama-sama dengan efek gabungan dari variabel input yang tidak terdefinisi di dalamfungsi produksi. Variabel acak vi merupakan variabel random shock yang secara identik terdistribusi normal dengan rataan (μi) bernilai 0 dan


(27)

variansnya konstan atau N(0,σv2), simetris serta bebas dari ui. Variabel acak ui merupakan variabel non negatif dan diasumsikan terdistribusi secara bebas. Variabel ui disebut one-side disturbance yang berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi. Struktur dasar model stochastic frontier pada Persamaan 2.2 dijabarkan pada Gambar 1. Komponen yang pasti dari model batas yaitu f(xi; β) digambarkan dengan asumsi memiliki karakteristik skala pengembalian yang menurun. Petani i menggunakan input sebesat xi dan memperoleh output sebesar yi.Akan tetapi output batasnya daripetani i adalah yi, melampaui nilai

pada bagian yang pasti dari fungsi produksi yaitu f(xi;β). Hal ini bisa terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan, dimana variabel vi bernilai positif. Sementara itu petani j menggunakan input sebesar xj dan memperoleh hasil sebesar yj. Akan tetapi batas dari petani j adalah yj*, berada di bawah bagian yang pasti dari fungsi produksi. Kondisi ini bisa terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan, dimana vi bernilai negatif.

Gambar 2.2.4 Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber : Coelli (1998) dalam Kurniawan (2012)


(28)

Komponen galat (error) yang sifatnya internal (dapat dikendalikan petani) dan lazimnya berkaitan dengan kapabilitas managerial petani dalam mengelola usahataninya direfleksikan oleh ui. Komponen ini sebarannya asimetris (one side) yakni ui> 0. Jika proses produksi berlangsung efisien (sempurna) maka keluaran yang dihasilkan berimpit dengan potensi maksimalnya berarti ui = 0.

Sebaliknya jika ui> 0 berarti berada di bawah potensi maksimumnya. Distribusi menyebar setengah normal (uit ~ |N(0,σv2|) dan menggunakan metode pendugaan

Maximum Likelihood. Metode pendugaan MaximumLikelihood Estimation (MLE) pada model stochastic frontier dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode OLS untuk menduga parameter teknologi dan input produksi (βm). Tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan parameter factor produksi (βm), intersep (β0) dan varians dari kedua komponen kesalahan vi dan ui (σv2 dan σu2). Fungsi produksi frontier oleh beberapa penulis diturunkan dari fungsi produksi Cobb-Douglas, dimana menurut Teken dan Asnawi (1981) dalam Kurniawan (2012) dikemukakan bahwa apabila peubah-peubah yang terdapat dalam fungsi Cobb-Douglas dinyatakan dalam bentuk logaritma, maka fungsi tersebut akan menjadi fungsi linear additive. (Kurniawan, 2012).

2.2.5. Return To Scale

Return to Scale (RTS) atau keadaan skala usaha perlu diketahui untuk mengetahui kombinasi penggunaan faktor produksi. Terdapat tiga kemungkinan dalam nilai return to scale, yaitu:


(29)

1. Decreasing returns to scale, bila (b1 + b2 + ... + bn) < 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa apabila setiap input produksi digandakan sebanyak 2 kali maka produksi yang dihasilkan lebih kecil dari penggandaan produksi

2. Constant returns to scale, bila (b1 + b2 + ... + bn) = 1. Dalam keadaandemikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi sebanyak 2 kali akan proporsional dengan penambahan produksi 2 kali dari sebelumnya.

3. Increasing returns to scale, bila (b1 + b2 + ... + bn) > 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penggandaaan faktor produksi sebanyak 2 kali akan menghasilkan produksi yang lebih besar lebih dari 2 kali dari produksi sebelumnya.

2.2.6. Faktor Produksi

Faktor produksi terdiri dari: 1. Modal

Modal yaitu sumber ekonomi diluar tenaga kerja yang dibuat oleh manusia. Dalam pengertian luas dan umum merupakan keseluruhan nilai dari sumber-sumber ekonomi non manusiawi (Hanafie, 2010).

Menurut Mubyarto (1989), modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru yaitu, dalam hal ini, hasil pertanian. Modal petani berupa barang adalah ternak beserta kandangnya, cangkul, bajak dan alat-alat pertanian lain, pupuk, bibit, hasil panen yang belum dijual, tanaman yang masih disawah dan lain-lain. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap yang meliputi tanah


(30)

bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di kolam. Penggunaan modal berfungsi membantu meningkatkan produktivitas dan menciptakan kekayaan serta pendapatan usahatani.

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan kemampuan fisik dan mental orang-orang sewaktu mereka berkontribusi pada produksi di dalam perekonomian (Griffin dan Ebert, 2007)

Dalam pertanian Indonesia harus dibedakan ke dalam persoalan tenaga kerja dalam usahatani kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat) dan persoalan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besar yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya. Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, isteri, dan anak-anak petani. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang (Mubyarto, 1989).

2.2.7. Efisiensi

Suatu metode produksi dapat dikatakan lebih efisien dari metode lainnya jika metode tersebut menghasilkan output yang lebih besar pada tingkat korbanan yang sama. Suatu metode produksi yang menggunakan korbanan yang paling kecil, juga dikatakan lebih efisien dari metode produksi lainnya, jika menghasilkan nilai output yang sama besarnya. Secara umum konsep efisiensi


(31)

didekati dari dua sisi pendekatan yaitu dari sisi alokasi penggunaan input dan dari sisi output yang dihasilkan. Pendekatan dari sisi input yang dikemukakan Farrell (1957), membutuhkan ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa mengubah jumlah input yang digunakan.

Menurut Lau dan Yotopoulos (1971) dalam Kurniawan (2012) konsep efisiensi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) efisiensi teknis (technicalefficiency), (2) efisiensi harga (price efficiency), dan (3) efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis mengukur tingkat produksi yang dicapai pada tingkat penggunaan input tertentu.

