Analisis Komparasi Alternatif Pengganti Tanaman Jeruk di Kabupaten Karo (Studi Kasus di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe) Chapter III V

34

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pemilihan Lokasi
Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu di desa Sukanalu
Kecamatan Barusjahe dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Barusjahe sebagai
salah satu sentra penghasil jeruk di Kabupaten Karo (Tabel 1). Namun saat ini
sebagian petani telah mengganti tanaman jeruk baik menjadi tanaman perkebunan
yaitu kopi mupun tanaman hortikultura seperti cabai merah, kol/kubis, dan
tanaman lainnya akibat serangan hama dan penyakit sehingga produksi buah jeruk
mengalami penurunan dari tahun ketahun (Tabel 2).

Tabel 1. Luas Tanam Jeruk di Kabupaten Karo Tahun 2008 s/d 2012.
Luas Tanam Jeruk (Ha)
2008
2009
2010
2011
2012
1 Barusjahe

2,396
2,396
2,298
2,847
2,848
2 Tigapanah
1,187
1,185
1,187
1,289
4,115
3 Kabanjahe
1,599
1,600
1,599
1,994
975
4 Simpang empat
2,062
2,062

2,066
2,571
2,423
5 Payung
30
30
36
56
57
6 Munte
1,720
1,720
1,688
2,087
2,062
7 Tigabinanga
27
27
8
7

7
8 Juhar
251
235
173
172
160
9 Kutabuluh
47
48
47
47
90
10 Mardingding
7
63
62
9
8
11 Berastagi

196
195
181
219
219
12 Merek
785
785
771
931
959
13 Laubaleng
1
1
1
1
1
14 Tiganderket
94
23

5
60
63
15 Naman teran
694
692
690
856
843
16 Merdeka
597
597
626
725
653
17 Dolat Rakyat
468
468
468
610

610
Jumlah
12,161
12,127
11,906
14,481
16,093
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karo (2013).
No

Kecamatan

Universitas Sumatera Utara

35

Tabel 2. Produksi Buah Jeruk di Kabupaten Karo Tahun 2008 s/d 2012
Produksi Buah Jeruk (Ton)
2008
2009

2010
2011
2012
82,542
80,571
193,000
20,300
12,500
1 Barusjahe
41,044
62,240
304,600
72,067
30,397
2 Tigapanah
51,980
53,781
106,600
40,168
62,430

3 Kabanjahe
69,355
326,085
234,898
65,782
4 Simpang empat 104,166
960
1,009
2,285
2,112
1,981
5 Payung
10,345
57,848
6,050
6,743
2,780
6 Munte
1,740
904

900
27
7 Tigabinanga
4,314
7,905
7,940
1,910
2,145
8 Juhar
1,475
1,598
5,840
2,475
3,593
9 Kutabuluh
112
2,102
305
335
135

10 Mardingding
8,400
6,559
1,550
9,505
7,065
11 Berastagi
31,846
23,083
91,026
21,606
12,094
12 Merek
10
42
45
4
13 Laubaleng
9,427
673

3,385
500
14 Tiganderket
12,258
17,447
243,091
42,153
18,077
15 Naman teran
29,566
15,051
71,000
21,500
8,961
16 Merdeka
18,728
13,791
74,100
26,722
21,658
17 Dolat Rakyat
Jumlah
408,913
413,959 1,437,802
502,494
250,129
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karo (2013).
No

Kecamatan

Dari tabel luas tanam jeruk diatas terlihat bahwa Kecamatan Barusjahe
memiliki luas tanam jeruk tertinggi yaitu hampir 20% dari luas tanam jeruk di
Kabupaten Karo. Namun dari tabel dan grafik produksi jeruk terlihat bahwa
produksi jeruk dari kacamatan Barusjahe lebih rendah dibanding beberapa
kecamatan lainnya.

3.2. Metode Penentuan Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah petani yang telah mengganti tanaman
jeruknya menjadi tanaman kopi, cabai merah maupun kol (kubis). Penentuan
sampel dilakukan secara accident random sampling yaitu petani yang ditemui
(secara acak) langsung di lokasi penelitian, yaitu sebanyak 15 orang petani cabai

Universitas Sumatera Utara

36

merah, 15 orang petani kol, dan 15 orang petani kopi. Pengambilan sampel
dengan cara ini sesuai dengan teori Bailey yang menyatakan untuk penelitian
menggunakan analisa statistik, ukuran responden minimal 15 (Hasan, 2002).

3.3. Metode Pengumpulan Data
Data primer diperoleh dari dari petani sampel atau responden yaitu dengan
cara : 1) Angket/ kuesioner 2) Wawancara, 3) Observasi. Data sekunder diperoleh
dari instansi pemerintahan yang relevan antara lain Dinas Pertanian Propinsi
Sumatera Utara, Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Kabupaten Karo terkait mapun sumber-sumber data lainnya yang berhubungan.

3.4. Metode Analisis Data
Penilaian suatu usahatani apakah usahatani tersebut layak atau tidak layak
dilaksanakan menggunakan beberapa metode penilaian atau disebut juga dengan
kriteria investasi. Metode penilaian ini melihat kelayakan usahatani dari aspek
profitabilitas komersialnya.
1. Analisis kelayakan usahatani cabai merah dan kol dilakukan analisis:
a. Analisis Biaya dan Pendapatan.
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua
biaya. Dirumuskan sebagai berikut:
Pd = TR –TC
TR = Y x Py
TC = FC + VC
Dimana:
Pd : Pendapatan usahatani
TR : Total penerimaan (total revenue)
TC : Total biaya (total cost)
FC : Biaya tetap (fixed cost)

Universitas Sumatera Utara

37

VC : Biaya tidak tetap (variable cost)
Y : Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py : Harga Y
b. Analisis BEP (Break Even Point), mencakup:
1. BEP penerimaan (Rp)

