Dakwah Islam di Tengah Globalisasi Media

Dakwah Islam di Tengah Globalisasi Media dan
Teknologi Informasi
Makalah
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Kajian Islam Komprehensif
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA . dan Tim

Oleh:

SLAMET
NIM: 12.2.00.0.29.01.0176

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013

0

Dakwah Islam di Tengah Globalisasi Media dan Teknologi Informasi


Abstrak:
Dakwah adalah sebuah keniscayaan bagi agama Islam, karena
Islam disebarkan oleh Nabi Muhammad SA W melalui jalan dakwah.
Oleh karena itu, dakwah menjadi salah satu aktivitas bagi seluruh
umat Islam di dunia. Namun, tantangan dakwah zaman demi zaman
kian berkembang. Mulai dari zaman menentang kaum jahiliyah
hingga zaman globalisasi media dan teknologi informasi.
Untuk menghadapi globalisasi, maka da’i harus merubah
tantangan tersebut menjadi peluang untuk melakukan aktivitas
dakwah. Ketersediaan media yang mampu mengakses informasi
dengan mudah, hendaknya dijadikan sebagai sarana untuk
melakukan dakwah yang bersifat global. Hal itu mengingat akan
realitas yang dihadapi oleh manusia modern adalah budaya
ketergantungan terhadap teknologi informasi. Sehingga da’i harus
dengan jeli mengambil peluang tersebut untuk memperluas
dakwahnya secara lintas geografis dan lintas sektoral.
Beberapa layanan internet yang bisa diakses oleh da’i untuk
menunjang aktivitas dakwahnya antara lain; W ebsite, jejaring sosial
(Facebook dan Twitter), dan menciptakan aplikasi-aplikasi dakwah
yang bisa diaplikasikan pada teknologi smartphone. Penggunaan

teknologi ini sangat tepat karena pengguna internet di dunia pada
juni 2012 saja sudah mencapai angka 2.405.518.376 pengguna.
Globalisasi harus dimanfaatkan sebagai peluang untuk melakukan
dakwah secara global demi menyampaikan pesan-pesan dan ajaran
Islam.
Kata Kunci: Dakwah Islam, Globalisasi, Media, Teknologi Informasi
Pendahuluan

Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong
pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah.1 Adapun
makna dakwah secara terminologi—menurut M. Abu al Fath al Bayanuni—
adalah menyampaikan dan mengajarkan Islam kepada manusia serta
menerapkannya dalam kehidupan manusia.2 Oleh karena itu, tidak heran
1

M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Jakarta: Al amin Press,

1997), 8.
2


M. Abul al-Fath al-Bayanuni, A l-Madkhal ila> ‘Ilm al-Da’wah, (Beirut:
Muassasah al-Risa>
lah, 1991), 17. Sementara itu, definisi Syeikh Ali Mahfudz, tentang
dakwah adalah mendorong (memotivasi) manusia untuk melaksanakan kebaikan dan

1

jika umat Islam melakukan pelbagai macam aktivitas dakwah dalam
kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan aktivitas tersebut, Allah—
secara jelas—menjelaskan metodenya dalam al Qur’an.3
Dalam melakukan aktivitas dakwah, umat Islam menggunakan
berbagai macam media yang dirasa lebih efektif untuk digunakan. Misalnya,
melalui ceramah-ceramah kegamaan, seni, atau pun melalui tulisan-tulisan
yang berisikan tentang ajaran-ajaran Islam yang berasal dari al Qur’an dan
Assunnah sebagai materi utamanya. Pemilihan media dakwah tersebut harus
mempertimbangkan pada segmentasi mad’u, karena satu media bisa menjadi
efektif untuk satu komunitas tertentu namun bisa juga menjadi tidak efektif
untuk komunitas yang lain.
Seiring perkembangan zaman, metode dakwah pun mengalami
perkembangan. Pada era kekinian, dakwah dikemas sedemikian rupa agar

terlihat lebih menarik. Seperti melalui lagu-lagu religi, qasidah, \t ermasuk
ceramah yang ditampilkan dalam media-media televisi dan media internet,
juga melalui berbagai aplikasi yang bisa digunakan sebagai sarana untuk
menunjang efektifitas proses dakwah. Hal itu sebagai wujud adaptasi
manusia terhadap fenomena dan keadaan sosial politik yang tengah
berkembang di tengah-tengah komunitasnya, demi tercapainya tujuan
komunikasi itu sendiri.4
Penyesuaian terhadap media dakwah yang semacam itu—
sebenarnya—juga pernah dilakukan oleh Walisongo melalui wayangnya.
Khadziq mengatakan bahwa dakwah Islam adalah salah satu bentuk aplikasi
bagi setiap muslim tentang perlunya melakukan komunikasi dan interaksi.
mengikuti petunjuk serta memerintah berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar agar
mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Lihat Syeikh Ali Mahfudz,
Hidayah Al-Mursyidi>
n, cet ke-VII, (Mesir: Dar al-Mishr, 1975),7. Sementara itu Syukriadi
Sambas mendefinisikan dakwah sebagai proses internaslisasi, transmisi, difusi,
instituasionalisasi, dan transformasi Islam yang melibatkan unsur da’i, pesan, media,
mad’u, tujuan, dan respon, serta dimensi ruang dan waktu untuk mewujudkan kehidupan
yang hasanah, salam, dan nur di dunia dan di akhirat. Dikutip dari Agus Ahmad Safei,
Memimpin Dengan Hati yang Selesai: Jejak Langkah dan Pemikiran Baru Dakwah K.H.

Syukriadi Sambas, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), 119.
3
Al Qur’an menyebutkan “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (AnNahl:125).
4
Johannes Müller bahwa Setiap politik perkembangan masyarakat yang
mengabaikan kekhasan-kekhasan masing-masing negara itu hampir pasti akan gagal.
Begitu pula, hampir mustahil untuk sungguh mengerti masalah-masalah perkembangan
masyarakat tanpa pernah mempelajari dan mengenal dengan baik paling tidak salah satu
dari negara itu. Lihat Johannes Müller, Perkembangan Masyarakat Lintas Ilmu, (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2006),12.