Seorang petani secara teknis dikatakan lebih efisien dibandingkan petani lain, apabila dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama, diperoleh output fisik yang lebih tinggi. Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada isoquant batas. Sebaliknya, inefisiensi teknis mengacu pada penyimpangan dari isoquant frontier. Konsep efisiensi dari sisi input diilustrasikan oleh Farrell (1957) pada Gambar 2.2.7 Konsep efisiensi Farrel ini diasumsikan pada kondisi Constant Return toScale.


(32)

Keterangan : P = input

Q = efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif Q’ = efisiensi teknis dan efisiensi alokatif AA’ = kurva rasio harga input

SS’ = isoquant fully efficient

Gambar 2.2.7 Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) Sumber : Farell (1957) dalam Kurniawan (2012)

Pada Gambar 2, kurva isoquant frontier SS’ menunjukkan kombinasi input per output (x1/y dan x2/y) yang efisien secara teknis untuk menghasilkan output Y0= 1. Titik P dan Q menggambarkan dua kondisi suatu perusahaan dalam berproduksi menggunakan kombinasi input dengan proporsi input x1/y dan x2/y yang sama. Keduanya berada pada garis yang sama dari titik O untuk memproduksi satu unit Y0. Titik P berada di atas kurva isoquant, sedangkan titik Q menunjukkanperusahaan beroperasi pada kondisi secara teknis efisien (karena beroperasi pada kurva isoqua nt frontier). Titik Q mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama dengan perusahaan di titik P, tetapi dengan jumlah input yang lebih menunjukkan efisiensi teknis (TE) perusahaan P, yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada P dapat diturunkan, rasio input per output (x1/y : x2/y)


(33)

konstan, sedangkan output tetap. Menurut Kumbakhar dan Lovell (2000) dalam Kurniawan (2012), produsen dikatakan efisien secara teknis jika dan hanya jika tidak mungkin lagi memproduksi lebih banyak output dari yang telah ada tanpa mengurangi sejumlah output lainnya atau dengan menambah sejumlah input tertentu.

Menurut Bakhshoodeh dan Thomson (2001) dalam Kurniawan (2012), petani yang efisien secara teknis adalah petani yang menggunakan lebih sedikit input dari petani lainnya untuk memproduksi sejumlah ouput pada tingkat tertentu atau petani yang dapat menghasilkan output yang lebih besar dari petani lainnya dengan menggunakan sejumlah input tertentu. Berdasarkan definisi di atas, efisiensi teknis dapat diukur dengan pendekatan dari sisi output dan sisi input. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi output (indeks efisiensi Timmer) merupakan rasio dari output observasi terhadap output batas. Indeks efisiensi ini digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur efisiensi teknis di dalam analisis stochastic frontier. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi input merupakan rasio dari input atau biaya batas (frontier) terhadap input atau biaya observasi. Bentuk umum dari ukuran efisiensi teknis yang dicapai oleh observasi ke-i pada waktu ke-t didefinisikan sebagai berikut.

dimana nilai TEi antara 0 dan 1 atau 0 <TEi< 1. Pada saat produsen telah menggunakan sumberdayanya pada tingkat produksi yang masih mungkin ditingkatkan, berarti efisiensi teknis tidak tercapai karena adanya faktor-faktor


(34)

penghambat. Tetapi banyak factor yang mempengaruhi tidak tercapainya efisiensi teknis di dalam fungsi produksi. Penentuan sumber dari inefisiensi teknis ini tidak hanya memberikan informasi tentang sumber potensial dari inefisiensi, tetapi juga saran bagi kebijakan yang harus diterapkan atau dihilangkan untuk mencapai tingkat efisiensi total (Kurniawan, 2012).

McEachern (2001) dalam Anandra (2010) menyatakan efisiensi harga atau alokatif menujukkan hubungan biaya dan output. Efisiensi alokatif tercapai jika perusahaan tersebut mampu memaksimalkan keuntungan yaitu menyamakan nilai produk marginal setiap faktor produksi dengan harganya. Bila petani mendapatkan keuntungan yang besar dari usaha taninya, misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan input usaha taninya secara efisien. Efisiensi alokatif ini terjadi bila perusahaan memproduksi output yang paling disukai oleh konsumen.

Menurut Widyananto (2010) konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomi adalah meminimalkan biaya artinya suatu proses produksi akan efisien secara ekonomis pada suatu tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang dapat menghasilkan output serupa dengan biaya yang lebih murah.

2.3. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menjadi refrensi dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Annora Khazanani (2011) mengenai “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Cabai Kabupaten Temanggung (Studi Kasus di Desa Gondosuli Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung)”


(35)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pengaruh faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi cabai, serta untuk menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usahatani cabai di Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung. Selain itu jugauntuk menganalisis besarnya tingkat keuntungan yang dapat diperoleh petani.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode accidental sampling. Responden dalam penelitian ini adalah petani cabai di Kecamatan Bulu yang berjumlah 92 orang. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi dengan pendekatan frontier stokastik dengan Metode Maximum Likelihood. Berdasarkan pengolahan data diperoleh hasil bahwa terdapat empat variabel yang secara signifikan mempengaruhi produksi cabai yaitu variabel luas lahan (X1), bibit (X2), tenaga kerja (X3) dan pupuk (X4). Sedangkan variabel pestisida (X5) tidak signifikan dalam mempengaruhi produksi cabai.

Usahatani cabai di desa tersebut masih menguntungkan, hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C Rasio sebesar 1,277. Kondisi usahatani cabai di Temnggung menunjukkan skala hasil yang menurun maka diperlukan perbaikan dalam proses produksi cabai. Penggunaan faktor produksi bibit dan tenaga kerja masih belum efisien, dan penggunaannya perlu ditambah untuk memperoleh tingkat efisiensi yang lebih tinggi. Sedangkan faktor produksi pupuk dan pestisida penggunaannya telah melampaui batas efisiensi, sehingga perlu dikurangi untuk memperoleh tingkat efisiensi yang lebih tinggi.


