1 SM Publish MitosAngkaNomorUrutCapres

Wacana
19 Juni 2014
Mitos Angka NomorUrut Capres
o

Oleh Jumanto

"Analisis kritik ideologi atau kritik mitos tersebut akan membuat netral opini publik, dan
jeli melihat fakta"
MASYARAKAT pemilih, bahkan anak-anak pun, hapal nomor urut capres-cawapres
untuk Pilpres 9 Juli mendatang. Pasangan capres Prabowo-Hatta memperoleh nomor 1,
dan Jokowi-Jusuf Kalla nomor 2. Wacana ’’perang tanda’’ antara nomor 1 dan 2 segera
bergulir di televisi, dengan segala tetek-bengek mitos, signifikansi, dan interpretasi
berbagai pihak, termasuk pihak yang berkompetisi.
Semiotika dan pragmatika segera mengambil alih konsumsi ruang publik ketika kedua
angka tersebut muncul di permukaan Indonesia. Kedua angka tersebut segera menjadi
ikon, indeks, sekaligus simbol peserta kontestasi, dengan ideologi masing-masing, yang
berisi harapan, doa, dan keinginan pemiliknya.
Kedua angka tersebut segera merebut identitas para pemiliknya, dan menjadi acuan
(referensi) pilihan. Bahkan sebagai lambang yang akan direkayasa oleh pemilik dan
massa pendukung sedemikian rupa sehingga bentuk dan tampilannya akan memukau dan

merebut hati masyarakat.
Namun yang lebih menarik, dan menjadi benih ’’ingar-bingar’’ di sini adalah ideologi di
balik angka tersebut, yang telah lama berkembang menjadi mitos, bahkan sebelum
pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK memilikinya.
Bagaimana mitosnya? Nomor 1 dianggap angka keberuntungan, sebagai angka air yang
mengalirkan uang di dunia fengsui. Angka itu berisi kepercayaan diri dan independensi,
dan sebagai puncak dari ambisi, tempat paling tinggi, kesempurnaan, kelangkaan, dan
keeksklusifan. Angka 1 memiliki karakter berani, patuh, ambisius, dan suka mencoba hal
baru.
Sangat Diperebutkan

1

Angka ini suka mengatur segala hal, sesuai kehendaknya, dan memiliki cara pandang
berbeda dan ide fresh, serta mudah bergaul. Dengan sifat ini, angka 1 memiliki keinginan
yang harus tercapai, terkenal keras kepala, namun menganggapnya sebagai pujian. Angka
1 melihat kesulitan sebagai kesempatan untuk menunjukkan jati diri.
Dengan kekuatan mitos inilah, nomor 1 dalam kompetisi apa pun sangat diperebutkan,
dengan risiko pengorbanan luar biasa: harta, benda, tenaga, pikiran, waktu, jiwa-raga,
atau apa pun dengan cara apa pun, melebihi batas nilai: norma, etika, hukum, agama,

bahkan kemanusiaan. Mitos angka 1 lebih kuat menjerat masyarakat ketimbang mitos
angka 2.
Nomor 2 tidak banyak dimimpikan orang, andai masih ada nomor 1. Angka 2 dianggap
pembawa penyakit serius, namun pembawa kemajuan pesat pada bidang militer, dengan
dampak banyak duda dan janda muda, demikian menurut fengsui. Nomor 2 diterima dan
disyukuri, biasanya setelah nomor 1 tidak bisa lagi dimiliki.
Angka 2 memiliki sifat bulan sebagai pengatur, teliti, tekun, tapi temperamental, sebagai
lambang antitesis: kesaksian-konfirmasi, binomial, plus-minus, aktif-pasif, laki-lakiperempuan, positif-negatif, laba-rugi, dan lainlain, serta menunjukkan perjanjian,
pemisahan, dan silihbergantinya hukum, subjek dan objek, dan refleksi diri.
Angka ini adalah lambang penciptaan, produksi, berbuah, dan kombinasi, utamanya
tentang dua kondisi: nyata-tidak nyata, eksplisit-implisit. Angka ini sangat mudah untuk
meyakinkan, dan memiliki konsepsi melahirkan dan mimpi dan dianggap kebaikan,
keseimbangan, kebijaksanaan, pemerataan, dan dualitas, serta kuat dan tenang dalam
penilaian dan perencanaan.
Angka 2 mengundang kita untuk memilih, memiliki makna spiritual sebagai lambang
pertukaran dengan orang lain atau kemitraan (baik dalam harmoni maupun persaingan)
dan komunikasi. Selain itu, mendesak kita keluar dari kebingungan dalam menyatukan
pikiran dan cita-cita, serta meminta kita menggunakan aliran alami untuk menghakimi
sesuatu dan melakukan yang terbaik bagi jiwa kita.
Mitos angka 1 lebih menjerat dan meninabobokan masyarakat. Hal ini juga terlihat pada

