Sekolah Masa Depan pada masa sekarang

SEBUAH KARYA ESSAY

SEKOLAH MASA DEPAN: JANGAN PREDIKSI
MASA DEPAN, TAPI BUATLAH MASA DEPAN ITU
DENGAN TANGAN KITA SENDIRI

YANG DI TULIS OLEH:
DWI INDRA CAHYA, S.Pd.

SMP TAMAN HARAPAN 2 BEKASI
2015 – 2016

A. PENDAHULUAN

S

ekolah merupakan sebuah tempat dimana terjadinya interaksi
pentrasferan ilmu pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik,
membuat anak yang tadinya tidak tau menjadi tahu dan mampu

membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Sekolah juga idealnya

tidak menempatkan peserta didik sebagai gelas kosong yang siap diisi dengan
berbagai macam pengetahuan, namun sekolah harusnya menempatkan peserta
didiknya sebagai sebuah bibit unggul yang beraneka ragam.
Kondisi peserta didik dalam lingkup persekolahan berasal dari berbagai
latar belakang suku, ras, agama dan kebudayaan, sehingga sekolah harus mampu
mengakomodir segala kebutuhan dari peserta didik yang beraneka ragam tersebut.
Kenyataannya sekarang sekolah hanya dipandang sebuah lembaga formal yang
mentransfer pengetahuan saja, tanpa adanya transfer nilai-nilai multikultural.
Nor

Pod

Binarto

mengemukakan

bahwa

“Keragaman


sebagai

keniscayaan wacana multikulturalisme hendaknya dijadikan paradigma baru
dalam merajut kembali hubungan antar manusia yang belakangan selalu hidup
dalam suasana penuh konflikstual”. Namun pada kenyataanya keragaman
kebudayaan sering kali menjadi salah satu faktor terjadinya gesekan-gesekan di
tiap lapisan masyarakat. Di sinilah fungsi kongkrit pendidikan secara umum dan
lembaga sekolah secara khususnya. Sekolah menjadikan keaneka ragaman dan
inklusif menjadi dasar dalam membangun peradaban budaya di sekolah, sehingga
diharapkan keragaman bukan menjadi sebuah permasalahan dan pemicu intrik

akan tetapi sebagai potensi yang dapat diintegrasikan menjadi sebuah keunggulan
dan pengembangan potensi peserta didik.
Ada berbagai pendapat yang mengemukakan berbagai nilai-nilai yang
terkandung dalam sekolah, dalam buku The Intelligent School yang ditulis oleh
MacGilchrist, B. at al (2004) bahwa sekolah yang mampu menerapkan sembilan
kecerdasan dinamakan sebagai sekolah cerdas. Sekolah cerdas adalah sekolah
yang mewujudkan suatu makna komunitas dimana hak, tanggungjawab dan
kebutuhan pembelajar adalah jantung dari usaha yang timbul menggunakan paling
tidak perpaduan. Sembilan kecerdasan tersebut meliputi Ethical Intelligence,

Spiritual

Intelligence,

Contextual

Intelligence,

Operational

Intelligence,

Emotional Intelligence, Collegial Intelligence, Reflective Intelligence, dan
Paedagogic Intelligence, Systemic Intelegence.
Hal yang penulis anggap sangat menarik di dalam konsep sekolah cerdas
tersebut adalah penerapan konsep kecerdasan etik yang memberikan panduan
bagaimana sekolah sebagai komunitas mampu mengembangkan segala tanggung
jawab serta hak antar seluruh warga sekolah. Selain itu terdapat konsep inklusi,
yang menganggap bahwa sekolah cerdas mampu mengembangkan kesetaraan
kesempatan, penggunaan kemampuan, pengembangan harga diri dan keyakinan

pribadi. Dalam kecerdasan etik juga menganggap sangat penting sekali, sekolah
menjunjung tinggi prinsip keadilan dan saling menghargai (MacGilchrist, B. at al
2004).

Macgilchrist B et.al, (2004: 115) mengemukakan bahwa:
“Ketika remaja terikat oleh sebuah komunitas sekolah sehari-harinya
mereka belajar pelajaran tentang kepedulian, penghormatan, dan pelayanan satu
sama lain dengan berbagai bantuan dari pasangan dan pendidiknya, mereka juga
belajar bagaimana memaafkan, memperbaiki hubungan yang renggang,
menerima kritik serta memperdebatkan pandangan yang berbeda. Semua ini
adalah tanda dari sebuah lingkungan sekolah yang menghargai orang sebagai
mana layaknya.”

