Pengan Hidup pada Pasien dengan End Colostomy di Kota Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stoma
2.1.1 Defenisi stoma
Akhir atau ujung dari usus besar yang dikeluarkan pada abdomen disebut
sebagai stoma. Stoma itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti mulut.
Stoma bersifat basah, mengkilat dan permukaannya berwarna merah, seperti
membrane mukosa pada oral. Stoma tidak memiliki ujung syaraf sehingga tidak
terlalu sensitif terhadap sentuhan ataupun nyeri. Akan tetapi stoma kaya akan
pembuluh darah dan mungkin dapat berdarah jika dilakukan pengusapan. Hal ini
termasuk normal, hanya perlu diwaspadai jika darah yang keluar terus menerus
dan dalam jumlah banyak (Melville & Baker, 2010). Perlengkapan stoma terdiri
atas satu lapisan dengan barier kulit hipoalergenik untuk mempertahankan
integritas kulit peristomal. Kantong harus cukup besar untuk menampung feses
dan flatus dalam jumlah sedang tetapi tidak terlalu besar agar tidak membebani.
Perlindungan kulit peristomal adalah aspek penting dari perawatan stoma.
Peralatan yang sesuai ukurannya merupakan hal penting untuk mencegah
kebocoran isi (wong, 2009 dalam Sodikin, 2011).
2.1.2 Komplikasi Stoma
Komplikasi atau masalah pada stoma dapat muncul setelah pembedahan
kolostomi, di antaranya paling banyak terjadi pada tahun pertama pasca

pembedahan (Truven Health Analytics, 2012). Beberapa komplikasi akan
dijelaskan sebagai berikut:

6
Universitas Sumatera Utara

a) Retraksi Stoma
Retraksi merupakan kondisi dimana stoma tertarik ke dalam abdomen.
Retraksi dapat terjadi bila kolon tidak segera aktif pasca pembedahan kolostomi.
Bertambahnya berat badan juga memungkinkan untuk terjadinya retraksi. Tipe
kantong kolostoma harus disesuaikan agar pas dengan bentuk stoma setelah
terjadi retraksi. Retraksi belum menjadi sebuah komplikasi berat dari stoma jika
retraksi stoma ke dalam abdomen < 5 cm dari batas permukaan abdomen
(Eucomed, 2012).
b) Hernia Peristomal
Hernia dapat terjadi bila ada bagian dari kolon di dalam abdomen yang
menekan atau menonjol di area sekitar stoma. Hernia akan tampak semakin jelas
ketika pasien sedang duduk, batuk ataupun mendesak abdomen (peningkatan
tekanan intra abdomen). Beberapa pasien membutuhkan penggunaan sabuk
khusus, ataupun rekomendasi untuk operasi guna memperbaiki kondisi hernia

tersebut (Eucomed, 2012).
c) Prolaps
Prolaps dapat terjadi akibat proses pembukaan dinding abdomen yang
terlalu lebar, fiksasi bowel pada dinding abdomen yang tidak adekuat ataupun
akibat peningkatan tekanan intra abdomen. Prolaps yang disertai dengan iskemia
atau obstruksi bowel, ataupun prolaps yang berulang dapat direkomendasikan
untuk pembedahan ulang (Eucomed, 2012).

7
Universitas Sumatera Utara

d) Perdarahan
Perdarahan stoma segera setelah operasi disebabkan oleh hemostasis yang
tidak adekuat selama konstruksi stoma. Penyebab lain yang mungkin
mengakibatkan perdarahan adalah adanya penyakit penyerta hipertensi portal,
trauma oleh ujung tube saat irigasi atau pencukuran area sekitar abdomen atau
cedera. Perdarahan ringan kadang memerlukan agen hemostasis topical, atau
hanya penekanan langsung. Perdarahan masif atau berulang memerlukan
penanganan factor penyebab perdarahan, sedangkan pasien dengan hipertensi
portal memerlukan sclerotheraphy atau portosystemic shunting (Eucomed, 2012).

