Tugas Paper Manpro TI B MANAJEMEN RUANG

Tugas Paper
Manpro TI - B

MANAJEMEN RUANG LINGKUP DAN KAITANNYA DENGAN
KETIDAKPASTIAN FUNDAMENTAL UNTUK MENCAPAI KESUKSESAN
PROYEK
Ghassani Herning Pradita ([email protected])
September 2014
ABSTRAK
Jurnal ini merupakan rangkuman dari tiga sumber referensi internasional terkait manajemen ruang
lingkup proyek di bidang teknologi informasi. Ketiga sumber memaparkan penjelasan yang berbeda namun
saling terkait dengan tujuan utama penulisannya yaitu bagaimana mencapai proyek yang berjalan lancar dan
sukses. Proyek teknologi informasi merupakan proyek yang biasanya dikerjakan dalam skala besar,
membutuhkan biaya besar, dan memiliki tingkat resiko kegagalan yang tinggi pula. Manajemen ruang lingkup
sebagai salah satu dari knowledge area dianggap memiliki andil yang sangat penting untuk mengetahui
batasan-batasan dalam pengerjaan suatu proyek. , serta sebagai penghubung dari keseluruhan knowledge area
lain.
Kata Kunci: ketidakpastian, manajemen ruang lingkup, proyek

1.


MENGAPA HARUS MANAJEMEN
RUANG LINGKUP?

Manajemen ruang lingkup dapat menjadi
indikator yang lebih penting dari knowledge area
yang lain, sebab manajemen ini terlibat dan
berhadapan dengan kesembilan knowledge area lain.
Secara rinci, manajemen ruang lingkup membahas
mengenai kurangnya input dari pengguna,
requirements yang tidak lengkap, requirements yang
kerap
berubah,
ketidak
mampuan
dalam
menggunakan teknologi, dan ekspektasi output yang
tidak realistis. Para peneliti baru-baru ini telah
menyadari bahwa sebagian besar proyek tidak
mencapai keberhasilan karena kurangnya definisi
dan lingkup produk yang jelas serta pengendalian

yang tidak tepat dari mereka. Cakupan atau lingkup,
sebagai lonsep terukur, telah dianggap sebagai salah
satu kriteria atau faktor. Bahkan, lingkup proyek
dengan tujuan jelas dan sasaran yang ditetapkan
telah diverifikasi sebagai faktor untuk keberhasilan
proyek. Manajemen ruang lingkup dianggap sebagai
sentral dari pengembangan teknologi dan harus
berintegrasi dengan aspek waktu, biaya, kualitas,
dan manajemen resiko dengan best practice,
manajemen ruang lingkup sebaiknya dilakukan oleh
pihak independen, terlatih dalam manajemen proyek
TI, mampu berkomunikasi, software estimation, dan
requirements elicitation.
2.

2.1

MANAJEMEN RUANG LINGKUP DAN
KAITANNYA DENGAN
KETIDAKPASTIAN FUNDAMENTAL

Manajemen Ketidakpastian sebagai
Bagian dari Manajemen Proyek

Pengembangan proyek yang ada selama ini
kurang memepertimbangkan bagaimana sumber

ketidakpastian ini dapat muncul. Ada tiga kunci
penting dari ketidakpastian ini yaitu. :
- Ketidakpastian dalam Mengestimasi baik
biaya, durasi pengerjaan, dan kualitas akibat
ketidakjelasan spesifikasi requirements,
kurangnya pengalaman, analisa proyek yang
terbatas dalam aktifitas pengembangan,
optimism bias, dsb.
- Ketidakpastian terkait banyaknya pihakpihak dalam proyek terutama dalam
proyek besar yang dipengaruhi oleh faktor
level performa yang akan dicapai, motivasi
dan
objektif
masing-masing

pihak,
keselarasan objektif pihak pengembang dan
pemilik proyek, kemampuan dan keberadaan
pihak-pihak ini dalam mengembangkan
proyek.
- Ketidakpastian di tiap langkah pada
project life cycle yang secara rinci
dijelaskan di bawah ini:

Tugas Paper
Manpro TI - B

dengan skor 0 – 100. Semakin mendekati 0, maka
proyek tersebut memiliki tujuan atau sasaran yang
jelas , physical artefact, hanya memerhatikan
kuantitatif , tidak terpengaruh faktor eksternal ,
perbaikan solusi secara tunggal,
tidak ada
stakeholder berpartisipasi, mengutamakan teknis
kinerja dan efisiensi, pengelolaan dengan monitoring

dan kontrol (hard projects). Sebaliknya, jika
mendekati angka 100, maka proyek masih memiliki
tujuan yang ambigu, konsep yang abstrak, hanya
mengutamakan kualitas, sangat terpengaruh faktor
eksternal, banyak solusi yang dibutuhkan dalam
pemecahan
masalah,
tingginya
partisipasi
stakeholder, dan mengutamakan negosiasi serta
diskusi (soft projects).
2.4
Tabel 1. Isu-isu manajemen ketidakpastian di setiap
tahap project life cycle (Chapman dan Ward,
Copyright John Wiley & Sons Ltd, yang digunakan
dengan izin, 2003)
2.2

Lingkup yang Sebaiknya Dibatasi pada
Manajemen Proyek


Manajemen resiko terbukti sering gagal dalam
mengantisipasi ketidakpastian dimana terdapat
persepsi-persepsi umum yang tidak mencakup
keseluruhan tahap pada project life cycle yang
ditunjukkan pada Tabel 1. Proyek kembali lagi lebih
menekankan pada operasional proyek. Mungkin,
pandangan umum manajemen proyek konvensional
pada dasarnya untuk melihat proyek sebagai
serangkaian proses untuk memastikan proyek
memenuhi tujuannya (yang telah ditentukan).
Kemudian menghapus (atau secara substansial
mengurangi) ketidakpastian dalam mencapai tujuan
tertentu. Padahal, manajemen proyek seharusnya
dilakukan untuk mengetahui batasan-batasan yang
diperlukan sehingga dapat mengurang masalah
dalam pengembangannya.
2.3

Pendefinisian Hard and Soft Projects


Dalam mempertimbangkan ruang lingkup yang
sesuai untuk manajemen proyek dan terkait
manajemen ketidakpastian, hal ini berguna untuk
mengkarakterisasi berbagai jenis proyek dan konteks
dalam lingkup ketidakpastian yang terlibat. Adapun
framework yang mengidentifikasi hardness and
softness projects ini (Crawford dan Pollack, 2004)
dibagi dalam tujuh dimensi yaitu :
1. Goal Clarity
2. Goal Tangibility
3. Success Measures
4. Project Permeability
5. Number of Solution Options
6. Participation and Practitioner Role
7. Stakeholder Expectations

Implikasi ‘softness’ pada Lingkup
Manajemen Proyek


Manajemen resiko, tools dan teknik telah
tersedia dan dikembangkan untuk menangani
ketidakpastian pada proyek yang berkarakteristik
hard sesuai definisi sub bab sebelumnya, karena
memiliki tingkat ketidakpastian dan ambiguitas yang
rendah. Sedangkan kebalikannya, proyek-proyek
dengan karakteristik soft memerlukan berbagai
bentuk
evaluasi
yang
sesuai
dengan
kekompleksitasan proyek. Perlu peran kepercayaan
antar pihak yang tinggi;ada interaksi antar pihak,
kredibilitas, menghargai dan beradaptasi terhadap
budaya organisasi terkait, dan adanya informasi
yang terbuka. Dengan ini diharapkan resiko proyek
dapat dikalkulasi lebih akurat, tidak perlu control
yang berlebihan (memakan waktu dan biaya),
meningkatkan efektifitas proyek, dan mencapai

perencanaan yang lebih matang.
2.5

Dukungan Kemampuan Organisasi, Peran
Kepercayaan, dan Belajar dari
Pengalaman

Pengembangan proyek TI dianggap sukses jika
proyek berhasil digunakan dan dijalankan oleh
organisasi (tahap deployment). Namun, selalu ada
hambatan seperti sulit menerima sistem baru,
prasangka buruk terhadap sistem baru, maupun
keegoisan
pekerja-pekerjanya
yang
sudah
profesional dan lama menekuni bidangnya. Maka
dari itu, perlu dukungan dari pihak organisasi itu
sendiri. Selain itu, organisasi juga harus mampu
belajar dari pengalaman dari pembuatan proyek