B. SEKOLAH MASA DEPAN (HARAPAN KU)

A

da beberapa nasihat bijak yang di ungkapkan oleh para ahli:
“Dunia yang akan ditinggali anak-anak kita berubah empat kali
lebih cepat daripada sekolah-sekolah kita” (Williard Daggett). Dan


nasihat berikutnya “Satu-satunya cara untuk meramalkan masa depan adalah
dengan menciptakannya.” (Alan Kay)
Dalam nasihat tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan yang terjadi
di masa depan dimana anak dan anak didik kita nantinya tinggali akan mengalami
perubahan 4 kali lipat dari apa yang kita sudah tinggali dan jalani. Perbedaanperbedaan ini mungkin sudah ada beberapa yang kita sehari-hari rasakan sebagai
pendidik atau orang tua. Dan bagaimana kita bisa meramalkan atau mengetahui
apa yang nantinya akan kita hadapi di masa depan adalah dengan cara membuat
atau menciptakan masa depan itu sendiri. Namun sejatinya kita mengetahui bahwa
masa depan tersebut tidak dapat kita prediksi secara pasti dan valid karena banyak
kemungkinan yang akan terjadi dan berubah dari apa yang kita telah siapkan dan
alami sekarang dengan apa yang akan kita hadapi di masa yang akan datang.
Menciptakan masa depan yang baik merupakan sebuah cita-cita semua
orang. Oleh karena itu setiap orang belajar demi meraih dan menciptakan masa

depan yang baik sesuai dengan harapan dan keinginannya atau cita-citanya. Oleh
karena itu penulis menganggap tugas lembaga sekolah adalah sangat berat,
sekolah berwenang akan terciptanya dan terwujudnya cita-cita yang hendak di
capai oleh setiap peserta didik yang belajar. Maka dari itu sekolah harusnya
bersifat futuristik, memiliki hal-hal baru yang up to date terhadap tiap detik

perubahan yang terjadi di dunia ini, bukannya menyajikan hal-hal yang basi dan
ketinggalan jaman atau memberikan hal-hal yang tidak relevan dan tidak berguna
bagi masa depan karena hal tersebut telah di anggap usang.
Sekolah yang tidak mampu membawa dan mengantarkan cita-cita peserta
didiknya adalah sekolah yang gagal. Sekolah yang seperti ini hendaknya segera
melakukan evalusi total, secara menyeluruh dari akar hingga pucuknya, dari lapis
pertama hingga lapisan paling atas, karena apabila hal ini tidak dilakukan maka
sama saja sekolah tersebut mencetak generasi masa depan yang usang secara
massal dan berkelanjutan. Mengevaluasi total sama saja seperti merevolusi
sekolah tersebut dengan membentuk atau mendesain sekolah masa depan. Sekolah
harus mampu meninggalkan sistem pendidikan tradisional yang sudah
kadaluwarsa atau usang. Sekolah tradisional yang masih banyak kita lihat di
lingkungan kita merupakan model pembelajaran abad ke-19 yang memiliki
beberapa kekurangan antara lain; kehilangan konteks dengan dunia nyata, kurang
menghargai kemajemukan peserta didik, dan terpusat pada pendidik. Bahkan dari
sisi fasilitas, lembaga sekolah di tanah air masih jauh dari standar pelayanan
minimal pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Kitapun menyadari bahwa dunia terus bergerak, perkembangan zaman pun
berlari dengan cepat kedepan. Mulai dari pergantian kurikulum, hingga


pengetahuan-pengetahuan abad 21 yang terus berubah dan butuh adanya
penyesuaian dalam penyampaian pengetahuan tersebut kepada peserta didik, hal
ini di anggap tidak berjalan kedepan malah cenderung penulis anggap berdiri
static di tempat karena semua hal ini sayangnya tidak diiringin oleh kemauan serta
usaha dari para pendidik yang kurang adaptif dalam menyikapi dinamika
perubahan kurikulum.
C. KONSEP SEKOLAH MASA DEPAN

M

embentuk sekolah masa depan ada beberapa aspek yang harus
di perhatikan yang terutama dalam aspek apa yang yang akan
kita ajarkan kepada peserta didik kita nantinya. Ada lima teori

utama tentang apa yang harus diajarkan di sekolah (Dryden dan Vos, 1999):
1. Pertama; esensialisme, berisikan mata pelajaran inti, dibutuhkan untuk
pendidikan yang baik. Essensialisme diberikan kepada usia dini.
Materinya berkaitan dengan penanaman nilai untuk membangun karakter.
2. Kedua; ensiklopedisme, mencakup mata pelajaran dasar dengan cakupan
yang lebih luas dan terbuka bagi semua orang.