2

Kedua hal itu merupakan akulturasi dan asimilasi dalam Islam.
Sebagaimana diketahui bahwa pada mulanya Islam turun di Mekkah juga
melakukan interaksi dengan budaya lokal yang kemudian menjadi tradisi
baru yang disebut dengan Islam. Hingga akhirnya agama ini disebarkan ke

seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.5
Kondisi sosial masyarakat Jawa pada saat itu, memang
memungkinkan untuk menjadikan wayang sebagai media dakwah yang
sangat efektif. Begitu pula dengan kondisi sekarang yang masyarakatnya
sudah beralih pada era “melek teknologi”, tentunya formulasi dakwah pun
harus menyesuikan dengan kondisi saat ini, yaitu menciptakan model
dakwah yang berbasis pada teknologi informasi.
Lahirnya teknologi informasi berimbas pada munculnya tantangan
bagi aktivis dakwah Islam di Indonesia untuk merubah pola dakwahnya
yang bersifat konvensional kepada dakwah yang berbasis teknologi
informasi atau mengkombinasikan antara dakwah konvensional dengan
dakwah berbasis teknologi informasi. Alhasil, pelbagai ormas Islam pun
tidak ketinggalan untuk menciptakan situs-situs resmi atau bahkan mediamedia sosial sebagai sarana menyampaikan dakwah, demi menjawab
tantangan tersebut. beberapa ormas yang dimaksud antara lain; Nahdlatul
Ulama (NU)6, Muhammadiyah7, Persis8, dan Front Pembela Islam (FPI)9.
Begitu pula dengan organisasi-organisasi Islam lainnya.
Namun, lahirnya teknologi informasi selain sebagai tantangan besar
bagi aktivis dakwah di satu sisi, juga merupakan peluang yang sangat besar
untuk melakukan aktivitas dakwah di sisi yang lain. adanya teknologi
informasi telah menciptakan ruang baru yang tidak memiliki batas, baik

secara geografis, perbedaan tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, agama,
politik, maupun sosial-budaya. Hal ini menciptakan aktivitas dakwah—
yang awalnya terbatas pada komunitas dan ditentukan oleh letak

5

Khadziq, Islam dan Budaya Lokal; Belajar Memahami Realitas A gama dan
Masyarakat, (Yogyakarta: Teras, 2009), 99.
6
NU memiliki situs resmi www.nu.or.id atau yang lebih dikenal dengan NU
Online. NU Online terletak di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), lt. 5, Jl.
Keramat Raya No. 164 Jakarta Pusat. NU juga memiliki akun Twitter resmi yaitu
@Nahdlatul_Ulama yang telah difollow oleh lebih dari 2.000 followers.
7
Muhammadiyah memiliki situs resmi www.muhammadiyah.or.id. Selain
website, Muhammadiyah juga memiliki akun twitter @Muhammadiyah
8
situs resmi Persis www.persatuanislam.or.id. Selain itu, Persis juga memiliki
akun facebook: Persatuan Islam dan akun twitter @PersatuanIslam.
9

Situs resmi Front Pembela Islam adalah www.fpi.or.id. Selain website FPI juga
memiliki akun twitter @FPI_Indonesia dan akun Facebook dengan nama: sekretariat DPP
FPI.

3

geografis—menjadi lebih luas, terbuka, dan lebih efisien, baik secara waktu,
tenaga, maupun biaya.
Bisa dibayangkan, jika pada zaman dahulu aktivitas dakwah
menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk menuju suatu tempat dan
memerlukan face to face dengan mad’unya, kini bisa dirubah dengan hanya
duduk di depan laptop atau komputer yang telah dipasang jaringan internet.
Tidak hanya di Indonesia, melalui teknologi informasi tersebut semua orang
dapat mengakses informasi di pelbagai negara di penjuru dunia. Alhasil,
dengan “dihapusnya” skat geografis antar wilayah menciptakan tantangan
yang lebih besar dalam aktivitas dakwah umat Islam.
A. Memaknai Globalisasi Sebagai Peluang

Tapper mendifinisikan globalisasi sebagai proses integrasi
karakteristik lokal kepada arus global, yang sebagian besar dilakukan

melalui teknologi komunikasi dan informasi. Meskipun awalnya—secara
historis globalisasi—dipandang sebagai suatu proses mengintegrasikan
perekonomian lokal ke dalam ekonomi dunia, namun makna globalisasi
merujuk kepada ruang di mana terjadi proses interaksi global melalui sarana
teknologi komunikasi.10
Secara historis, globalisasi bukanlah fenomena baru tapi
perubahannya dapat diselidiki dalam hal skala, kecepatan dan kognisi.
Dalam kerangka skala, hubungan ekonomi, politik dan sosial antara negara
telah menjadi lebih dari sebelumnya. Globalisasi telah mengalami semacam
kompresi temporal dan spasial dalam hal kecepatan yang tidak pernah
terjadi sebelumnya. Dalam kerangka kognisi yang dianggap dunia sebagai
ruang kecil di mana setiap fenomena dan peristiwa memiliki beberapa
konsekuensi pada kehidupan ekonomi, sosial dan politik.11
10

H. Tapper, “The Potential Risks of the Local in the Global Information society”,
Journal of Social Philosophy, 31, April 2000, 524-434. Akhir abad ke-20 dan memasuki
abad ke-21 ditandai dengan perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi.
Potensi internet dan telepon seluler untuk menyediakan akses ke informasi dan
pengetahuan, dan rekor yang telah mereka catat untuk menyediakan cara-cara baru bagi

orang-orang yang terpisah secara geografis untuk membentuk komunitas-komunitas
berdasarkan ketertarikan akan hal yang sama, untuk berkomunikasi, dan membuat suara
mereka didengar, merupakan hal yang telah diakui secara luas, khususnya di negara-negara
berkembang, di mana masyarakat memposisikan media sebagai alat pemberi informasi,
penganalisis, dan memungkinkan mereka untuk memahami dunia mereka dan berperan
dalam lingkungan mereka. lihat Ardian Alhadath, “Media Massa dan Transformasi Sosial;
Sebuah
Pengantar”,
Jurnal
CIV IC
1,
(2003),
11-26,
http://www.fisip.ui.ac.id/pacivisui/repository/civic/civic2/2-Ardian.pdf (diakses 16 Juni
2013).
11
Hassan Danaeefard dan Tayebeh Abbasi, “Globalization and Global
Innovation”,
(2011),
67-80,