(36)

Kemudian penelitian oleh Claudio Satrya Widyananto (2010) “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Bawang Putih (Studi Kasus di Kecamatan Sapuran Kabupaten Wonosobo)”

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pengaruh faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi bawang putih, serta untuk menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usahatani bawang putih di KecamatanSapuran, Kabupaten Wonosobo.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode snow ball sampling. Responden dalam penelitian ini adalah petani bawang putih di Kecamatan Sapuran yang berjumlah 99 orang. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dan uji efisiensi untuk manganalisis data penelitian ini.

Berdasarkan pengolahan data diperoleh hasil bahwa semua varibel yang secara signifikan mempengaruhi produksi bawang putih yaitu variabel luas lahan (X1), bibit (X2), pupuk (X3), dan variabel tanaga kerja (X5) signifikan dalam mempengaruhi produksi bawang putih. Nilai rata-rata efisiensi teknis petani bawang putih adalah 0,58 dan nilai efisiensi harganya adalah 2,018. Sehingga nilai efisiensi ekonominya adalah 1,170. Nilai efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi tidak sama dengan satu, artinya tidak efisien sehingga perlu penambahan penggunaan faktor produksi. Selain itu dengan adanya kondisi usahatani yang menunjukkan skala hasil yang meningkat maka dapat dikatakan


(37)

bahwa kondisi usahatani bawang putih di daerah penelitian ini layak untuk dikembangkan atau dilanjutkan. Dalam proses produksi bawang putih, tingkat kesuburan tanah juga perlu diperhatikan karena lahan yang digunakan untuk penanaman bawang putih digunakan secara bergantian untuk menanam tanaman lain.

Khotimah, Husnul (2010) dalam “Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, Jawa Barat : Pendekatan Stochastic Production Frontier”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : (1) menganalisis keragaan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, (2) menganalisis fungsi produksi stochastic frontier dan efisiensi teknis usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan (3) menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan.

Hasil analisis keragaan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan dilihat dari teknik budidaya dilakukan menurut kebiasaan yang telah terbentuk dari pengalaman dan belum dapat dikatakan intensif dalam aktifitas pemeliharaan. Penggunaan sarana produksi usahatani ubi jalar terdiri dari penggunaan bibit ubi jalar yang lebih banyak dari anjuran karena jarak tanam diperkecil, pupuk dan pestisida yang digunakan petani beragam, alat-alat pertanian yang digunakan tidak sebanding dengan luas lahan yang diusahakan. Lahan terdiri dari lahan milik, lahan sewa, lahan sakap, dan lahan bengkok (HGP). Jumlah TKLK lebih banyak digunakan dibandingkan TKDK, dan modal yang digunakan seluruhnya berasal dari modal pribadi.


(38)

Hasil estimasi dari parameter Maximum Likelihood untuk fungsi produksi Cobb-Douglass Stochastic Frontier menunjukan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar adalah variabel lahan, benih/lahan, tenaga kerja/lahan, pupuk P/lahan, dan pupuk K/lahan, sedangkan variabel pupuk N/lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar. Semua variabel yang diestimasi berpengaruh positif terhadap produksi ubi jalar.

Tingkat efisiensi teknis rata-rata usahatani ubi jalar adalah 0,75 atau 75 persen dari produksi maksimum, hal ini menunjukan bahwa usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus telah cukup efisien dan masih terdapat peluang meningkatkan produksi sebesar 25 persen untuk mencapai produksi maksimum. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata dan positif terhadap efek inefisiensi teknis usahatani ubi jalar adalah variabel pengalaman, lama kerja di luar usahatani, dan status kepemilikan lahan. Variabel umur, pendidikan, dan pendapatan di luar usahatani berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani ubi jalar. Sedangkan variabel penyuluhan berdampak negatif dan tidak nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani ubi jalar.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran untuk peningkatan produksi dan efisiensi teknis usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, antara lain : (1) ekstensifikasi lahan tanam ubi jalar di Kecamatan Cilimus, (2) penambahan tenaga kerja, khususnya pada aktifitas pemeliharaan, (3) pendekatan penyuluhan pertanian yang tepat agar tingkat kepercayaan petani meningkat dan penyuluhan dapat berdampak signifikan terhadap peningkatan efisiensi teknis usahatani, diantaranya melalui program


(39)

SLPTT Ubi Jalar, (4) penelitian lebih lanjut mengenai efisiensi usahatani, khususnya efisiensi alokatif dan ekonomis yang belum dilakukan pada penelitian ini.

2.4. Kerangka Pemikiran

Menurut Departemen Pertanian tanaman kentang merupakan salah satu komoditas yang ditingkatkan dalam sektor hortikultura di Sumatera Utara. Untuk itu usahatani kentang layak untuk lebih dikembangkan. Dimana dalam mengusahakannya pun petani perlu bertindak sebagai manajer yang memperkirakan atau memperhitungkan input dan output yang digunakan sehingga usaha tani ini pun dapat menguntungan bagi petani. Di bawah ini gambar skema kerangka pemikiran, sebagai berikut :


(40)

Keterangan :

: menyatakan pengaruh : menyatakan hubungan

Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran

2.5. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang sudah dibuat maka hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Terdapat pengaruh signifikan faktor produksi (bibit, pupuk alami, pupuk kimia, insektisida, fungisida dan tenaga kerja) kentang terhadap hasil produksi usahatani kentang di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo.

Input Produksi : -bibit

-pupuk alami -pupuk kimia -insektisida -fungisida -tenagakerja

Usaha tani kentang

Proses produksi

Biaya Input Produksi

Output produksi

Efisiensi Harga Efisiensi

Teknik

Efisiensi Teknis


(41)

2. Penggunaan faktor produksi pada usahatani kentang di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo belum efisien secara teknis, harga dan ekonomi.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Daerah ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tigapanah juga merupakan salah satu daerah yang menghasilkan tanaman kentang di Kabupaten Karo dan pada tahun 2012 Kecamatan Tigapanah memiliki produktivitas paling rendah dari 8 kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Karo. Sehingga dianggap perlu meneliti di daerah tersebut. Hal ini dapat dilihat dari table berikut ini :


(43)

Tabel 3.1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kabupaten Karo berdasarkan Kecamatan Tahun 2011-2012

