sejarah pemikiran pendidikat Al Ghazali. (1)

BIODATA

NAMA

: ADINDA SARAYAR

ALAMAT

: BOLTIM (BOLAANG MONGONDOW TIMUR)

FAKULTAS : TARBIYAH
JURUSAN

: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

NIM

: 15.2.3.077

Pemikiran Pendidikan Menurut
Al-Ghazali


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Ghazali adalah salah satu ulama terkenal di dunia Islam. Imam al-Ghazali adalah ulama
yang banyak mengarang banyak buku dan kitab, seperti kitab ihya ulum al din ayyuha al walad
dan berbagai kitab lainya. Al-ghazali terkenal sebagai ahli tasawuf di dunia Islam, dia adalah ahli
kalam, ahli fikih, dan yang banyak di bicarakan.Imam al-Ghazali juga adalah sebagai pendidik,
dilihat dari salah satu karangannya yaitu kitab ayyuhal walad yang menjelaskan bagaimana
seorang anak beretika ketika mencari dan mendapatkan ilmu. Kitab ini dikupas dari berbagai sisi,
seperti psikologis, akhlak, tingkah laku dan lainnya.Al-Ghazali adalah sosok pengembara
intelektual dan hampir seluruh hidupnya beliau curahkan dalam pengembaraan intelektual.
Selama ini kita hanya mengenal al-Ghazali dengan ilmuan yang mengemukakan ilmu-ilmu
filsafat, namun ternyata Imam al-Ghazali juga adalah seorang pemikir yang mempunyai pemikiran
yang sangat luas yaitu pemikiran mengenai pendidikan, yang meliputi banyak hal yaitu mengenai
tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, kurikulum, metode mengajar dan media yang
digunakan didalam proses belajar mengajar serta arti dari pendidikan itu sendiri. Maka dari itu,
penulis akan mencoba menguraikan beberapa pemikiran mengenai pendidikan dari al-Ghazali
yang dari dulu sampai sekarang masih menjadi rujukan yang dipakai didalam pendidikan Islam itu

sendiri. Selain penulis menguraikan pemikiran pendidikan Islam dalam pandangan al-Ghazali,
penulis juga akan menguraikan tentang biografinya beserta karya-karyanya yang masih harum dan
menjadi rujukan ilmu sampai pada sekarang ini.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka penulis dapat menguraikan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaiman biografi Imam Al-Ghazali?
2. Bagaimana corak pemikiran pendidikan menurut Al-Ghazali?
3. Bagaiman pemikiran pendidikan Islam menurut Al-Ghazali?
4. Apa sajakah prestasi/karya dari Al-Ghazali?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Al-Ghazali
Abu Hamid Bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali (lebih dikenal dengan sebutan AlGhazali, lahir di Thus (wilayah khurasan) pada tahun 450 H/1058 M.250
Kata Al-Ghazali kadang-kadang diucapkan dengan al-ghazzali.Kata ini berasal dari
ghazzal yang berarti tukang pintal benang.Nama kampung kelahiran al-ghazali.Al-ghazali lahir
tiga tahun setelah kaum saljuk mengambil alih kekuasan di Baghdad.
Al-Gahazali memiliki keahlian berbagai displin ilmu, baik sebagai filsuf, Sufi, maupun

pendidik.Ia menyusun beberapa kitab dalam rangka menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama
(ihya ulum al-din). Pada dasarnya, buku-buku yang dikarangkan, merupakan upayanya untuk
membersihkan hati umat islam dari kesesatan, sekaligus pembelaan terhadap serangan-serangan
pihak luar, baik islam maupun barat (orientalis). Karena jasanya dalam mengomentari dan
melakukan pembelaan terhadap berbagai serangan-serangan yang demikian, maka ia diberi gelar
Hujjat al-Islam.
Sejak kecil, Al-Ghazali dikenal sebagai anak yang senang menuntut ilmu
pengetahuan.Karenanya, tidak heran sejak masa kanak-kanak, ia telah belajar dengan sejumlah
guru dikota kelahirannya. Diantara guru-gurunya pada waktu itu adalah Ahmad ibn Al-razikani.
Selain itu, ia tidak segan-segan belajar dengan guru-gurudidaerah lain yang jauh dari kampong
halamannya. Untuk memenuhi kebutuhan intelektualnya ia kemudian hijrah ke naisabur dan
belajar dengan imam Al-Juwaini
Dengan kecerdasan dan kemauan yang luar biasa, Al-Juwaini kemudian memberinya gelar
Bahrum Muqriq (Laut yang menenggelamkan).Al-Ghazali kemudian meninggalkan Naisabur
setelah Imam Al-Juwaini meninggal dunia tahun 478 H/1085 M. Dari Naisabur, Al-Ghazali
menuju Baghdad dan menjadi Guru Besar Nizhamiyan yang didirikan perdana menteri Nizham
Al-Mulk. Ditengah-tengah kesibukan dimadrasah Nizhamiyah, ternyata ia tidak melupakan dunia
jurnalistik. Kreativitasnya didunia jurnalistik dibuktikannya dengan sejumlah, seperti al-Basith,

Al-Wajiz, Al-Munqil Fi’ ilm al-jadal, ma-‘khaz, al-khalaf, Lubab al-Nadzar, Khulashah, ‘ilm alfiqh, Tahsin alMa’akhidz, dan Mamadi’ wa al-Ghayat fi Fan al-Khalaf.1

Perkembanga intelektualitas al-Ghazali sebenarnya telah mulai kelihatan sejak ia sebagai
orang pelajar. Pada waktu itu, ia selalu menunjukkan sikap keraguannya terhadap apa-apa yang
dipelajarinya. Hal tersebut terus berlanjut hingga ia belajar di Baghdad. Setelah mengajar
diberbagai tempat seperti Baghdad, Syam, dan Naisaburi, akhirnya ia kembali ke kota
kelahirannya, Thus pada tahun 1105 M. Di sini, ia kemudian mendirikan sebuah madrasah dan
mengabdikan dirinya sebagai pendidik hingga ia wafat pada tahun 1111 M.2
Di antara pemikirannya tentang pendidikan Islam dapat dilihat dari tiga buku karangannya,
yaitu Fatihat al-Kitab, Ayyuba al-Walad dan Ihya ‘Ulum al-Din. Dari karangan-karangannya ini
terlihat jelas bahwa al-ghazali merupakan sosok ulama yang menaruh perhatian terhadap proses
transinternalisasi ilmu dan pelaksaan pendidikan.Menurut Al-Ghazali transinternalisasi ilmu dan
proses pendidikan merupakan sarana utama untuk menyiarkan ajaran islam, memelihara jiwa, dan
taqqarub ilallah. Oleh karena itu, pendidikan merupakan ibadah dan upaya peningkatan kualitas
diri.Pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat.3
Secara sistematis, pemikirannya mempunyai corak tersendiri.Ia secara jelas dan tuntas
mengungkapkan pendidikan sebagai suatu system yang terdiri dari beberapa komponen. Totalitas
pandangannya meliputi hakikat tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, materi, dan metode
pendidikan.
Pemikiran tentang tujuan pendidikan islam dapat diklasifikasikan kepada 3 yaitu:
1. Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu sendiri

sebagai wujud kepada Allah;
2. Tujauan utama pendidikan islam adalah pembentukan akhlak al-karimah;

1Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam; Konsep dan perkembangan, (Jakarta ; Rajawali
Pers, 1996), h. 139
2Muchtar buchori, ilmu pendidikan dan Praktek Pendidikan dalam Renungan,(Yogyakarta:Tiara Wacana
Yogya dan IKIP Muhammadiyah Press,1994),h. 13

3. Tujuan pendidikan Islam adalah mengantarkan peserta didik mencapai kebahagiaan dunia
akhirat.4 Dengan ketiga tujuan ini diharapkan pendidikan yang diprogramkan akan mampu
mengantarkan peserta didik pada kedekatan diri kepada Allah.