=

2. BEP produksi (Kg)

=

3. BEP harga (Rp/Kg)

=

FC
VC
1 R
FC
Py - AVC
TC
Y

Keterangan:
BEP : Titik impas (breakeven point)
R
: Penerimaan (revenue)
TC : Total biaya (total cost)
FC : Biaya tetap (fixed cost)
VC : Biaya tidak tetap (variable cost)
AVC : Biaya tidak tetap rata-rata (average variable cost)
Y
: Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py : Harga Y
c. Analisis Perubahan Harga.
Analisis perubahan harga fokus hanya pada harga produk. Hal ini karena
pada umumnya harga faktor produksi lebih stabil dibandingkan dengan
harga produknya. Dengan kata lain, biaya relatif stabil sedangkan besarnya
penerimaan berfluktuasi mengikuti fluktuasi harga produk.
d. Analisis Kelayakan.
Dalam analisis kelayakan usahatani digunakan beberapa kriteria yaitu:
R/C ratio, produktivitas modal (π/C), produktivitas tenaga kerja, dan
ukuran nilai sewa lahan. Suatu usahatani disebut layak jika:
1. R/C ratio > 1
2. π/C ratio > bunga bank yang berlaku

Universitas Sumatera Utara

38

3. Produktivitas tenaga kerja > tingkat upah yang berlaku
4. Pendapatan > sewa lahan
Keterangan : R : Penerimaan
C : Biaya
π : Keuntungan
2. Analisis kelayakan usahatani kopi dilakukan Analisis Finansial
Analisis kelayakan usahatani kopi dilakukan dengan analisis finansial
karena tanaman kopi yang bersifat tahunan sehingga faktor suku bunga selama
umur produktif tanaman (15 tahun) menjadi penting untuk diperhitungkan.
Sehingga tingkat efisiensi diukur berdasarkan keuntungan finansial yang
diperoleh. Kriteria investasi yang digunakan dalam analisis kelayakan
perkebunan kopi adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net
B/C Ratio) dan Internal Rate of Return (IRR). Penggunaan kriteria investasi
ini karena memiliki kesamaan yaitu memperhatikan aliran kas.
a. NPV (Net Present Value)
Metode ini merupakan selisih manfaat dan biaya selama umur
produktif tanaman yang diukur dengan nilai uang sekarang dengan
menggunakan discount rate.
Rumus :



NPV = �
�=0

B t − Ct
(1 + i)t

Keterangan :
NPV = Jumlah pendapatan bersih diwaktu sekarang selama n tahun (Rp)
Bt = Penerimaan proyek pada tahun ke-t (Rp)
Ct = Biaya proyek pada tahun ke-t (Rp)
n = Umur ekonomis proyek
i = Tingkat diskonto (%)

Universitas Sumatera Utara

39

Apabila:
1. NPV < 0 (negatif), mengartikan bahwa sampai pada t tahun investasi
masih merugi sehingga tidak layak dilaksanakan.
2. NPV = 0, waktu tepat dimana biaya investasi dapat dikembalikan
sehingga perusahaan tidak mendapat keuntungan atau merugi.
3. NPV > 0 (positif), menunjukkan kondisi perusahaan menguntungkan,
dengan semakin besarnya NPV maka semakin besar pula keuntungan
yang akan dicapai.
b. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Net B/C adalah perbandingan antara present value dari total benefit
positif dengan total benefit negatif.
Rumus :


B t − Ct
t…>0
�=1 (1 + i)
Net B�C =

B t − Ct

t… 0 dan Bt-Ct < 0

Keterangan :
Net B/C = Net Benefit-Cost Ratio
Bt = Penerimaan pada tahun –t
Ct = Biaya pada tahun-t
Bt-Ct = Benefit bersih
i = Tingkat suku bunga (%)
n = Umur produktif tanaman
Apabila :
Net B/C > 1 = Proyek layak untuk dilaksanakan
Net B/C < 1 = Proyek tidak layak dilaksanakan

Universitas Sumatera Utara

40

c. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of return adalah suatu tingkat diskonto yang membuat NPV
proyek sama dengan nol. Internal rate of return merupakan arus pengembalian
yang menghasilkan NPV aliran kas masuk sama dengan NPV aliran kas keluar.
Rumus :
NPV1

��� = �1 + �NPV1−NPV2� X �2 − �1

Ketarangan :

NPV1 = NPV pada tingkat suku bunga rendah
NPV2 = NPV pada tingkat suku bunga tinggi
i1 = tingkat suku bunga rendah
i2 = tingkat suku bunga tinggi
Apabila :
IRR< tingkat diskonto : Proyek tidak dapat dilaksanakan
IRR= tingkat diskonto : Proyek tidak mendapatkan keuntungan ataupun kerugian
IRR> tingkat diskonto : Proyek dapat dilaksanakan
3. Analisis komparasi variabel biaya dan pendapatan antar usahatani dilakukan
Uji Beda Rata-rata Dua Sampel Bebas (t-test).
Untuk menganalisis komparasi variabel biaya dan pendapatan antar
usahatani dilakukan Uji Beda Rata-rata Dua Sampel Bebas (t-test). Adapun
variabel biaya yang diuji antara lain biaya tidak tetap, biaya tetap dan penggunaan
tenaga kerja yang direpresentasikan dalam upah tenaga kerja. Kemudian
komparasi pendapatan antar usahatani.

