T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: An Annotated Translation of Metaphors and Similes in Richard Connell’s Short Story The Most Dangerous Game T1 BAB II

CHAPTER II TRANSLATION AND ITS SOURCE TEXT

A. TARGET TEXT

Permainan Paling Berbahaya

(1) “Dari sana ke sebelah kanan—di suatu tempat—ada sebuah pulau yang luas” kata Whitney. “Itu agak misterius—“ (2) “Pulau apa itu?” Tanya Rainsford. (3) “Peta tua ini menyebutnya ‘Pulau Ship-Trap (perangkap kapal)’ balas Whitney.

“Nama yang aneh, bukankah begitu? Para pelaut merasa penasaran dan takut akan tempat itu. Aku tidak tahu kenapa. Beberapa takhayul —“

(4) “Aku tak bisa melihatnya,” kata Rainsford yang mencoba mengintip di tengah lembabnya cuaca tropis di atas kapal pesiar yang gelap dan berkabut. (5) “Kau mempunyai mata yang jeli” ucap Whitney, sembari tertawa,” dan aku telah melihatmu membidik rusa besar yang bergerak di balik semak-semak belukar kering dalam empat ratus yard, tapi kau bahkan tak sanggup melihat empat mil pada malam tak berbulan di Karibia.”

(6) “Jangankan empat yard,” sahut Rainsford. “Ah! Itu seperti beludru hitam yang lembab.” (7) “Ini akan cukup mudah di Rio.” Janji Whitney. “Kita harus menyelesaikannya dalam beberapa hari. Aku harap senapan jaguar dari Purdey sudah datang. Kita harus bisa berburu sampai Amazon. Olahraga yang bagus, berburu.”

(8) “Olahraga yang paling bagus di dunia,” kata Rainsford. (9) “Bagi para pemburu,” tambah Whitney. “Bukan untuk jaguar.”

(10) “Jangan membual, Whitney,” kata Rainsford. “Kau adalah pemburu yang handal, bukan seorang filsuf. Siapa yang peduli dengan apa yang jaguar rasakan?” (11) “Mungkin jaguar merasakannya,” tebak Whitney. (12) “Bah! Mereka tidak mengerti.” (13) “Meskipun begitu, aku kira mereka mengerti satu hal—rasa takut. Rasa takut akan

kesakitan dan rasa takut akan kematian.”

(14) “Tidak masuk akal,” Rainsford tertawa. “Cuaca panas ini membuatmu menjadi lembut, Whitney. Jadilah seorang yang realis. Dunia terdiri dari dua kelompok —pemburu dan yang diburu. Untungnya, kau dan aku adalah pemburu. Apakah menurutmu kita sudah melewati pulau itu?”

(15) “Aku tidak bisa melihat saat gelap. Aku harap begitu.” (16) “Mengapa?” tanya Rainsford. (17) “Tempatnya mempunyai reputasi yang buruk.” (18) “Kanibal?” tebak Rainsford. (19) “Bukan. Bahkan kanibal tidak akan tinggal di tempat yang ditinggalkan oleh Tuhan.

Tapi itu terdengar seperti dongeng pelaut, entah bagaimana. Tidakkah kau menyadari bahwa para kru terlihat gelisah hari ini?”

(20) “Mereka sedikit aneh, sekarang kau menyebutnya. Bahkan Kapten Nielsen—“ (21) “Ya, bahkan orang Swedia itu keras hati dan kolot, yang akan menemui iblis dan

meminta sebuah pencerahan. Tatapan bagai ikan bermata biru mereka belum pernah aku lihat sebelumnya. Semua yang aku tahu darinya adalah ‘Tempat ini terkenal mengerikan

dikalangan para pelaut, Tuan.’ Lalu dengan seriusnya dia berkata padaku, ‘Memangnya kau tidak merasakan apa-apa ya ?’—seolah-olah suasana di sekeliling kita sebenarnya beracun. Sekarang kau tidak harus tertawa ketika aku menceritakan padamu soal ini —tiba- tiba aku seperti merasakan sesuatu yang membuatku merinding.

(22) “Tak tertiup angin sepoi-sepoi. Lautnya tak berombak, datar bagaikan kaca jendela. Saat kita nyaris sampai di pulau itu, aku merinding; tiba-tiba seperti ketakutan. (23) “Itu hanya imajinasi semata,” kata Rainsford. (24) “Seorang pelaut berkemampuan mistis bisa menodai seluruh awak kapal dengan

ketakutannya.” (25) “Mungkin saja. Namun, kadang-kadang aku berfikir para pelaut memiliki kepekaan yang memberitahu mereka ketika mereka dalam bahaya. Kadang-kadang aku berpikir roh jahat itu benar-benar nyata —dengan gelombang yang panjang, layaknya suara dan cahaya. Suatu tempat yang jahat bisa menyalurkan getaran kejahatan. Bagaimanapun, aku senang kita keluar dari zona ini. Yah, aku pikir aku akan masuk ke dalam sekarang, Rainsford.”

(26) “Aku tidak mengantuk,” kata Rainsford. “Aku mau merokok di geladak itu.” (27) “Kalau begitu selamat malam Rainsford. Sampai jumpa saat sarapan besok.”

(28) “Oke. Selamat malam, Whitney.” (29) Tidak ada suara di malam hari ketika Rainsford duduk di sana kecuali suara mesin

kapal pesiar yang meggerakan kapal meredam di kegelapan, dan suara desiran riak air dari baling-baling.

(30) Rainsford, bersandar di kursi kapal, dengan malasnya ia menguap ke arah tanaman berduri favoritnya. Dia merasa ngantu k. “Gelap sekali,” pikirnya, “andai aku bisa tertidur tanpa menutup mataku; malam yang sangat gelap —“

(31) “Ia tiba-tiba dikagetkan oleh suara dari sebelah kanan, telinganya sudah terlatih, tidak salah lagi. Dia mendengar suara itu berulang-ulang Di suatu tempat, di kegelapan, terdengar suara seseorang menembakkan senapan tiga kali.

(32) “Rainsford meloncat dan bergerak cepat menuju dek kapal, kebingungan. Dia menatap ke arah datangnya letusan dengan tegang, tapi seperti mencoba untuk melihatnya melalui kegelapan. Dia melompat ke atas dek kapal dan menyeimbangkan dirinya disana untuk mendapatkan pandangan yang lebih luas; cerutunya tersenggol tali dan terjatuh dari mulutnya. Memantik api, dan diketupkan dari mulut. Dia berteriak dengan parau saat ia menyadari dirinya sudah terlalu jauh kehilangan keseimbangannya. Teriakannya terhenti seakan ditelan air laut Karibia yang hangat laksana darah dan meluap hingga ke atas kepalanya.

(33) “Dia berusaha naik ke permukaan dan mencoba untuk berteriak, tetapi cipratan air dari kapal pesiar yang melampaui batas kecepatannya seolah menampar mukanya dan air asin yang masuk menyumbat mulutnya membuat ia tercekik. Dengan rasa putus asa, dia menyerang dengan pukulan yang kuat setelah lampu kapal pesiar mundur, tapi dia berhenti

sebelum dia bisa berenang lima puluh kaki. Sebuah pemikiran dingin merasukinya; itu bukan pertama kalinya dia berada di tempat yang kedap udara. Ada kemungkinan bahwa teriakannya bisa didengar oleh seseorang di atas kapal pesiar, tapi kesempatan itu tipis dan semakin menipis saat kapal pesiarnya berjalan. Dia menjatuhkan dirinya sendiri, melepas bajunya dan berteriak sekeras mungkin. Lampu dari kapal pesiar meredup dan lenyap bagaikan kunang-kunang; lalu mereka sepenuhnya menghilang oleh malam.