e) Iskemik dan Nekrosis Stoma
Iskemik dan nekrosis stoma dapat terjadi akibat adanya penekanan pada
pembuluh darah sekitar stoma. Stoma yang baru dibuat melalui operasi harus di
observasi setiap 4 jam sekali untuk mengkaji kondisi stoma, apakah suplai darah
ke stoma adekuat atau tidak. Stoma yang tersuplai darah yang baik berwarna
merah ataupun pink. Stoma yang berwarna ungu, coklat atau hitam menunjukkan
adanya suplai darah yang inadekuat. Stoma yang sudah nekrotik membutuhkan
operasi sebagai intervensi utama (Eucomed, 2012).
f) Stenosis
Stenosis merupakan penyempitan atau konstriksi pada ujung stoma. Hal
ini dapat terjadi akibat adanya pembentukan jaringan scar di sekitar stoma yang
menyebabkan stoma berangsur terhimpit dan menyempit (Eucomed, 2012).

8
Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Pengertian Perawatan Stoma
Perawatan stoma adalah membersihkan stoma, kulit sekitar stoma dan
mengganti kantong kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan (Suratun &
Lusianah, 2010). Perawatan stoma yang rutin akan dilakukan oleh pasien ataupun

care giver baik di rumah sakit ataupun di rumah ialah mengganti kantong
kolostomi dan membersihkan stoma. Kantong kolostomi adalah wadah untuk
menampung feses yang keluar dari stoma. Kantong kolostomi dibuat dari material
disposable atau digunakan hanya sekali, lalu dibuang. Jenis kantong kolostomi
saat ini cukup beragam. Kantong kolostomi yang biasa digunakan ialah kantong
kolostomi one-piece tertutup yang jika terisi harus segera dibuang dan diganti.
Kantong kolostomi one-piece drainable memungkinkan pasien untuk membuang
feses yang ada dalam kantong dengan membuka lubang yang ada di bawah
kantong (Gutman, 2011).
2.1.4 Tujuan Perawatan Stoma
Ada beberapa tujuan perawatan stoma (Menurut Suratun & Lusianah,
2010) antara lain : (a) Menjaga kebersihan klien, (b) Mencegah terjadinya infeksi,
(c) Mencegah iritasi kulit disekitar stoma, (d) Mempertahankan kenyamanan klien
dan lingkungannya.
2.1.5 Cara Merawat Stoma
Perawatan kolostomi yang pertama ialah cara mengganti kantong
kolostomi dan membersihkan area stoma. Kantong kolostomi sebaiknya
dikosongkan atau diganti ketika kantong sudah terisi 1/3 bagian agar pasien tetap
nyaman dengan kantong kolostominya. Kantong kolostomi yang dapat


9
Universitas Sumatera Utara

dikosongkan, dibersihkan dan digunakan kembali adalah jenis kantong kolostomi
two-piece system atau kantong yang memiliki lubang drainase di bawahnya.
(Truven Health Analytics Inc, 2012) memaparkan kantong kolostomi harus
dikosongkan jika sudah 1/3 atau 1/2 penuh. Kantong kolostomi yang penuh akan
menjadi berat dan dapat merusak perlengketan kantong kolostomi dengan kulit
abdomen, selain itu kantong akan beresiko untuk robek atau rusak karena beban
dalam kantong meningkat. Kantong kolostomi yang penuh juga akan membuat
benjolan di balik pakaian dan dapat mengganggu penampilan.
Kantong kolostomi drainable dapat dikosongkan dengan menekan bagian
bawah kantong, kemudian mengeluarkan feses langsung ke dalam toilet.
Kemudian kantong dapat dibersihkan atau dibilas meskipun (Truven Health
Analytics Inc, 2012) mengatakan hal ini tidak begitu penting untuk dilakukan.
Burch (2008 dalam Burch, 2013) menyatakan mayoritas pasien dengan kolostomi
mengganti kantong kolostominya 3 kali sehari hingga 3 kali seminggu, dengan
rata-rata penggantian kolostomi secara rutin selama satu hari sekali. Ketika akan
mengganti dengan kantong yang baru, perhatikan ukuran dari lubang kantong
kolostomi.