Menurutnya pendidik adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan,
menyempurnakan, dan mensucikan hati sehingga menjadi dekat dengan khaliqnya.5Tugas ini
didasarkan pada pandangan bahwa manusia merupakan makhluk yang mulia.Kesempurnaan
manusia terletak pada kesucian hatinya. Untuk itu, pendidik dalam perspektif Islam melaksanakan
proses pendidikan hendaknya diarahkan pada aspek tazkiyah an-nafs.
Adapun mengenai materi pendidikan al-ghazali berpendapat bahwa Al-Qur’an beserta
kandungannya adalah merupakan ilmu pengetahuan. Isinya sangat bermanfaat bagi kehidupan
membersihkan jiwa, memperindah akhlak, dan mendekatkan diri kepada Allah.6 Dalam hal ini alghazali membagi ilmu pada dua macam, yaitu: pertama, ‘ilmu syari’yah; kedua, ‘ilmu gairu

syari’yah. Sementara dilihat dari sifatnya, ilmu pengetahuan terbagi kepada dua, yaitu: ilmu yang
terpuji atau mahmudah dan ilmu tercela atau (mazmumah). Menurut al-ghazali, ilmu pengetahuan
yang terpuji wajib dicari dan dipelajari.Sementara ilmu pengetahuan yang tercela wajib dihindari
oleh peserta didik.

B. Pemikiran Pendidikan Al-Ghazali
1. Peranan pendidikan
Al-Ghazali termasuk ke dalam kelompok sufistik yang banyak menaruh perhatian yang
besar terhadap pendidikan, karena pendidikanlah yaqng banyak menentukan corak kehidupan
suatu bangsa dan pemikirannya. Demikian hasil pengamatan Ahmad Fuat Al-Ahwani terhadap
pemikiran pendidikan Al-Ghazali.

2. Tujuan Pendidikan

4 Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam; Konsep dan perkembangan, (Jakarta ; Rajawali
Pers, 1996), h. 149
5 Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, h. 150
6Tim nasional reformasi,menuju masyarakat madani,(Jakarta:Sekretariat tim madani, 1999), h. 119

Tujuan pendidikan adalah


untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,bukan untuk

mencari kedudukan,kemegahan dan kegagahan atau mendapatkan kedudukan.Karena jika tujuan
pendidikan di arahkan bukan pada pendekataan diri pada Allah,akan tetapi menimbulkan
kedengkian,kebencian,dan permusuhan.
3. Tingkah laku menurut Al-Ghazali
Ahli psikologi membedahkan dua macam tingka laku yaitu
a. Tingkah laku intelektual yang tinggi
b. Tingkah laku mekanistis atau refleksif
Sebagai gambaran kecintaannya akan ilmu pengetahuan, dikisahkan pada suatu hari dalam
perjalanan pulangnya ke Thus, beliau dan teman-temannya dihadang oleh sekawanan pembegal
yang kemudian merampas harta dan kebutuhan yang mereka bawa. Para pembegal merebut tas alGhazali yang berisi buku-buku yang ia senangi, kemudian ia meminta dengan penuh iba pada
kawanan pembegal itu agar sudi kiranya mengembalikan tasnya, karena beliau ingin mendapatkan
berbagai macam ilmu pengetahuan yang terkandung didalamnya. Kawanan itupun merasa iba dan
kasihan padanya sehingga mengembalikan tas itu. Dan setelah peristiwa itu, ia menjadi semakin
rajin mempelajari dan memahami kandungan kitab-kitabnya dan berusaha mengamalkannya.
Bahkan beliau selalu menyimpan kitab-kitab itu disuatu tempat khusus yang aman.7
Setelah belajar di Thus, ia lalu melanjutkan belajar di Naysabur, tempat dimana ia menjadi
murid Al-Juwaini Imam Al-Haramain8 hingga gurunya itu wafat.

Dari beliau, dia belajar Ilmu Kalam, Ushul Fiqh dan Ilmu Pengetahuan Agama lainnya.
Pada periode ini, ia berusaha dengan sungguh-sungguh sehingga dapat menamatkan pelajarannya
dengan singkat. Gurunya membanggakan dan mempercayakan kedudukannya padanya. Ia
membimbing murid-murid mewakili gurunya sambil menulis buku. Dengan kecerdasan dan
kemauan belajarnya yang luar biasa serta kemampuannya dalam mendebat segala sesuatu yang
tidak sesuai dengan penalaran yang jernih, Al-Juwaini kemudian memberikan predikat bahrun
mughriq (laut yang dalam dan menenggelamkan).9

7Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2000), h. 82
8Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, h. 83
9 M. Amin Abdullah, Antara Al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam (Bandung: Mizan, 2002), h. 28

Dari Naysabur, pada tahun 478 H/1085 M, al-Ghazali kemudian menuju Mu’askar untuk
bertemu dengan Nidzam al-Mulk, yang merupakan perdana menteri Sultan Bani Saljuk. Dengan
semakin mencuatnya Nama al-Ghazali, Nidzam al-Mulk kemudian memerintahkannya pergi ke
Bagdad untuk mengajar di Al-Madrasah An-Nidzamiyyah, dimana semua orang mengagumi
pandangan-pandangannya yang pada akhirnya ia menjadi Imam bagi penduduk Irak setelah
sebelumnya menjadi Imam di Khurasan. Namun, ditengah ketenarannya sebagai seorang ulama,
disisi lain pada saat ini ia mengalami fase skeptisisme yang membuat keadaannya terbalik. Ia

kemudian meninggalkan Bagdad dengan segala kedudukan dan fasilitas kemewahan yang
diberikan padanya untuk menyibukkan dirinya dengan ketakwaan.10
Perjalanannya kemudian berlanjut menuju Damaskus dimana ia banyak menghabiskan
waktunya untuk berkhalwah, beribadah dan beri’tikaf. Dari sini ia kemudian menuju Mekkah alMukarramah untuk menunaikan ibadah haji. Setelah itu, ia kemudian kembali ke Naysabur atas
desakan Fakhrul Mulk, anak Nidzam Al-Mulk untuk kembali mengajar. Hanya saja, ia menjadi
guru besar dalam bidang studi lain, tidak seperti dahulu lagi. Selama periode mengajarnya yang
kedua ini, ia juga menjadi Imam ahli agama dan tasawuf serta penasehat spesialis dalam bidang
agama.11
Setelah mengajar diberbagai tempat seperti Bagdad, Syam dan Naysaburi, Pada tahun 500
H/1107 M, al-Ghazali kemudian kembali kekampung halamannya, banyak bertafakkur,
menanamkan ketakutan dalam kalbu sambil mengisi waktunya dengan mengajar pada madrasah
yang ia dirikan disebelah rumahnya untuk para penuntut ilmu dan tempat khalwat bagi para sufi.
Dan pada hari senin, 14 jumadal akhirah 505 H/18 desember 1111 M, Imam al-Ghazali berpulang
ke rahmatullah ditanah kelahirannya, Thus dalam usia 55 tahun.12
Bertolak dari perjalanan hidupnya, lebih dari 70 karya al-Ghazali meliputi berbabagai ilmu
pengetahuan, beberapa diantaranya yang termasyur yaitu:
1. Ihya ulum al-din, kutabnya yang sangat penting dan mashur mengenai ilmu kalam,
tasawuf, dan akhlak.