Kecamatan

2011 2012

Luas

panen Produksi Produktivitas

Luas

panen Produksi Produktivitas

Ha Ton Ku/Ha Ha Ton Ku/Ha

Mardingding 0 0 0 0 0 0

Laubaleng 0 0 0 0 0 0

Tigabinanga 0 0 0 0 0 0

Juhar 0 0 0 0 0 0

Munthe 0 0 0 0 0 0

Kutabuluh 0 0 0 0 0 0

Payung 0 0 0 0 0 0

Tiganderket 0 0 0 0 0 0

Simpang

empat 309 5739 185,76 234 3041 129,96

Naman Taren 832 6852 82,36 1183 22584 190,9

Merdeka 296 7357 248,55 383 5606 146,36

Kabanjahe 262 5457 208,32 381 7237 189,95

Berastagi 104 2634 253,27 108 2083 192,87

Tigapanah 178 3419 192,13 298 3178 106,64

Dolat rayat 201 3527 175,52 94 1410 149,96

Merek 299 5361 179,33 502 7076 140,96

Barusjahe 150 4819 321,33 89 1744 195,98

Total 2631 45165 1846,57 3272 53959 1443,58 Sumber : BPS Karo Dalam Angka 2011-2012

3.2.Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani kentang di Desa Ajibuhara Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Jika dilihat dari data Kecamatan Tigapanah dalam angka, tidak terdapat informasi mengenai data jumlah petani kentang berdasarkan tiap desa di Kecamatan Tigapanah. Sehingga diperoleh keterangan langsung dari salah satu pegawai Kecamatan Tigapanah yang menyatakan ada tiga daerah yaitu Ajimbelang, Ajibuhara dan Ajijulu yang merupakan sentra penanaman sayuran. Kemudian tinjau lokasi dilakukan ketiga desa tersebut dan berkomunikasi langsung dengan tiap kepala desa, sehingga diketahui dari tiga desa tersebut


(44)

Ajibuhara yang paling banyak menanam komoditas kentang dengan jumlah petani 60 KK, sementara 2 desa lainnya Ajimblang dan Ajijulu memiliki petani kentang di daerah tersebut tidak mencapai 50 KK. Sehingga ditentukanlah sampel dalam penelitian ini di Desa Ajibuhara secara sensus, yaitu 60 KK.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan cara wawancara kepada petani yang menjadi sampel secara langsung dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Data primer yang digunakan antara lain meliputi: data penggunaan faktor produksi usaha tani kentang, dan jumlah produksi dalam satu kali musim tanam kentang.

3.4. Metode Analisis Data

Data-data yang diperoleh dari data primer diolah dan dianalisis dengan metode

kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap produksi dan efisiensi produksi ubi jalar di Desa Ajibuhara.

Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan program SPSS 16 dan Frontier 4.1. ProgramFrontier versi 4.1 digunakan untuk mendapatkan estimasi nilai parameter dari maximum-likelihood untuk model fungsi produksi stochastic frontier. Berikut bagan dalam menganalisis data dalam penelitian ini :


(45)

Keterangan : Y = produksi

C = total biaya produksi

X1-X6 = faktor produksi secara berturut-turut : bibit, pupuk alami, pupuk kimia, insektisida, fungisida, tenaga kerja

P1-P6 = harga tiap faktor produksi secara berturut-turut : bibit, pupuk alami, pupuk kimia, insektisida, fungisida, tenaga kerja

Gambar 3.4. Bagan Metode Analisis Data Ln Y= lnbo + b1lnx1+ b2lnx2 + b3lnx3

+b4lnx4 +b5lnx5 + b6lnx6

Ln C= ln Y + d1lnP1+ d2lnP2 + d3lnP3 +d4lnP4 +d5lnP5 + d6lnP6

B1,b2,b3,b4,b5,b6 diestimasi dengan OLS Frontier Production Function B1,b2,b3,b4,b5,b6 diestimasi dengan MLE Mean Efficiency d1,d2,d3,d4,d5,d6 diestimasi dengan OLS B1,b2,b3,b4,b5,b6 diestimasi dengan MLE Frontier Cost Function Mean Efficiency Efisiensi Teknik Efisiensi Harga Efisiensi Ekonomis


(46)

3.4.1. Uji Linearitas

Uji linearitas merupakan salah satu uji persyaratan analisis atau uji asumsi statistik yang bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis regresi linear (Anonimous, 2013)

3.4.2. Uji Asumsi Klasik

Menurut Gujarati (2003) dalam Widyananto (2010), sebelum dilakukan estimasi model regresi berganda, data yang digunakan harus dipastikan terbebas dari penyimpangan asumsi klasik untuk multikolinearitas, heteroskesdasitas, dan autokorelasi. Uji klasik ini dapat dikatakan sebagai kriteria ekonometrika untuk melihat apakah hasil estimasi memenuhi dasar linear klasik atau tidak. Dengan terpenuhinya asumsi asumsi klasik ini maka estimator OLS dari koefisien regresi adalah penaksir tak bias linear terbaik (Best Linear Unbiazed Estimator). Setelah data dipastikan bebas dari penyimpangan asumsi klasik, maka dilanjutkan dengan uji hipotesis dan kemudian dilakukan uji efisiensi sehingga tujuan penelitian yang kedua dapat terjawab, yakni untuk menghitung tingkat efisiensi teknis penggunaan faktor produksi pada usahatani.

Persamaan yang diperoleh dari sebuah estimasi dapat dioperasikan secara statistik jika memenuhi asumsi klasik, yaitu memenuhi asumsi bebas multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Pengujian asumsi klasik ini dilakukan dengan bantuan software SPSS 16.0 for Windows.


(47)

a. Multikolearitas

Menurut Gujarati (2003) dalam Widyananto (2010) multikolinearitas berarti ada hubungan linear (korelasi) yang sempurna atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas.

2. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance > 0,10 atau sama dengan nilai VIF < 10 (Widyananto, 2010)

b. Heteroskedastisitas

Imam Ghozali (2005) dalam Widyananto (2010) menyatakan uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.