http://cdn.intechopen.com/pdfs/17417/InTech-

4

Adanya globalisasi teknologi komunikasi ini menciptakan
kemudahan dalam mengakses informasi dan sebagainya. Hal itu tentunya
menjadi tantangan yang cukup serius bagi umat Islam. Oleh karena itu,
umat Islam harus membentengi diri dengan melakukan filterisasi terhadap
akses informasi yang masuk. Terutama yang berkaitan dengan budayabudaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Di samping itu, umat
Islam juga tidak boleh membentengi diri semata, namun lebih dari itu, umat
Islam harus ikut dalam percaturan globalisasi.
Collin Cherry dalam Mohd. Rafiq mengungkapkan bahwa
perkembangan teknologi komunikasi yang cepat dewasa ini dengan istilah
explosion. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: pertama, secara
potensial teknologi komunikasi dapat menjangkau seluruh permukaan bumi
dalam waktu sekejap. Kedua, jumlah pesan dan arus lalu lintas informasi
telah berlipat ganda secara geometrik. Ketiga, kompleksitas teknologinya
sendiri sudah semakin canggih (sophisticated), baik piranti lunaknya
(software) maupun piranti kerasnya (hardware).12
Ungkapan Cherry tersebut—seolah—menjelaskan kepada umat
Islam untuk bersikap responsif dan cepat terhadap teknologi infromasi,
Globalization_and_global_innovations.pdf (diakses 16 Juni 2013). Banyak karya para
intelektual yang menggambarkan persepsi globalisasi sebagai segela hal berasal dari
Praktek-praktek Barat. Benjamin Barber Jihad vs McW orld (1995) menggambarkan
globalisasi sebagai steam roller budaya yang mengubah dunia secara global. Di mana ia
memfokuskan—secara eksklusif—pada Barat sebagai sumber globalisasi. Lihat Ronald
Lukens-Bull, Amanda Pandich, John P. Woods, “Islamization as Part of Globalization:
Some Southeast Asian Examples”, Journal of International and Global Studies, Vol. 3, 3246, http://www.lindenwood.edu/jigs/docs/volume3Issue2/essays/32-46.pdf (diakses 17 Juni
2013). Senada dengan Benjamin Barber, Rahhalah Haqq, dalam Petter G. Ridell
mendefinisikan bahwa globalisasi adalah eufemisme untuk Westernisasi, (lebih khusus lagi,
Amerikanisasi), dan bahwa media Barat telah meyakinkan sebagian besar dunia bahwa
globalisasi tidak bisa dihindari dan bahwa setiap orang harus menerima dan menyesuaikan
diri dengan itu. Lihat Petter G. Ridell, “Globalisation, Western and Islamic, into the 21st
Century: Perspectives from Southeast Asia and Beyond”, Journal A sian Christian Review ,
2,
(2008),
128-152,
http://www.asianchristianreview.org/acr_pdf/acr_pdf_020203_13riddell. pdf (diakses 17 Juni 2013). Sementara itu, Ronald Robertson dalam Mohd
Abbad Abdul Razak, memberikan definisi globalisasi sebagai fenomena deterirorialisasi
yang sudah dimulai sejak abad kelima belas. Lebih singkatnya Robertson memaknai
globalisasi sebagai kolonialisasi. Melalui kolonialisme negara-negara adidaya kemudian
mencoba memperluas kekuasaan dan pengaruh mereka melalui sarana telekomunikasi
modern, kepada negara-negara terbelakang di dunia. Lihat, Mohd Abbas Abdul Razak,
“Globalization and its Impact on Education and Culture”, World Journal of Islamic History
and Civilization,1, (2011), 59-69, http://idosi.org/wjihc/wjihc1(1)11/6.pdf (diakses 12 juni
2013).
12
Mohd. Rafiq, “Tantangan dan Peluang Komunikasi Islam di Era Globalisasi
Informasi”,
Jurnal
A nalityca
Islamica,
V ol.5,
No.3,
(2003),
149-168,
http://idb2.wikispaces.com/file/view/ok2015.pdf (diakses 17 Juni 2013).

5

karena perkembangannya yang terus mengalami peningkatan secara pesat.
Jika demikian, ketika umat Islam tidak bisa bertindak secara cepat dalam
memanfaatkan era globalisasi teknologi informasi ini, maka pastilah umat
Islam akan tertinggal dengan umat-umat lain yang memanfaatkan teknologi
informasi dengan baik, karena pada dasarnya globalisasi juga bisa dimaknai
sebagai internasionalisasi13, artinya proses komunikasi atau relasi yang
dijalin bersifat mendunia dan lintas sektoral. Sehingga tidak ada batasanbatasan yang bersifat geografis.
Globalisasi pada hakikatnya juga telah membawa nuansa budaya dan
nilai yang mempengaruhi selera dan gaya hidup masyarakat. Melalui media
yang kian terbuka dan terjangkau, masyarakat menerima berbagai informasi
tentang peradaban baru yang datang dari seluruh penjuru dunia.14 Oleh
karena itu, tentunya hal ini menjadi peluang besar bagi umat Islam untuk
menyampaikan ajaran-ajaran Islam di tengah era keterbukaan global. Karena
pokok persoalan yang dihadapi umat Islam pada zaman sekarang adalah
dampak sosial budaya masyarakat industri dan informasi dari teknologi.
Masyarakat yang demikian cenderung mengalami sebuah proses yang
disebut dengan objektivitas manusia, yaitu terperangkapnya manusia ke
dalam kerangka sistem budaya dan teknologi sedemikian rupa, sehingga
dirinya menjadi komponen yang amat tergantung pada sistem tersebut. 15
Ketergantungan masyarakat terhadap sistem informasi harus dijawab
dengan memberikan formula dakwah yang berbasis pada teknologi
informasi.
Globalisasi ketika dimaknai sebagai sebuah tantangan besar—dalam
artian sesuatu yang harus dihadapi dan disikapi dengan berbagai macam
strategi—maka juga akan menimbulkan peluang yang besar untuk
menciptakan pemikiran dan aksi yang strategis untuk menghadapinya. Oleh
13

Ahmed Ibrahim Aboshouk, “Globalization and Muslim Identity Challenges and
Prospect”,
The
Moslem
World
Journal
V ol.
96,
July
2006,
488.
http://identities.org.ru/readings/Globalisation_Muslim_ID.pdf (diakses 17 Juni 2013).
14
Hadiono Afdjani, “Dampak Globalisasi Media Terhadap Masyarakat dan
Budaya
Indonesia”,
(2007),
http://jurnal.budiluhur.ac.id/wpcontent/uploads/2007/04/blcom-04-vol2-no2-april20071.pdf (diakses 15 juni 2013).
15
Abdul Munir Mulkhan, Ideologisasi Gerakan Dakwah; Episod Kehidupan M.
Natsir dan Azhar Basyir, (Jogjakarta: Sipress, 1996), 210. Umat Islam perlu memanfaatkan
teknologi komunikasi, karena pada dasarnya semua yang memanfaatkan media komunikasi
akan dapat dengan mudah dipengaruhinya. Sebagaimana McLuhan dalam Jalaludin
Rakhmat mengatakan bahwa secara operasional dan praktis, media adalah pesan. Hal ini
berarti bahwa akibat-akibat personal dan sosial dari media—yakni karena perpanjangan diri
kita—timbul karena skala baru yang dimasukkan pada kehidupan kita oleh perluasan diri
kita atau teknologi baru..... media adalah pesan karena membentuk dan mengendalikan
skala serta bentuk hubungan dan tindakan manusia. Lihat Jalaludin Rakhmat, Psikologi
Komunikasi, cet ke XXVI, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), 220.

