Analisis Komparasi Alternatif Pengganti Tanaman Jeruk di Kabupaten Karo (Studi Kasus di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe)
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Karo terletak pada jajaran Dataran Tinggi Bukit Barisan
dengan topografi berbukit dan bergelombang pada koordinat 2050’ – 3019’
Lintang Utara dan 97055’ - 98038’ Bujur Timur. Tipe iklim adalah E2 menurut
klasifikasi Oldeman dengan bulan basah lebih tiga bulan dan bulan kering berkisar
2-3 bulan atau tipe A menurut Koppen dengan curah hujan rata-rata di atas 1.000
mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan
basah yaitu Agustus sampai dengan Januari dan Maret sampai dengan Mei
(Pemkab Karo, 2013).
Letak geografis dan kondisi iklim Kabupaten Karo menjadikan kabupaten
ini sebagai salah satu sentra produksi komoditi pertanian Indonesia. Salah satunya
sebagai sentra produksi buah jeruk. Varietas jeruk yang ditanam di Kabupaten
Karo antara lain jenis Siam, Washington, Sunkist, Padang, Siam Madu dan
sebagainya. Jenis yang disukai oleh konsumen lokal adalah varitas Siam Madu
sehingga varitas jeruk ini mendominasi penanaman jeruk di kabupaten Karo.
Seleksi terhadap tanaman jeruk telah menghasilkan jeruk siam madu dari
Kabupaten Karo sebagai varietas unggul (Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
762/kpts/TP.240/6/99 tanggal 22 Juni 1999). Daerah penghasil jeruk di Kabupaten
Karo antara lain di Kecamatan Mardinding, Juhar, Munte, Kutabuluh, Payung,
Simpang Empat, Naman Teran, Merdeka, Kabanjahe, Berastagi, Tiga Panah,
Dolat Rayat, Merek dan Barusjahe (Pemkab Karo, 2013).
Sejak dahulu Berastagi - Kabupaten Karo sudah dikenal sebagai penghasil
jeruk keprok (Citrus nobilis) yang tangguh. Satu pohon jeruk mampu
Universitas Sumatera Utara
2
menghasilkan sampai setengah ton buah setiap kali panen. Namun produksi jeruk
terus menurun akibat serangan hama dan penyakit (Rahardi, 2004). Sebuah studi
identifikasi permasalahan jeruk di Sumatera Utara, khususnya di Kabupaten Karo
telah dilakukan oleh Tim International Centre for oriented Research in Agriculture
(ICRA) bekerjasama dengan BPTP Sumut dan Pemerintah Kabupaten Karo. Dari
hasil penggalian informasi dengan metode PRA diperoleh beberapa permasalahan
di sentra produksi jeruk di Kabupaten Karo. Permasalahan usahatani jeruk
tersebut adalah: (1) Rekomendasi penggunan pestisida spesifik lokasi belum
tersedia dan petani mendapat informasi tentang pestisida dari toko saprodi, (2)
Akibat serangan penyakit tanaman menyebabkan kehilangan hasil serta mutu buah
jeruk rendah. Penyakit yang dominan adalah busuk akar, jamur merah, diplodia,
batang berlumut dan lain-lain, (3) Penampakan kulit buah jorok akibat hama
penyakit dan faktor lain. Informasi tentang penyebab buah burik dan cara
pengendaliannya belum banyak diketahui oleh petani, (4) Hama tanaman jeruk
cukup banyak dan menyebabkan kehilangan hasil cukup tinggi. Hama yang
dominan adalah lalat buah, penggerek buah, aphids, thrips, kutu sisik dan lainlain. Dari sekian banyak hama tersebut terdapat beberapa hama yang dominan dan
menyerang tanaman jeruk siam madu yang banyak dibudidayakan di dataran
tinggi Sumatera Utara adalah lalat buah dan penggerek buah
(Nainggolan,
Napitupulu dan Winarto, 2010). Ashari (2006) menyatakan bahwa kendala
budidaya tanaman jeruk akibat serangan hama lalat buah dan penyakit blendok
pada batang masih sangat sulit dikendalikan dan menyebabkan kerugian sehingga
terpaksa harus dimusnahkan.