Universitas Sumatera Utara

41

3.5. Definisi dan Batasan Operasional
3.5.1. Definisi Operasional
Memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian
tentang istilah-istilah dalam penelitian ini dengan definisi dan batasan operasional
sebagai berikut:
1. Biaya usahatani merupakan korbanan yang dilakukan oleh petani dalam
mengelola usahataninya dalam memperoleh hasil yang maksimal. Biaya
tetap (FC=fixed cost) adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh besarnya
produksi komoditas pertanian, seperti bangunan, alat-alat pertanian dan
penyusutannya. Biaya tidak tetap (VC=variable cost) adalah biaya yang
dipengaruhi oleh besar-kecilnya produksi komoditas pertanian, seperti
penambahan tenaga kerja, penambahan pupuk dan pestisida. Biaya tidak
tetap rata-rata (AVC = average variable cost) adalah adalah rata-rata dari
penjumlahan seluruh biaya tidak tetap.
2. Produksi (Y) adalah hasil panen dari tanaman yang dibudidayakan.
3. Harga (Py) adalah harga jual hasil panen saat penelitian.
4. Penerimaan (R=revenue) adalah perolehan petani dari hasil penjualan
seluruh hasil panen tanpa dikurangi biaya-biaya. Atau dengan kata lain
adalah perkalian antara produksi dengan harga jual.
5. Pendapatan (Pd) adalah perolehan bersih dari hasil penjualan seluruh hasil
panen setelah dikurangi biaya-biaya. Atau dengan kata lain adalah
Penerimaan dikurangi seluruh biaya-biaya.
6. Keuntungan (π) adalah perolehan bersih petani dari hasil penjualan seluruh
hasil panen setelah dikurangi biaya-biaya serta dikurangi upah tenaga kerja

Universitas Sumatera Utara

42

dalam keluarga. Atau dengan kata lain adalah Pendapatan dikurangi upah
tenaga kerja dalam keluarga.
7. Titik impas (BEP=Breakeven point) adalah keadaan dimana petani tidak
untung dan tidak rugi dari usahataninya. BEP penerimaan adalah keadaan
dimana perolehan minimal petani dari hasil penjualan hasil panennya
dimana petani tidak untung dan tidak rugi. BEP produksi adalah keadaan
dimana hasil panen minimal dimana petani tidak untung dan tidak rugi. BEP
harga adalah harga jual paling rendah sehingga petani tidak untung dan tidak
rugi.
8. Penerimaan pada tahun –t (Bt) adalah perolehan petani dari hasil penjualan
hasil panen pada satu tahun tertentu dari usia produktif tanaman kopi.
9. Biaya pada tahun-t (Ct) adalah biaya-biaya usahatani pada satu tahun
tertentu dari usia produktif tanaman kopi.
10. Tingkat suku bunga (i) adalah diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada
saat penelitian yaitu sebesar 7,22%.
11. Umur produktif tanaman (n) adalah umur dimana perolehan petani dari
penjualan hasil panen kopi masih memberikan keuntungan.

3.5.2. Batasan Operasional
Batasan Operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sampel adalah petani di lokasi penelitian yang mengganti tanaman jeruk
menjadi tanaman cabai merah, kol (kubis) dan kopi arabika selama kurun
waktu penelitian.
2. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tahun bulan November s/d
Desember 2013.

Universitas Sumatera Utara

43

3. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Sukanalu Kecamatan Barusjahe
Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1. Batas Wilayah
Desa Sukanalu berada di wilayah Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo
dengan luas wilayah pertanian 1.522 Ha, yang terdiri dari 175 Ha lahan sawah dan
1.347 Ha lahan kering. Adapun batas – batas wilayah desa Sukanalu:


Sebelah Utara

: Desa Sukajulu



Sebelah Selatan

: Kecamatan Tiga Panah



Sebelah Timur

: Desa Bulanjahe



Sebelah Barat

: Kecamatan Tiga Panah

4.1.2. Iklim dan Tanah
-

Bulan – bulan basah

: September – Desember

-

Bulan – bulan kering

: Mei – Agustus

-

Curah hujan rata-rata

: 2.600 mm/tahun

-

Suhu berkisar antara

: 180C – 220C

-

Jenis Tanah

: Andosol

-

pH Tanah

: 4,5 – 6,5

-

Topografi

: Datar – Bergelombang

-

Tinggi Tempat

: 1.200 – 1.350 m dpl.

4.1.3. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk desa Sukanalu adalah 3.146 jiwa, 904 KK, dan
masyarakatnya terdiri dari suku Karo 95%, Tapanuli 2%, Jawa 2%, lain-lain 1%
dengan tingkat pendidikan yang beranekaragam.

Universitas Sumatera Utara

45

Tabel 3. Tabel Keadaan Penduduk Desa Sukanalu Tahun 2012.
Desa

Jumlah
KK

Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.521
1.625
3.146
Berdasarkan Umur Produktif
17 – 50
51 – 65
Jumlah
L
P
L
P
1.010
1.037
301
305
2.653
Berdasarkan Pendidikan Umur Produktif
Sukanalu
904
SD
SLTP
SLTA
PT
Jumlah
776
877
865
135
2.653
Mata Pencaharian Penduduk
Bertani Buruh
WiraPNS/
Pensiunan
Tani
swasta Karyawan
874
15
15
25
4
Sumber: Penyuluh Pertanian Lapangan Desa Sukanalu Kec. Barusjahe,
Kab. Karo 2013.

4.1.4. Luas Lahan Pertanian dan Penggunaannya.
Luas lahan sawah di desa Sukanalu adalah seluas 175 Ha dengan rincian
sebagai berikut:

Tabel 4. Luas Lahan Sawah dan Penggunaannya di Desa Sukanalu Tahun 2012

Desa

Luas
Sawah

Sukanalu 175

Sistem Pengairan/Irigasi (Ha)

Penggunaannya (Ha)

Teknis

½
Teknis

Sederh
ana PU

Non
PU

Tadah
Hujan

Fungsional

Alih
Fungsi

Terlantar

100

25

-

50

-

175

-

-

Sumber: Penyuluh Pertanian Lapangan Desa Sukanalu Kec. Barusjahe,
Kab. Karo 2013.