6

karena itu, harus disadari bahwa globalisasi adalah sesuatu yang tidak bisa
dihindari oleh masyarakat modern, sehingga yang harus dilakukan adalah
bagaimana memiliki cara-cara yang strategis untuk ikut ambil bagian dalam
era globalisasi tersebut.
Pada dasarnya segala hal dapat dilihat dari berbagai interpretasi.
Seperti contoh para pejuang pada masa kemerdekaan yang melakukan
perwalanan terhadap kolonialisasi. Bagi masyarakat pribumi, mereka adalah
pahlawan namun bagi kaum penjajah mereka disebut dengan pemberontak.
Oleh karena itu, memaknai suatu hal memang sangat tergantung dari sudut
mana menafsirkannya. Sama halnya dengan globalisasi, ketika globalisasi
hanya dianggap sebagai sesuatu yang melemahkan maka umat Islam akan
terpuruk, begitu pula ketika globalisasi dimaknai sebagai peluang, maka
umat Islam tetap akan dapat memanfaatkan era globalisasi sebagai sarana
untuk berdakwah dan melakukan aktivitas lainnya yang sesuai dengan nilainilai Islam.
B. Peran Media dan Teknologi Komunikasi

Media dan teknologi komunikasi memiliki fungsi utama sebagai
sarana untuk melakukan aktivitas komunikasi.16 Utamanya adalah
komunikasi massa. Melalui media, pesan yang disampaikan akan dapat
dengan cepat diterima oleh khalayak, sebagaimana yang dijelaskan oleh
Djalaluddin Rakhmat bahwa komunikasi massa diartikan sebagai jenis
komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,
heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronis sehingga pesan
yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. 17
16

Komunikasi adalah sebuah proses sosial yang di dalamnya melibatkan individuindividu yang menggunakan simbol untuk menetapkan dan menginterpretasikan makna
dalam lingkungan mereka. Secara rinci, Richard West dan Lynn H. Turner menjelaskan
bahwa dalam memaknai komunikasi ada lima kata kunci yang harus dipahami, yaitu: social
(sosial), symbols (simbol-simbol), meaning (makna), dan environment (lingkungan). Lihat
Richard West dan Lynn H. Turner, Introducing Communication Theory, Third Edition,
(New York: The McGraw Hill, 2007), 5. Senada dengan Richard, Dan Nimmo juga
memberikan definisi komunikasi sebagai proses interaksi sosial yang digunakan orang
untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasarkan
itu mereka bertindak) dan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol. Lihat Dan
Nimmo, Komunikasi Politik; Komunikator, Pesan, dan Media, 6.
17
Definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan oleh
Bittner. Menurut Bitner dalam Djalaludin Rakhmat mass communication is messages
communicated through a mass medium to a large number of people (komunikasi massa
adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang).
Sedangkan Gerbner mendefinisikan komunikasi massa dengan memperinci karakteristik
komunikasi massa. Gerbner dalam Djalaludin Rakhmat menulis “mass communication is
the technologically and institutionally based production and distribution of the most

7

Pengertian komunikasi massa di atas mengindikasikan bahwa
pemanfaatan teknologi komunikasi—terutama elektronik—memiliki satu
kelebihan, yakni efektifitas waktu. Hal itu disebabkan karena kecanggihan
teknologi komunikasi yang telah—berhasil—menghapus ruang geografis
dalam kehidupan manusia. Sehingga keberadaannya kini menjadi sangat
urgen bagi kehidupan manusia di dunia.
Peran teknologi komunikasi dalam kehidupan manusia pun sudah
tidak diragukan lagi. Bahkan, kini manusia dan media sudah tidak bisa
(baca: sangat susah) untuk dipisahkan. Media telah menjadi kebutuhan vital
bagi kehidupan manusia modern. McQuail—dalam Henry Subiakto—
setidaknya memberikan pandangan tentang peran media bagi kehidupan
manusia modern. Pertama, media massa sebagai window on events and
experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak
“melihat apa yang sedang terjadi di luar sana ataupun pada diri mereka
sendiri.
Kedua, media juga sering dianggap sebagai a mirror of events in
society and the world, impliying a faithfull reflection. Yaitu, cermin dari
berbagai peristiwa yang terjadi di masyarakat dan dunia. Atau secara lebih
ringkas, media dianggap merefleksikan kenyataan yang ada. Ketiga, media
massa juga dianggap sebagai filter atau gate kepper yang menyeleksi
berbagai macam hal untuk diberi perhatian atau tidak. keempat, media
massa seringkali dianggap sebagai penunjuk jalan atau interpreter, yang
menerjemahkan dan menunjukkan arah atas ketidak pastian atau alternatif
yang beragam.
Kelima, media dipandang sebagai sebuah forum untuk
mempresentasikan berbagai informasi, gagasan, dan ide-ide kepada
khayalak, sehingga memungkinkan terjadinya tenggapan dan umpan balilk
(feedback). Dan keenam, media massa dipandang sebagai interlocutor , yang
tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner
komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi yang interaktif.18
Peran media—sebagaimana dijelaskan oleh McQuail diatas—
mengindikasikan adanya ketergantungan manusia modern terhadap media.
Ketergantungan yang dimaksud misalnya manusia modern sudah meyakini
segala sesuatu yang disampaikan oleh media adalah refleksi atas kejadian
nyata yang sedang berlangsung di dunia. Meskipun pada dasarnya media
broadly shared continuous flow of messages in industrial societies” (komunikasi massa
adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan
yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. Lihat Djalaludin
Rakhmat, Psikologi Komunikasi, 188.
18
Henry Subiakto dan Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi,
(Jakarta: Kencana, 2012), 106.

8

memiliki sudut pandang tersendiri terhadap sebuah peristiwa, dan jika
interpretasi media terhadap peristiwa tersebut disebarluaskan melalui media
secara global, tidak mustahil interpretasi tersebut akan menjadi kebenaran.
Selanjutnya, dari informasi yang disampaikan itulah kemudian melahirkan
opini publik. 19 Sebut saja, ketika tragedi WTC pada 9 September 2011
dimuat terus menerus oleh media internasional, secara tidak langsung publik
memberikan stigma negatif pada Islam, sekaligus memicu konflik dan
merobek harmoni yang secara susah payah telah dikembangkan antara Barat
dan Islam. Konflik itu kemudian merebak kepada isu teroris sehingga
menimbulkan kecurigaan kepada komunitas muslim yang berlebihan. Lebihlebih ketika Amerika Serikat melakukan ekspansi militer ke negara-negara
muslim seperti Afghanistan dan Irak—meskipun dengan dalih
perdamaian—seolah telah meyakinkan publik akan apa ditampilkan oleh
media internasional kepada Islam.20
Dalam kehidupan sehari-hari saja, masyarakat sudah “dicekoki”
dengan informasi dari pelbagai media. Tujuannya kurang lebih untuk
mengkonstruk pemikiran khalayak akan realitas semu yang ditampilkan
oleh media seolah-olah adalah realitas yang sesungguhnya. McQuail—
sebagaimana yang penulis sebutkan di atas—menjelaskan bahwa media juga
bisa diposisikan sebagai sarana untuk pertukaran ide, gagasan, dan
pemikiran terhadap khalayak umum, yang tentu saja mengharapkan umpan
balik. Oleh karenanya, jika umat Islam dapat menangkap tantangan ini dan
merubahnya menjadi peluang yang strategis, maka dakwah Islam akan
berjalan dengan sangat efektif. Namun sebaliknya, jika umat Islam tidak
bisa memanfaatkannya, maka umat Islam hanya akan menjadi “sasaran” dari
kerasnya percaturan globalisasi.
C. Strategi Dakwah Melalui Teknologi Komunikasi