Universitas Sumatera Utara
3
Akibat serangan hama dan penyakit menyebabkan petani mengganti
tanaman jeruk menjadi tanaman lain seperti kopi, cabai merah dan kol. Beberapa
faktor yang menyebabkan petani mengganti tanaman jeruk menjadi kopi adalah
modal usahatani kopi relatif lebih sedikit dibanding usahatani jeruk. Pemeliharaan
tanaman kopi relatif lebih mudah dibanding tanaman jeruk, dimana tanaman jeruk
pemeliharaannya lebih intensif dan tanaman jeruk rentan akan hama penyakit,
sehingga penyemprotan pestisida harus sering dilakukan. Faktor lainnya adalah
harga jual kopi yang relatif lebih tinggi dibanding jeruk.
Di Desa Sukanalu Kecamatan Barusjahe, tanaman buah-buahan yang
dominan dibudidayakan adalah jeruk manis. Namun pada saat ini tanaman jeruk
sudah banyak yang tidak produktif lagi, dan potensial untuk di rehabilitasi atau
diganti dengan tanaman kopi. Kondisi iklim dan tanah di Desa Sukanalu sesuai
untuk pengembangan berbagai jenis komoditi pertanian. Iklim dengan curah hujan
rata-rata 2.600 mm/tahun, suhu 180C – 220C, tipe tanah Andosol dengan pH 4,5 –
6,5 pada ketinggian 1.200 – 1.350 m dpl sangat potensial untuk pengembangan
tanaman hortikultura dataran tinggi sehingga tanaman cabai merah dan kol sangat
potensial sebagai pengganti tanaman jeruk (BPP Kecamatan Barusjahe, 2013).
Gambar 1. Kebun jeruk di desa Sukanalu yang diganti dengan tanaman kopi dan
cabai merah.
Universitas Sumatera Utara
4
Cabai merah adalah salah satu komoditi hasil pertanian dengan nilai
ekonomi yang tinggi. Semakin banyak jenis menu yang disediakan dengan cabai
merah menyebabkan semakin meningkatnya permintaan akan komoditi ini. Petani
di Kabupaten Karo sangat berminat dengan komoditi ini. Tanaman ini telah sejak
lama dibudidayakan baik secara tradisional maupun dengan teknik budidaya
terbaru. Pengembangan komoditi cabai merah di Kabupaten Karo potensial karena
dukungan petani dan ketersediaan lahan. Semua kecamatan di Kabupaten Karo
menghasilkan cabai merah. Pemasaran cabainya antara lain pada masyarakat lokal
dan pasar domestik seperti Medan, Binjai, Rantau Parapat, Tanjung Balai, Pulau
batam, Langkat, Aceh, Sibolga, Riau dan Pematangsiantar (Pemkab Karo, 2013).
Kol adalah salah satu jenis sayuran yang telah sejak lama dibudidayakan di
Kabupaten Karo. Perkembangan komoditi ini baik karena didukung oleh kondisi
cuaca, keinginan petani yang tinggi dan ketersediaan lahan. Kubis adalah salah
satu produk yang tidak dapat bertahan lama setelah masa panen dan biasanya
dijual dalam keadaan segar. Daerah penghasil kol di Kabupaten Karo antara lain
Kecamatan Simpang Empat, Naman Teran, Merdeka, Kabanjahe, Berastagi, Tiga
Panah, Dolat Rayat, Merek dan Barusjahe. Pemasaran dalam negeri antara lain
Bandung, Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Pekan Baru, Aceh, Rantau
Parapat, Langkat, Pematangsiantar, Pulau Batam dan Binjai. Sedangkan pasar luar
negeri antara lain Malaysia dan Singapura (Pemkab Karo, 2013).