Desa Sukanalu terdiri dari 1.347 Ha lahan kering, dan pada umumnya jauh
dari sumber air, namun tingkat kesuburan tanahnya untuk pertanaman komoditi
hortikultura dataran tinggi sangat baik. Oleh karena itu sangat potensial untuk
pengembangan tanaman hortikultura.

Universitas Sumatera Utara

46

Tabel 5. Luas Lahan Kering dan Penggunaannya di Desa Sukanalu Tahun 2012.

Desa

Penggunaan Lahan Kering (Ha)
Lahan
Pemuki
Lainkering Perlada- Kebun Tan. Penge Hutan Hutan man/Pe Kub Sementa lain/
ngan/ Buah- Perke mbala
ra tidak
(Ha) Huma buahan bunan an Rakyat Negara karang uran diusahai Lahan
an
kritis

Sukanalu 1.347 815
109 320
25
25
3
Sumber: Penyuluh Pertanian Lapangan Desa Sukanalu Kec. Barusjahe,
Kab. Karo 2013.

50

4.1.5. Pola Tanam dan Tertib Tanam
Pada umumnya pola tanam dan tertib tanam di desa Sukanalu dapat
digolongkan menjadi 3 (tiga) pola yaitu:




Sayuran – Sayuran – Padi/Palawija
Sayuran – Padi/Palawija – Sayuran
Sayuran – Sayuran – Bera
Tertib tanam di desa Sukanalu untuk komoditi sayuran pada umumnya

tidak terjadwal atau bertanam sepanjang tahun. Namun pada komoditi padi
mempunyai jadwal yang tertentu.

Tabel 6. Jadwal tanam dan tertib tanam di Desa Sukanalu Tahun 2012.
No Komoditi
1

Jadwal Tanam/Tertib Tanam (Bulan)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Padi
X Sawah
2 Padi
- X X
Gogo
3 Jagung
X X X X
X
X
4 Ubi jalar X X X X
X
X
X
5 Cabe
X X X X
X
- X X
X
6 Kubis
X X X X
X
- X X
X
7 Kentang
- X X
X X X
8 Buncis
X X X X
X
- X X
X
9 Wortel
X X X X
X
X X X X
X
10 Sawi
X X X X
X
X X X X
X
11 Ercis
X X X X
X
X X X X
X
Sumber: Penyuluh Pertanian Lapangan Desa Sukanalu Kec. Barusjahe,
Kab. Karo 2013.

X

X

-

-

X
X
X
X
X
X
X
X

X
X
X
X
X
X
X

Universitas Sumatera Utara

47

Luas tanam dan produktivitas tanaman pangan, palawija dan sayuran di
desa Sukanalu pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Luas Tanam dan Produktivitas Tanaman Pangan, Palawija, dan Sayuran
di Desa Sukanalu Tahun 2012.
No

Komoditi

Luas Tanam (Ha)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Produktivitas
(Ton/Ha)
4,3
4,6
5,3
22
9,7
20
21
11
18
8
3,6
18

Padi Sawah
175
Padi Gogo
238
Jagung
50
Ubi jalar
5
Cabe
80
Kubis
40
Kentang
100
Buncis
20
Wortel
9
Sawi
30
Ercis
12
Tr. Antaboga
25
Jumlah
809
Sumber: Penyuluh Pertanian Lapangan Desa Sukanalu Kec. Barusjahe,
Kab. Karo 2013.

4.1.6. Luas Tanaman Buah-buahan dan Perkebunan serta Produktivitasnya
Di desa Sukanalu tanaman buah-buahan dan perkebunan yang dominan
dibudidayakan adalah jeruk manis dan kopi.

Tabel 8. Luas dan Produktivitas Tanaman Buah-buahan dan Perkebunan
di Desa Sukanalu Tahun 2012.
No.

Jenis Komoditi

Luas Tanam (Ha)

Produktivitas
(Ton/Ha/Thn)

TBM
TM
JLH
1 Jeruk
2
98
100
25
2 Alpokat
2
3
5
30
3 Terung Belanda
1
3
4
2
4 Kopi
215
100
315
5
5 Aren
0
5
5
*
Sumber: Penyuluh Pertanian Lapangan Desa Sukanalu Kec. Barusjahe,
Kab. Karo 2013.

Universitas Sumatera Utara

48

Tanaman jeruk banyak yang tidak produktif lagi, dan potensial untuk di
rehabilitasi atau diganti dengan tanaman lain. Jenis tanaman pengganti antara lain
tanaman musiman seperti cabai merah dan kol maupun tanaman tahunan seperti
kopi. Pola penggantian tanaman jeruk pada pada umumnya tidak dengan serta
merta membongkar seluruh tanaman jeruk pada kebun, namun dengan cara tidak
diberi perawatan hingga tanaman mati, dan menanam tanaman pengganti pada
gawangan atau antar barisan tanaman. Kemudian tanaman jeruk dibongkar sedikit
demi sedikit.