Ukuran lubang kantong kolostomi harus sesuai dengan stoma, beri
kelonggaran sekitar 1/8 inci atau sekitar 0,3 cm (Canada Care Medical, n.d).
Penggantian kantong kolostomi dimulai dengan melepaskan perlekatan kantong
kolostomi dengan kulit abdomen secara perlahan sambil sedikit menekan kulit
abdomen yang menempel dengan kantong, kemudian bersihkan stoma. Stoma
dibersihkan dengan air, jika ingin menggunakan sabun, gunakan sabun yang tidak

10
Universitas Sumatera Utara

mengandung minyak ataupun parfum karena dapat mengiritasi (Truven Health
Analytics Inc, 2012). Kulit di sekitar stoma harus dijaga agar tetap kering.
Perawatan kolostomi erat kaitannya dengan perawatan kulit. Perawatan kulit di
sekitar stoma dilakukan bersamaan dengan penggantian kantong kolostomi.
Beberapa orang menggunakan air hangat saat melepaskan kantong stoma dari
kulit abdomen, agar lebih mudah dan nyaman pada kulit. Terkadang kulit akan
terlihat kemerahan atau lebih gelap segera setelah perekat kantong kolostomi
dilepaskan, namun akan segera normal beberapa menit beberapa menit (WOCN
Society, 2008). Hal ini dimungkinkan karena terjadi penekanan pada area kulit
selama kantong terpasang, atau kantong kolostomi dilepaskan secara cepat dari

kulit abdomen.
Irigasi memungkinkan pasien untuk menjadwalkan pengeluaran feses dari
stomanya. Pergerakan bowel baiknya dalam keadaan regular dan bebas dari
masalah saat akan dilakukan irigasi kolostomi. Irigasi kolostomi tidak dapat
dilakukan bila pasien mengalami iritasi pada ususnya, prolaps stoma, hernia
peristomal ataupun komplikasi stoma lainnya (Putri, 2011). Alat yang dapat
digunakan untuk proses irigasi kolostomi meliputi kontainer atau wadah air, tube
(selang untuk mengalirkan cairan), cone dan plastic sleeve (Burch, 2013). Plastic
sleeve berguna untuk mengalirkan keluaran feses dan cairan irigasi ke dalam
toilet.
Setelah irigasi selesai dilakukan, pasien dapat melakukan aktivitas,
meskipun selama 30-45 menit akan tetap ada pengeluaran baik feses, cairan
ataupun flatus. Setelah bersih, kantong kolostomi dapat diganti kembali seperti

11
Universitas Sumatera Utara

biasa. Readding (2006 dalam Burch, 2013) mengatakan ketika irigasi selesai
dilakukan, small cap untuk stoma dapat digunakan untuk memungkinkan pasien
terbebas dari pengeluaran feses dan flatus hingga irigasi selanjutnya.

Ada beberapa persiapan pasien untuk perawatan kolostomi yaitu : (a)
Memberi penjelasan pada klien tujuan tindakan yang akan dilakukan, (b)
Mengatur posisi tidur klien (supinasi), (c) Mengatur tempat tidur klien dan
lingkungan (menutup gorde jendela, pintu, memasang penyekat tempat tidur),
mempersilahkan keluarga untuk menunggu di luar, kecuali jika diperlukan untuk
belajar merawat kolostomi (Menurut Suratun & Lusianah, 2010).
2.1.6 Pendidikan Kesehatan Cara Perawatan Stoma
Pendidikan kesehatan yang perlu diberikan pada klien mengenai cara
perawatan stoma yaitu (Menurut Suratun & Lusianah, 2010) :
(a) Anjurkan klien untuk menghindari penggunaan alkohol dalam
membersihkan daerah stoma. Alkohol mendilatasi kapiler dan dapat menyebabkan
perdarahan pada batas-batas stoma.
(b) Mendemonstrasikan cara membersihkan daerah sekeliling stoma
dengan air dan sabun yang lembut atau dengan set peralatan komersial. Keringkan
kulit dengan menekan-menekan kulit dengan kasa dan bukan dengan menggosok
kulit.
(c) Anjurkan klien untuk tidak menggunakan krim dingin pada kulit
karena hal itu akan mencegah kantung atau barier kulit menempel pada kulit.
(d) Jelaskan pada klien bahwa perioksida merupakan suatu bahan yang
bersifat mengiritasi dan sebaiknya tidak digunakan.