(34) Rainsford terngiang tembakan itu. Mereka terdengar dari arah sebelah kanan, dan dengan nekat dia berenang ke arah tembakan itu, berenang perlahan, bergerak hati-hati untuk menghemat tenaganya. Untuk waktu yang tampaknya tak berujung dia menantang (34) Rainsford terngiang tembakan itu. Mereka terdengar dari arah sebelah kanan, dan dengan nekat dia berenang ke arah tembakan itu, berenang perlahan, bergerak hati-hati untuk menghemat tenaganya. Untuk waktu yang tampaknya tak berujung dia menantang

(35) Rainsford kembali mendengar sebuah suara dari kegelapan, suara yang berteriak kencang dari seekor binatang yang tersiksa, terdengar mengerikan. (36) Dia tidak mengenali suara binatang itu; dia pun tidak mencari tahu; dengan sekuat tenaga dia berenang menuju sumber suara itu. Dia mendengarnya lagi; lalu ada suara kebisingan yang lain, garing, staccato .

(37) “Tembakan senapan,” gumam Rainsford, sambil terus berenang. (38) Sepuluh menit dari upaya kerasnya membuat dia mendengar suara lain di

telinganya —yang paling ramah dari yang pernah dia dengar—desiran ombak yang memecah karang. Dia hampir menabrak karang sebelum dia melihat mereka; di keheningan malam dia akan hancur melawan mereka. Dengan kekuatan yang tersisa dia menyeret dirinya sendiri dari air yang berputar-putar. Tebing bergerigi tampaknya menonjol dalam kekaburan itu, dia memaksa dirinya untuk memanjat, tangan demi tangan. Terengah-engah, tangannya terluka, dia telah sampai di tempat yang datar di atas. Hutan yang lebat membujur hingga tepi tebing. Bahaya apapun yang menunggunya di balik semak-semak tidak mengkhawatirkan Rainsford. Semua yang dia tahu bahwa dia selamat dari musuhnya, laut, dan itu sama sekali melelahkan untuknya. Dia meloloskan dirinya sendiri dengan turun ke tepi hutan dan jatuh terguling hingga tak sadarkan diri.

(39) Ketika dia membuka matanya, dia tahu dari posisi matahari bahwa hari sudah siang. Tidur membuat tenaganya pulih kembali; rasa laparpun menghampirinya. Dia melihat sekelilingnya dengan gembira.

(40) “Dimanapun ada suara tembakan, disana pasti ada orang. Dimana ada orang, pasti ada makanan,” pikirnya. Tetapi orang macam apa, ia heran, di daerah terlarang? Sebuah

hutan yang tidak terputus, kasar dan tidak rata menyusuri tepian pantai. (41) Dia tidak melihat adanya tanda-tanda jejak yang melekat dari rerumputan dan pepohonan; itu lebih mudah untuk pergi di sepanjang pantai, dan Rainsford menggelapar di sepanjang tepi pantai. Tak jauh dari tempat dia mendarat, dia berhenti.

(42) “Beberapa hal terluka—oleh bukti. Hewan yang besar—telah membabat di sekitar semak-semak; rumput-rumput liar hutan telah hancur dan lumut yang terkoyak; sepotong (42) “Beberapa hal terluka—oleh bukti. Hewan yang besar—telah membabat di sekitar semak-semak; rumput-rumput liar hutan telah hancur dan lumut yang terkoyak; sepotong

(43) “Dua puluh dua,” dia berkata. “Itu aneh. Itu pasti hewan yang cukup besar juga. Pemburu memiliki keberanian dengannya untuk bisa mengatasi itu dengan senapan ringan. Sudah jelas itu pertarungan anjing besar. Aku mengira tiga kali tembakan yang pertama kali kudengar adalah ketika pemburu bersemangat mengejar buruannya dan menembaknya. Tembakan yang terakhir adalah ketika dia menggiringnya kesini dan menye lesaikannya.”

(44) Dia memeriksa permukaan tanah dengan hati-hati dan menemukan apa yang ia harapkan untuk ketemu —jejak sepatu bot pemburu. Mereka menuju ke arah sepanjang tebing dimana ia telah pergi. Dengan penuh semangat ia bergegas bersama, sekarang tergelincir pada gelondongan kayu busuk atau sebuah batu yang goyah, namun membuat kemajuan; malam pun telah datang dan mulai untuk menetap di pulau.

(45) Kegelapan yang suram mengheningkan laut dan hutan ketika Riansford melihat cahaya. Dia mendatangi mereka saat ia berbalik berliku-liku di garis pantai; dan pikiran pertamanya yang akan datang adalah sebuah desa, karena ada banyak lampu disana. Tetapi saat dia menempa, ia melihat dengan heran bahwa semua lampu berada di satu bangunan besar —sebuah bangunan tinggi dengan menara runcing ke atas ke dalam kegelapan. Matanya terbuat garis bayangan dari bangunan megah; itu diatur di tebing yang tinggi, dan di tiga sisi dari tebing itu terjun ke bawah dimana laut yang menjilat tepian pantai dengan rakusnya di kegelapan.

(46) “Khayalan belaka,” pikir Rainsford. Tapi tidak ada khayalan belaka, dia menemukan, ketika ia membuka pintu gerbang besi yang tinggi berduri. Tangga batu yang cukup nyata; pintu yang besar dengan penyemprot air untuk pengetuk sudah cukup nyata; belum di atas semua itu terdapat udara yang tak nyata.

(47) Dia mengangakat pengetuk, dan itu berbunyi dengan kaku, seperti itu tidak pernah digunakan sebelumnya. Dia membiarkannya jatuh, dan itu mengejutkannya dengan suara yang nyaring. Dia berpikir dia mendengar suara langkah; pintu tetap tertutup. Rainsford mengangkat pengetuk berat itu lagi, dan membiarkannya jatuh. Lalu pintu terbuka — terbuka dan tiba-tiba seperti berarada di musim semi —dan Rainsford berhenti berkedip di sungai mengalir yang bercahaya emas menyilaukan. Hal pertama yang mata Rainsford lihat ini adalah hal orang terbesar yang pernah ia lihat —sebuah makhluk raksasa, dibuat dengan (47) Dia mengangakat pengetuk, dan itu berbunyi dengan kaku, seperti itu tidak pernah digunakan sebelumnya. Dia membiarkannya jatuh, dan itu mengejutkannya dengan suara yang nyaring. Dia berpikir dia mendengar suara langkah; pintu tetap tertutup. Rainsford mengangkat pengetuk berat itu lagi, dan membiarkannya jatuh. Lalu pintu terbuka — terbuka dan tiba-tiba seperti berarada di musim semi —dan Rainsford berhenti berkedip di sungai mengalir yang bercahaya emas menyilaukan. Hal pertama yang mata Rainsford lihat ini adalah hal orang terbesar yang pernah ia lihat —sebuah makhluk raksasa, dibuat dengan

(48) Dari kekusutan jenggot itu terlihat dua mata kecil menatap Rainsford. (49) “Jangan khawatir,” kata Rainsford, dengan tersenyum dengan harapan ia melucuti

senjatanya. “Aku bukan perampok. Aku jatuh dari kapal. Namaku Sanger Rainsford dari kota New York.”