10 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis (Jakarta: Ciputat Pers,

2002), h. 87
11 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, h 87
12 Simuh, Sufisme Jawa (Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa), cet 5, (Yogyakarta: Bintang Budaya,
2002), h. 80

2. Ayyuhal Walad, sebuah buku tentang akhlak. Yang terpenting dalam buku ini yaitu
gambaran tentang pemikirannya, riwayat studinya serta kedudukan yang dicapai
diantara filosof-filosof Islam dan pengaruhnya terhadap filsafat pada zamannya.
3. Fatihatul ulum, kitab ini menerangkan tentang signifikan ilmu pengetahuan dalam
konteks taqarrub kepada Allah swt. Di samping itu dia juga menjelaskan tentang arti
penting kedudukan keikhlasan diantara ilmu dan amal.

C. Pemikiran Pendidikan Islam menurut Al-Gazhali
1. Pendidikan Islam
Adapun pemikiran pendidikan Al-Ghazali termuat dalam tiga karyanya, yaitu Fatihat alKitab, Ayyuha al-Walad dan Ihya Ulum al-Din.Menurut pendapat Imam Ghazali, pendidikan yang
baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan untuk mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akhirat serta menghilangkan akhlak yang buruk dan menanamkan akhlak yang baik.13

Al-Ghazali termasuk kedalam kelompok sufistik yang banyak menaruh perhatian yang
besar terhadap pendidikan, karena pendidikanlah yang banyak menentukan corak kehidupan suatu

bangsa dan pemikirannya.Dalam masalah pendidikan, Al-Ghazali lebih cenderung berfaham
empirisme. Hal ini disebabkan karena ia sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak
didik. Menurutnya seorang anak tergantung kepada orang tua yang mendidiknya.Hati seorang anak
itu bersih, murni laksana permata yang berharga, sederhana dan bersih dari gambaran apapun.14

Al-Ghazali merupakan sosok ulama yang menaruh perhatian terhadap proses internalisasi
ilmu dan pelaksana pendidikan. Menurutnya, untuk menyiarkan agama Islam, memelihara jiwa
dan taqarrub kepada Allah.Oleh karena itu pendidikan merupakan ibadah dan upaya peningkatan
kualitas diri.Pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri Allah dan
mendapatkan kebahagian dunia-akhirat.

13 Busyari Madjidi, Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, (Yogyakarta: Al-Amin Press, 1997), h. 80
14Busyari Madjidi, Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, h. 81

Salah satu keistimewaan Al-Ghazali adalah penelitian, pembahasan dan pemikirannya
yang sangat luas dan mendalam dalam masalah pendidikan. Selain itu, ia juga mempunyai
pemikiran dan pandangan yang luas mengenai aspek-aspek pendidikan, dalam arti bukan
memperhatikan aspek akhlak semata-mata seperti yang di tuduhkan oleh sebagian sarjana dan
ilmuwan tetapi juga memperhatikan aspek-aspek lain. Pada hakikatnya usaha pendidikan di mata
Al-Ghazali adalah mementingkan semua hal tersebut dan mewujudkannya secara utuh dan terpadu
karena konsep pendidikan yang di kembangkan Al-Ghazali berprinsip pada pendidikan manusia
seutuhnya.15

2. Tujuan Pendidikan
Rumusan tujuan pendidikan pada hakikatnya merupakan rumusan filsafat atau pemikiran
yang mendalam tentang pendidikan. Menurut Al-Ghazali tujuan pendidikan adalah untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk mencari kedudukan, kemegahan dan
kegagahan atau kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan
bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian dan
permusuhan. Selain itu rumusan tersebut mencerminkan sikap zuhud al-Ghazali terhadap dunia,
merasa qana’ah (merasa cukup dengan yanng ada), dan banyak memikirkan kehidupan akhirat
daripada kehidupan dunia.16

Selanjutnya pemikiran tentang tujuan pendidikan Islam menurut Al-Ghazali dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk
ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai wujud ibadah kepada Allah, Tujuan utama pendidikan Islam
adalah pembentukan akhlakul al-karimah, Tujuan pendidikan Islam adalah mengantarkan peserta
didik mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan ketiga tujuan ini di harapkan pendidikan
yang diprogramkan akan mampu mengantarkan peserta didik pada kedekatan diri kepada Allah.

15 Abuddin Nata,Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam, h. 85
16 Fathiyah Hasan Sulaiman, Alam Pikiran al-Gazhali Mengenai Pendidikan dan Ilmu, (Bandung: C.V
Diponegoro, 1986), h. 30

3. Kurikulum
Pemikiran pendidikan yang dilontarkannya dalam berbagai kitabnya, bukan sekedar
pemikiran ringan dan biasa, tetapi sarat dengan makna dan nilai dengan dasar-dasar pemikiran
yang matang dan ditopang oleh realitas yang teruji oleh pengalaman hidupnya .Pemikiran alGhazali dalam bidang kurikulum pendidikan Islam merupakan salah satu konsep yang sangat besar
di masanya. Pemikiran kurikulumnya bukan sekedar pemikiran lepas tanpa dasar, tetapi benarbenar ditopang oleh dasar yang dipertimbangkan dan dipikirkannya secara matang serta diuji oleh
pengalaman.Ada tiga dasar pokok yang mendasari konsep kurikulum al-Ghazali tersebut, yaitu
dasar filosofis, psikologis dan sosiologis.17
Oleh karena itulah, pendidikan diperlukan untuk membantu manusia mencapai
kesempurnaannya dan dapat meraih kebahagiaannya yang hakiki.Beranjak dari pandangan itu,
maka al-Ghazali memandang, bahwa hakekat pendidikan adalah merupakan upaya untuk
membimbing seseorang untuk dapat dekat kepada Allah dan mendapatkan kebahagiaan dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat. Untuk dapat menuju kepada tujuan yang diinginkan, dalam
upaya pendidikan diperlukan ilmu pengetahuan.
Kebahagiaan yang dimaksudkan oleh al-Ghazali ialah kebahagiaan yang dirasakan karena
dapat dekat dengan hakikat asalnya, yaitu Allah Yang Maha Pencipta. Kebahagiaan, menurutnya
dapat dicapai di dunia, tetapi kebahagiaan yang sebenarnya atau hakiki ialah kebahagiaan yang
akan didapat di akhirat kelak. Kebahagiaan di dunia hanya bersifat sementara dan merupakan
sarana untuk mendapatkan kebahagiaan di akhirat.Di dunia seseorang dapat merasakan
kebahagiaan dan perlu mendapatkan kebahagiaan.Tanpa ilmu pengetahuan, kebahagiaan baik di
dunia maupun di akhirat tidak mungkin dicapai tidak mungkin dicapai dengan baik.Ilmu
pengetahuan yang dimaksud, ialah ilmu pengetahuan yang dacari karena Allah.Dalam faktor
psikologis, setidakanya ada dua aspek yang dapat dilihat, yang menjadi dasar bagi al-Ghazali
dalam mengembangkan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Dalam
psikologi perkembangan, al-Ghazali memandang bahwa anak sebagai seoorang manusia yang
dilahirkan dari bentuk yang belum sempurna, baik dari aspek al-nafs maupun al-jism, yang
selanjutnya akan dapat berkembang menuju kepada kesempurnaan. Perkembangan tersebut
17 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: (seri kajian filsafat), h. 88