Tanaman kopi, cabai merah dan kol telah dibudidayakan petani di desa
Sukanalu sebagai pengganti tanaman jeruk. Namun perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui biaya dan pendapatan, titik impas, perubahan harga dan
Universitas Sumatera Utara
5
kelayakan usahatani cabai merah dan kol dan untuk mengetahui kelayakan
finansial usahatani kopi yang bersifat tahunan sehingga ketiga usahatani (kopi,
cabai merah dan kol) tersebut dapat diperbandingkan.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
uraian
pada
latar
belakang
dirumuskan
beberapa
permasalahan yaitu:
1. Bagaimana biaya dan pendapatan, titik impas (breakeven point), dan
kalayakan dari usahatani cabai merah dan kol?
2. Bagaimana kelayakan finansial usahatani kopi?
3. Bagaimana komparasi biaya dan pendapatan usahatani cabai merah dengan
usahatani kol?
4. Bagaimana komparasi biaya dan pendapatan usahatani cabai merah dengan
usahatani kopi?
5. Bagaimana komparasi biaya dan pendapatan usahatani kol/kubis dengan
usahatani kopi?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui biaya dan pendapatan, titik impas (breakeven point), dan
kalayakan dari usahatani cabai merah dan kol.
2. Untuk mengetahui kelayakan finansial usahatani kopi.
3. Untuk mengkomparasi biaya dan pendapatan usahatani cabai merah dengan
usahatani kol.
Universitas Sumatera Utara
6
4. Untuk mengkomparasi biaya dan pendapatan usahatani cabai merah dengan
usahatani kopi.
5. Untuk mengkomparasi biaya dan pendapatan usahatani kol/kubis dengan
usahatani kopi.
1.4. Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan tersebut, kegunaan
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
-
Sebagai bahan pertimbangan bagi petani dalam menentukan alternatif
tanaman yang akan dibudidayakan sebagai pengganti tanaman jeruk.
-
Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kabupaten Karo dalam menyusun
kebijakan dalam mendukung usahatani masyarakat khususnya terkait
semakin banyaknya masyarakat yang mengganti tanaman jeruk akibat
terserang hama dan penyakit.
-
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pertanian pada
program studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
-
Sebagai
bahan
penelitian
lanjutan
dalam
upaya
meningkatkan
kesejahteraan petani.
-
Sebagai bahan informasi.
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Karo terletak pada jajaran Dataran Tinggi Bukit Barisan
dengan topografi berbukit dan bergelombang pada koordinat 2050’ – 3019’
Lintang Utara dan 97055’ - 98038’ Bujur Timur. Tipe iklim adalah E2 menurut
klasifikasi Oldeman dengan bulan basah lebih tiga bulan dan bulan kering berkisar
2-3 bulan atau tipe A menurut Koppen dengan curah hujan rata-rata di atas 1.000
mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan
basah yaitu Agustus sampai dengan Januari dan Maret sampai dengan Mei
(Pemkab Karo, 2013).
Letak geografis dan kondisi iklim Kabupaten Karo menjadikan kabupaten
ini sebagai salah satu sentra produksi komoditi pertanian Indonesia. Salah satunya
sebagai sentra produksi buah jeruk. Varietas jeruk yang ditanam di Kabupaten
Karo antara lain jenis Siam, Washington, Sunkist, Padang, Siam Madu dan
sebagainya. Jenis yang disukai oleh konsumen lokal adalah varitas Siam Madu
sehingga varitas jeruk ini mendominasi penanaman jeruk di kabupaten Karo.
Seleksi terhadap tanaman jeruk telah menghasilkan jeruk siam madu dari
Kabupaten Karo sebagai varietas unggul (Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
762/kpts/TP.240/6/99 tanggal 22 Juni 1999). Daerah penghasil jeruk di Kabupaten
Karo antara lain di Kecamatan Mardinding, Juhar, Munte, Kutabuluh, Payung,
Simpang Empat, Naman Teran, Merdeka, Kabanjahe, Berastagi, Tiga Panah,
Dolat Rayat, Merek dan Barusjahe (Pemkab Karo, 2013).