(48)

Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskesdastisitas dan jika berbeda disebut heteroskesdastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskesdastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi─Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar analisis :

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskodastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Widyananto, 2010)

c. Autokorelasi

Menurut Widyananto (2010), Autokorelasi adalah korelasi antara anggota– anggota serangkaian observasi yang diurutkan berdasarkan waktu dan ruang. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelas.. Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah Uji Durbin-Watson (DW test).


(49)

Uji Durbin-Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi atau tidak ada variabel lag di antara variabel independen. Hipotesis yang akan diuji adalah :

H0 : tidak ada autokorelasi (r = 0) Ha : ada autokorelasi (r ≠ 0)

Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi yaitu :

3.4.3. Uji Hipotesis Pertama

Fungsi Cobb Douglas dinyatakan oleh hubungan X dan Y atau Y= f(X1,X2,....,Xn). Sementara dalam penelitian ini model persamaan menjadi :

Ln Y = Ln a + b1LnX1 + b2LnX2 + b3LnX3 + b4LnX4 + b5LnX5 + b6LnX6 + e Dimana :

Y = jumlah produksi kentang yang dihasilkan dalam satu musim tanam (kg) a,b = besaran yang akan diduga

e = bilangan natural (2,718)

X1 = jumlah bibit yang digunakan dalam satu musim tanam (kg)

X2 = jumlah pupuk kandang yang digunakan dalam satu musim tanam (kg) X3 = jumlah pupuk kimia yang digunakan dalam satu musim tanam (kg)


(50)

X4 = jumlah insektisida yang digunakan dalam satu musim tanam (L) X5 = jumlah fungisida yang digunakan dalam satu musim tanam (kg) X6 = jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam satu musim tanam (HKO)

Untuk mendapatkan hasil analisis produksi Cobb Douglas yang telah diubah menjadi fungsi linear maka diperlukan uji hipotesis sebagai berikut :

1. Uji Secara Serentak (F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Imam Ghozali, 2005). Pengujian F ini dilakukan dengan membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan F tabel, maka kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen. 2. Koefisien Determinasi (R2)

Dalam suatu penelitian atau observasi, perlu dilihat seberapa jauh model yang terbentuk dapat menerangkan kondisi yang sebenarnya. Dalam analisis regresi dikenal suatu ukuran yang dapat dipergunakan untuk keperluan tersebut, yang dikenal dengan koefisien determinasi. Nilai koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang menunjukkan besar sumbangan dari variabel independen terhadap variabel dependen, atau dengan kata lain koefisien determinasi menunjukkan variasi turunnya Y yang diterangkan oleh pengaruh linier X. Bila nilai koefisien determinasi yang diberi simbol R2 mendekati angka 1, maka variabel independen makin mendekati hubungan dengan variabel dependen


(51)

sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan model tersebut dapat dibenarkan,Gujarati (1997) dalam Widyananto (2010)

Adapun kegunaan koefisien determinasi adalah :

a. Sebagai ukuran ketepatan / kecocokan garis regresi yang dibuat dari hasil estimasi terhadap sekelompok data hasil observasi. Semakin besar nilai R2, maka semakin bagus garis regresi yang terbentuk; dan semakin kecil nilai R2 , maka semakin tidak tepat garis regresi tersebut mewakili data hasil observasi.

b. Untuk mengukur proporsi (Presentase) dari jumlah variasi Y yang diterangkan oleh model regresi atau untuk mengukur besar sumbangan dari variabel X terhadap variabel Y.

3. Uji Individual (t)

Imam Ghozali, (2005) dalam Widyananto (2010), menyatakan uji statistik t pada dasarnya untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dengan hipotesis sebagai berikut :

Ho : tidak ada pengaruh antara bibit, pestisida, pupuk, tenaga, kerja terhadap hasil produksi usahatani kentang

H1 : ada pengaruh antara bibit, pestisida, pupuk, tenaga, kerja terhadap hasil produksi usahatani kentang

Dengan asumsi :

1. T hitung< T tabel, maka Ho diterima 2. T hitung> T tabel, maka H1 diterima


(52)

3.4.4. Uji Hipotesis kedua

Uji efisiensi digunakan untuk melihat apakah factor produksi yang digunakan pada usahatani kentang di Desa Ajibuhara Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo sudah efisien atau belum. Uji efisiensi meliputi:

1. Efisiensi Teknis

Salah satu pendekatan dalam kajian fungsi produksi adalah model stochastic production frontier (SPF) (Kirkley et al. 1995). Model SPF diperkenalkan oleh Aigner et al. (1977) dan Meeussen and van der Broeck (1977), dan pertama kali dikemukakan oleh Farrell dalam upaya menjembatani antara teori dan hasil empiris. Persamaan stochastic production frontier diestimasi dengan pendekatan maximum likelihood estimates (MLE) berdasarkan hipotesis bahwa petani selalu memaksimalkan keuntungan dalam setiap aktivitas usaha tani (Hiariey, 2009)

Keunggulan model SPF yaitu dapat mengakomodir gangguan acak (random noise) yang diakibatkan oleh faktor eksternal pada fungsi produksi yang telah memiliki gangguan acak sebelumnya. Hal tersebut memungkinkan fungsi SPF dapat menjelaskan masalah efisiensi teknik. Oleh karena itu, pendekatan SPF merupakan model yang efektif untuk menghitung efisiensi teknis (Hiariey, 2009)

Sementara, untuk mendapatkan efisien teknis (TE) dari usaha tani kentang dengan dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

TE = exp[E( ui | ei )]

Dimana :

TE = efisiensi teknis


(53)

Untuk mengetahui efisiensi teknik maka diperlukan data penggunaan faktor produksi seperti jumlah bibit, pupuk alami, pupuk kimia, insektisida, fungisida dan tenaga kerja yang sudah dilogaritmanaturalkan terlebih dahulu. Kemudian akan didapat nilai harapan (mean) efisiensi tekniknya dengan menggunakan frontier 4.1.

Kriteria ujinya apabila EH < 1 maka usahatani belum efisien, sementara apa EH=1 maka usatani sudah mencapai tingkat efisien.