berjalan sejalan dengan berfungsinya fungsi-fungsi dari daya tersebut.Pada tingkat tertentu
seseorang dapat menyerap ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkat kemampuan dan keberfungsian
daya tersebut. Akan tetapi, di samping itu al-Ghazali juga memandang bahwa seitiap orang
memiliki batas kemampuan berkembang dan karenanya setiap orang tidak memiliki kapasitas daya
dan kemapuan yang sama.18
Dalam psikologi belajar, al-Ghazali memandang bahwa dalam belajar seseorang
menggunakan daya-daya jiwa (junud al-qalb). Dengan perantaraan fungsi daya-daya jiwa tersebut
itulah seseorang dapat belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang
didapat sesuai dengan tingkat kapasitas dan keberfungsian daya-daya tersebut. Menurut alGhazali, pada dasarnya ada empat cara belajar yang dilakukan, yaitu melalui kemampuan indera
yang menghasilkan pengetahuan inderawi, melalui peniruan yang melahirkan pengetahuan taqlid,
melalui proses berfikir rasional yang menjasilkan `aqliyyah dan melalui zauq yang menghasilkan
ilmu pengetahuan mukasyafah. Konsep kurikulum yang dikembangkan oleh al-Ghazali tampaknya
sangat dipengaruhi oleh faktor sosiologis. Sebagaimana dituturkannya dalam Munqiz min al-Dalal
bahwa pandangannya tentang kehidupan dan perkembangan pemikiran masyarakat Islam pada saat
itu adalah merupakan faktor yang sangat dominan dalam menentukan langkah pemikiran dan
kiprahnya dalam pendidikan.19
Al-Ghazali memandang bahwa masyarakat Islam pada masanya telah berada dalam bahaya
yang besar yaitu jatuh kepada kekeliruan pemahaman dan pengamalan ajaran agama. Kekeliruan
masyarakat Islam itu perlu diselamatkan dengan kembali kepada dasar aslinya, yaitu Al-qur`an
dan Hadis Nabi. Berkaitan dengan inilah, al-Ghazali memandang, bahwa ilmu yang perlu
dikembangkan dalam masyarakat ialah ilmu syar`iyyah dan ilmu gair syar`iyyah yang tidak
bertentang dengan prinsip-prinsip dasar Al-qur`an dan Hadis Nabi dan menghindari ilmu-ilmu
yang dinilai tercela dan membawa kepada kekufuran.
Berdasarkan dasar pemikiran tersebut al-Ghazali mengembangkan gagasannya tentang
kurikulum pendidikan Islam. Kurikulum menurut al-Ghazali tidak lain adalah sejumlah ilmu

18 Rosihon dan Mukhtar Sholihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung, CV Pustaka Setia, 2004), h. 113
19 Hamid Fahmi Zarkazy, Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Kuala Lumpur: Harian Sdn. Berhad,
1980), h. 65

pengetahuan yang yang harus dipelajari oleh seseorang sepanjang proses pendidikannya. Gagasan
penting yang dikemukakan oleh al-Ghazali adalah sebagai berikut:
1.

Menjadikan kedekatan diri kepada Allah dan kebahagiaan dunia dan akhirat sebagai tujuan,
dengan menetapkan kebahagiaan akhirat sebagai tujuan akhir dan hakiki;

2. Tujuan akhir berupa kebahagiaan akhirat dapat dicapai_dengan dimilikinya kebahagiaan di
dunia berupa kesempurnaan al-nafs, kesempurnaan al-jism, kesempurnaan kebutuhan
kemanusiaan dan kesempurnaan taufiq, dengan kata lain kebahagiaan di dunia hanyalah
merupakan alat dan pelengkap bagi terwujudnya kebahagiaan akhirat;
3. Tujuan hanya bisa dicapai dengan ilmu dan amal yang didalamnya mengandung tiga domain,
yaitu domain afektif, kognitif dan psikomotor;
4.

Ilmu yang dijadikan sebagai materi kurikulum harus meliputi ilmu keduniaan (gair alsyar`iyyah) dan keahkiratan (syar`iyyah) yang terpuji, baik dalam bentuki ilmu fard `ain,
fardkifayah dan mubah;

5. Materi kurikulum harus dipandang sebagai ilmu yang utuh, dengan menjadikan ilmu
syar`iyyah fard `ain sebagai titik sentral dan ukuran bagi pengembangan bidang ilmu lainnya;
6. Secara vertikal ilmu tidak diklasifikasikan berdasarkan tangkat lembaga pendidikan, tetapi
dilihat berdasarkan tingkat ilmu itu sendiri secara alamiah berdasar tuntutan kewajiban pribadi
Muslim sebagai hamba Allah.
7. Dalam sistem pelaksanaan dianjurkan agar dalam pelaksanaan kurikulum diberikan secara
berkesinambungan sesuai dengan tingkat ilmu itu sendiri berdasarkan tingkat beban kewajiban
agama dan bertahap berdasarkan kemampuan peserta didik serta berdasarkan pertimbangan
kebutuhan masyarakat. Selain itu ilmu yang ingin ditekuni oleh peserta didik dapat dipilih
dengan memberikan kebebasan berdasarkan sepenuhnya pada peserta didik.
Kurikulum juga merupakan seperangkat rencana dan pemgaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar
disuatu lembaga pendidikan. Dalam kaitannya dengan rencana dan isi, al-Gazhali tidak
mengutarakan secara jelas berkenaan dengan sistem jenjang tertentu.Tetapi dia membagi
kurikulum dalam dua peringkat menengah dan tinggi.20
1. Peringkat Dasar
20 Hamid Fahmi Zarkazy, Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan, h. 70