Gambar 2. Kebun jeruk yang tidak produktif dan diganti dengan tanaman kopi

Gambar 3. Kebun jeruk yang telah diganti menjadi tanaman cabai merah dan kol

Universitas Sumatera Utara

49

4.2. Analisis Usahatani Cabai Merah dan Kol/Kubis
Untuk analisis usahatani cabai merah dan kol dilakukan Analisis Biaya
dan Pendapatan, Analisis BEP (Breakeven Point), Analisis Perubahan Harga dan
Analisis Kelayakan.
4.2.1. Analisis Biaya dan Pendapatan.
Analisis biaya dan pendapatan usahatani per hektar dari 15 sampel petani
cabai merah dan 15 sampel petani kol/kubis sebagai berikut:

Tabel 9. Analisis Biaya dan Pendapatan usahatani cabai merah dan kol
Pendapatan
[Pd=R –
(VC+FC)]

Keuntungan
(π = Pd Upah TK
keluarga

164.457.831 57.678.253 8.027.711

98.751.868

81.059.097

56.421.875

37.676.015

32.577.056

Penerimaan
Usahatani
(R)

Cabai
Kol/Kubis

Biaya (Cost)
Biaya
Biaya
Variabel
Tetap
(VC)
(FC)

10.667.201 2.979.701

Hasil penelitian pada Tabel 9 menunjukkan bahwa biaya total per hektar
pada usahatani cabai merah sebesar Rp. 65.705.964,- sedangkan biaya total pada
usahatani kol/kubis sebesar Rp. 13.646.902,-. Biaya total pada usahatani cabai
merah 481,47% dibanding biaya total usahatani kol. Pendapatan usahatani yaitu
penerimaan kotor dikurangi biaya total, pada usahatani cabai merah sebesar
Rp. 98.751.868,- yaitu 262,10% dibanding pendapatan usahatani kol sebesar
Rp. 37.676.015,-. Keuntungan usahatani yaitu pendapatan dikurang upah tenaga
kerja keluarga. Keuntungan usahatani cabai merah sebesar Rp. 81.059.097,- atau
248,82% dibandingkan usahatani kol sebesar Rp. 32.577.056,-. Dari analisis biaya
dan pendapatan ini dapat dilihat bahwa usahatani cabai merah membutuhkan

Universitas Sumatera Utara

50

biaya (modal) yang lebih besar dibandingkan dengan usahatani kol, namum
usahatani cabai merah juga memberikan pendapatan (262,10%) dan keuntungan
(248,82%) lebih besar.

4.2.2. Analisis BEP (Break Even Point)
Analisis BEP (Breakeven Point) mencakup BEP penerimaan, BEP
produksi dan BEP harga. Analisis BEP (Breakeven Point) pada usahatani cabai
merah dan kol per hektar diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 10. Analisis BEP (Breakeven Point) usahatani cabai merah dan kol
Analisis BEP (Break Even Point)
Usahatani
BEP Penerimaan
(Rp)
Cabai
Kol/Kubis

BEP Produksi
(Kg)

BEP Harga
(Rp/Kg)

12.363.974

828

5.993

3.674.386

2.448

498

Dari analisis BEP diperoleh bahwa usahatani cabai merah mengalami
breakeven atau tidak untung dan tidak rugi jika diperoleh penerimaan sebesar
Rp. 12.363.974,-, produksi 828 Kg, dan harga jual Rp. 5.993,-/Kg. Penerimaan
usahatani cabai merah Rp. 164.457.831,- atau 1.330,13 persen dari BEP
penerimaan. Produksi cabai merah 10.964 Kg atau 1.324,15 persen dari BEP
produksi, dan harga riil cabai pada saat penelitian adalah Rp. 15.000,- atau 250,29
persen dari BEP harga. Dari analisis ini dapat dinyatakan bahwa usahatani cabai
merah layak untuk diusahakan.
Usahatani kol (kubis) mengalami breakeven atau tidak untung dan tidak
rugi jika penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 3.674.386,-, produksi 2.448 Kg,

Universitas Sumatera Utara

51

atau harga jual Rp. 498,-/Kg. Penerimaan usahatani kol sebesar Rp. 56.421.875,atau 1.535,54 persen dari BEP penerimaan. Produksi kol sebesar 37.615 Kg atau
1.536,56 persen dari BEP produksi, dan harga riil kol pada saat penelitian adalah
Rp. 1.500,- atau 301,20 persen dari BEP harga. Dari analisis ini dapat dinyatakan
bahwa usahatani kol layak diusahakan.

4.2.3. Analisis Perubahan Harga
Analisis perubahan harga pada usahatani cabai merah adalah: Harga cabai
merah saat penelitian adalah Rp. 15.000,-/Kg dan harga saat BEP adalah Rp.
5.993,-/Kg. Sehingga harga saat BEP adalah sebesar 40% dari harga saat
penelitian. Ini berarti bahwa petani akan mengalami kerugian hanya jika terjadi
penurunan harga melebihi 60%.

Tabel 11. Perkembangan Harga Cabai Merah Di Sentra Produksi Kabupaten Karo
Tahun 2008 s/d 2012.
TAHUN
2008
2009
2010
2011
JAN
9.975 17.419 15.725 38.420
FEB
14.362 10.360 14.437 21.662
MAR
19.917 11.780
8.625 14.750
APR
15.238
8.704 11.950
9.419
MEI
13.950
7.425 14.130
5.667
JUN
18.167
6.668 27.100
6.710
JUL
21.614
9.281 29.950
6.225
AGST
19.750 13.350 18.250
8.094
SEPT
12.175 22.225
8.650 20.950
OKT
11.275 29.470
9.750 26.280
NOP
18.875 21.150 18.020 24.200
DES
23.860
9.323 30.900 28.200
Rata-rata 16.597 13.930 17.291 17.548
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo (2013).
BULAN

2012
24.380
12.900
12.600
15.250
14.183
24.435
21.920
18.338
11.900
13.300
7.597
8.842
15.470

Ratarata
21.184
14.744
13.534
12.112
11.071
16.616
17.798
15.556
15.180
18.015
17.968
20.225

Universitas Sumatera Utara

52

Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa perkembangan harga cabai merah di
sentra produksi di Kabupaten Karo pada lima tahun terakhir (2008 s/d 2012)
relatif baik dan stabil. Harga rata-rata cabai merah adalah Rp. 16.167,- atau
269,76 persen dari harga BEP (breakeven point). Hal ini dapat menggambarkan
keadaan yang relatif cukup baik bagi petani untuk usahatani cabai merah.
Analisis perubahan harga terhadap usahatani kol/kubis adalah: Harga
kol/kubis saat penelitian sebesar Rp. 1.500,- dan harga kol/kubis saat BEP sebesar
Rp. 498,-/Kg. Harga saat BEP adalah sebesar 33,2% dari harga riil saat penelitian.
Ini berarti bahwa petani hanya akan mengalami kerugian jika terjadi penurunan
harga melebihi 66,8%.