3. Ketiga; model pendidikan awal yang berbasis indera, model ini pertama
kali diusung oleh Aristoteles kemudian dikembangkan oleh Itard, Seguin,
Rousseau, Pestallozi, Froebel, dan Montessori.
4. Keempat; gerakan pragmatis yang berorientasi pada anak. Gerakan
pragmatis dapat ditelusuru dari konsep John Dewey dalam Experiencing
and Learning.

5. Kelima; pendekatan akal sehat (common sense), dalam pendekatan ini
menggunakan akal sehat dan kritis terhadap dogma. Pendekatan akal sehat
menggunakan prisip-prinsip filsafatai yang mencakup tiga domain utama
yang meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Aspek yang kedua adalah tentang tujuan belajar, tujuan ini seharusnya
sangat bergantung terhadap visi-misi yang telah di tetapkan oleh institusi sekolah
tersebut. Namun, menurut Dryden dan Vos (1999), tetap saja sebuah sekolah
harus memiliki tiga tujuan belajar, antara lain:
1. Mempelajarai keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi
pelajaran spesifik.
2. Mengembangkan kemampuan konseptual umum.
3. Mengembangkan kemampuan dan sikap pribadi yang secara mudah dapat
digunakan dalam segala tindakan kita.

Membentuk rencana strategis (action plan), penulis ingin mengajak
pembaca untuk sekedar memperhatikan apa yang telah negara tetangga kita
Singapura

dalam

merencanakan

kemajuan

pendidikan

mereka.

Menteri

Pendidikan Singapura Teo Chee Hean tanggal 27 April 2007 dalam pidatonya
yang penulis kutip dari beberapa situs, menyampaikan tujuh rencana induk
pendidikan di Singapura, antara lain:
1. ‘Sekolah berpikir’ didesain untuk menjadi pusat bagi pembelajaran

berkelanjutan (sustainable). Konsep ini meninggalkan model banking
concept yang hanya sekedar menuangkan materi ke peserta didik.
Mestinya sekolah melatih berfikir bukan mengisi pikiran peserta didik.

2. Disediakan 2,5 juta dollar Amerika bagi setiap sekolah untuk pengadaan
teknologi informasi. Di negara kita sudah digulirkan Jardiknas hanya saja
belum semua siap menyambut kebijakan tersebut.
3. Satu komputer di sekolah untuk setiap dua peserta didik dalam lima tahun.
4. Berpikir kreatif sebagai bagian dari kurikulum baru untuk mencapai
keunnguulan di bidang matematika dan sains.
5. Kurikulum juga ditujukan untuk membangun kebanggaan atas prestasi
yang diraih.
6. Inovasi yang bersifat ‘top down’ ditinggalkan. Di negara kita telah
dikembangkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), hanya implementasinya yang relatif kurang.
7. Sekolah-sekolah dikelompokkan untuk menyebarluaskan praktik-praktik
terbaik. Dalam konteks ini dapat didesain madrasah atau sekolah satelit
yang bertugas meningkatkan kualitas madrasah yang menjadi tanggung
jawabnya.
Dari tujuh rencana strategi ini bisa kita lihat sangat terencananya tiap
langkah yang pemeritah Singapura ambil dalam meningkatkan mutu serta

perwujudan cita-cita pembelajar di dalam sekolah. Mungkin beberapa dari poin
tersebut sudah dan telah di aplikasikan di system pendidikan di Indonesia namun
kurang konsistennya dan kurangnya persiapan dalam penerapannya maka banyak
darinya yang gagal berkembang dan akhirnya menerapkan pola lama.
Dan tanpa adanya rencana strategi dan action plan semacam ini maka masa
depan sekolah dan produknya (outcome) akan usang (out of date). Dan ujungnya
adalah ketidakpercayaan kepada lembaga sekolah. Sekolah harus mentransformasi