Kurikulum peringkat dasar ini meletakkanpengajian al-Qur’an sebagai asasnya. Secara
terperinci, mata pelajaran yang seharusnya diajarkan meliputi:
a. Belajar mengenal huruf dan membaca
b. Belajar membaca al-Qur’an
c. Menulis beberapa ayat setiap hari dan menghafalnya
d. Mempelajari hadits Rasulullah
e. Mempelajari kata-kata, ucapan dan cerita-cerita Nabi dan cerita-cerita yang berkaitan
dengan keagungan Islam yang menekankan aspek akhlak, kemasyarakatan dan kejiwaan.
Tujuan dari materi penyusunan kurikulum untuk peringkat dasar ini adalah untuk
melahirkan rasa cinta terhadap kemuliaan didalam pikiran kanak-kanak, untuk menanamkan dihati
mereka dengan kepribadian yang murni, mulia akhlak yang baik, keperwiraan, kejujuran, keadilan,
persaudaraan dan perasaan persamaan.21
2. Peringkat Menengah dan Tinggi
Dalam peringkat menengah dan tinggi ini, kurikulum yang digunakan lebih menekankan
pada pencapaian suatu mata pelajaran tertentu secara tuntas, bukan kelulusannya.Materi pelajaran
yang diajarkan pada peringkat ini meliputi mata pelajaran wajib (fardhu ‘ain) dan mata pelajaran
pilihan (fardhu kifayah).
a) Mata pelajaran Wajib (fardu ‘ain)
Pembagian mata pelajaran yang dilakukan Al-Gazhali tersebut selaras dengan pembagian
ilmu yang diperkenalkannya dengan dilakukan sedikit tambahan dan penyesuaian. Al-Gazhali
berpendapat bahwa tidak semestinya semua ilmu dimasukkan ke dalam kurikulum walaupun pada
dasarnya tidak merupakan suatu kesalahan sekitarnya ilmu-ilmu tersebut tidak dimasukkan. Dalam
kaitannya dengan ilmu yang bersifat mata pelajaran wajib, al-Gazhali membaginya dalam dua
bagian yaitu ilmu ‘amali agama dan ilmu wahyu.
Dalam hubungannya dengan tujuan proses belajar mengajar di kelas, al-Gazhali lebih
mengutamakan pengajaran ilmu ‘amali dari pada ilmu wahyu karena ilmu tersebut sangat penting

21 Fathiyah Hasan Sulaiman, Alam Pikiran al-Gazhali Mengenai Pendidikan dan Ilmu, h. 44

bagi pelajar dalam peringkat menengah atau yang sudah baligh. Sebab ilmu ini lebih menekankan
pada aspek menuneikan tuntutan-tuntutan agama yang wajib. Al-Gazhali berkeyakinan bahwa
tanpa pemahaman terhadap ilmu-ilmu ini para pelajar tidak akan memahami Islam. Karenanya
ilmu tersebut perlu diajarkan pada peringkat menengah. Sedangkan usia yang dimasukkan dalam
kategori ini adalah sekitar umur 15 sampai 17 tahun.22
b) Mata Pelajaran Fardhu Kifayah
Al-Gazhali membagi fardhu kifayah kedalam dua jenis mata pelajaran, yaitu ilmu
syar’iyyah, dan ilmu keduniaan. Ilmu syar’iyyah yaitu ilmu-ilmu yang diperoleh dari Nabi, bukan
ilmu-ilmu yang datang dari hasil kajian observasi eksperimen. Sedangkan ilmu keduniaan terbagi
menjadi tiga hal, yatu: ilmu Mahmud, ilmu madhmun, dan ilmu mubah. Untuk proses belajar
mengajar di dalam kelas adalah ilmu-ilmu yang bersifat Mahmud dan mubah saja.ilmu yang
bersifat Mahmud terkandung dalam mata pelajaran sebagai berikut:
1) Mata pelajaran yang berkaitan dengan ilmu perobatan
2) Mata pelajaran yang berkaitan dengan ilmu hisab
3) Mata pelajaran yang berkaitan dengan pertanian
4) Mata pelajaran yang berkaitan dengan politik
5) Mata pelajaran yang berkaitan dengan tenunan dan jahitan
6) Mata pelajaran yang berkaitan dengan undang-undang. Yakni undang-undang dunia
yang digunakan untuk menuju kejalan akhirat.
Sedangkan ilmu-ilmu yang bersifat mubah meliputi kumpulan falsafah. Yang tergolong
dalam ilmu-ilmu tersebut antara lain: ilmu logika, ilmu ketuhanan, dan ilmu fisika.
Adapun ilmu yang termasuk tidak berguna adalah ilmu sihir, talismatik, silap mata, nujum,
dan sejenisnya.Ilmu tersebut tidak wajar dimasukkan ke dalam kurikulum. Disamping itu alGazhali tidak membenarkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ukiran patung, lukisan, dan kesenian
yang lain yang disebut dalam teknologi modern sebagai fine arts dimasukkan kedalam kurikulum
karena ilmu ini melahirkan perasaan kurang sehat, menggalakkan kegairahan kepada kebendaan

22 ZakiahDrajat, Peran Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung1996), h. 39

serta tidak bernilai dari segi moral, keruhanian dan juga tidak membanyu untuk merealisasikan
eksisitensi manusia dan juga Allah swt.23
4. Pendidik
Pekerjaan mengajar dalam pandangan al-Ghazali adalah pekerjaan yang paling mulia
sekaligus sebagai tugas yang paling agung. Seperti dikemukakannya: "Makhluk yang paling mulia
di muka bumi adalah manusia, dan bagian tubuh yang paling berharga adalah hatinya. Adapun
guru adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan serta
menyucikan hati, hingga hati itu menjadi dekat kepada Allah SWT. Oleh karena itu, mengajarkan
ilmu pengetahuan dapat dilihat dari dua sudut pandang, pertama ia mengajarkan ilmu pengetahuan
sebagai bentuk ibadah kepada Allah, dan kedua menunaikan tugasnya sebagai khalifah Allah di
muka bumi. Dikatakan khalifah Allah karena Allah telah membukakan hati seorang 'alim dengan
ilmu yang dengan itu pula seorang 'alim menampilkan identitasnya.Syarat pokok seorang guru,
bagi Al Ghazali adalah berilmu, tetapi tidak semua yang berilmu pantas menjadi guru. Tetapi ia
harus memenuhi kriteria-kriteria yang sangat ketat.24
Menurut Al Ghazali, kode etik atau tugas profesi yang harus dipatuhi oleh guru (pendidik)
meliputi delapan hal:
a. Menyayangi para peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti perlakuan dan
kasih sayang guru kepada anaknya sendiri.
b. Guru bersedia sungguh-sungguh mengikuti tuntunan Rasulullah SAW. Sehingga ia tidak
mengajar untuk mencari upah atau untuk mendapatkan penghargaan dan tanda jaasa.
c. Guru tidak boleh mengabaikan tugas memberi nasihat kepada para peserta didiknya.
d. Termasuk ke dalam profesionalisme guru, adalah mencegah peserta didik jatuh terjerembab ke
dalam akhlak tercela melalui cara sepersuasif mungkin dan melalui cara penuh kasing sayang,
tidak dengan cara mencemooh dan kasar.