Tabel 12. Perkembangan Harga Kol (Kubis) Di Sentra Produksi Kabupaten Karo
Tahun 2008 s/d 2012.
TAHUN

TAHUN
2008
2009
2010
2011
JAN
1.640
1.717
442
1.322
FEB
1.205
1.413
564
712
MAR
769
805
659
450
APR
562
561
1.805
432
MEI
630
720
2.171
401
JUN
587
990
2.015
750
JUL
489
687
1.595
1.581
AGST
490
991
761
1.679
SEPT
488
854
549
2.800
OKT
645
640
595
1.848
NOP
1.875
512
622
982
DES
1.882
450
876
1.359
Rata-rata
939
862
1.055
1.193
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo (2013).

2012
1.382
1.035
934
817
700
925
872
618
770
1.386
1.170
1.227
986

Ratarata
1.301
986
723
835
924
1.053
1.045
908
1.092
1.023
1.032
1.159

Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa harga rata-rata kol di sentra produksi di
Kabupaten Karo pada lima tahun terakhir (2008 s/d 2012) adalah Rp. 1.007,- atau

Universitas Sumatera Utara

53

202,2 persen dari harga BEP (breakeven point) yaitu sebesar Rp. 498,-. Hal ini
dapat menggambarkan keadaan yang relatif cukup baik bagi petani untuk
membudidayakan tanaman kol (kubis).
Harga komoditas pertanian relatif sangat fluktuatif. Hal ini karena sifat
komoditas pertanian yang tidak tahan lama untuk disimpan dan sangat tergantung
pada kondisi iklim dan cuaca sehingga komoditas pertanian umumnya bersifat
musiman. Pada musim panen, harga cabai merah merah dan kol dapat sangat
rendah sehingga petani mengalami kerugian. Namun pada keadaan dan waktu
tertentu harga komoditas pertanian dapat relatif mahal. Pada komoditi cabai
merah sering terjadi pada musim kemarau atau saat ketersediaan cabai merah
terbatas dan permintaan relatif tinggi, harga cabai merah relatif sangat mahal dan
memberikan keuntungan bagi petani. Keadaan ini mendorong petani untuk
menanam cabai merah meskipun dengan biaya (modal) yang relatif besar karena
faktor resiko gagal panen akibat serangan hama dan kondisi cuaca sangat rentan
mempengaruhi budidaya tanaman cabai merah.

4.2.4. Analisis kelayakan
Analisis kelayakan usahatani menggunakan beberapa kriteria dan disebut
layak jika:
1. R/C ratio > 1
2. π/C ratio > bunga bank yang berlaku
3. Produktivitas tenaga kerja > tingkat upah yang berlaku
4. Pendapatan > sewa lahan
Hasil analisis kelayakan usahatani cabai merah dan kol berdasarkan kriteria diatas
dapat dilihat pada tabel 15 berikut.

Universitas Sumatera Utara

54

Tabel 13. Analisis Kelayakan Usahatani Cabai Merah dan Kol
Analisis Kelayakan
Usahatani

R/C
ratio

π/C
ratio*

Produktivitas TK
(Rp/HOK)

Pendapatan/
Sewa ratio**

Cabai

2,50

123,37

510.739

4,94

Kol/Kubis

4,13

173,78

175.223

1,88

Keterangan: * = π/C ratio yaitu keuntungan dibandingkan dengan tingkat suku
bunga yaitu sebesar 7,22% pada bulan Desember 2013.
** = Pendapatan/Sewa ratio yaitu pendapatan dibandingkan dengan
sewa lahan yaitu sebesar Rp. 20.000.000,- /Ha/Thn.

Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa pada usahatani cabai merah R/C ratio
adalah sebesar 2,50 yang berarti bahwa dalam setiap penggunaan modal Rp. 1,akan diperoleh penerimaan usahatani sebesar Rp. 2,50,-. Sehingga menurut
Soekartawi (1995) apabila nilai R/C ratio > 1 maka usahatani tersebut layak
diusahakan. π/C ratio diperoleh sebesar 123,37 atau lebih besar dari suku bunga
Bank yaitu sebesar 7,22% pada bulan Desember 2013. Sehingga keuntungan yang
diperoleh petani dari penggunaan modal Rp. 1,- dengan membudidayakan cabai
merah adalah sebesar Rp. 123,37 lebih besar dari pada apabila menabung modal
tersebut di Bank. Produktivitas tenaga kerja diperoleh hasil yang positif dimana
produktivitas tenaga kerja (Rp.510.739,-) lebih besar dibanding biaya upah tenaga
kerja yaitu Rp. 55.000,- perhari orang kerja (HOK). Kelayakan usahatani dari sisi
pendapatan petani juga memperlihatkan hasil yang positif dimana pendapatan
usahatani lebih besar (494%) dibanding tingkat sewa lahan. Atau dengan kata
lain, pendapatan petani lebih besar bila bertanam cabai merah dibandingkan jika