(50) Kesan mengancam dari matanya tidak berubah. Senapan yang menunjuk setegas patung raksasa. Dia tidak memeperlihatkan seolah ia menegrti apa yang Rainsford katakan, atau bahwa ia mendengarkannyaa. Dia berpakaian seragam —sebuah seragam hitam dengan hiasan astrakhan abu-abu.

(51) “Aku Sanger Rainsford dari New York,” Rainsford memulainya lagi. “Aku jatuh dari kapal. Aku lapar.” (52) Jawaban dari pria itu hanyalah dengan menaikkan ibu jarinya dari pelatuk senapannya. Kemudian Rainsford melihat tangan kosong pria itu bergerak ke arah dahinya dan memberikan hormat militer, dan ia melihatnya membunyikan tumitnya bersamaan dan berdiri dengan penuh perhatian. Seorang pria lain yang turun dari tangga marmer yang lebar, dia tegak, pria ramping dengan pakaian gelapnya. Dia mendatangi Raiansford dan mengulurkan tangannya.

(53) Dengan suara yang sopan dan ditandai dengan sedikit aksen yang memberikan kesan cermat dan tenang, dia berkata, “Ini sangat menyenangkan dan seuatu kehormatan untuk menyambut Tuan Sanger Rainsford, pemburu terkenal, ke rumah saya.”

(54) Rainsford langsung berjabat tangan dengannya. (55) “Aku sudah membaca buku Anda tentang memburu macan tutul salju di Tibet, kau

tahu,” terang pria itu. “Aku Jenderal Zaroff.” (56) Kesan pertama Rainsford adalah bahwa orang itu luar biasa tampan; yang kedua adalah asli tapi agak aneh tentang wajah sang Jenderal. Dia seorang pria yang tinggi dengan usia menengah keatas, rambutnya putih; tetapi alisnya tipis dan kumis militernya yang hitam terlihat bagai malam darimana Rainsford datang. Matanya juga hitam dan sangat terang. Dia memiliki tulang pipi yang besar, hidung mancung, kurus, muka gelap —wajah seorang pria yang digunakan untuk memberikan perintah, wajah bangsawan. Beralih ke tahu,” terang pria itu. “Aku Jenderal Zaroff.” (56) Kesan pertama Rainsford adalah bahwa orang itu luar biasa tampan; yang kedua adalah asli tapi agak aneh tentang wajah sang Jenderal. Dia seorang pria yang tinggi dengan usia menengah keatas, rambutnya putih; tetapi alisnya tipis dan kumis militernya yang hitam terlihat bagai malam darimana Rainsford datang. Matanya juga hitam dan sangat terang. Dia memiliki tulang pipi yang besar, hidung mancung, kurus, muka gelap —wajah seorang pria yang digunakan untuk memberikan perintah, wajah bangsawan. Beralih ke

(57) “Ivan adalah orang yang sangat kuat,” kata Jenderal, “tetapi sialnya dia tuli dan bisu. Seorang kawan yang sederhana, tapi, aku takut, seperti semua pertarungannya, sedikit kejam.”

(58) “Apakah dia orang Rusia?” (59) 1 “Dia adalah Cossack ,” kata Jenderal, dan senyumnya menunjukkan bibir

merahnya dan gigi yang tajam. “Begitu juga denganku.” (60) “Mari,” katanya, “kita tidak seharusnya berbicara disini. Kita bisa bicara nanti. Sekarang yang kau butuhkan adalah pakaian, makanan, dan istirahat. Kau akan memilikinya. Ini adalah tempat yang paling tenang.”

(61) Ivan muncul kembali, dan sang Jenderal berbicara padanya dengan bibir yang bergerak tapi tanpa suara. (62) “Ikuti Ivan jika kau mau Tuan Rainsford,” kata Jenderal. “Aku baru saja akan makan malam ketika kau datang. Aku akan menunggumu. Kau akan tahu kalau baju ku pasti pas untukmu, aku pikir.”

(63) Ini sangat besar, kamar tidur yang beratapkan balok dengan tempat tidur yang cukup besar untuk enam orang yang Rainsford diikuti raksasa bisu. Ivan memberikan baju tidur, dan Rainsford, seperti yang ia katakan, dia melihat bahwa baju itu berasal dari seorang penjahit dari London yang biasanya memotong dan menjahit tidak untuk siapapun yang berada di bawah pangkat adipati.

(64) Di dalam ruang makan tempat Ivan menyambutnya ada banyak hal yang luar biasa. Tampak kemegahan dari abad pertengahan; itu dapat di lihat dari aula baron jaman feudal dengan panel kayunya, langit-langitnya yang tinggi, ruang meja makan luas yang dapat menampung tempat duduk untuk empat puluh orang. Aula yang dipasangi banyak kepala binatang —singa, harimau, gajah, rusa, beruang; spesies lebih besar atau yang lebih sempurna yang Rainsford belum pernah lihat sebelumnya. Jenderal sedang duduk di meja yang besar sendirian.

(65) “Minumlah koktail Tuan Rainsford,” sarannya. Koktailnya enak; dan; Rainsford melihat, meja pertemuan yang terbaik —lenan, kristal, perak, dan piring-piring porselin.

(66) Mereka memakan borsch 2 , makanan yang padat (kaya akan nutrisi), sup merah dengan wip krim selaras dengan selera orang Rusia. Dengan agak meminta maaf sang Jenderal berkata, “Kita mencoba untuk melakukan yang terbaik untuk mempertahankan keramahan terhadap peradaban di sini. Tolong maafkan segala kekurangannya. Kau tahu, kita semua terpencil. Apakah kau pikir sampanye telah menderita oleh perjalanan lautnya yang panjang?”

(67) “Tidak sedikit,” kata Rainsford. Dia tahu sang Jenderal adalah tuan rumah yang bijaksana dan ramah, benar-benar seorang kosmopolitan. Tapi ada satu sifat kecil dari Sang Jenderal yang membuat Rainsford tidak nyaman. Setiap kali dia mengalihkan pandangan dari piringnya, ia tahu bahwa sang Jenderal sedang mengamatinya, dan menilainya dengan seksama.

(68) “Mungkin,” kata Jenderal Zaroff, “Kau terkejut kalau aku mengenal namamu. Lihatlah, Aku membaca semua buku tentang berburu yang diterbitkan dalam Bahasa Inggris, Prancis dan Rusia. Aku memiliki satu gairah dalam hidupku Tuan Rainsford, dan

itu adalah perburuan.” (69) “Kau memiliki beberapa kepala buruan yang indah disini,” kata Rainsford sambil

makan filet mignon yang matang. “Kerbau Afrika itu adalah yang terbesar yang pernah aku lihat.”

(70) “Oh, itu. Ya, dia adalah monster.” (71) “Apakah dia menyerangmu?” (72) “Melemparkanku ke pohon,” kata Jenderal. “Mematahkan tulangku. Tetapi aku

merasakan kekejamannya.” (73) “Aku selalu berpikir,” kata Rainsford, “kalau tanduk kerbau itu adalah yang paling berbahaya dari semua binatang buruan yang besa r.” (74) Dalam beberapa saat Jenderal tidak menjawab; dia tersenyum heran dengan bibir merahnya. Lalu dia berkata dengan pelan, “Tidak. Anda salah, Tuan. Tanduk kerbau bukanlah binatang buruan yang paling besar dan berbahaya.” Dia minum anggurnya sedikit demi s edikit. “Inilah yang aku pertahankan di pulau ini,” katanya dengan nada rendah yang sama, “Aku memburu binatang buruan yang lebih berbahaya.”