23Ahmad Tafsir ,Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya,1992), h. 74
24E Mulyasa.Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru.(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), h. 46- 47

e. Kepakaran guru dalam spesialisasi tertentu tidak menyebabkannya memandang remeh disiplin
keilmuan lainnya, semisal guru yang pakar dalam ilmu bahasa, tidak menganggap remeh ilmu
fikih.
f. Guru menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat pemahaman peserta
didiknya.
g. Terhadap peserta didik yang berkemampuan rendah, guru menyampaikan materi yang jelas,
konkrit dan sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dalam mencernanya.
h. Kedelapan, guru mau mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah menyatunya ucapan
dan tindakan.
5. Peserta didik
Peserta didik menurut al-Ghazali adalah orang yang menjalani pendidikan dan untuk
mencapai tujuan pendidikan yaitu kesempurnaan insani dengan mendekatkan diri pada allah dan
kebahagian didunia dan diakhirat maka jalan untuk mencapainya diperlukan belajar dan belajar itu
juga termasuk ibadah, juga suatu keharusan bagi peserta didik untuk menjahui sifat-sifat dan halhal yang tercela, jadi peserta didik yang baik adalah peserta didik yang mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:25
a. Peserta didik harus memuliakan pendidik
b. Peserta didik harus bersikap rendah hati dan tidak takabbur dan menjahui sifat-sifat yang hina
(bersih jiwanya )
c. Peserta didik harus meras satu bangunan dengan peserta didik yang lain dan sebagai suatu
bangunan maka peserta didik harus saling menyayangi dan menolong serta berkasih sayang
sesamanya.
d. Peserta didik hendaknya mempelajri ilmu secara bertahap
e. Peserta didik hendaknya mendahulukan mempelajari ilmu yang wajib
f. Peserta didik tidak hanya mempelajri satu ilmu yang bermamfaat melainkan dia juga harus
mempelajari ilmu yang lain dan sungguh-sunguh ketika mempelajarinya
g. Peserta didik hendaknya juga mengenal nilai setiap ilmu yang dipelajrinya

25Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, h. 80

6. Metode dan media
Metode dan media yang dipakai menurut al- ghazali harus dilihat secara psikologis,
sosiologis, prakmatis dalam rangka keberhasilan pembelajaran.26
Metode Pendidikan / pengajaran filosof besar ini menandaskan perlunya memilih metode
yang tepat dan sejalan dengan sasaran pendidikan. Oleh karena itu, al-Ghazali membagi ilmu
dalam beberapa himpunan, bagian-bagian, dan cabang-cabangnya. Berdasarkan hadis Nabi saw,
"Sampaikan ilmu sesuai dengan kadar kemampuan akal", al-Ghazali menganjurkan agar filsafat
atau ilmu lainnya diberikan sesuai dengan tabiatnya, sesuai dengan kemampuan dan kesiapan
manusia. Tidak seperti "memberi daging kepada anak kecil".Dalam kitabnya Ayyuhal Walad, Al
Ghazali dalam metodenya memberikan pemahaman kepada muridnya beliau sering mengutip
kisah-kisah dan contoh-contoh. Misalnya kutipan berikut:” Wahai anakku, diriwayatkan Lukman
Al Hakim berwasiat kepada anaknya:” Wahai anakku, janganlah ayam jago lebih pintar darimu.
Di waktu sahur ia telah berkokok, sementara engkau masih terlelap tidur.” Kisah-kisah yang beliau
sampaikan lalu di antaranya beliau buktikan dengan sabda Nabi saw.27
Al Ghazali, dalam mendidik anak lebih menekankan aspek afektif dan psikomotoriknya
dibandingkan dengan aspek kognitif. Hal ini karena jika anak kecil sudah terbiasa untuk berbuat
sesuatu yang positif, masa remaja atau dewasanya lebih mudah untuk berkepribadian yang saleh,
dan secara otomatis, pengetahuan yang bersifat kognitif lebih mudah diperolehnya.Tarbiyyah
Ruhiyah disampaikan olehnya yaitu dengan memerintahkan muridnya untuk shalat tahajjud,
berdo’a dan dzikir.28
7. Aspek- aspek pendidikan dalam pandangan al-ghazali
Selain itu al-ghazali mempunyai pemikiran dan pandangan luas mengenai aspek-aspek
pendidikan, dalam arti bukan hanya memperlihatkan aspek akhlak. Pada hakikatnya usaha

26 Asrorun Ni’am Sholeh, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Elsas, 2006), h. 21
27Imam Munawir, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam dari masa ke masa, (Surabaya: Bina
Ilmu, 1985), h. 134
28 Abdul A’la Al-Maududi, Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama,
(Surabaya: PT Bina Ilmu, 1984), h. 72

pendidikan di mata al-ghazali adalah mementingkan semua hal tersebut dan mewujudkan secara
utu dan terpadu karena konsep pendidikan yang dikembangkan al-ghazali (awal dari kandungan
ajaran islam dan tradisi islam), berprinsip pada pendidikan manusia seutuhnya.
Dalam pandangan al-ghazali aspek-aspek pendidikan tidak hanya dengan memperhatikan
aspek akhlaq saja tetapi juga harus memperhatikan aspek- aspek yang lain dan mewujudkan aspekaspek itu secara utuh dan terpadu.29 Aspek- aspek tersebut diantanya adalah:
a. Aspek pendidikan keimanan
1). Iman menurut al-ghazali
Iman menurut al-ghazali adalah mengucapkan dengan lidah mengakui benarnya dengan hati
dan mengamalkan dengan angauta.dari definisi ini bisa kita fahami bahwa pendidikan keimanan
meliputi tiga prinsip;
a) Ucapan lidah atau mulut karena lidah adalh penerjemah dari hati
b) Pembenaran hati, dengan cara i’tiqat dan taqlid bagi orng awam dan manusia pada
umumnya, sedang cara kasyaf (membuka hijab hati ) bagi mereka yang khawas (aulia
illah)..
c) Amal perbuatan yang dihitung dari sebagian iman, karena ia melengkapi dan
menyempurnakan iman sehingga bertambah dan berkurangnya imam seseorang adalah
dari amal perbuatan. Dari beberapa prinsip pendidikan keimanan tersebut semuanya
harus didasarkan pada pada syahadatain (pengesaan pada eksistensi Allah dan
pembenaran Nabi Muhammad sebagai utusan Allah). Al-ghazali juga menegaskan
bahwa pendidikan iman harus didasarkan pada empat rukun yang, pertama mengenai
ma’rifat kepada dzat Allah, sifat-sifat Allah, af’al Allah, syariat Allah.
2). Pendidikan keimanan bagi anak
Al-ghazali menganjurkan agar pendidikan keimanan mengenai aqidah harus diberikan
kepada anak sejak dia masih dini supaya dia menghafal, memahami, beriktiqat, mempercayai,
kemudian membenarkan sehingga keimanan pada anak akan hadir secara sedikit-demi sedikit
hingga sempurna, kokoh dan menjadi fundamen dalam berbagai aspek kehidupannya dan bisa