Tantangan pada zaman modern21—sebagaimana penulis sampaikan
di atas—adalah tantangan menghadapi budaya masyarakat modern yang
19

Opini publik adalah dengan kumpulan pendapat orang mengenai hal ikhwal yang
mempengaruhi atau menarik minat komunitas; cara singkat untuk melukiskan kepercayaan
atau keyakinan yang berlaku di masyarakat tertentu bahwa hukum-hukum tertentu
bermanfaat; suatu gejala dari proses kelompok; dan opini pribadi orang-orang yang oleh
pemerintah dianggap bijaksana untuk diindahkan. Lihat Dan Nimmo, Komunikasi Politik;
Komunikator, Pesan, dan Media, (terj) Tjun Sudarman, Cet ke VI, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), 10.
20
Moh. Roqib, “Dakwah Islam; Antara Harmonisasi dan Dinamisasi”, Jurnal
Komunika 1, (2007), 55-78.
21
Nurcholish Madjid berpendapat bahwa istilah zaman modern adalah kurang
tepat jika dilihat dari hakikat intinya . Ia lebih menyepakai dengan istilah “Zaman Teknik”
(Technical A ge), karena pada munculnya zaman tersebut adanya peran sentral teknikalisme

9

sangat bergantung kepada teknologi. Menjawab tantangan itu, Islam harus
membuat strategi dakwah yang berbasis pada pemanfaatan teknologi
modern. Seperti pemanfaatan jejaring sosial (social network), website,
aplikasi-aplikasi Mobile, dan sebagainya. Termasuk menggunakan strategi
e-paper yang saat-saat ini sedang digandrungi oleh masyarakat luas.
Pasalnya selain ramah lingkungan, e-paper dirasa lebih praktis dan efisien,
khususnya dalam pemanfaatan ruang dan meniadakan penggunaan bahan
baku kertas sebagai bahan dasarnya.
Brittney G. Chenault mengatakan bahwa ketika berbicara tentang
internet bukan hanya berbicara tentang teknologi, informasi, komunikasi
(percakapan) antar seseorang dengan orang lain, atau sekadar melakukan
pertukaran informasi melalui e-mail. Lebih dari itu, menurutnya internet
adalah partisipasi massa secara langsung dan keseluruhan tanpa adanya
batasan dalam melakukan proses komunikasi. Komunikasi bisa dikatakan
sebagai fondasi, sedangkan internet adalah wadah atau komunitas.22
Pernyataan Brittney tersebut semakin menguatkan bahwa model
komunikasi yang diciptakan oleh teknologi internet adalah komunikasi
massa yang melibatkan khalayak banyak dalam aktivitasnya.
Hal ini menciptakan peluang besar bagi da’i untuk melebarkan sayap
dakwahnya ke seluruh penjuru dunia dan seluruh masyarakat lintas negara
maupun bahasa. Islam sebagai agama dakwah tentu tidak bisa diam melihat
peluang yang besar ini untuk menyampaikan pesan-pesan dakwahnya
melalui media internet. Arus globalisasi tak selamanya harus dimaknai
sebagai bentuk “kolonialisasi” Barat atas dunia Islam, akan tetapi
globalisasi juga bisa dimaknai sebagai sebuah peluang untuk melakukan
dakwah yang bersifat global pula.
Penciptaan strategi dakwah yang berbasis pada internet atau—yang
penulis sebut dengan—“e-Dakwah” adalah hal yang mutlak dilakukan oleh
da’i sekarang ini. Dengan memanfaatkan media internet, kegiatan dakwah
tentunya akan lebih efisien, karena teknologi internet memiliki sifat—yang
seolah—tanpa batas, terjangkau, dan cepat, sehingga akan memudahkan
para da’i dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya.
serta bentuk-bentuk kemasyarakatan yang terkait dengan teknikalisme itu. Dengan tibanya
zaman teknik itu, maka manusia sudah tidak lagi dihadapkan pada persoalan kulturalnya
sendiri secara terpisah dan berkembang secara otonomi dari yang lain, tetapi terdorong
menuju masyarakat global yang terdiri dari berbagai bangsa yang erat berhubungan satu
dengan yang lain. Lihat Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah
Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, cet-IV, (Jakarta:
Yayasan Wakaf PARAMADINA, 2000), 451-452.
22
Brittney G. Chenault, “Developing Personal and Emotional Relationships Via
Computer-Mediated
Communication”,
CMC
Magazine,
1998,
http://www.december.com/cmc/mag/1998/may/chenault.html (diakses 15 Juni 2013).

10

Salah satu strategi dalam melakukan aktivitas dakwah yang berbasis
pada internet adalah dengan memanfaatkan layanan yang tersedia dalam
internet seperti website, jaringan sosial (social network) baik facebook
ataupun twitter dan sebagainya. Termasuk penciptaan aplikasi-aplikasi
dakwah melalui smartphone yang lebih mudah dan praktis. Dengan
memanfaatkan media-media tersebut artinya melakukan aktivitas dakwah
lintas sektoral dan lintas geografis, karena—sekali lagi—dakwah melalui
internet adalah dakwah yang bersifat global. Meski tidak menutup
kemungkinan media tersebut juga bisa digunakan sebagai media dakwah
antar personal. Pemanfaatan media internet sebagai media dakwah
mengingat pengguna internet sebagaimana dilansir oleh internetworldstats
di dunia mencapai 2.405.518.376 orang, di mana 44,8% nya adalah dari
Asia.23 Beberapa layanan jejaring sosial yang dapat dimanfaatkan sebagai
media dakwah antara lain;
1. Facebook
Facebook merupakan situs jejaring sosial yang memiliki banyak user.
Menurut data yang dilansir oleh situs internetworldstats, pengguna
facebook di seluruh dunia sampai September 2012, mencapai
937.407.180 pengguna, dengan rincian sebagai berikut.24
Wilayah
User Aktif (juta jiwa)
Eropa
243,2
Asia
236,0
Amerika Utara
231,2
Amerika Latin
134,6
Afrika
48,3
Timur Tengah
22,8
Oceania/Australia
14,6
Karibia
6,7
Menurut data yang dirilis oleh CheckFacebook dalam Blog
Ericsiantar menyatakan pada tahun 2012 merangking 10 negara dengan
tingkat pengakses facebook terbesar di dunia25, yaitu sebagaimana tabel
di bawah ini:
23