2. Efisiensi Harga

Menurut Kurniawan, dkk, 2008, pengukuran efisiensi alokatif dan ekonomis dapat dilakukan dengan menurunkan fungsi biaya dual dari fungsi produksi Cobb-Douglas yang homogenous. Caranya yaitu dengan meminimumkan fungsi biaya input sehingga diperoleh fungsi biaya dual frontier

C = f(Y, P1, P2, P3, P4, P5, P6)

dengan C adalah biaya produksi kentang, Y adalah hasil produksi kentang, dan P1-P6 berturut-turut adalah harga bibit, harga pupuk alami, harga pupuk kimia, harga insektisida, harga fungisida, harga (upah) tenaga kerja yang dilogaritmanaturalkan terlebih dahulu. Kemudian akan didapat nilai harapan (mean) efisiensi harga dengan menggunakan frontier 4.1.

Kriteria ujinya apabila EH < 1 maka usahatani belum efisien, sementara apa EH=1 maka usatani sudah mencapai tingkat efisien.


(54)

3. Efisiensi Ekonomi

Nicholson (2002) dalam Khazanani (2011) menyatakan efisiensi ekonomi merupakan hasil kali antara seluruh efisiensi teknis dengan efisiensi harga dari seluruh faktor input, sebuah alokasi sumber daya yang efisien secara teknis dimana kombinasi output yang diproduksi juga mencerminkan preferensi masyarakat. Dengan kata lain efisiensi ekonomi akan tercapai jika tercapai efisiensi teknis dan efisiensi harga.

EE = ET . EH

Dimana :

EE : Efisiensi Ekonomi ET : Efisiensi Tehnik EH : Efisiensi Harga

Kriteria ujinya dilihat dari nilai efisiensi ekonomi sama dengan satu, maka usahatani yang dilakukan sudah mencapai tingkat efisiensi.

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional

3.5.1. Definisi

1. Efisiensi merupakan penggunaan input yang minimal untuk menghasilkan output yang maksimal dalam suatu proses produksi.

2. Usahatani merupakan pengalokasian sumber daya yang ada secara efektif dan efisien utuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.


(55)

4. Pupuk alami adalah unsur hara tambahan yang dibutuhkan tanaman yang berasal dari dedaunan busuk dan kotoran hewan.

5. Pupuk kimia adalah unsur hara kimia tambahan yang dibutuhkan tanaman. 6. Insektisida merupakan zat kimia beracun yang digunakan untuk membunuh

serangga.

7. Fungisida merupakan zat kimia beracun yang digunakan untuk membunuh jamur.

8. Tenaga kerja adalah orang yang mengusahakan sesuatu untuk menghasilkan produksi tanaman kentang.

9. Produksi kentang merupakan hasil panen yang diperoleh dalam 1 kali proses produksi.

3.5.2. Batasan Operasional

1. Penelitian ini dilakukan di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo.

2. Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2014

3. Sampel penelitian adalah seluruh petani kentang yang ada di Desa Ajibuhara Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo.


(56)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH DAN KARATERISTIK SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Luas dan Letak Geografis Desa Ajibuhara

Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo memiliki luas wilayah sebesar 450 Ha, dengan temperatur 17-23 oC. Desa ini memiliki ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Batas-batas wilayah desa ini adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara : Desa Ajijulu

2. Sebelah selatan : Desa Ajimbelang 3. Sebelah timur : Desa Bukit 4. Sebelah barat : Desa Ajijahe

Letak Desa Ajibuhara berada pada 8km dari Kecamatan Tigapanah dan 15km dari Kabupaten Karo.


(57)

Gambar 4.1.1 Peta Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

4.1.2. Keadaan Penduduk

4.1.2.1. Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga

Menentukan perkembangan dan kemajuan suatu daerah merupakan peran dari penduduk. Untuk itu penduduk meupakan motor penting dalam kegerakan kegiatan pembangunan. Untuk jumlah penduduk dan kepala keluarga dijelaskan dalam tabel sebagai berikut :


(58)

Tabel 4.1.2.1 Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo

Penduduk Jenis Kelamin

Jumlah penduduk Laki-laki Perempuan

Jumlah penduduk tahun ini 430 400

Jumlah penduduk tahun lalu 420 390

% perkembangan 12% 12%

Kepala Keluarga KK Laki-laki KK Perempuan

Jumlah KK tahun ini 190 KK 40 KK

Jumlah KK tahun lalu 180 KK 40 KK

% perkembangan 1,20% 0%

Sumber : Profil Desa Ajibuhara, 2013

4.1.2.2. Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian

Penduduk Desa Ajibuhara secara mayoritas adalah petani, seperti petani jagung, petani sayuran, petani jeruk, dll. Sebagian lagi berprofesi sebagai PNS, Polri, dan buruh tani yang akan dijelaskan melalui tabel berikut ini :

Tabel 4.1.2.2 Jumlah penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo

Mata Pencaharian Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

Petani 300 300

Buruh tani 50 50

PNS 9 8

Polri 2 -

Total 361 358

Sumber : Profil Desa Ajibuhara, 2013

4.1.2.3. Sarana dan Prasarana

Perkembangan dan kemajuan masyarakat sangat dipengaruhi oleh sarana dan prasarana. Apabila semakin baik sarana dan prasarana maka laju pembangunan akan semakin cepat, begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari sarana yang tersedia seperti sarana kesehatan, pendidikan dan tempat peribadatan. Berikut ini tabel yang berisi keterangan mengenai sarana dan prasarana di Desa Ajibuhara :


(59)

Tabel 4.1.2.3 Sarana dan Prasarana di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo

No. Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah

1. Pendidikan

TK 1

SD 1

2. Peribadatan

Gereja Kristen Protestan 2

Gereja Katolik 1

3. Kesehatan

Puskesmas 1

Posyandu 1

4. Transportasi

Bus 4

Angkutan antar desa 10

5. Air Bersih

Hidran umum 1

Mata air 1

Bangunan pengolahan air bersih 1 6. Olahraga

Bulutangkis 1

Voli 1

Sumber : Profil Desa Ajibuhara, 2013

4.2. Karateristik Sampel

Karateristik sampel dalam peneitian ini meliputi keadaan sosial ekonomi yang terdiri dari usia, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan lama berusahatani kentang.