29Hussein Bahreisj, Ajaran-ajaran Akhlaq Imam Ghozali, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1981), h 12

mempengaruhi segala perilakunya mulai pola pikir, pola sikap, polabertindak, dan pandangan
hidupnya.30

b. Aspek pendidikan akhlaq
7) Akhlaq menurut Al-Ghazali
Akhlaq adalah ibarat (sifat atau keadaan) dari perilaku yang konstan (tetap) dan meresap
dalam jiwa dari padanya tumbuh perbuatan- perbuatan dengan wajar dan mudah tampa
memerlukan pikiran dan pertimbangan. Sedang akhlaq menurut Dr. Ahmad Amin ialah ilmu untuk
menetapkan ukuran segala perbuatan manusia. Yang baik atau yang buruk, yang benar atau yang
salah, yang hak atau yang batil.Dan ulama’-ulama’ ahli ada yang mendefinisikan akhlaq sebagai
berikut, akhlaq adalah gambaran jiwa yang tersembunyi yang timbul pada manusia ketika
menjalankan perbuatan –perbuatan yang tidak dibuat- buat atau dipaksa- paksakan.31
Dari keterangan diatas dapat kita ketahui bahwa akhlaq adalah sumber dari segala
perbuatan yang sewajarnya, tidak dibuat- buat dan perbuatan yang dapat kita lihat sebenarnya
adalah merupakan gambaran dari sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa. Menurut pengertian diatas
maka hakikat akhlaq harus mencakup dua syarat:
a) Perbuatan itu harus konstan, yaitu harus dilakukan berulang kali kontinu dalam bentuk
yang sama sehingga dapat menjadi kebiasaan.
b) Perbuatan konstan itu harus tumbuh dengan mudah sebagai wujud reflektif dari jiwanya
tanmpa pertimbangan dan pemikiran.

b. Pendidikan akhlaq bagi anak
Sebelum anak dapat berfikir logis dan memahami hal-hal yang abstrak serta belum sanggup
menentukan mana yang baik dan yang buruk, dan mana yang salah dan benar maka latihan-latihan
dan pembiasaan, dan penanaman dasar-dasar pendidikan akhlaq yang baik (yang sesuai dengan
akal pikiran dan syariat Islam) secara beransur-ansur hingga berkembang menuju kesempurnaan
berperan sangat penting.diantara beberapa akhlaq yang baik adalah :32
1) Kesopanan dan kesederhanaan

30Mulyasa,Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Rosdakarya, 2008), h. 35
31http://11-12-2017konsep-pendidikan-dalam-perspektif
32 Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesional Guru Sekolah Dasar .(Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 44

a) Kesopanan dan kesederhanaan makan
b) Kesopanan dan kesederhanaan pakaian
c) Kesederhanaan tidur
2) Kesopanan dan kedisiplinan
a) Kesopanan dan kedisiplinan duduk
b) Kesopanan dan kedisiplinan berludah
c) Kesopanan dan kedisiplinan berbicara
3) Pembiasaan dan latihan bagi anak untuk menjauhi perbuatan yang tercela
a) Suka bersumpah
b) Suka meminta
c) Suka membanggakan diri
d) Berbuat dengan cara sembunyi- sembunyi
e) Menjauhi segala sesuatu yang tercela
4) Latihan beribadah dan mempelajari syariat Islam
Bagi anak yang sudah tamyis dan berumur 10 tahun maka anak itu jangan sekali- kali diberi
kesempatan untuk meninggalkan bersuci secara agama, shalat, puasa dan sebagainya dan juga
al- ghazali menyarankan agar anak- anak mempelajari ilmu agama seperti Al- Quran hadits,
hikayah dan lain- lain.

2. Aspek pendidikan akliyah
Al-ghazali menjelaskan Akal adalah sebagai sumber ilmu pengetahuan tempat terbit dan
sendi-sendinya.Dalam ilmu pengetahuan itu berlaku dari akl sebagaimana berlaku buah dari
pohon, sinar dari matahari penglihatan dari mata.Akal dan kemauanlah yang memberkan
karakteristik kepada manusia dengan akal pikiran dapat memberikan kepada manusia ilmu
pengetahuan yang dipakainya sebagai pedoman dalam usaha dan aktifitas hidunya, sedang
kemauan menjadi pendorong perbuatan manusia .dengan demikian antar pendorong perbuatan dan
pedoman perbuatan (usaha dan aktivitas hidup) terdapat hubungan yang saling mempengaruhi
‘interktion yang erat sekali.33 Oleh karena itu pendidikan akliyah sangat erat sekali untuk

33Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 66-70

mengembangkan hazanah ilmu pengetahuan, mencerdaskan pikiran, mengembangkan intelegensi
manusia, secara optima, cakap, mempergunakan ilmu pengetsahuan yang diperolehnya dan
memberikan pedoman pada segala macam perbuatan manusia.34

3. Aspek pendidikan sosial
Al-ghazali memberiakan petunjuk kepada orang tua dan para guru agar anak dalam
pergaulan memiliki sikap dan sifat yang mulia dan etika pergulan yang baik sehingga ia dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.sifat-sifat itu yaitu:
a) Menghormati dan patuh kepada kedua orang tua dan orang dewasa lainnya
b) Merendahkan hati dan lemah lembut
c) Membentuk sikap dermawan
d) Membatasi pergaulan anak kepada anak yang tidak sopan, sombong, dan boros
e) Aspek pendidikan jasmaniyah
f) Adapun pendidikan jasmaniyah bagi anak dan orang dewasa yaitu:
1. Pendidikan kesehatan dan kebersihan
2. Membiasakan makan makanan yang baik dan tidak brlebihan
3. Bermain dan berolah raga
Adapun juga pemikiran lain tentang Al-Ghazali yaitu:
a) Kesatuan falsafah
b) Metafisika
c) Fisika(kosmologi)
d) Akhlak
Adapun pendidikan jasmaniyah bagi anak dan orang dewasa yaitu:
a) Pendidikan kesehatan dan kebersihan
Aspek jasmaniyah merupakan salah satu dasar pokok untuk mendapatkan kemajuan dan
kebahagian dalam kehidupan manusia.Akal dan jiwa yang sehat terdapat pada jasmani yang sehat
pula.Hubungan antara jasmaniah dan rohaniah manusia saling memberikan pengaruh timbal balik
yaitu hal-hal yang berpengaruh pada jiwa akan berpengaruh pada jasmani, dengan sebaliknya.

34 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan, h. 70

Kemudian ia menjelaskan keutamaan jasmaniayah sebagai berikut
Kebutuhan pada kesehatan dan kekuatan jasmani serta panjang umur tidak perlu di ragukan
lagi.Namun pendapat yang salah bila keindahan menganggap keindahan jasmani yang sehat dan
terhindar dari berbagai penyakit yang mengganggu untuk mencapai keutamaan telah mencangkup
sebagai sarana mendapatkan kebahagiaan.
b) Membiasakan makan-makanan yang baik dan tidak berlebihan
Makan dan minum adalah sarana untuk memperkuat dan menyegarkan jasmaniyah agar
dengan kekuatan tubuhnya,seseorang mampu melaksanakan perbuatan yang baik dan terpuji,untuk
beribadah kepada Allah SWT.Pada hakikatnya kesehatan jasmani tidak dapat mendatangkan
berbagai penyakit yang di akibatkannya.
c) Bermain dan berolah raga
Setiap anak memiliki kebutuhan untuk bergerak dan menggunakan tubuhnya seara bebas.Ia
suks