(75) Rainsford terkejut. “Apakah ada binatang buruan yang besar di pulau ini?” (76) Jenderal mengangguk. “Yang terbesar.”

(77) “Benarkah?” (78) “Oh, sebenarnya itu tidak disini, tentu saja. Aku harus menjaga pulau itu.” (79) “Apa yang sudah Anda impor Jenderal?” tanya Rainsford. “Harimau?” (80) Jenderal tersenyum. “Bukan,” katanya. “Berburu harimau menarik bagiku beberapa

tahun yang lalu. Kau tahu, aku memanfaatkan semua kemungkinan yang ada. Tidak ada lagi sensasi untuk harimau, tidak ada bahaya yang nyata. Aku hidup untuk bahaya, tuan

Rainsford.” (81) Sang Jenderal mengambil sebuah kotak rokok emas dari kantongnya dan menawarkan kepada tamunya sebatang rokok hitam panjang dengan ujungnya yang keperakan; wangi dan menebarkan bau seperti dupa.

(82) “Kita akan memiliki beberapa modal untuk berburu, kau dan aku,” kata Jenderal. “Aku akan sangat senang jika komunitasmu juga ikut.” (83) “Tapi binatang buruan apa—“tanya Rainsford. (84) “Aku akan memberitahumu,” kata Jenderal. “Kau akan geli, aku tahu. Aku pikir

aku mungkin mengatakan, dengan segala kerendahan hati, bahwa aku telah melakukan hal yang langka. Aku telah menemukan sensasi yang baru. Bolehkah aku menuangkan segelas

anggur?” (85) “Terimakasih, Jenderal.” (86) Sang Jenderal mengisi kedua gelasnya, dan berkata, “Tuhan menciptakan beberapa penyair. Beberapa Ia jadikan raja, sebagian jadi orang miskin. Padaku, Dia menjadikanku seorang pemburu. Tanganku dibuat untuk menembak, kata ayahku. Dia adalah orang yang sangat kaya dengan tanah berukuran seperempat juta hektar luasnya di Krimea, dan dia adalah seorang olahragawan. Ketika aku berumur lima tahun dia memberiku pistol kecil, khusus dibuat di Moskow untukku, untuk menembak burung pipit. Ketika aku menembak beberapa ekor kalkunnya yang berharga, dia tidak menghukumku; dia berterimakasih padaku atas keahlianku menembak. Aku membunuh beruang pertamaku di Caucasus ketika aku berumur sepuluh tahun. Seluruh hidupku telah menjadi suatu perburuan yang panjang. Aku menjadi tantara yang diharapkan dari anak bangsawan —dan untuk sementara waktu memimpin divisi kavaleri Cossack , tetapi minatku yang sesungguhnya selalu berburu. Aku telah memburu setiap jenis binatang buruan di setiap pulau. Tidak mungkin bagiku untuk memberitahumu berapa banyak binatang yang telah aku bunuh.”

(87) Sang Jenderal menghembuskan asap rokoknya. (88) “Aku meninggalkan Rusia setelah bencana menimpa negara itu, karena tidaklah

bijak bagi seorang petugas dari Czar untuk tetap tinggal di sana. Banyak bangsawan Rusia yang kehilangan segalanya. Untungnya, aku sudah banyak berinvestasi saham dalam (perusahaan) sekuritas di Amerika, jadi aku tidak harus membuka kedai teh di Monte Carlo atau menjadi supir taksi di Paris. Tentunya aku terus berburu —beruang yang besar dan buas di pegunungan Rocky, buaya-buaya di sungai Gangga, dan badak di Afrika Timur. Di Afrika-lah seekor kerbau Afrika menyerangku dan membuatku terbaring selama enam bulan. Begitu sembuh aku mulai untuk memburu jaguar di Amazon, karena aku dengar mereka licik. Tapi tidak, ” keluhnya. “Mereka sama sekali tidak cocok bagi seorang pemburu dengan yang pintar/berakal sehat, dan dengan senapan bertenaga tinggi. Aku sangat kecewa. Aku sedang berbaring di tenda dengan sakit di kepala suatu malam ketika pikiran buruk merasuki pikiranku. Berburu mulai membuatku bosan! Dan ingat! Berburu sudah menjadi hidupku. Aku dengar bahwa pengusaha di Amerika sering bangkrut ketika mereka menyerah dengan bisnis yang sudah menjadi hidup mereka.

(89) “Ya begitulah,” kata Rainsford. (90) Sang jendral tersenyum. “Aku tidak berharap untuk hancur lebur,” katanya. “Aku harus melakukan sesuatu. Sekarang, pikiranku adalah pemikiran analitik, Tuan Rainsford. Tak diragukan lagi, itulah mengapa aku menikamati masala h pemburuan.”

(91) “Jangan ragu, Jenderal Zaroff.” (92) “Jadi,” lanjut sang Jenderal, “Aku bertanya pada diriku sendiri mengapa berburu

tak lagi menarik untukku. Kau jauh lebih muda dariku, Tuan Rainsford, dan belum terlalu banyak berburu, tapi mungkin kau bisa mene bak jawabannya.”

(93) “Apa itu?” (94) “Sederhananya begini: berburu bukan lagi suatu hal yang bisa kamu sebut olahraga.

Itu terlalu gampang. Aku selalu mendapatkan buruanku. Selalu. Tidak ada yang lebih membosankan daripada kesempurnaan.”

(95) Sang Jenderal menyalakan rokok baru. (96) “Tak ada binatang yang memiliki kesempatan denganku lagi. Bukan sombong; ini

adalah kepastian matematis. Binatang tidak memiliki apa-apa tapi kaki dan firasat. Firasat adalah kepastian matematis. Binatang tidak memiliki apa-apa tapi kaki dan firasat. Firasat

(97) Rainsford bersandar di atas meja, ia tertarik dengan apa yang tuan rumah katakan. (98) “Itu menginspirasiku mengenai apa yang harus aku lakukan,” lanjut Jenderal. (99) “Dan apa itu?”

(100) Sang jenderal tersenyum dengan tenang layaknya seorang yang telah mengahadapi rintangan dan melewatinya dengan sukses. “Aku harus menemukan buruan yang baru,” katanya.

(101) “Buruan baru? Kau bercanda.” “Tidak sama sekali,” kata Jenderal. “Aku tidak pernah bercanda soal berburu. Aku membutuhkan binatang baru. Aku telah menemukan satu. Itulah mengapa aku membeli pulau ini dan mendirikan rumah ini, dan di sinilah aku berburu. Pulau ini sangat sempurna untuk tujuanku —di sana ada hutan dengan jalan yang membingungkan, perbukitan, rawa-rawa —“

(102) “Tapi binatangnya Jenderal Zaroff?” (103) “Oh,” kata sang Jenderal, “itu memberiku pengalaman berburu yang paling

menyenangkan di dunia. Tidak ada perburuan yang bisa dibandingkan dengannya secara langsung. Setiap hari aku berburu dan aku tidak pernah merasa bosan sekarang, aku mempunyai binatang buruan yang sesuai dengan kekuatanku (kecerdasanku).”