4.2.1. Usia

Di bawah ini merupakan tabel berisi keadaan usia petani kentang di daerah penelitian ini, yaitu :


(60)

Tabel 4.2.1 Jumlah Petani Sampel menurut Kelompok Umur di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo

No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 20-24 2 3.3

2 25-29 2 3.3

3 30-34 6 10

4 35-39 9 15

5 40-44 11 18.3

6 45-49 13 21.7

7 50-54 8 13.3

8 55-59 3 5

9 60-64 4 6.7

10 65 ke atas 2 3.3

Total 60 100

Sumber : Diolah dari Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui secara persentase bahwa jumlah sampel petani kentang terbesar berada dalam kelompok usia 45-49 tahun (21,7%), lalu usia 40-44 tahun (18,3%). Berdasarkan tabel diatas petani kentang yang berusia produktif (25-54 tahun) sebesar 49 orang.

4.2.2. Tingkat Pendidikan

Berikut ini merupakan tabel tingkat pendidikan petani kentang Desa Ajibuhara, yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.2.2 Tingkat Pendidikan Petani Kentang di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo

No. Tingkat Pendidikan

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1 Sekolah dasar (SD) 18 30

2

Sekolah Menengah Pertama

(SMP) 12 20

3 Sekolah Menengah Atas (SMA) 21 35

4 Diploma Tiga (D3) 1 1,7

5 Strata 1 (S1) 8 13,3

Total 60 100


(61)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan petani kentang yang paling besar adalah SMA sebesar 35%.

4.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga

Berikut ini merupakan tabel jumlah tanggungan keluarga petani kentang Desa Ajibuhara, yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo

No.

Tanggungan Keluarga

(orang) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 - 11 18,3

2 1 16 26,7

3 2 15 25

4 3 14 23,3

5 4 3 5

6 5 1 1,7

Total 60 100

Sumber : Diolah dari Data Primer, 2014

Jumlah tanggungan keluarga yang paling besar di Desa Ajibuhara adalah sebanyak 1 orang dengan persentase 26,7%. Jumlah tanggungan berpengaruh terhadap pendapatan petani kentang di daerah penelitian, sebab semakin banyak tanggunggan keluarga semakin banyak juga biaya yang harus dikeluarkan bagi setiap tanggungan begitu juga sebaliknya.

4.2.4. Pengalaman Berusahatani

Berikut ini merupakan tabel pengalaman berusahatani petani kentang Desa Ajibuhara, yaitu sebagai berikut :


(62)

Tabel 4.2.4 Pengalaman Berusahatani Petani Kentang di Desa Ajibuhara, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo

No.

Pengalaman Berusahatani

(Tahun) Jumlah (orang)

Persentase (%)

1 1-10 25 41,7

2 11-20 19 31,7

3 21 – 30 11 18,3

4 lebih dari 30 5 8,3

Total 60 100

Sumber : Diolah dari Data Pimer, 2014

Pengalaman berusahatani yang terlama adalah berkisar dari 1-10 tahun dengan persentase 41,7%. Tentunya pengalaman ini mempengaruhi bagaimana usahatani yang dilakukan oleh petani kentang di daerah penelitian.


(1)

Lampiran 16. Hasil Output Uji Asumsi Klasik dengan Menggunakan SPSS 16

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 3.724 .636 5.858 .000

BIBIT .264 .113 .294 2.338 .023 .493 2.030 PUPUK

ALAMI .221 .090 .270 2.446 .018 .641 1.561 PUPUK

KIMIA .005 .123 .004 .037 .971 .544 1.838 INSEKTISIDA .112 .076 .148 1.477 .146 .780 1.281 FUNGISIDA -.055 .089 -.068 -.620 .538 .655 1.526 TENAGA

KERJA .378 .152 .311 2.489 .016 .498 2.006 a. Dependent Variable:

PRODUKSI

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change F

Change df1 df2

Sig. F Change

1 .771a .594 .547 .58038 .594 12.683 6 52 .000 1.954 a. Predictors: (Constant), TENAGA KERJA, INSEKTISIDA, PUPUK ALAMI,

FUNGISIDA, PUPUK KIMIA, BIBIT b. Dependent Variable:


(2)

Lampiran 17. Hasil Output Analisis Regresi Linear Berganda dengan Menggunakan SPSS 16

Variables Entered/Removedb Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 TENAGA

KERJA, INSEKTISIDA, PUPUK ALAMI, FUNGISIDA, PUPUK KIMIA, BIBITa

. Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: PRODUKSI

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 25.634 6 4.272 12.683 .000a

Residual 17.516 52 .337

Total 43.150 58

a. Predictors: (Constant), TENAGA KERJA, INSEKTISIDA, PUPUK ALAMI, FUNGISIDA, PUPUK KIMIA, BIBIT

b. Dependent Variable: PRODUKSI

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 3.724 .636 5.858 .000

BIBIT .264 .113 .294 2.338 .023 .493 2.030 PUPUK

ALAMI .221 .090 .270 2.446 .018 .641 1.561 PUPUK

KIMIA .005 .123 .004 .037 .971 .544 1.838 INSEKTISIDA .112 .076 .148 1.477 .146 .780 1.281 FUNGISIDA -.055 .089 -.068 -.620 .538 .655 1.526 TENAGA

KERJA .378 .152 .311 2.489 .016 .498 2.006 a. Dependent Variable:


(3)

Lampiran 18. Hasil Output Efisiensi Teknik dengan Menggunakan Frontier 4.1 Error Components Frontier (see B&C 1992)