sebelumnya. Ketersediaan repositori data yang
digunakan pada proyek sebelumnya merupakan
dasar dari kualitas mengestimasi perencanaan.
Namun, banyak organisasi gagal mengumpulkan
data proyek-proyek, dan bahkan data-data yang
dikumpulkan sering tidak tersedia untuk digunakan
memulai proyek baru atau tidak dianalisis dan
disajikan dalam bentuk yang berguna untuk tujuan
tersebut.

Tugas Paper
Manpro TI - B

3.3
3.

3.1

SIGNIFICANCE OF SCOPE IN PROJECT
SUCCESS


Lingkup Proyek vs Lingkup Produk

Perlu kita ketahui adanya perbedaan antara
lingkup proyek dan lingkup produk. Lingkup proyek
berkaitan dengan pekerjaan yang dibutuhkan
sehingga hasil proyek dapat dikirim dan diukur
terhadap perencanaan. Sedangkan lingkup produk
merupakan atribut dan karakteristik hasil proyek
yang dapat dikirim, diukur dari requirements.
Meskipun
berbeda,
kombinasi
keduanya
memberikan dampak terhadap kesuksesan proyek
seperti pada Gambar 1.

Permasalahan yang mungkin muncul pada
lingkup atau cakupan proyek yaitu pendefinisian
lingkup yang tidak jelas, cakupan yang tidak
lengkap atau parsial, dokumen-dokumen cakupan
yang tidak rampung, dan tidak adanya scope
statement yang saling dibagi. Maka dari itu, perlu
ada kerjasama antar stakeholders yang sadar akan
tanggung jawabnya dan dilakukanlah penentuan
requirements yang real, penulisan requirements
yang realistis (ada cetak biru yang jelas) ,
pendemonstrasian requirements, dan bertanggung
jawab terhadap requirements individual.
4.

4.1

Gambar 1. Kombinasi Lingkup Proyek dan Lingkup
Produk yang Memengaruhi Keempat Knowledge
Area Utama
3.2

Mengetahui Ruang Lingkup Proyek

Setiap proyek penting untuk mendefinisikan dan
mendokumentasikan ruang lingkupnya secara jelas
agar proyek dapat bergerak maju secara
terkoordinasi dan requirements-nya dapat ditulis.
Tercapainya ruang lingkup yang jelas memberikan
kita jalan untuk mengimplementasikan strategi. Hal
ini dapat dilakukan sesuai langkah-langkah berikut:
1. Mengidentifikasi
requirement
dengan
lengkap, pasti, dan memperjelas tujuan
proyek.
2. Mengidentifikasi
stakeholders
dan
mengetahui kebutuhan mereka.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor lain yang
memengaruhi proyek seperti regulasi,
standar, dan hukum yang berlaku.
4. Mempertimbangkan dan menguji Scope
Statement yang ditetapkan sebelum
pelaksanaan proyek

Analisa Permasalahan pada Lingkup
Proyek dan Bagaimana Mengatasinya

PENDEKATAN DAN LANGKAHLANGKAH YANG DAPAT DIAMBIL
TERKAIT MANAJEMEN RUANG
LINGKUP
Dua Belas Langkah Pendekatan
NorthernSCOPE