berlari-lari,melompat-lompat,memanjat-manjat

dan

melakukanaktivitas-aktivitas

lainnya.Oleh karena itu,kebutuhan tersebut harus di penuhi dengan memberikan pendidikan
jasmani.Bermain merupakan kebutuhan dasar manusia yang berasal dari dorongan batin dan
kebutuhan hidupnya,karena setiap anak sejak kelahirannya telah tertanam dalam dirinya suatu
hasrat untuk bermain,bergerak melatih jasmaninya.
Adapun juga pemikiran lain tentang Al-Ghazali yaitu:
1) Kesatuan falsafah
2) Metafisika
3) Fisika(kosmologi)
4) Akhlak

a) Kesatuan falsafah
Falsafah al-farabi merupakan suatu intelektual dalam bentuk kongrit dari apa yang di sebut
“falasafah pemanduan” (falsafah al-Taufiqiyyah) sebagai ciri yang sangat menonjol dari falsafah
islam.Pemikirannya merupakan pemadu falsafah Aristatoles,Plato, dan New Platonisme dengan
pemikiran islam.Pemikiran yang bercorak aliran syi’ah Immaniyah.Dalm ilmu logika dan fisika,ia
di pengaruhi oleh Aristatoles,dalam masalah akhlak dan politik,ia di pengaruhi oleh plato dan

dalam masalah metafisika,ia di pengaruhi oleh Plotinus.Oleh karena itu al-Farabi di pandang
sebagai filosof islam yang mulai kali menciptakan falsafah taufiqqiyah karena ia percaya adanya
“Kesatuan Falsafah”(Wahdatu’I-Falsafah).
Dalam kitab yang berjudul Al-Jami’u baina ra’yay al-Hakimay:Aflathun al-Ilahi wa
Aristhu-thales (Pemanduan antara pemikiran dua Failasuf :Plato da Aristatoles) al-Farabi sangat
menyesalkan terjadi berbagai aliran dalam falsafah,sedangkan tujuannya satu yakni mencari
kebenaran,seperti hanya aloran-aliran politik yang bermacam-macam coraknya,tapi tujuannya satu
yakni mencari kebenaran,sepwrti halnya Ikhwanusafa,al-Farabi berpendapat bahwa kebenaran ini
hanya satu,sedangkan perbedaan pendapat hanya pada lahirnya saja.Hal ini hanya di ketahui oleh
para filosof orang-orang yang mendalam pengetahuannya.
b) Metafisika
Masalah hubungan “Yang Esa” dengan “alam yang pluralis”ini merupakan masalah falsafi
yang telah menjadi tema pembahasan utama dalam kalangan filosof yunani.Masalah Yang Esa
atau tuhan dan hubungan dzat dengan sifat telah menjadi pokok pembahasan yang mendalam yang
dikalangan mutakallimin.
c) .Fisika(Kosmologi)
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyebutkan bahwa Allah SWT telah
menciptakan segala sesuatu baik yang di langit maupun yang di bumi.

d) .Akhlak
Masalah akhlak merupakan sesuatu yang paling banyak di tulis oleh al-Farabi dalam
berbagai kitabnya.Dalam kitab yang berjudul “Risalah fit-Tanbih ‘Ala subili ‘sa’adah ia
menjelaskan bahwa akhlak itu bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yangmerupakan tujuan
tertinggi yang di rindui dan di usahakan oleh setiap manusia.

D. Karya-Karya Imam Al-Gazhali
Bertolak dari perjalanan hidupnya, lebih dari 70 karya al-Gazhali meliputi berbabagai ilmu
pengetahuan, beberapa diantaranya yang termasyur yaitu35:

35 Bahreisj, Ajaran-ajaran Akhlaq Imam Ghozali, h. 43

1. Ihya ulum al-din, kitabnya yang sangat penting dan mashur mengenai ilmu kalam, tasawuf,
dan akhlak.
2. Ayyuhal Walad, sebuah buku tentang akhlak. Yang terpenting dalam buku ini yaitu gambaran
tentang pemikirannya, riwayat studinya serta kedudukan yang dicapai diantara filosof-filosof
Islam dan pengaruhnya terhadap filsafat pada zamannya.
3. Fatihatul ulum, kitab ini menerangkan tentang signifikan ilmu pengetahuan dalam konteks
taqarrub kepada Allah swt. Di samping itu dia juga menjelaskan tentang arti penting
kedudukan keikhlasan diantara ilmu dan amal.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abu Hamid bin Muhammad bin Al-Ghazali memiliki keahlian berbagai di siplin ilmu, baik
sebagai filosuf, Sufi, maupun pendididk.Sejak kecil AL-Ghazali di kenal sebagai anak yang senang
menuntut ilmu pengetahuan.
Di antara pemikirannya tentang pendidikan islam dapat di lihat dari tiga buku
karangannya,yaitu fatihat al-kitab,ayyuha al-walad dan ihya ‘Ulum al-Din.Dari karangankarangannya itu terlihat jelas bahwa Al-Ghazali merupakan sosok ulama yang menaruh perhatian
terhadap proses transinternalisasi ilmu dan pelaksana pendidikan.
Menurut Al-Ghazali tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,
bukan untuk mencari kedudukan, kemegahan dan kegagahan atau kedudukan yang menghasilkan
uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, akan
dapat menimbulkan kedengkian, kebencian dan permusuhan
Karya Karya imam Al-Ghazali adalah: Ihya ulum al-din, Ayyuhal Walad, dan Fatihatul ulum.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan mengenai pemikiran dan pendidikan Islam menurut al-Ghazali
maka saran yang dikemukakan oleh penulis, bahwa pemikiran beliau sangat relevan bila di
implikasikan dalam dunia pendidikan saat ini sehingga dapat melahirkan peserta didik yang
berdaya saing tinggi dan penulis berharap semoga makalah ini bisa menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan kita tentang bagaimana pentingnya sebuah pemikiran dan konsep parah tokoh muslim
zaman dahulu yang sangat berjasa.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar Saeful, Filsafat Ilmu al Ghazali: pandangan tentang pendidikan, Bandung: Pustaka Setia,
2007.
Asari Hasan, Nukilan Pemikiran Islam Klasik (Gagasan Pendidikan Al-Ghazali), Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya, 1999.
Daudy Ahmad.Kuliah Filsafat Islam.Jakarta: Bulan Bintang.1986
Rofi’ie Halim Abd, Cinta Ilahi menurut al-Ghazali dan Rabi’ah al-Adawiyah.Jakarata: September
1997
Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi Al-Ghazali, Bandung: P.T. Al-Ma’arif, 1993.
Filsafat Ilmu al Ghazali: Dimensi Ontologi dan Aksiologi, Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Haji Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis.Jakarta:
Ciputar Pers juli 2002
Imam Tholkhah, MembukaJjendela Pendidikan (mengurai akar tradisi dan integrasi keilmuan
pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Bumi Askara, 1995.
Mustofa A.H, Filsafat Islam, Bandung: CV Pustaka Setia 1997
Nata Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos Wacana Islam, 1997.
Rusn Ibn Abidin, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
http://Konsep,Pendidikan,Akhlak,Perpektif,Al-Ghazhali.diakses Pada Tanggal 11-12-2017
Al-Qaradhawi Yusuf, Distori Sejarah Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005