The model is a production function the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.33407363E+01 0.61961611E+00 0.53916228E+01 beta 1 -0.77978029E-09 0.24374735E-09 -0.31991334E+01 beta 2 0.36297129E+00 0.11394608E+00 0.31854653E+01 beta 3 -0.18912213E-10 0.29353807E-09 -0.64428486E-01 beta 4 0.30214670E+00 0.95991717E-01 0.31476330E+01 beta 5 0.21449957E-09 0.28716531E-09 0.74695502E+00 beta 6 0.12694277E+00 0.86433988E-01 0.14686673E+01 sigma-squared 0.37624462E+00

log likelihood function = -0.52089258E+02 the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.41126365E+01 0.58871742E+00 0.69857564E+01 beta 1 -0.80102348E-09 0.22393662E-09 -0.35770098E+01 beta 2 0.41652394E+00 0.98560692E-01 0.42260655E+01 beta 3 0.94293656E-10 0.26953288E-09 0.34984101E+00 beta 4 0.26017422E+00 0.81236464E-01 0.32026778E+01 beta 5 0.57204891E-10 0.27654425E-09 0.20685620E+00 beta 6 0.96947320E-01 0.86994755E-01 0.11144042E+01 sigma-squared 0.68327329E+00 0.20079396E+00 0.34028578E+01 gamma 0.81549336E+00 0.12623350E+00 0.64601974E+01 log likelihood function = -0.50518901E+02

technical efficiency estimates :

firm eff.-est. 1 0.63807233E+00 2 0.64157857E+00 3 0.77065054E+00 4 0.33148258E+00 5 0.77509455E+00 6 0.82283543E+00 7 0.73920546E+00 8 0.43767083E+00 9 0.76009176E+00 10 0.64905895E+00 11 0.73566183E+00 12 0.62070002E+00 13 0.58213475E+00 14 0.80350652E+00 15 0.58213475E+00 16 0.68086321E+00 17 0.54589775E+00 18 0.57092509E+00 19 0.74613561E+00


(4)

20 0.73509571E+00 21 0.79049371E+00 22 0.61121182E+00 23 0.89513493E+00 24 0.61380736E+00 25 0.39285533E+00 26 0.74405466E+00 27 0.66383728E+00 28 0.75755431E+00 29 0.35366432E+00 30 0.48956702E+00 31 0.72666579E+00 32 0.65520791E+00 33 0.63151061E+00 34 0.25639052E+00 35 0.33768271E+00 36 0.47920187E+00 37 0.61022917E+00 38 0.64190020E+00 39 0.83126525E+00 40 0.46741755E+00 41 0.37735680E+00 42 0.77646336E+00 43 0.57140216E+00 44 0.59290720E+00 45 0.52184962E+00 46 0.83707084E+00 47 0.66043012E+00 48 0.82250246E+00 49 0.13739552E+00 50 0.61878701E+00 51 0.37883661E+00 52 0.43530003E+00 53 0.57619391E+00 54 0.20222865E+00 55 0.76451611E+00 56 0.55401844E+00 57 0.32308131E+00 58 0.75440639E+00 59 0.62103605E+00 60 0.70349007E+00


(5)

Lampiran 19. Hasil Output Efisiensi Harga dengan Menggunakan Frontier 4.1 Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993)

The model is a cost function the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.86847175E+01 0.99394677E+00 0.87376083E+01 beta 1 -0.82561191E-08 0.22161797E-08 -0.37253834E+01 beta 2 0.60784403E+00 0.86096822E-01 0.70600054E+01 beta 3 0.53440108E-09 0.22325673E-09 0.23936617E+01 beta 4 0.17989711E+00 0.56963161E-01 0.31581308E+01 beta 5 0.29876352E-09 0.24288889E-09 0.12300419E+01 beta 6 0.69394464E-01 0.47978254E-01 0.14463733E+01 sigma-squared 0.27179406E+00

log likelihood function = -0.42333413E+02 the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.84664941E+01 0.10000000E+01 0.84664941E+01 beta 1 -0.82488756E-08 0.99796063E+00 -0.82657325E-08 beta 2 0.60784403E+00 0.10000000E+01 0.60784403E+00 beta 3 0.54382381E-09 0.79731592E+00 0.68206817E-09 beta 4 0.17989711E+00 0.10000000E+01 0.17989711E+00 beta 5 0.32527866E-09 0.59986986E+00 0.54224872E-09 beta 6 0.69394464E-01 0.10000000E+01 0.69394464E-01 delta 1 -0.93943967E-10 0.92293296E-01 -0.10178851E-08 sigma-squared 0.28770622E+00 0.10000000E+01 0.28770622E+00 gamma 0.26000000E+00 0.10000000E+01 0.26000000E+00 log likelihood function = -0.42275012E+02

cost efficiency estimates : firm eff.-est.

1 1 0.12606555E+01 2 1 0.12262728E+01 3 1 0.11839669E+01 4 1 0.12464909E+01 5 1 0.11577433E+01 6 1 0.12136504E+01 7 1 0.11789357E+01 8 1 0.13135892E+01 9 1 0.11715840E+01 10 1 0.13274843E+01 11 1 0.13343287E+01 12 1 0.12278086E+01 13 1 0.11553877E+01 14 1 0.11339111E+01 15 1 0.11553877E+01 16 1 0.12652592E+01 17 1 0.13554749E+01 18 1 0.13110640E+01


(6)

19 1 0.11510754E+01 20 1 0.12107922E+01 21 1 0.11930162E+01 22 1 0.12568895E+01 23 1 0.11448449E+01 24 1 0.12216848E+01 25 1 0.13153279E+01 26 1 0.12166364E+01 27 1 0.12227580E+01 28 1 0.11718255E+01 29 1 0.12979860E+01 30 1 0.12233240E+01 31 1 0.12419832E+01 32 1 0.12229080E+01 33 1 0.12186130E+01 34 1 0.13131922E+01 35 1 0.13080436E+01 36 1 0.14000182E+01 37 1 0.12780434E+01 38 1 0.11573408E+01 39 1 0.12075718E+01 40 1 0.12205402E+01 41 1 0.12164772E+01 42 1 0.11532059E+01 43 1 0.11937971E+01 44 1 0.12511824E+01 45 1 0.12614072E+01 46 1 0.13009686E+01 47 1 0.11923875E+01 48 1 0.13006621E+01 49 1 0.12408658E+01 50 1 0.11423815E+01 51 1 0.12659669E+01 52 1 0.14517456E+01 53 1 0.11875699E+01 54 1 0.12231633E+01 55 1 0.11618234E+01 56 1 0.14452579E+01 57 1 0.12639814E+01 58 1 0.12313291E+01 59 1 0.11989364E+01 60 1 0.11507152E+01 mean efficiency = 0.12374539E+01