12
Universitas Sumatera Utara

(e) Anjurkan klien bahwa jika terjadi infeksi jamur, biasanya dapat
ditangani dengan membersihkan keseluruhan kulit, kemudian menepuk-nepuk
daerah tersebut sampai kering lalu semprotkan kenalog atau mycostatin ke dareah
tersebut.
(f) Tunjukan klien cara menginpeksi stoma setiap hari dan cara
mengobservasi stoma yang lembab, mengkilat dan berwarna merah muda gelap
sampai merah.
(g) Ajarkan klien cara menyeleksi dan memasang kantung ostomi serta
barier kulit yang berukuran tepat.
(h) Ajarkan klien cara mengosongkan kantung stoma.
(i) Jelaskan pada klien cara mengurangi bau feses, seperti meningkatkan makanan
dari yogurt, mentega susu, dan membatasi makan ikan, kacang-kacangan, dll.
2.2 Kolostomi
2.2.1 Definisi Kolostomi
Kolostomi adalah prosedur pembedahan untuk memindahkan usus besar
ke dinding abdomen, sehingga feses dapat keluar melalui saluran usus ke kantong

yang menempel pada abdomen. Kolostomi juga didefinisikan sebagai suatu
lubang pada usus besar dan aperture (lubang) pada kulit, sehingga menciptakan
anus buatan (Sodikin, 2011). Franz & Wright (2004 dalam Sodikin, 2011) juga
berpendapat serupa, kolostomi adalah prosedur pembedahan yang membawa
sebagian dari usus besar ke dinding abdomen untuk mengeluarkan feses ke luar
dari tubuh.

13
Universitas Sumatera Utara

Kolostomi adalah pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus
besar melalui dinding perut dengan tindakan bedah bila jalan ke anus tidak bisa
berfungsi, dengan cara pengalihan aliran feses dari kolon karena gangguan fungsi
anus (Suratun & Lusianah, 2010).
Kolostomi adalah pembuatan stoma atau lubang pada kolon atau usus
besar (Smeltzer & Bare, 2002). Melville & Baker (2010) mengatakan kolostomi
merupakan tindakan pembedahan untuk membuka jalan usus besar ke dinding
abdomen anterior.
2.2.2 Tujuan Pemasangan Kolostomi
Kolostomi adalah sarana untuk merawat berbagai kelainan pada usus besar

seperti kanker, obstruksi, penyakit radang usus, divertikulum yang ruptur,
iskemia, atau cidera/trauma (Franz & Wright, 2004 dalam Sodikin, 2011).
Menurut Seratun dan Lusianah (2010) tujuan pemasangan kolostomi yaitu: a)
Untuk mengatasi proses patologis pada kolon distal, b) Untuk proses dekompresi
karena sumbatan usus besar distal dan selalu dibuat pada dinding depan abdomen.
Tujuan pemasangan kolostomi yaitu : a) Menampung pengeluaran feses
dari stoma, b) Melindungi kulit terhadap hasil pengeluaran dari stoma, c)
Mencegah terjadinya infeksi, d) Mempertahankan posisi dan fiksasi kantong
kolostomi, e) Menjaga kebutuhan eliminasi klien (Nuari, 2015).
2.2.3 Tipe Kolostomi
Secara umum kolostomi dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu tipe kolostomi
terminal (akhir) dan kolostomi loop. Pada kolostomi terminal (akhir), usus
dipisahkan dan ujungnya dikeluarkan melalui dinding abdomen (sebagai

14
Universitas Sumatera Utara

kolostomi akhir), sedangkan pada kolostomi loop, suatu loop usus dikeluarkan
dari abdomen, dalam hal ini dua apertura yaitu bagian proksimal dan distal.
Kolostomi transversal umumnya merupakan kolostomi loop (Sodikin, 2011).
Potter & Perry (2005) menyatakan ada 3 jenis kolostomi yaitu :
(a) kolostomi loop atau loop colostomy merupakan jenis kolostomi yang dibuat
dengan mengangkat usus ke permukaan abdomen, kemudian membuka dinding
usus bagian anterior untuk memungkinkan jalan keluarnya feses. Biasanya pada
loop colostomy selama 7 hingga 10 hari pasca pembedahan disangga oleh
semacam tangkai plastik agar mencegah stoma masuk kembali ke dalam rongga
abdomen, biasanya dilakukan dalam keadaan darurat. (b) End colostomy, terdiri
dari satu stoma dibentuk dari ujung proksimal usus dengan bagian distal saluran
pencernaan. End colostomy adalah hasil pengobatan bedah kanker kolorektal.
(c) Doubel- barrel colostomy terdiri dari dua stoma yang berbeda stoma bagian
proksimal dan stoma bagian distal.
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga
jenisnya ada beberapa macam tergantung dari kebutuhan klien. Kolostomi dapat
dibuat secara permanen maupun sementara menurut (Suratun & Lusiana, 2010).
a) Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila klien sudah
tidak memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan,
perlengketan (adhesi), atau pengangkatan kolon sigmoid atau rektum sehingga
tidak memungkinkan feses melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa
kolostomi single barrel (dengan satu ujung lubang).