(104) Wajah Rainsford menunjukkan kebingungan. (105) “Aku ingin binatang buruan yang ideal,” jelas sang jenderal. “Jadi aku berkata,

‘binatang buruan seperti apa yang ideal?’ Dan jawabannya adalah, tentu saja ‘dia harus memiliki keberanian, cerdik, dan dari semua itu, dia harus bisa berpikir.’”

(106) “Tapi tidak ada binatang yang bisa berpikir,” kata Rainsford. (107) “Kawanku tersayang,” kata sang jenderal, “ada satu yang bisa.” (108) “Tapi kau tidak sungguh-sungguh kan—“ kata Rainsford. (109) “Mengapa tidak?” (110) “Aku tidak percaya kau serius, Jenderal Zaroff. Ini lelucon yang mengerikan.” (111) “Mengapa aku harus main-main? Aku berbicara tentang perburuan” (112) “Berburu? Senapan yang bagus, Jenderal Zaroff, yang kau bicarakan adalah

pembunuhan .”

(113) Sang j enderal tertawa bahagia. Dia menganggap Rainsford kebingungan. “Aku tidak percaya kalu seorang pemuda yang modern dan beradab tampaknya menyembunyikan ide romantik tentang nilai kehidupan manusia. Tentunya pengalamanmu dalam perang —“

(114) “Tidak membuatku memaafkan pembunuh berdarah dingin,” kata Rainsford dengan kaku. (115) Sang jenderal tertawa terbahak- bahak. “Betapa sangat lucunya Anda!” kata sang j enderal. “Bahkan di Amerika sekarang, tidak satupun yang mengharapkan untuk menemukan seorang pria muda yang berpendidikan, dan senaif itu. Dan kalau boleh aku

bilang dengan sudut pandang jaman Victoria pertengahan. Ini seperti menemukan kotak tembakau di mobil limosin. Ah, oke. kau pasti keturunan Puritan. Banyak orang Amerika yang sepertimu. Aku jamin kau akan melupakan idemu ketika kau pergi berburu denganku. Kau memiliki sensasi sejati baru yang belum terungkapkan dalam dirimu tuan Rainsford.”

(116) “Terima kasih, Aku seorang pemburu, bukan seorang pembunuh.” (117) “Astaga!” kata sang jenderal cukup tenang, “kata yang menyenangkan itu lagi”

Tapi aku pikir aku bisa menunjukkanmu bahwa keberatanmu itu tidak cukup beralasan.” (118) “Iya?” (119) “Hidup itu untuk orang kuat, untuk dijalani oleh yang kuat, dan jika di butuhkan

akan diambil oleh yang kuat. Yang lemah dari dunia yang ditempatkan disini adalah untuk memberikan kesenangan bagi yang kuat. Aku kuat. Mengapa aku tidak menggunakan kelebihanku? Jika aku ingin berburu, mengapa tidak? Aku berburu sampah masyarakat: pelaut dari kapal gelandangan — lassars, orang berkulit hitam, Cina, kulit putih, blasteran — seekor kuda atau anjing yang berdarah murni lebih berharga daripada mereka.”

(120) “Tetapi mereka adalah manusia,” kata Rainsford dengan semangat. (121) “Tepatnya,” kata Jenderal. “Itu kenapa aku menggunakan mereka. Itu

memberikanku kesenangan. Mereka itu logis, mengikuti mode. Jadi mereka berbahaya.” (122) “Tapi dimana kau mendapatkan mereka?” (123) Kelopak mata kiri sang jenderal agak bergetar saat mengedipkan mata. “Pulau ini di sebut Perangkap Kapal,” jawabnya. “Terkadang Tuhan yang marah di tengah lautan mengirimkan mereka padaku. Terkadang ketika Tuhan tidak begitu baik, aku sedikit menolong Tuhan. Ayo ke jendela denganku.”

(124) Rainsford pergi ke jendela dan melihat keluar kearah lautan. (125) “Sang Jenderal tertawa. “Mereka menunjukkan sebuah terowongan,” katanya, “tak

ada siapapun; bebatuan raksasa dengan pinggiran pisau cukur membungkuk seperti raksasa laut dengan mulut yang terbuka lebar. Mereka bisa menghancurkan sebuah kapal semudah aku menghancurkan kacang ini.” Dia menjatuhkan kenari di atas lantai kayu yang keras dan menginjaknya dengan tumitnya. “Oh, ya,” katanya, dengan santainya seperti sedang menjawab pertanyaan, “Aku punya listrik. Kita coba untuk tinggal disini.”

(126) “Para penduduk? Dan kau menembak manusia? (127) Jejak kemarahan sang Jenderal terlihat dalam mata gelapnya, tapi itu hanya

sebentar; dan dengan sopannya dia berkata , “Astaga, betapa budimannya Anda! Aku jamin aku tidak akan melakukan hal yang Anda sarankan. Itu sangat biadab. Aku menjamu para pengunjung ini dengan setiap pertimbangan masing-masing. Mereka mendapatkan banyak makanan dan olahraga. Mereka akan memiliki kondisi fisik yang bagus. Anda lihat sendiri besok.”

(128) “Apa maksudmu?” (129) “Kita akan mengunjungi sekolah pelatihanku,” sang jenderal tersenyum. “Ada di

ruang bawah tanah. Sekarang aku mempunyai sekitar selusin murid di bawah sana. Mereka dari keturunan Spanyol San Lucar yang memiliki nasib buruk untuk pergi ke bebatuan di luar sana. Dengan menyesal aku katakan, banyak kaum terbelakang disana. Bahan percobaan yang jelek dan lebih terbia sa di geladak (kapal) daripada di hutan.” Dia mengangkat tangannya dan Ivan yang melayani sebagai pelayan membawa kopi Turki yang kental. Rainsford berusaha untuk menahan sikapnya yang tidak serius.

(130) “Ini adalah sebuah permainan, paham,” kata Jenderal dengan lemah lembut, “Aku sarankan untuk salah satu dari mereka ikut kita berburu. Aku memberinya persediaan makanan dan pisau berburu yang sangat bagus. Aku memberinya tiga jam lebih awal. Aku menyusulnya dan hanya dengan senjata pistol caliber berjarak tembak paling kecil. Jika buruanku menghindariku selama tiga hari penuh, dia memenangkan permainan. Tetapi jika aku menemukannya”—sang Jenderal tersenyum—“Dia kalah.”

(131) “Seandainya dia menolak untuk diburu?” (132) “Oh,” kata Jenderal, “Tentu saja aku memberinya pilihan. Dia tidak perlu bermain

jika dia tidak mau. Jika dia tidak ingin berburu, aku akan menyerahkannya pada Ivan. Ivan jika dia tidak mau. Jika dia tidak ingin berburu, aku akan menyerahkannya pada Ivan. Ivan

selalu memilih berburu.” (133) “Dan jika mereka menang?” (134) Senyum di wajah sang j enderal melebar. “Untuk saat ini aku tidak kalah,” katanya. Kemudian dia menambahkan dengan tergesa- gesa: “Aku tidak berharap kau berpikir aku seorang pembual, Rainsford. Banyak dari mereka hanya mampu menyortir masalah dasar. Adakalanya aku memukul suatu karang gigi. Satu orang hampir menang. Akhirnya aku harus menggunakan anjing.”