Data tersebut diolah dari situs penyedia informasi statistik dunia internet
http://www.internetworldstats.com/stats.htm, (diakses 17 Juni 2013).
24
Data tersebut diolah dari situs penyedia informasi statistik dunia internet
http://www.internetworldstats.com/facebook.htm (diakses 17 Juni 2013).
25
Menurut CheckFacebook diketahui audiens Facebook di Indonesia mencapai
31,7 juta, tepatnya 31.784.080. Dengan populasi online 100 persen, Indonesia menguasai
5,56 persen dari total pengguna Facebook di dunia. Lihat Martin Sitindaon, “10 Negara
Pengguna Facebook Terbesar di Dunia”, Ericsiantar.blogspot.com, 10 Mei 2012,
http://ericsiantar.blogspot.com/2012/05/10-negara-pengguna-facebook-terbesar-di.html
(diakses 17 Juni 2013).

11

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Negara
Amerika Serikat
Indonesia
United Kingdom
Turki
Perancis
Filipina
Meksiko
Itali
Kanada
India

Jumlah User
146.805.000
31.784.080
28.935.380
24.143.980
20.469.420
18.901.900
18.243.080
17.812.800
17.522.780
16.915.900

Facebook merupakan salah satu jejaring sosial yang sangat
banyak diminati. Selain karena fasilitasnya yang banyak, facebook juga
dapat diakses melalui telepon seluler. Beberapa fasilitas yang ada di
facebook antara lain: Group (dengan menu ini user akan dapat
mengumpulkan banyak orang dan saling bertukar pikiran), page, chat,
dan sebagainya. Pemanfaatan media sosial facebook untuk dakwah
adalah hal tidak sulit untuk dilakukan, karena facebook adalah jejaring
sosial yang sangat familiar bagi banyak orang di dunia ini. Selanjutnya
adalah bagaimana da’i bisa mengemas pesannya melalui media sosial
tersebut, agar mad’u yang menjadi subjek dakwah dapat menerima
dengan baik pesan-pesan yang disampaikan oleh da’i.
Melalui facebook, da’i akan dapat secara langsung bercakapcakap dengan mad’unya—secara timbal balik—seperti halnya dalam
proses komunikasi langsung. Selain itu, jejaring sosial facebook juga
memungkinkan para da’i untuk berdakwah secara face to face melalui
fasilitas yang disebut dengan Skype. Melalui media sosial ini, akan
memudahkan da’i membuat group discussion dengan siapa saja. Selain
itu, facebook juga sangat mudah diakses karena tidak mensyaratkan
perangkat komputer, laptop, atau tablet sebagai perangkat utamanya,
melainkan bisa diakses menggunakan telepon seluler. Fasilitas tersebut
yang menciptakan kemudahan tersendiri dalam mengakses facebook.
2. Twitter
Twitter merupakan situs jejaring sosial yang tak kalah hebat
dengan facebook. Hanya saja dalam Twitter pesan yang dibuat lebih
singkat. Akan tetapi hal itu tidak mengurangi penggunanya.

12

Sebagaimana dilansir oleh vivanews.com, bahwa pengguna Twitter di
dunia pada tahun 2010 mencapai 105 juta pengguna.26
Berbeda dengan berita yang dirilis oleh Republika Online yang
menyatakan bahwa total pengguna Twitter diseluruh dunia mencapai
240 juta pengguna. dimana Indonesia merupakan negara Asia yang
memiliki pengguna Twitter aktif sebanyak 5.6 juta pengguna, disusul
Jepang (3.5 juta ) dan India (2.3 juta ). Malaysia yang merupakan negara
dengan jumlah pengguna Twitter terbesar ke 6 di dunia hanya mencatat
jumlah pengguna sebanyak 1.1 juta pengguna. Jadi, total pengguna
Twitter aktif di Asia mencapai 18.6 juta pengguna.27
Data yang dirilis oleh situs forbes pada awal 2013 lalu
menyatakan ada 5 negara yang memiliki pengguna twitter terbanyak di
dunia28, seperti dalam tabel di bawah ini:
No
Negara
Jumlah User (juta)
1. China
35,5
2. India
33,0
3. Amerika Serikat
22,9
4. Brazil
19,6
5. Mexico
11,7
Hal ini juga tentunya peluang besar bagi da’i untuk
menggunakan media sosial ini sebagai media dakwah yang cukup efektif
mengingat penggunanya yang mencapai ratusan juta orang di seluruh
dunia dan kebanyakan pengguna Twitter adalah segmen menengah.
Tidak banyak berbeda dengan facebook, melalui Twitter da’i juga dapat
menyampaikan pesan dakwahnya yang dikemas secara lebih singkat—
mengingat karakter tweet yang hanya 140 karakter—tanpa mengurangi
subtansi akan nilai-nilai dakwah itu sendiri.
26

Data
diolah dari
http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/144207pengguna_twitter_capai_105_juta (diakses 17 Juni 2013).
27
Ririn Sjafriani (Red), “Indonesia Urutan Pertama Pengguna Twitter di Asia”,
Republika,
28
Januari
2010,
http://www.republika.co.id/berita/trendtek/aplikasi/10/01/28/102496-indonesia-urutanpertama-pengguna-twitter-di-asia (diakses 17 Juni 2013). Perkembangan Twitter pun
semakin drastis. Berdasarkan laporan salah satu pendiri Twitter, Evan Williams
menyatakan Twitter telah memiliki lebih dari 145 juta pengguna pada september 2010,
atau naik 40 juta dari bulan januari 2010. Lihat Tri Wahono (ed), “Twitter Tembus 145
Juta
Pengguna”,
Kompas,
5
September
2010,
http://tekno.kompas.com/read/2010/09/05/18353387/Twitter.Tembus.145.Juta.Pengguna
(diakses 17 Juni 2013).
28
Victor Lipman, “The World’s Most Active Twitter Country? (Hint: Its Citizens
Can’t
Use
Twitter),
Forbes,
January,
5,
2013,
http://www.forbes.com/sites/victorlipman/2013/05/01/the-worlds-most-active-twittercountry-hint-its-citizens-cant-use-twitter/ (diakses, 17 Juni 2013).