15
Universitas Sumatera Utara

b) Kolostomi Temporer / Sementara
Pembuatan kolostomi temporer biasanya untuk tujuan dekompresi kolon
atau untuk mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan
seperti semula dan abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai
dua ujung lubang yang di keluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi
doubel barrel.
2.2.4 Indikasi Kolostomi
Ada beberapa alasan dilakukannya kolostomi antara lain: (a) infeksi
intraabdomen, seperti pervorasi divertikulitis, (b) cedera trauma pada kolon atau
rektum, misalnya luka tembak, (c) kanker rektum, (d) luka perineum / fistula
(Campbell, 2005 dalam Sodikin, 2011).
Dilakukannya kolostomi sesuai dengan kasus (Menurut Suratun &
Lusiana, 2010) meliputi:
a) Pada kasus keganasan meliputi : kanker kolon distal, kanker extrakolon
yang menyebabkan kolon distal tersumbat/ tidak berfungsi (kanker pada pelvis),
perforasi kolon karena kanker.
b) Pada kasus non keganasan meliputi : sumbatan di lumen rektum, anus
karena infeksi berat lama, fibrosis pasca infeksi, sumbatan diluar lumen (proses
infeksi pada pelvis), trauma anus rektum.
2.2.5 Risiko Kolostomi
Campbell (2005 dalam Sodikin, 2011) menjelaskan beberapa risiko yang
timbul dari kolostomi, antara lain: (a) risiko karena anestesi (reaksi terhadap obat,
gangguan pernapasan). (b) risiko karena pembedahan (perdarahan, infeksi).

16
Universitas Sumatera Utara

(c) risiko tambahan lainnya (penyempitan atau obstruksi stoma, terjadinya
hernia pada lokasi insisi, serta iritasi kulit).
2.2.6 Komplikasi Kolostomi
Ada beberapa komplikasi kolostomi(Menurut Suratun dan Lusianah 2010),
antara lain yaitu:
a) Obstruksi/Penyumbatan
Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus atau
adanya pengerasan feses yang sulit dikeluarkan. Untuk menghindari terjadinya
sumbatan, klien perlu dilakukan irigasi kolostomi secara teratur. Pada klien
dengan kolostomi permanen tindakan irigasi ini perlu diajarkan agar klien dapat
melakukannya sendiri di kamar mandi.
b) Infeksi
Kontaminasi feses merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab
infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh karena itu pemantauan stoma secara terus
menerus sangat diperlukan dan tindakan segera mengganti balutan luka dan
kantong stoma sangat bermakna untuk mencegah infeksi.
c) Retraksi Stoma/Mengkerut
Stoma mengalami pengikatan karena kantong yang terlalu sempit dan juga
karena adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar stoma yang mengalami
pengkerutan.
d) Prolaps Pada Stoma
Prolaps terjadi karena otot abdomen atau karena fiksasi struktur
penyokong stoma yang kurang adekuat.