(135) “Anjing?” (136) “Silahkan lewat sini. Aku akan menunjukkanmu.” (137) Sang jenderal mengajak Rainsford ke jendela. Cahaya dari jendela-jendela terlihat

berkelip-kelip membentuk pola aneh di halaman bawah, dan Rainsford bisa melihat sesuatu yang bergerak di sana sekitar selusin atau bentuk hitam yang begitu besar; saat mereka berbalik ke arahnya, mata mereka hijau bercahaya.

(138) “Cukup banyak, ku pikir,” sang jenderal mengamati. “Mereka dibiarkan keluar jam tujuh setiap malam. Jika ada orang yang mencoba masuk ke rumahku —atau keluar dari rumahku —sesuatu yang sangat disayangkan akan terjadi padanya.” Dia menyenandungkan sebagian lagu dari Folies Bergere .

(139) “Dan sekarang,” kata sang jenderal, “Aku ingin menunjukkanmu koleksi kepala terbaruku. Maukah ke perpustakaan denganku?”

(140) “Aku harap,” kata Rainsford, “bisakah kalau tidak malam ini Jenderal Zaroff. Aku merasa tidak enak badan.” (141) “Ah, sungguh?” sang jenderal bertanya dengan khawatir. “Baik, aku rasa itu wajar setelah berenangmu yang lama. Kau butuh istirahat yang baik dan tidur yang nyenyak. Aku bertaruh, besok kau akan berasa seperti seorang pria yang baru. Kemudian kita akan berburu, kan? Aku punya satu prospek yang menjanjikan —“Rainsford bergegas keluar ruangan.

(142) “Maaf kau tidak bisa pergi denganku malam ini,” kata sang Jenderal. “Aku berharap olahraga yang lebih adil —sesuatu yang besar, kuat dan hitam. Dia terlihat banyak akal —oke, selamat malam Rainsford; Aku harap kau istirahat dengan nyenyak.

(143) Tempat tidurnya enak, dan baju tidur dengan sutra paling lembut dan dia lelah di setiap bagian badannya, namun demikian otak Rainsford tidak bisa tenang dengan candu tidur. Dia berbaring dengan mata yang terbuka lebar. Tiba-tiba dia merasa mendengar suara langkah-langkah mengendap-endap di koridor luar kamarnya. Dia berusaha untuk membuka pintu; tidak terbuka. Dia pergi ke jendela dan melihat keluar. Kamarnya berada di salah satu Menara yang tinggi. Lampu chateau terlihat sekarang dan itu sangat gelap dan sunyi; tetapi disana ada sebuah belahan bulan yang pucat, dan dengan cahayanya yang pudar dia dapat melihat ke halaman dengan samar-samar. Disana, ada bayangan hitam yang keluar masuk tanpa suara; anjing-anjing mendengarnya di jendela dan melihat keatas dengan mata hijau mereka. Rainsford kembali ke tempat tidur dan berbaring. Dia mencoba banyak cara untuk tidur. Dia baru bisa tidur ketika pagi mulai datang. Jauh dari dalam hutan dia samar-samar mendengar letusan sebuah senapan.

(144) Jenderal Zaroff tidak muncul sampai jam makan siang. Dia berpakaian sangat rapi dengan jaket wol khas kotanya. Dia khawatir dengan kondisi kesehatan Rainsford.

(145) “Bagiku,” keluh Jenderal, “Aku merasa kurang sehat. Aku khawatir, Tuan Rainsford. Aku merasakan jejak dari keluhanku yang sudah lama semalam.” (146) Dengan tatapan penuh tanya Tuan Rainsford berkata, “bosan.” (147) Setelah sejenak menikmati crêpes Suzette , sang j enderal menjelaskan: “Perburuan semalam tidaklah baik. Pekerja meninggal. Dia meninggalkan jejak yang sama sekali tidak menimbulkan masalah. Itu merupakan persoalan para pekerja: yang memiliki otak tumpul, dan tidak tahu harus melakukan apa di hutan. Mereka sangat bodoh dan itu jelas sekali. Ini sangat menjengkelkan. Apakah anda menginginkan satu gelas Chablis lagi, Tuan Rainsford?

(148) “Jenderal,” Rainsford berkata dengan sungguh-sungguh, “Aku harap bisa segera meninggalkan pulau ini dalam sekejap .” (149) Sang jenderal mengangkat alis tebalnya; dia t ampak terluka. “Tapi, kawanku,” protes Jenderal, “Kau baru saja datang. Belum pernah berburu--” (150) “Aku ingin pergi hari ini,” kata Rainsford. Mengamati sang jendral, dia melihat mata hitam yang kosong. Tiba-tiba wajah Jenderal Zaroff terlihat gembira. (151) Dia menuangkan Chablis dari botol yang berdebu ke dalam gelas Rainsford. (152) “Malam ini,” kata Jenderal, “Kau dan aku akan berburu.”

(153) Rainsford menggelengkankepalanya dan berkata , “Tidak Jenderal, aku tidak mau berburu.” (154) Jenderal mengangkat bahunya dan dengan nyaman memakan anggur yang berasal dari rumah kaca. “Seperti yang kau inginkan, temanku,” kata Jenderal. “Keputusan sepenuhnya ada padamu. Tapi aku berspekulasi bahwa kau akan menganggap ideku ini lebih menyenangkan dari pada ide Ivan.”

(155) Dia mengangguk ke sudut tempat si raksasa (Ivan) berdiri, mengerutkan dahi, lengannya yang besar menyilang di dada besarnya. (156) “Kau tidak bermaksud--” teriak Rainsford. (157) “Temanku tersayang,” kata Jenderal, “bukankah aku sudah memberi tahumu bahwa

aku selalu bersungguh-sungguh saat membicarakan tentang berburu? Sebuah inspirasi yang nyata. Akhirnya, aku bersulang untuk seorang musuh yang sepantas dengan baju bajaku.” Sang jenderal mengangkat gelasnya, tapi Rainsford hanya duduk dan memandanginya.

(158) “Kau akan tahu bahwa permainan ini cukup berharga untuk dimainkan,” sang j enderal berkata dengan antusiasnya. “Otakmu berlawanan/menantang dengan otakku, begitu juga dengan pionmu. Kekuatan dan staminamu juga melawan milikku. Bagaikan permainan catur yang nyata. Dan taruhannya bukan tanpa nilai , kan?”

(159) “Dan jika aku menang--” Rainsford menjawab berbisik-bisik. (160) “Aku akan merasa senang mengakui kekalahanku jika aku tidak menemukanmu di

malam ketiga nanti,” kata jenderal Zaroff.” “Sekociku akan mengantarkanmu ke daratan dekat kota.” Sang Jenderal membaca apa yang sedang dipikirkan Rainsford.

(161) “Oh, kau bisa mempercayaiku,” kata Cossack . “Aku akan memberimu kata-kataku sebagai seorang pria dan seorang olahragawan. Pastinya, sebagai gantinya kau harus setuju untuk tak mengatakan apapun tentang kunjunganmu kesini.”

(162) “Aku setuju untuk hal semacam itu,” kata Rainsford. (163) “Oh,” kata Jenderal, “dalam hal itu—Tapi kenapa kita membicarakannya sekarang?