Sejak dahulu Berastagi - Kabupaten Karo sudah dikenal sebagai penghasil
jeruk keprok (Citrus nobilis) yang tangguh. Satu pohon jeruk mampu
Universitas Sumatera Utara
2
menghasilkan sampai setengah ton buah setiap kali panen. Namun produksi jeruk
terus menurun akibat serangan hama dan penyakit (Rahardi, 2004). Sebuah studi
identifikasi permasalahan jeruk di Sumatera Utara, khususnya di Kabupaten Karo
telah dilakukan oleh Tim International Centre for oriented Research in Agriculture
(ICRA) bekerjasama dengan BPTP Sumut dan Pemerintah Kabupaten Karo. Dari
hasil penggalian informasi dengan metode PRA diperoleh beberapa permasalahan
di sentra produksi jeruk di Kabupaten Karo. Permasalahan usahatani jeruk
tersebut adalah: (1) Rekomendasi penggunan pestisida spesifik lokasi belum
tersedia dan petani mendapat informasi tentang pestisida dari toko saprodi, (2)
Akibat serangan penyakit tanaman menyebabkan kehilangan hasil serta mutu buah
jeruk rendah. Penyakit yang dominan adalah busuk akar, jamur merah, diplodia,
batang berlumut dan lain-lain, (3) Penampakan kulit buah jorok akibat hama
penyakit dan faktor lain. Informasi tentang penyebab buah burik dan cara
pengendaliannya belum banyak diketahui oleh petani, (4) Hama tanaman jeruk
cukup banyak dan menyebabkan kehilangan hasil cukup tinggi. Hama yang
dominan adalah lalat buah, penggerek buah, aphids, thrips, kutu sisik dan lainlain. Dari sekian banyak hama tersebut terdapat beberapa hama yang dominan dan
menyerang tanaman jeruk siam madu yang banyak dibudidayakan di dataran
tinggi Sumatera Utara adalah lalat buah dan penggerek buah
(Nainggolan,
Napitupulu dan Winarto, 2010). Ashari (2006) menyatakan bahwa kendala
budidaya tanaman jeruk akibat serangan hama lalat buah dan penyakit blendok
pada batang masih sangat sulit dikendalikan dan menyebabkan kerugian sehingga
terpaksa harus dimusnahkan.
Universitas Sumatera Utara
3
Akibat serangan hama dan penyakit menyebabkan petani mengganti
tanaman jeruk menjadi tanaman lain seperti kopi, cabai merah dan kol. Beberapa
faktor yang menyebabkan petani mengganti tanaman jeruk menjadi kopi adalah
modal usahatani kopi relatif lebih sedikit dibanding usahatani jeruk. Pemeliharaan
tanaman kopi relatif lebih mudah dibanding tanaman jeruk, dimana tanaman jeruk
pemeliharaannya lebih intensif dan tanaman jeruk rentan akan hama penyakit,
sehingga penyemprotan pestisida harus sering dilakukan. Faktor lainnya adalah
harga jual kopi yang relatif lebih tinggi dibanding jeruk.
Di Desa Sukanalu Kecamatan Barusjahe, tanaman buah-buahan yang
dominan dibudidayakan adalah jeruk manis. Namun pada saat ini tanaman jeruk
sudah banyak yang tidak produktif lagi, dan potensial untuk di rehabilitasi atau
diganti dengan tanaman kopi. Kondisi iklim dan tanah di Desa Sukanalu sesuai
untuk pengembangan berbagai jenis komoditi pertanian. Iklim dengan curah hujan
rata-rata 2.600 mm/tahun, suhu 180C – 220C, tipe tanah Andosol dengan pH 4,5 –
6,5 pada ketinggian 1.200 – 1.350 m dpl sangat potensial untuk pengembangan
tanaman hortikultura dataran tinggi sehingga tanaman cabai merah dan kol sangat
potensial sebagai pengganti tanaman jeruk (BPP Kecamatan Barusjahe, 2013).
Gambar 1. Kebun jeruk di desa Sukanalu yang diganti dengan tanaman kopi dan
cabai merah.