13

3. Website dan Blog
Penggunaan website sebagai media dakwah juga cukup efisien.
Melalui website da’i akan dapat menyampaikan gagasan-gagasannya.
Selain itu, website memiliki kemudahan karena bisa diakses dari mana
saja dan kapan saja. Layanan internet yang satu ini sudah sangat banyak
dimiliki oleh para da’i, baik secara personal ataupun organisasi. Di
Indonesia sendiri—sebagaimana penulis sampaikan di atas—sudah
banyak organisasi Islam yang memiliki situs resmi sebagai media
komunikasi dengan publik. Seperti Nahdlatul Ulama melalui NU
Online-nya, Muhammadiyah melalui muhammadiyah.or.id, Persis
dengan persis.or.id, Front Pembela Islam dengan fpi.or.id, dan
sebagainya. Di samping organisasi-organisasi tersebut juga memiliki
media sosial lain seperti Facebook dan Twitter.
4. Pembuatan E-book
e-Book adalah singkayan dari elektronic book, atau buku
elektronik. e-Book akan memudahkan para pengguna internet untuk
membaca dan mendowload buku-buku dengan menggunakan aplikasi
Adobe Flash Player, atau Adobe Reader untu membacanya. 29 Menurut
Budi Raharjo, e-Book are electronic books that are downloaded to your
computer or handheld devices. Y ou can view and read your eBook using
simple eBook reader software - anytime or anywhere (e-Book adalah
buku-buku elektronik yang dapat didownload pada komputer atau
peralatan seluler. e-Book dapat dilihat dan dibaca menggunakan
software e-Book reader kapanpun dan di mana pun).
Teknologi e-Book juga bisa menjadi salah satu pilihan yang
menarik bagi da’i untuk berdakwah. Namun, e-Book—karena
berhubungan dengan tulisan—digunakan untuk aktivitas dakwah yang
berbasis dakwah bi al kitabah. Saat ini sudah banyak kitab-kitab klasik
yang dibuat menjadi e-Book, termasuk buku-buku saat ini yang sudah
banyak yang menggunakan teknologi e-Book dan memasarkannya
melalui media internet. Kehadiran e-Book ini juga akan memudahkan
bagi da’i untuk melakukan aktivitas dakwahnya, karena e-Book dapat
dinikmati di mana pun dan kapan pun selagi fasilitasnya mendukung.
Hanya saja, e-Book ini mengalami kelemahan, yaitu tidak bisa
digunakan pada semua perangkat seluer. Tidak seperti Twitter dan
Facebook yang sudah sangat familiar di dunia seluler. Namun, pada

29

Budi Raharjo, “Rancangan abc eBook”, Disampaikan pada Seminar “Kiat
Menulis Buku dan Informasi Ilmiah”.Diselenggarakan oleh Penerbit ITB & Departemen
Fisika ITB, (Bandung 20 Agustus 2002), http://eprints.rclis.org/11757/1/ebook-abc2_by_BR.pdf (diakses 17 Juni 2013).

14

dasarnya e-Book juga dapat digunakan sebagai media dakwah, karena
pengguna internet di seluruh dunia semakin meningkat.
Selain keempat layanan tersebut, saat ini juga telah tersedia berbagai
macam layanan yang mendukung untuk diterapkan pada sistem
Smartphone. Munculnya Smartphone ini juga menjadi satu cara baru
menikmati layanan internet di mana saja. Sehingga para da’i juga harus
memanfaatkan media ini untuk melaksanakan aktivitas dakwahnya. Oleh
karena itu, semakin banyak memanfaatkan media sebagai sarana dakwah,
maka pesan dakwah pun akan semakin tersebar luas. Mengingat tantangan
dakwah saat ini adalah masyarakat global, maka memanfaatkan media
sebagai sarana dakwah “Go Global” sangat perlu dilaksanakan.
Namun, untuk menggunakan media-media tersebut, para da’i juga
harus mengetahui karakteristik dari mad’unya masing-masing. selain itu,
da’i juga perlu mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi
khalayak pada komunikasi massa. Di mana dalam kerangka behaviorisme,
media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah perilaku khalayak
melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan, atau proses imitasi. 30
Oleh karena itu, media menjadi sangat penting untuk dijadikan sarana
melakukan aktivitas dakwah sekaligus menyampaikan pesan-pesan yang
diajarkan dalam Islam. Strategi pemanfaatan media ini merupakan trobosan
bagi para da’i untuk memperluas wilayah dakwahnya sekaligus menciptakan
komunikasi dengan khalayak dari berbagai lini.
Kelahiran teknologi-teknologi informasi saat ini mendorong para
da’i untuk berinovasi dalam berdakwah. Kehadiran teknologi-teknologi
tersebut harus dijadikan sebagai sebuah “paksaan” untuk melakukan
perubahan model dakwah yang bersifat konvensional kepada model eDakwah. Hal ini sebagai wujud adaptasi pada kondisi sosial masyarakat
yang sudah berada pada sebuah zaman yang disebut dengan—meminjam
istilah Nurcholis Majdid—“Zaman Teknik”. Sehingga dakwah pun harus
dikemas dengan memanfaatkan media dan teknologi informasi, tanpa
mengurangi subtansi dari dakwah itu sendiri.
Kesimpulan

Tantangan dakwah Islam saat ini adalah menghadapi masyarakat
yang telah bergantung kepada teknologi modern, sehingga para da’i harus
jeli memanfaatkan hal ini sebagai peluang untuk melaksanakan aktivitas
dakwah yang bersifat global dan modern. Oleh karena itu, tidak berlebihan
jika dikatakan bahwa para da’i harus merubah tantangan globalisasi media
dan teknologi komunikasi ini sebagai sebuah peluang.
30

Djalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, 202.

15

Dengan kemudahan dalam mengakses segala informasi, tentunya
perlu disadari akan pentingnya filterisasi terhadap segala arus informasi
yang masuk, yang itu tidak sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip ajaran
Islam. Dakwah melalui media internet selain efisien dan cepat, juga sebagai
jawaban atas kesiapan umat Islam menghadapi arus globalisasi. Di samping
itu, sebagaimana yang dilansir oleh internetworldstats , pada juni 2012 saja
sudah mencapai angka 2.405.518.376 pengguna, yang tersebar di seluruh
dunia, dan tidak mustahil data tersebut akan terus meningkat di setiap
tahunnya.
Saat ini, umat Islam harus menggunakan berbagai macam media
yang dirasa lebih efektif untuk menunjang aktivitas dakwah. Salah satunya
adalah internet, karena media tersebut banyak digunakan oleh manusiamanusia modern. Dengan menggunakan media internet, maka dakwah akan
bisa lebih menyesuaikan dengan kondisi masyarakat yang ada saat ini[]