Tiga hari maka kita bisa membicarakannya dengan sebotol Veuve Cliquot, kecuali jika-- “ (164) Sang Jenderal meminum anggurnya sedikit-sedikit. (165) Kemudian dengan segera dia berkata pada Rainsford, “Ivan akan menyediakanmu

pakaian berburu, makanan, dan pisau. Aku sarankan kau memakai sepatu sandal; mereka pakaian berburu, makanan, dan pisau. Aku sarankan kau memakai sepatu sandal; mereka

(166) Dari pintu lain datanglah Ivan. Salah satu tangannya ia membawa pakaian berburu khaki/pakaian coklat kekuning-kuningan, sebuah kantung makanan, sarung kulit berisi pisau berburu berbilah panjang dan tangan kanannya memegang senapan di sabuk merah tua yang melingkar di pinggangnya.

(167) Rainsford telah berjuang melewati semak- semak selama dua jam. “Aku harus bertahan. Aku harus bertahan,” katanya dengan gigi geram. (168) Dia belum sepenuhnya sadar ketika gerbang chateau dibelakangnya menutup. Pada awalnya, idenya untuk menjaga jarak dengan Jenderal Zaroff; dan akhirnya dia terjatuh dan kemudian dia ditopang oleh sesuatu yang tajam yang terlihat menggelisahkan. Sekarang ia dapat mengendalikan dirinya sendiri, dia berhenti, menyiapkan dirinya sendiri dan juga dengan keadaan. Dia pikir kalau pelariannya sia-sia, mau tak mau itu akan membawanya berhadapan dengan laut. Dia berada di sebuah gambar dengan bingkai laut dan pastinya apapun yang dia rencanakan, tak akan jauh-jauh dari laut.

(169) “Aku akan memberinya jejak untuk diikuti,” gumam Rainsford. Dan dia keluar jalur dari jalan kecil yang sudah dilaluinya ke dalam hutan belantara tanpa jalan. Dia mengeksekusi serangkaian jalan yang berbelit-belit; dia melewati jalan yang sudah di laluinya lagi dan lagi, mengingat semua cerita rakyat dari pemburu rubah dan semua muslihat dari si rubah. Dia merasa lelah saat malam hari, dengan tangan dan muka yang tergores cabang pepohonan yang lebat di punggung bukit. Dia tau itu sangat bodoh dan suatu kesalahan besar melewati kegelapan, meskipun dia memiliki kekuatan. Kebutuhannya untuk istirahat itu penting sekali dan dia berpikir, “Aku telah bermain (169) “Aku akan memberinya jejak untuk diikuti,” gumam Rainsford. Dan dia keluar jalur dari jalan kecil yang sudah dilaluinya ke dalam hutan belantara tanpa jalan. Dia mengeksekusi serangkaian jalan yang berbelit-belit; dia melewati jalan yang sudah di laluinya lagi dan lagi, mengingat semua cerita rakyat dari pemburu rubah dan semua muslihat dari si rubah. Dia merasa lelah saat malam hari, dengan tangan dan muka yang tergores cabang pepohonan yang lebat di punggung bukit. Dia tau itu sangat bodoh dan suatu kesalahan besar melewati kegelapan, meskipun dia memiliki kekuatan. Kebutuhannya untuk istirahat itu penting sekali dan dia berpikir, “Aku telah bermain

(170) Malam yang menakutkan berjalan lambat seperti ular yang terluka dan rasa kantuk tidak menghampiri Rainsford, meskipun keheningan akan dunia yang mati ada di hutan. Menjelang pagi ketika abu-abu suram menghiasi langit, suara kicauan beberapa ekor burung yang mengagetkan mengalihkan perhatian Rainsford ke arah suara tersebut. Sesuatu datang melalui semak-semak, perlahan-lahan dan hati-hati datang dengan cara berliku sama seperti Rainsford. Dia menempelkan dirinya pada dahan pohon dan dedaunan

yang hampir setebal permadani, dia melihat…. Yang mendekat itu adalah seorang pria. (171) Itu adalah Jenderal Zaroff. Dia berjalan dengan matanya yang tetap berkonsetrasi

penuh pada jalan didepannya. Dia berhenti sejenak, di bawah pohon dia berlutut dan mencermati tanahnya. Urat nadi/denyut Rainsford adalah untuk melemparkannya ke bawah seperti macan kumbang, tetapi dia melihat tangan kanan sang Jenderal memegang sesuatu yang metalik —sebuah pistol.

(172) Sang pemburu menggelengkan kepalanya beberapa kali, seolah-olah dia kebingungan. Kemudian dia berdiri dan mengambil salah satu rokok hitamnya dari kotaknya; aroma dupa ini menyengat seperti asap yang mengambang di lubang hidung Rainsford.

(173) Rainsford menahan napasnya. Mata sang Jenderal telah beralih dari tanah dan mengarah perlahan-lahan ke atas pohon. Rainsford membeku di atas, setiap ototnya tegang. Tetapi mata tajam si pemburu berhenti sebelum mereka sampai ke dahan pohon dimana Rainsford sedang berbaring; senyuman terlihat dari wajahnya yang kecoklatan. Dengan sengaja dia meniup asap rokok ke udara; lalu dia membalikkan punggungnya ke pohon dan dengan cerobohnya berjalan pergi, kembali ke jalan dimana dia datang. Bunyi mendesir dari semak-semak berlawanan dengan sepatu berburunya yang semakin redam dan redam.

(174) Udara yang tertahan menyeruak dengan panasnya dari paru-paru Rainsford. Pikirnya membuatnya merasa sakit dan mati rasa. Sang Jenderal bisa mengikuti jejak di hutan pada malam hari; dia bisa mengikuti jejak yang sangat rumit; dia pasti memiliki kekuatan yang luar biasa. Hanya dengan sedikit kesempatan saja Cossack gagal untuk melihat buruannya.

(175) Pikiran Rainsford selanjutnya bahkan lebih mengerikan. Itu membuat badannya merinding. Mengapa Jenderal tersenyum? Mengapa dia kembali? (176) Rainsford tidak ingin percaya dengan kebenaran yang dikatakan oleh akalnya. Sang Jenderal sedang bermain dengannya! Sang Jenderal menyelamatkan dia untuk olahraga di lain hari! Si Cossack adalah pemburu; dan dia (Rainsford) adalah buruannya. Maka itulah yang Rainsford tahu tentang arti dari terror sebenarnya.

(177) “Aku tidak akan takut. Tidak akan.” (178) Dia meluncur turun dari pohon dan kembali kedalam hutan. Wajahnya sudah siap

dan dia memaksa pikirannya untuk bekerja. Dia berhenti di tiga ratus yard dari tempat persembunyiannya dimana sebuah pohon besar yang mati dan berbahaya bersandar pada pohon lebih kecil yang masih hidup. Rainsford melemparkan kantung makanannya dan mengambil pisau dari sarungnya dan mulai bekerja dengan semua kekuatannya.

(179) Akhirnya pekerjaannya selesai dan ia melemparkan dirinya sendiri ke balik pohon tumbang sejauh seratus kaki. Dia tidak harus menunggu lama. Si kucing sudah datang lagi untuk bermain dengan si tikus.