Universitas Sumatera Utara
4
Cabai merah adalah salah satu komoditi hasil pertanian dengan nilai
ekonomi yang tinggi. Semakin banyak jenis menu yang disediakan dengan cabai
merah menyebabkan semakin meningkatnya permintaan akan komoditi ini. Petani
di Kabupaten Karo sangat berminat dengan komoditi ini. Tanaman ini telah sejak
lama dibudidayakan baik secara tradisional maupun dengan teknik budidaya
terbaru. Pengembangan komoditi cabai merah di Kabupaten Karo potensial karena
dukungan petani dan ketersediaan lahan. Semua kecamatan di Kabupaten Karo
menghasilkan cabai merah. Pemasaran cabainya antara lain pada masyarakat lokal
dan pasar domestik seperti Medan, Binjai, Rantau Parapat, Tanjung Balai, Pulau
batam, Langkat, Aceh, Sibolga, Riau dan Pematangsiantar (Pemkab Karo, 2013).
Kol adalah salah satu jenis sayuran yang telah sejak lama dibudidayakan di
Kabupaten Karo. Perkembangan komoditi ini baik karena didukung oleh kondisi
cuaca, keinginan petani yang tinggi dan ketersediaan lahan. Kubis adalah salah
satu produk yang tidak dapat bertahan lama setelah masa panen dan biasanya
dijual dalam keadaan segar. Daerah penghasil kol di Kabupaten Karo antara lain
Kecamatan Simpang Empat, Naman Teran, Merdeka, Kabanjahe, Berastagi, Tiga
Panah, Dolat Rayat, Merek dan Barusjahe. Pemasaran dalam negeri antara lain
Bandung, Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Pekan Baru, Aceh, Rantau
Parapat, Langkat, Pematangsiantar, Pulau Batam dan Binjai. Sedangkan pasar luar
negeri antara lain Malaysia dan Singapura (Pemkab Karo, 2013).
Tanaman kopi, cabai merah dan kol telah dibudidayakan petani di desa
Sukanalu sebagai pengganti tanaman jeruk. Namun perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui biaya dan pendapatan, titik impas, perubahan harga dan
Universitas Sumatera Utara
5
kelayakan usahatani cabai merah dan kol dan untuk mengetahui kelayakan
finansial usahatani kopi yang bersifat tahunan sehingga ketiga usahatani (kopi,
cabai merah dan kol) tersebut dapat diperbandingkan.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan
uraian
pada
latar
belakang
dirumuskan
beberapa
permasalahan yaitu:
1. Bagaimana biaya dan pendapatan, titik impas (breakeven point), dan
kalayakan dari usahatani cabai merah dan kol?
2. Bagaimana kelayakan finansial usahatani kopi?
3. Bagaimana komparasi biaya dan pendapatan usahatani cabai merah dengan
usahatani kol?
4. Bagaimana komparasi biaya dan pendapatan usahatani cabai merah dengan
usahatani kopi?
5. Bagaimana komparasi biaya dan pendapatan usahatani kol/kubis dengan
usahatani kopi?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui biaya dan pendapatan, titik impas (breakeven point), dan
kalayakan dari usahatani cabai merah dan kol.
2. Untuk mengetahui kelayakan finansial usahatani kopi.
3. Untuk mengkomparasi biaya dan pendapatan usahatani cabai merah dengan
usahatani kol.
Universitas Sumatera Utara
6
4. Untuk mengkomparasi biaya dan pendapatan usahatani cabai merah dengan
usahatani kopi.
5. Untuk mengkomparasi biaya dan pendapatan usahatani kol/kubis dengan
usahatani kopi.
1.4. Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan tersebut, kegunaan
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
-
Sebagai bahan pertimbangan bagi petani dalam menentukan alternatif
tanaman yang akan dibudidayakan sebagai pengganti tanaman jeruk.
-
Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kabupaten Karo dalam menyusun
kebijakan dalam mendukung usahatani masyarakat khususnya terkait
semakin banyaknya masyarakat yang mengganti tanaman jeruk akibat
terserang hama dan penyakit.
-
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pertanian pada
program studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
-
Sebagai
bahan
penelitian
lanjutan
dalam
upaya
meningkatkan
kesejahteraan petani.
-
Sebagai bahan informasi.
Universitas Sumatera Utara