NorthernSCOPE merupakan salah satu contoh
pendekatan terbaik yang diulas pada paper ini.
NorthernSCOPE
sendiri
adalah
pendekatan
manajemen proyek yang dikembangkan pada akhir
90-an oleh Finnish Software Measurement
Association (FiSMA). Adapun pendekatan tersebut
dituangkan dalam langkah-langkah sebagai berikut:
1. Scope
Manager
menjaga
higl-level
requirements dari kostumer agar sesuai
dengan ekspektasi dan memeroleh kejelasan.
2. Membagi proyek ke dalam sub-sub proyek.
3. Scope Manager mengestimasi fungsi-fungsi
utama dari setiap sub proyek dan total
ukurannya.
4. Scope Manager dan kostumer menentukan
dan menganalisis kualitas requirements.
5. Kostumer menyiapkan proposal dan kriteria
evaluasi program yang akan dibuat untuk
sekumpulan suplier perangkat lunak.
6. Kostumer memilih suplier berdasarkan unit
cost per fungsi-fungsi utama setiap sub
proyek.
7. Spesifikasi permintaan dikembangkan (tanpa
ada campur tangan dari scope manager ).
8. Scope Manager mengulas reqirements dan
mengukur garis besar fungsi-fungsi utama
dari sub proyek.
9. Scope Manager mengestimasi perubahanperubahan pada proyek dan mengevaluasi
dampak biayanya.
10. Scope
Manager
mengkuantifikasi
perkembangan dan menyiapkan laporan
untuk kostumer.
11. Proyek selesai dan kostumer membayar
suplier sesuai dengan fungsi-fungsi utama
yang diselesaikan.

Tugas Paper
Manpro TI - B

12. Experienced
disimpan.
4.2

data

dikumpulkan

dan

Penerapan Manajemen Ruang Lingkup
untuk Mencapai Keberhasilan Proyek TI

Lima proses yang terlibat dalam FiSMA Scope
Management Concepts (Gambar 2) merupakan
konsep
yang
terintegrasi.
FiSMA
merekomendasikan bahwa organisasi setidaknya
melakukan tiga dari lima proses ini dalam
mengembangkan proyek TI. Organisasi-organisasi
yang paling sesuai menerapkan NorthernSCOPE ini
merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang
perbankan, asuransi, dan administrasi publik yang
inti bisnisnya yaitu manajemen informasi dan
pengembangan
bisnisnya
berpusat
pada
pengembangan sistem dan perangkat lunak yang
digunakan.

Gambar 2. Pemetaan Proses NorthernSCOPE
dalam Project Management Body of Knowledege
(PMBOK Guide)
5.

KESIMPULAN

Pengembangan suatu proyek teknologi informasi
sangatlah kompleks. Ada tahap-tahap yang perlu
dijalankan sesuai urutannya dan pada tahap-tahap ini
pula muncul ketidakpastian serta ketidakjelasan
pendefinisian kemana sebenarnya proyek ini
bergerak, apa yang sebenarnya proyek ini ingin
capai, dan apakah selesainya proyek lantas proyek
dianggap berhasil. Aspek biaya dan waktu tentu
menjadi penentu penting jika kita hanya memandang
keberhasilan proyek dari adanya produk yang
berhasil dikirimkan. Padahal, ada kendala-kendala
yang tidak terdeteksi dan ketidakpastian yang
muncul yang tidak dapat diselesaikan dengan hanya
memikirkan kedua aspek tersebut. Pentingnya
perencanaan dan keterlibatan yang aktif dari pihak
organisasi maupun pengembang ini dikelola dalam
manajemen ruang lingkup. Manajemen ruang
lingkup tidak sekedar memberikan batasan-batasan,
namun juga sebagai perspektif tambahan untuk
membantu mengukur kinerja proyek yang lebih
efektif dan efisien serta sebagai tindakan preventif
dari resiko-resiko yang dapat terjadi. Manajemen
ruang lingkup juga memaksimalkan respon diiringi

tindakan positif orang-orang terkait proyek sebagai
pihak-pihak yang berada dalam area lingkup proyek.
PUSTAKA
Atkinson, R., Crawford, L., dan Wars, S. (2006).
Fundamental Uncertainties In Projects And The
Scope of Project Management. Diakses pada 15
September
2014
dari
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/
S221201731300234X
Dekkers, C., Forselius, P. (2009). Scope
Management: 12 Steps for ICT Program
Recovery. Diakses pada 14 September 2014 dari
http://www.crosstalkonline.org/storage/issuearchives/.../201001-Dekkers.pdf
Mirza, M. N., Pourzolfaghar, Z., Shahnazari, M.
(2013). Significance of Scope in Project Success.
Diakses pada 15 September 2014 dari
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/
S0263786306001438