dirinya ke arah yang lebih baik jika tidak maka ungkapan “school is dead” seperti
yang dikumandangkan Neil Postman akan jadi kenyataan.
Menurut sebuah penelitian yang di lakukan di negara Jerman tepatnya di
kota Dortmund Utara, terdapat sebuah sekolah dasar yang terletak tengah-tengah
bangunan industry yang tinggi dan hunia yang berisikan 1000 orang dari 30
negara yang berbeda. Perbedaan Bahasa, kebudayaan, pengangguran serta
kemiskinan menjadi pemandangan yang biasa di keseharian mereka. Gisela
Schultebraucks-Burgkart, yang telah menjadi kepala sekolah tersebut sejak tahun
1994 mengatakan, "Murid-murid kami hanya punya satu peluang, yaitu
pendidikan."
Pada tahun 1994, kepala sekolah usia 61 tahun tersebut menerapkan
sebuah ide yang dianggap bisa memperbaiki hal tersebut untuk membantu siswa
secara individual dan kerjasama dengan orangtua. Sebab di Jerman, peran
orangtua sangat menentukan dalam keberhasilan pendidikan sekolah anak. Hal ini
telah membuat kegagalan banyak anak imigran dan anak dari keluarga yang
secara sosial terabaikan.
"Kami butuh perubahan radikal dalam sistem sekolah kami," ujar Margret
Rasfeld, direktur Pusat Sekolah Evangelis Berlin. Karena perubahan itu tidak
datang "dari atas," artinya dari yang berwenang. Rasfeld dan seorang periset ilmu
otak, Gerald Hüther serta sejumlah pakar pendidikan lainnya membentuk sebuah
inisiatif yang disebut "Kebangkitan Pendidikan". Hüther menegaskan "Sekolah
pada abad ke-21 ini mengemban tugas yang berbeda daripada zaman
sebelumnya.”

Ali Döhler, seorang pelatih, mengatakan, "Sekolah-sekolah mendapat
tekanan besar untuk meningkatkan prestasi siswa. Namun di sisi lain, tidak semua
siswa menghasilkan prestasi yang sama." Jadi metode klasik belajar dan mengajar
kewalahan menghadapi tuntutan ini. Bagi Döhler yang menentukan adalah
membangun hubungan individu dengan masing-masing siswa. Untuk itu
dibutuhkan perubahan struktur. Misalnya, kelas sebisanya dibagi dua. Ia juga
menyarankan untuk tidak lagi mengajar secara frontal, tetapi siswa diberikan
kemungkinan untuk menentukan, bagaimana mereka menggarap tema pelajaran.
Pengajar mengawasi proses pembelajaran ini sebagai "tutor". Menurut Döhler,
reformasi ini memerlukan lima sampai enam tahun. Sedangkan reformasi "dari
bawah" butuh lebih lama lagi. Namun ia yakin, upaya ini akan berhasil karena
memang sudah waktunya.
D. KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP.
Keberagaman budaya, agama, ras, suku bahasa dan lain-lain sering
menjadi pemicu konflik dalam kehidupan di Indonesia. Strategi yang dapat
diambil adalah mengoptimalkan peranan sekolah sebagai tangan-tangan
peradaban masa depan yang mempersiapkan sumber daya manusia yang bukan
saja memiliki pengetahuan yang banyak tetapi juga memiliki excellent
personallity

(kepribadian yang unggul). Sekolah yang mampu menghargai

keberagaman agama, suku, ras, bangsa yang dijadikan sebagai pondasi dalam
membangun kultur sekolah adalah sekolah yang sangat menjadi impian saat ini.
Tetapi secara umum sekolah-sekolah yang ada di Indonesia tidak begitu
memperhatikan keberagaman.

Yakinlah bahwa anak didik kita adalah seseorang yang nantinya akan
membentuk masa depan, kita tidak bisa memprediksi minggu depan akan terjadi
apa, bulan depan akan muncul hal baru apa, atau tahun depan lahir teknologi apa.
Akan tetapi satu hal yang kita bisa lakukan selaku pendidik adalah memberikan
kesempatan bagi anak didik kita untuk melangkah kedepan dengan membawa
cita-cita membangun masa depan yang lebih baik, oleh karena itu bantu mereka,
fasilitasi mereka, beri mereka ruang untuk tumbuh serta bergerak, dan siapkan
tangan kita yang terbuka lebar dibelakang mereka agar mereka tidak takut untuk
berlari kedepan dan kita siap membantu mereka untuk bangun ketika mereka
jatuh.
Sekali lagi ini merupakan harapan penulis yang dituangkan dengan
berbagai sumber referensi sehingga sekolah masa depan yang penulis harapankan
bisa tergambarkan dengan baik di dalam tulisan ini. Sekolah ku, Sekolah Taman
Harapan diharapkan dapat serta mampu menghantarkan cita-cita dari tiap peserta
didiknya dan mewujudkannya.

BIODATA PENULIS
1. NAMA

: DWI INDRA CAHYA, S.Pd.

2. TEMPAT LAHIR

: PROBOLINGGO

3. TANGGAL LAHIR : 11 JANUARI 1986
4. AGAMA

: ISLAM

5. ALAMAT

: JL. CENDRAWASIH XVIII BLOK F/310
PERUM. PEJUANG JAYA – BEKASI BARAT
17131

6. PENDIDIKAN TERAKHIR : S1 UNIV ISLAM AS-SYAFI’IYAH

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22