17
Universitas Sumatera Utara

e) Perdarahan Stoma
Perdarahan kemungkinan terjadi karena jahitan luka yang kurang baik atau
terjadi proses infeksi.
f) Stenosis Stoma
Terjadinya penyempitan pada stoma, hal ini dapat pula sebagai akibat
retraksi stoma.
2.2.7 Diet Nutrisi
Pasien dengan kolostomi tidak dapat mengontrol pengeluaran feses dan
flatus, oleh karena itu edukasi terkait nutrisi perlu diberikan kepada pasien agar
terhindar dari gangguan odor ataupun konsistensi feses yang tidak normal.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait nutrisi pada pasien dengan kolostomi
ialah (Gutman, 2011) :
a) Mengurangi makanan yang menimbulkan bau, yaitu kubis, kol, keju,
telur, ikan, kacang polong, bawang, jengkol, pete.
b) Mengurangi makanan yang mengandung gas seperti dengan brokoli,
kubis, bawang, timun, jagung dan lobak, serta makan secara perlahan dengan
mulut tertutup untuk meminimalkan udara yang masuk ke dalam sistem
pencernaan.
c) Menambah makanan yang mengandung potassium seperti pisang,
daging (non lemak), jeruk, tomat, kentang jika mengalami diare. Kurangi
konsumsi keju, selai kacang, dan susu.
d) Mengatasi konstipasi (jika terjadi) dengan menambah makanan tinggi
serat.

18
Universitas Sumatera Utara

e) Makan tiga kali sehari penting untuk meningkatkan aktivitas usus dan
mencegah produksi gas.
f) Gangguan pada pencernaan dapat juga berasal dari tekanan emosional,
stress, atau kurangnya aktivitas fisik.
2.2.8 Support Sosial
Individu yang baru memiliki stoma biasanya akan ragu dan bertanya,
bagaimana mereka dapat hidup dengan stoma pada tubuhnya, apakah mereka
masih dapat menjalin hubungan dengan keluarga, relasi ataupun partner kerja,
serta apa yang akan terjadi bila tiba-tiba kantong kolostomi yang sedang terpasang
robek (Burch, 2013). Ketidakyakinan ini dapat diantisipasi dengan adanya
kehadiran perawat spesialis ataupun support group (Ferrer et al, 2010 dalam
Burch, 2013).
2.2.9 10 Hak Ostomate
Ostomate adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan para
penyandang stoma. Sejauh ini ternyata para ostomate banyak yang belum
mengetahui tentang haknya sehingga seringkali para ostomate berhadapan
masalah-masalah yang semestinya tidak terjadi jika 10 hak-hak mereka terpenuhi
seperti:

dikucilkan

dari

lingkungan,

dikeluarkan

dari

pekerjaan,

tidak

mendapatkan informasi yang jelas tentang stoma (pre/post operasi), atau
mempunyai stoma yang kurang pas dengan postur tubuh, dll (InOA, 2009).
Berikut adalah 10 hak para ostomate memurut InOA, 2009:
1. Mendapatkan konseling sebelum dilakukannya pembedahan stoma.
2. Mendapatkan konseling tentang letak stoma (stoma sitting) yang tepat.

19
Universitas Sumatera Utara

3. Memiliki stoma dengan bentuk yang baik.
4. Mendapatkan perawatan setelah pembedahan atau rehabilitasi pasca
pembedahan.
5. Mendapatkan dukungan emosional
6. Mendapatkan bimbingan baik secara individu atau bersama keluarga.
7. Mendapatkan informasi tentang penggunaan peralatan kantong stoma yang
diperlukan sesuai dengan indikasi.
8. Adanya informasi di masyarakat tentang perkumpulan bagi para Ostomate
dan mendapatkan informasi mengenai hal tersebut.
9. Mendapatkan tindak lanjut dan pengawasan dari perawat Enterostomal
Theraphy (ET) atau perawat stoma tentang perawatan terhadap stomanya.
10. Mendapatkan manfaat dari upaya tim kesehatan yang professional.
Dengan demikian diharapkan banyak orang yang tahu dan faham hak-hak
ostomate, sebagai salah satu bentuk kepedulian kita terhadap mereka, tidak hanya
ostomate saja yang tahu tapi kita semua, baik tenaga kesehatan : dokter, perawat,
keluarga bahkan masyarakat umum diharapkan mengetahui sehingga dapat
menjadi pengawal untuk para ostomate sehingga mendapatkan hak-haknya
tersebut. Dan yang mesti diingat oleh kita semua bahwasanya ostomate juga
adalah manusia biasa namun mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh
manusia lain yaitu memiliki stoma dan itu adalah anugerah dari Yang Maha
Kuasa sehingga kita harus menjaga dan merawat pemberiannya (InOA, 2009).

20
Universitas Sumatera Utara