(180) Jenderal Zaroff datang mengikuti jejak dengan anjing pelacaknya. Tidak ada yang lolos dari tatapannya, Tidak ada rumput yang hancur, tidak ada ranting yang patah, tidak ada bekas, tidak peduli seberapa samarnya di dalam lumut. Begitu niat Cossack ketika dia sedang mengikutinya bahwa dia berada diatas sesuatu yang telah dibuat Rainsford sebelum dia melihatnya. Kakinya menyentuh dahan pohon yang menonjol yang menjadi pemicu. Bahkan saat ia menyentuhnya, sang Jenderal merasakan bahaya dan melompat mundur dengan kegesitan seekor kera. Tapi dia tidak cukup cepat; pohon yang mati, dengan hati- hati menyesuaikan diri untuk beristirahat di bekas tebangan pohon lain, jatuh kebawah dan menghantam sang Jenderal dengan suatu pukulan yang luput di bahunya saat terjatuh, tapi untuk kewaspadaannya, dia pasti telah di serang di bawahnya. Ia jalan sempoyongan, tetapi dia tidak jatuh dan ia juga tidak menjatuhkan senapannya. Dia berdiri di sana menggosok (180) Jenderal Zaroff datang mengikuti jejak dengan anjing pelacaknya. Tidak ada yang lolos dari tatapannya, Tidak ada rumput yang hancur, tidak ada ranting yang patah, tidak ada bekas, tidak peduli seberapa samarnya di dalam lumut. Begitu niat Cossack ketika dia sedang mengikutinya bahwa dia berada diatas sesuatu yang telah dibuat Rainsford sebelum dia melihatnya. Kakinya menyentuh dahan pohon yang menonjol yang menjadi pemicu. Bahkan saat ia menyentuhnya, sang Jenderal merasakan bahaya dan melompat mundur dengan kegesitan seekor kera. Tapi dia tidak cukup cepat; pohon yang mati, dengan hati- hati menyesuaikan diri untuk beristirahat di bekas tebangan pohon lain, jatuh kebawah dan menghantam sang Jenderal dengan suatu pukulan yang luput di bahunya saat terjatuh, tapi untuk kewaspadaannya, dia pasti telah di serang di bawahnya. Ia jalan sempoyongan, tetapi dia tidak jatuh dan ia juga tidak menjatuhkan senapannya. Dia berdiri di sana menggosok

(181) “Rainsford,” panggil sang Jenderal, “jika kau mendengar suaraku; aku rasa kau mendengarnya, biarkan aku mengucapkan selamat padamu. Tidak banyak pria tahu bagaimana membuat perangkap melayu untuk menangkap orang. Sungguh beruntung bagiku, aku, aku juga pernah diburu di Malacca . Kau terbukti menarik, Tuan Rainsford. Aku pergi sekarang untuk membalut lukaku; Ini cuma luka kecil. Tapi aku akan kembali. Aku akan kembali.”

(182) Ketika sang Jenderal mengobati bahunya yang memar, Rainsford kembali meneruskan perjalanannya. Perjalanan yang tidak menyenangkan dan tanpa harapan membawanya selama berjam-jam. Senja datang kemudian kegelapan dan dia masih tertekan. Tanah di bawah sepatu sandalnya tumbuh lebih lembut; tumbuh-tumbuhan tumbuh lebih padat dan serangga menggigitnya dengan kejam.

(183) Kemudian, saat dia melangkah maju, kakinya tenggelam kedalam lumpur. Dia mencoba untuk menariknya kembali, tetapi kotoran itu menghisap kakinya dengan kejam seolah-olah itu adalah lintah raksasa. Dengan usaha keras dia menarik kakinya. Dia tahu dimana dia sekarang. Rawa Kematian dan pasir apung.

(184) Tangannya tertutup rapat seolah keberaniannya adalah sesuatu yang nyata bahwa seseorang di kegelapan sedang mencoba untuk menariknya dari genggamannya. Kelembutan bumi telah memberinya sebuah ide. Dia mundur dari pasirnya beberapa langkah atau lebih dan seperti beberapa berang-berang prasejarah yang besar, dia mulai menggali.

(185) Rainsford telah menggali dirinya sendiri di Perancis ketika berniat menunda kematian kedua. Itu adalah hobi yang menenangkan dibandingkan dengan penggaliannya sekarang. Lubangnya semakin dalam; saat itu di atas bahunya, dia memanjat keluar dan dari beberapa potongan anakan pohon yang keras dan mempertajamnya menjadi lebih halus. Anakan pohon ini ia tanam di bawah lubang dengan ujung menjulur. Dengan jari- jari yang cekatan, dia menenun karpet rumput-rumputan yang kasar dan cabang-cabangnya serta dengan itu ia menutupi mulut lubang. Kemudian, basah dengan keringat dan sakit dengan kelelahan, dia berjongkok di belakang tunggul arang pohon yang menyala.

(186) Dia tahu pemburunya datang; dia mendengar suara hentakkan kaki di permukaan tanah lembut, dan angin malam membawanya pada bau wangi rokok sang Jenderal. Bagi Rainsford tampaknya sang Jenderal datang dengan kecepatan yang tidak biasa; dia tidak merasa jalan bersama, langkah demi langkah. Rainsford yang berjongkok di sana tidak bisa melihat sang Jenderal, dia juga tidak bisa melihat lubangnya. Dia sangat cepat. Kemudian dia serasa ingin menangis keras dengan sukacita, karena dia mendengar ketajaman bunyi dari patahan cabang dengan jelas sebagai penutup jalan lubang; dia mendengar tajamnya teriakan kesakitan saat ujung runcing anak pohon melukainya. Dia melompat dari tempat persembunyiannya. Lalu dia gemetar ketakutan lagi. Seorang pria berdiri tiga langkah dari lubang, dengan obor listrik di tangannya.

(187) “Kau sudah menyelesaikannya dengan baik Rainsford,” kata sang Jenderal. “Lubang harimau Burmamu telah di akui salah satu anjing terbaikku. Sekali lagi Anda mencetak poin. Tuan Rainsford, aku pikir aku akan melihat apa yang bisa kau lakukan terhadap seluruh paketku. Aku akan pulang untuk beristirahat sekarang. Terima kasih untuk malam yang paling menghibur.”

(188) Saat fajar, Rainsford berbaring di dekat rawa dan dibangunkan oleh suara yang membuatnya tahu kalau dia memiliki hal-hal baru untuk belajar tentang rasa takut. Itu adalah suara yang jauh, samar dan bimbang, tetapi dia mengetahuinya. Itu adalah gonggongan dari sekumpulan anjing.

(189) Rainsford tahu dia bisa melakukan salah satu dari dua hal. Dia bisa tinggal dimanapun dan menunggu. Itu bunuh diri. Dia bisa melarikan diri. Itu adalah menunda yang tak terelakkan. Sesaat dia berdiri disana dan berpikir. Sebuah ide yang membiarkan kesempatan gila datang padanya dan sambil mengencangkan ikat pinggangnya, dia melangkah jauh dari rawa.

(190) Gonggongan anjing mendekat, masih dekat, dekat, semakin dekat. Di punggung bukit Rainsford memanjat sebuah pohon. Dibawah aliran air, tidak ada seperempat mil jauhnya, dia dapat melihat semak-semak bergerak. Ketegangan matanya, dia melihat sosok kurus Jenderal Zaroff; tepat didepannya, Rainsford dibuat dari sosok lain yang berbahu lebar bergerak melewati rerumputan hutan yang tinggi; itu adalah si raksasa Ivan dan dia tampaknya ditarik kedepan oleh beberapa kekuatan yang tak terlihat. Rainsford tahu bahwa Ivan sedang memegang bungkusan dengan pak di tali.