kedua capres saat pengambilan nomor undian. Keduanya pasti berharap memperoleh
nomor 1, bukan nomor 2. Mari kita buka memori kita tatkala melihat pengundian di
KPU. Serelah mendapat undian nomor 1, Prabowo terlihat gembira dan menganggap hal
itu sebagai tanda-tanda kemenangan, yang kemudian diamini oleh Hatta.
Adapun Jokowi, sesaat setelah mendapat nomor 2, sekilas kelihatan kecewa, namun rona
itu segera memudar tergantikan senyuman optimistis, dimotivasi oleh Kalla. Nomor 2
adalah tanda kemenangan, kata mereka. Signifikansi atas kata victory atau kemenangan,
dimitoskan oleh jari telunjuk dan jari tengah yang membentuk huruf V.
Bagaimana faktanya? Kedua pasangan capres-cawapres harus legawa melihat fakta
penempatan urutan nomor di kertas suara nantinya, baik posisi atasbawah, maupun posisi

2

kiri-kanan. Jangan terjerat mitos posisi atas lebih baik ketimbang posisi bawah, atau
posisi bawah lebih aman daripada posisi atas.
Ada yang suka di atas, dan ada yang suka di bawah. Hidup kita kadang juga di atas
(kegembiraan), dan kadang juga di bawah (kesedihan). Posisi atas kadang membuat kita
terjatuh, dan posisi bawah kadang membuat kita terantuk. Biasa saja, itulah faktanya.
Demikian juga posisi kirikanan. Jangan terjerat mitos posisi kanan lebih baik dari posisi
kiri, atau posisi kiri dianggap posisi tidak baik. Kita kadang duduk di kiri, kadang duduk

di kanan, demikian juga berjalan ke kiri, atau ke kanan. Itulah faktanya. Itulah
harmonisasi kehidupan ciptaan Tuhan yang mengalahkan argumen apa pun, termasuk
mitos ciptaan manusia. Harmonisasi tersebut juga ada dalam fakta diri kita: banyak
anggota badan adalah pasangan kiri-kanan, dan juga dalam kehidupan bermasyarakat:
ada tetangga kiri-kanan.
Analisis kritik ideologi atau kritik mitos tersebut akan membuat netral opini publik,
terbebas dari jerat mitos, dan jeli melihat fakta. Kita tahu bahwa kedua angka tersebut
bukanlah angka final, namun hanya angka proses atau angka medium/sarana karena
masih harus menunggu takdir hasil tanggal 9 Juli 2014, yang akan mengukir fakta, dan
menjadikannya sejarah.
Fakta akan berbicara, angka mana yang menjadi kemenangan. Pasangan Prabowo-Hatta
jangan gembira dulu karena mitos angka 1, dan pasangan Jokowi-JK pun jangan
bermuram durja karena mitos angka 2. Jika masyarakat cerdas memilih, terbebas dari
mitos angka, mereka akan kembali ke pertimbangan fakta rekam jejak dan fakta kinerja
kedua pasangan: apakah hitam, abu-abu, atau putih, yang telah mereka baca sebagai data.
Namun, bagi kedua pasangan capres-cawapres, andai masih terjerat mitos, silakan tidur
saja dengan mitos positif masingmasing angka, sampai takdir membangunkan pada 9 Juli
2014 untuk melihat fakta sejarah: kemenangan atau kekalahan. Semoga lebih siap untuk
menerima kekalahan dengan lapang dada dan besar hati, ketimbang siap menerima
kemenangan yang biasanya memabukkan jiwa, dan kadang raga. (10)

— Dr Jumanto, PhD in Linguistics (Pragmatics) Universitas Indonesia, dosen Fakultas
Ilmu Budaya (FIB) Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang

3