Universitas Sumatera Utara

55

petani menyewakan lahan usahataninya. Oleh karena itu keputusan yang diambil
oleh petani tepat dan usahatani cabai merah tetap diusahakan.
Dalam analisis kelayakan usahatani kol menunjukkan bahwa R/C ratio
adalah sebesar 4,13 yang berarti bahwa dalam setiap penggunaan modal Rp. 1,akan diperoleh penerimaan usahatani sebesar Rp. 4,13,-. Sehingga menurut
Soekartawi (1995) apabila nilai R/C ratio > 1 maka usahatani tersebut layak
diusahakan. π /C ratio diperoleh sebesar 173,78 atau lebih besar dari suku bunga
bank yaitu sebesar 7,22%. Sehingga keuntungan yang diperoleh petani dari
penggunaan modal Rp. 1,- dengan membudidayakan cabai merah adalah sebesar
Rp. 174,-, lebih besar dibanding apabila petani menabung modal tersebut di bank
yang hanya memperoleh bunga Rp. 7,22. Produktivitas tenaga kerja diperoleh
hasil yang positif dimana produktivitas tenaga kerja (Rp. 175.223,-) lebih besar
dibanding biaya upah tenaga kerja yaitu Rp. 55.000,- perhari orang kerja (HOK).
Kelayakan usahatani dari sisi pendapatan petani juga memperlihatkan hasil yang
positif dimana pendapatan usahatani lebih besar 188% dibandingkan dengan nilai
sewa lahan. Atau dengan kata lain, pendapatan petani lebih besar dari usahatani
kol dibandingkan jika petani menyewakan lahan usahataninya. Oleh karena itu
keputusan yang diambil oleh petani tepat dan usahatani kol (kubis) layak
diusahakan.

Universitas Sumatera Utara

56

4.3. Analisis Finansial Usahatani Kopi
4.3.1. Arus Biaya
Biaya yang dikeluarkan dalam usaha perkebunan kopi per hektar meliputi
biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi yaitu biaya yang
dikeluarkan pada tahun pertama atau awal proyek (usahatani). Sedangkan biaya
operasional adalah biaya yang dikeluarkan selama umur proyek (usahatani). Biaya
per hektar diperoleh dari konversi biaya rata-rata dari 15 sampel petani kopi
dalam penelitian ini karena beragamnya jumlah biaya yang dikeluarkan oleh
petani.
a. Biaya Investasi
Dari analisis finansial aliran tunai (cashflow) usahatani kopi terlihat bahwa
pendapatan bersih (Net Benefit) pada awal proyek (usahatani 0 – 1 tahun) bernilai
negatif. Hal ini karena tanaman kopi mulai produktif pada umur tanaman + 2
(dua) tahun. Nilai Present Value negatif (PV -) pada awal usahatani (0 – 2 tahun)
tersebut adalah sebesar Rp. 13.350.645,12 yang merupakan representasi biaya
investasi usahatani kopi. Biaya yang dikeluarkan untuk investasi tanaman berupa,
bibit, sarana produksi berupa pupuk dasar dan peralatan, serta tenaga kerja untuk
penyediaan bibit, pengolahan lahan sampai penanaman, penyulaman, pemupukan,
penyemprotan pestisida, penyiangan gulma dan piringan. Lahan yang digunakan
merupakan lahan milik sendiri sehingga tidak terdapat biaya sewa lahan. biaya
Investasi non tanaman berupa bangunan yang digunakan sebagai rumah kebun.

Universitas Sumatera Utara

57

Tabel 14. Rincian Biaya Investasi Usahatani Kopi per Hektar
Jenis Biaya

Jumlah (Rp)

A. Investasi Tanaman
Rp.

- Bibit
- Sarana Produksi (pupuk dasar dan peralatan)
- Tenaga Kerja

153.333,-

Rp. 8.361.526,Rp. 4.567.556,-

B. Investasi Non Tanaman
- Bangunan

Rp.

Total Biaya Investasi

Rp. 13.582.415,-

500.000,-

Sumber : Data olahan,2013

b. Biaya Operasional
Biaya berikutnya yang dikeluarkan berupa biaya operasional tanaman
kopi. Biaya operasional meliputi: biaya pupuk, pestisida dan tenaga kerja
pemeliharaan tanaman. Biaya pupuk dan pestisida dikeluarkan sepanjang tahun.
Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang, urea, ZA, SP-36, NPK dan
pupuk majemuk lainnya. Tenaga kerja digunakan pada saat pemupukan,
penyemprotan pestisida, penyiangan gulma dan piringan dan pada saat panen.
Panen mulai pada saat tanaman berumur dua tahun sampai usia produktif lima
belas tahun. Panen pada tanaman kopi arabika berlangsung sepanjang tahun
dengan frekuensi panen dapat dilakukan sekali dalam dua minggu. Namun panen
raya hanya berlangsung satu kali yaitu pada sekitar bulan April. Rincian biaya
operasional usahatani kopi per hektar per tahun adalah seperti pada tabel 17
berikut:

Universitas Sumatera Utara

58

Tabel 15. Rincian Biaya Operasional Usahatani Kopi per Hektar Per Tahun
Jenis Biaya

Jumlah (Rp)

A. Pupuk dan Pestisida
- Urea

Rp.

22.400,-

- ZA

Rp.

68.444,-

- NPK

Rp.

145.973,-

- Majemuk lainnya

Rp.

383.333,-

- Pestisida

Rp. 1.188.834,-

B. Tenaga Kerja
- Pemupukan

Rp.

440.000,-

- Penyemprotan pestisida

Rp.

312.888,-

- Penyiangan gulma dan piringan

Rp.

880.000,-

- Panen

Rp. 2.835.555,-

Total Biaya Investasi

Rp. 6.277.427,-

Sumber : Data olahan,2013

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa biaya operasional terbesar adalah
penggunaan tenaga kerja pada saat panen. Panen pada jenis kopi arabica
umumnya dapat sekali dalam dua minggu. Tenaga kerja pada panen ini umunya
adalah tenaga kerja dalam keluarga atau petani sendiri karena hasil panen relatif
sedikit. Sedangkan tenaga kerja luar keluarga dibutuhkan pada saat panen raya.
Sedangkan

biaya

pestisida

dominan

pada

pemakaian

herbisida

untuk

mengendalikan gulma, dibandingkan penggunaan insektisida dan fungisida untuk
mengendalikan hama dan penyakit (lampiran 18).