16

Daftar Pustaka

Al-Qur’an Al-Karim
Aboshouk, Ahmed Ibrahim, “Globalization and Muslim Identity Challenges
and Prospect”, The Moslem W orld Journal 96, (2006), 487-505,
http://identities.org.ru/readings/Globalisation_Muslim_ID.pdf
(diakses 17 Juni 2013).
Afdjani, Hadiono, “Dampak Globalisasi Media Terhadap Masyarakat dan
Budaya Indonesia”, (2007), http://jurnal.budiluhur.ac.id/wpcontent/uploads/2007/04/blcom-04-vol2-no2-april20071.pdf (diakses
15 juni 2013).
Al-Bayanuni, M. Abul al-Fath, 1991, A l-Madkhal ila>‘Ilm al-Da’wah,
(Beirut: Muassasah al-Risa>
lah
Alhadath, Ardian, “Media Massa dan Transformasi Sosial; Sebuah
Pengantar”,
Jurnal
CIV IC
1,
(2003),
11-26,
http://www.fisip.ui.ac.id/pacivisui/repository/civic/civic2/2Ardian.pdf (diakses 16 Juni 2013).
Amin, M. Masyhur, 1997, Dakwah Islam dan Pesan Moral, Jakarta: Al amin
Press.
Chenault, Brittney G., “Developing Personal and Emotional Relationships
Via Computer-Mediated Communication”, CMC Magazine, 1998,
http://www.december.com/cmc/mag/1998/may/chenault.html
(diakses 15 Juni 2013).
Danaeefard, Hassan dan Tayebeh Abbasi, “Globalization and Global
Innovation”,
(2011),
67-80,
http://cdn.intechopen.com/pdfs/17417/InTechGlobalization_and_global_innovations.pdf (diakses 16 Juni 2013).
Khadziq, 2009, Islam dan Budaya Lokal; Belajar Memahami Realitas
A gama dan Masyarakat, Yogyakarta: Teras.
Lipman, Victor, “The World’s Most Active Twitter Country? (Hint: Its
Citizens Can’t Use Twitter), Forbes, January, 5, 2013,
http://www.forbes.com/sites/victorlipman/2013/05/01/the-worldsmost-active-twitter-country-hint-its-citizens-cant-use-twitter/
(diakses, 17 Juni 2013).
Lukens-Bull, Ronald, Amanda Pandich, John P. Woods, “Islamization as
Part of Globalization: Some Southeast Asian Examples”, Journal of
International
and
Global
Studies,
Vol.
3,
32-46,
http://www.lindenwood.edu/jigs/docs/volume3Issue2/essays/3246.pdf (diakses 17 Juni 2013).

17

Mahfudz, Syeikh Ali, 1975, Hidayah A l-Mursyidi>
n, cet ke-VII, Mesir: Dar
al-Mishr.
Madjid, Nurcholis, 2000, Islam Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah
Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan
Kemoderenan, cet-IV, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina.
Mulkhan, Abdul Munir, 1996, Ideologisasi Gerakan Dakwah; Episod
Kehidupan M. Natsir dan A zhar Basyir, Jogjakarta: Sipress.
Müller, Johannes, 2006, Perkembangan Masyarakat Lintas Ilmu, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Nimmo, Dan, 2005, Komunikasi Politik; Komunikator, Pesan, dan Media,
(terj) Tjun Sudarman, Cet ke VI, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rafiq, Mohd., “Tantangan dan Peluang Komunikasi Islam di Era Globalisasi
Informasi”, Jurnal A nalityca Islamica, V ol.5, No.3, (2003), 149-168,
http://idb2.wikispaces.com/file/view/ok2015.pdf (diakses 17 Juni
2013).
Raharjo, Budi, “Rancangan abc eBook”, Disampaikan pada Seminar “Kiat
Menulis Buku dan Informasi Ilmiah”.Diselenggarakan oleh Penerbit
ITB & Departemen Fisika ITB, (Bandung 20 Agustus 2002),
http://eprints.rclis.org/11757/1/ebook-abc2_-by_BR.pdf (diakses 17
Juni 2013).
Rakhmat, Jalaludin, 2008, Psikologi Komunikasi, cet ke XXVI, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Razak, Mohd Abbas Abdul, “Globalization and its Impact on Education and
Culture”, World Journal of Islamic History and Civilization,1,
(2011), 59-69, http://idosi.org/wjihc/wjihc1(1)11/6.pdf (diakses 12
juni 2013).
Ridell, Petter G., “Globalisation, Western and Islamic, into the 21st
Century: Perspectives from Southeast Asia and Beyond”, Journal
A sian
Christian
Review
,
2,
(2008),
128-152,
http://www.asianchristianreview.org/acr_pdf/acr_pdf_020203_13riddell. pdf (diakses 17 Juni 2013).
Roqib, Moh., “Dakwah Islam; Antara Harmonisasi dan Dinamisasi”, Jurnal
Komunika 1, (2007), 55-78.
Safei, Agus Ahmad, 2003, Memimpin Dengan Hati yang Selesai: Jejak
Langkah dan Pemikiran Baru Dakwah K.H. Syukriadi Sambas,
Bandung: Pustaka Setia.
Sitindaon, Martin, “10 Negara Pengguna Facebook Terbesar di Dunia”,
Ericsiantar.blogspot.com,
10
Mei
2012,
http://ericsiantar.blogspot.com/2012/05/10-negara-penggunafacebook-terbesar-di.html (diakses 17 Juni 2013).

18

Sjafriani, Ririn, (Red) “Indonesia Urutan Pertama Pengguna Twitter di
Asia”,
Republika,
28
Januari
2010,
http://www.republika.co.id/berita/trendtek/aplikasi/10/01/28/102496
-indonesia-urutan-pertama-pengguna-twitter-di-asia (diakses 17 Juni
2013).
Subiakto, Henry dan Rachmah Ida, 2012, Komunikasi Politik, Media, dan
Demokrasi, Jakarta: Kencana.
Tapper, H., “The Potential Risks of the Local in the Global Information
society”, Journal of Social Philosophy, 31, (2000), 524-434.
Wahono, Tri (ed), “Twitter Tembus 145 Juta Pengguna”, Kompas, 5
September
2010,
http://tekno.kompas.com/read/2010/09/05/18353387/Twitter.Tembu
s.145.Juta.Pengguna (diakses 17 Juni 2013).
West, Richard dan Lynn H. Turner, 2007, Introducing Communication
Theory, Third Edition, New York: The McGraw Hill.

Sumber lain:
http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/144207pengguna_twitter_capai_105_juta (diakses 17 Juni 2013).
http://www.internetworldstats.com/stats.htm, (diakses 17 Juni 2013).
http://www.internetworldstats.com/facebook.htm (diakses 17 Juni 2013).
http://www.nu.or.id
http://www.muhammadiyah.or.id
http://www.persis.or.id
http://www.fpi.or.id

19