4.3.2. Arus Penerimaan
Arus penerimaan berupa hasil produksi dari tanaman kopi dikalikan
dengan harga jual. Pada usahatani kopi tidak terdapat nilai sisa. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

59

dikarenakan bangunan dan peralatan sebagai sarana produksi diasumsikan habis
terpakai sampai pada umur ekonomis tanaman yaitu 15 tahun. Tanaman kopi
mulai dipanen pada umur dua tahun. Hasil panen dua mingguan umumnya dijual
ke pasar dalam bentuk kopi gabah yaitu kopi yang kulit luarnya telah dikupas
melalui proses penggilingan dengan mesin kopi pulper. Sedangkan hasil panen
raya umumnya dijual ke agen atau pemborong setelah terdapat kesepakatan harga.
Produktivitas tanaman kopi akan meningkat seiring dengan bertambahnya
umur tanaman hingga mencapai maksimal pada umur tanaman 6 – 10 tahun.
kemudian produktivitas tanaman akan semakin menurun hingga pada umur
tanaman produktif 15 tahun. Hasil panen rata-rata pada umur tanaman 2 – 3 tahun
adalah sebesar 350 Kg – 400 Kg per hektar. Hasil panen rata-rata pada umur
tanaman 4 – 5 tahun sebesar 550 Kg – 750 Kg per hektar. Hasil panen rata-rata
pada umur tanaman 6 – 10 tahun mencapai produktivitas maksimal yaitu sebesar
900 Kg – 1.000 Kg per hektar. Produktivitas tanaman kopi dapat dilihat dalam
lampiran 39, sedangkan aliran tunai (cashflow) usahatani kopi dapat dilihat pada
lampiran 40.

4.3.3. Kriteria Kelayakan Finansial
Perhitungan arus biaya dan arus penerimaan dapat menentukan kelayakan
finansial usahatani kopi. Kriteria yang digunakan dalam analisis kelayakan secara
finansial yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) serta
Internal Rate of Return (IRR). Hasil analisis finansial usahatani kopi dengan usia
produktif 15 tahun diperoleh NPV = 60.471.828. Hal ini berarti usahatani kopi
selama 15 tahun akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 60.471.828,- menurut
nilai sekarang. Net B/C yang diperoleh nilai besar dari satu yaitu 5,52 berarti

Universitas Sumatera Utara

60

bahwa setiap pengeluaran Rp 1 akan memberikan manfaat sebesar Rp 5,52. Nilai
IRR = 37,61 lebih besar dari tingkat suku bunga yaitu sebesar 7,22%. Hal ini
berarti bahwa kemampuan usahatani kopi untuk mengembalikan modal yang
digunakan lebih besar dari pada tingkat suku bunga. Berdasarkan kriteria analisis
finansial ini maka dapat dinyatakan bahwa usahatani kopi layak dilaksanakan dan
dapat memberikan keuntungan kepada petani.

Tabel 16. Hasil Analisis Finansial Usahatani Kopi
Kriteria Investasi

Hasil Perhitungan

Net Present Value (NPV)

60.471.828

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio)

5,52

Internal Rate of Return

37,61%

Sumber : Data olahan,2013

4.4. Analisis Uji Beda Rata-rata Dua Sampel Bebas (t-test)
Untuk menguji perbedaan biaya, pendapatan dan keuntungan dari
usahatani cabai merah, kol/kubis dan kopi maka dilakukan uji beda rata-rata dua
sampel bebas (t-test). Dua sampel bebas dalam uji ini adalah usahatani cabai
merah terhadap usahatani kol/kubis sebagai usahatani tanaman semusim
(hortikultura) dan sampel bebas usahatani cabai merah maupun kol sebagai
representasi usahatani tanaman semusim (hortikultura) terhadap usahatani kopi
sebagai representasi usahatani tanaman tahunan (perkebunan). Uji beda rata-rata
dilakukan terhadap biaya, pendapatan dan keuntungan per hektar dari 45 petani
responden (sampel) yaitu 15 sampel usahatani cabai merah, 15 sampel usahatani
kol dan 15 sampel usahatani kopi. Hasil uji beda rata-rata biaya, pendapatan dan
keuntungan usahatani cabai merah, kol dan kopi per hektar adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

61

Tabel 17. Uji Rata-rata Biaya, Pendapatan, Keuntungan Usahatani Cabai Merah,
Kol dan Kopi.
Variabel

Biaya

Pendapatan

Keuntungan

Usaha
tani

N

Sig.(2tailed)

Mean
Difference

Cabai

15 6.5830E7

3.77392E6

0.112 0.000

4.65107E7

Kol

15 1.9319E7

1.92158E6

0.000

4.65107E7

Cabai

15 6.5830E7

3.77392E6

0.177 0.000

4.04429E7

Kopi

15 5.3872E6

2.14123E6

0.000

4.04429E7

Kol

15 1.9319E7

1.92158E6

0.704 0.000

1.39322E7

Kopi

15 5.3872E6

2.14123E6

0.000

1.39322E7

Cabai

15 9.1027E7

5.24155E6

0.053 0.000

5.06798E7

Kol

15 4.0347E7

2.33836E6

0.000

5.06798E7

Cabai

15 9.1027E7

5.24155E6

0.995 0.000

7.95277E7

Kopi

15 1.1499E7

4.56418E6

0.000

7.95277E7

Kol

15 4.0347E7

2.33836E6

0.000

2.88479E7

Kopi

15 1.1499E7

4.56418E6

0.009 0.000

2.88479E7

Cabai

15 7.9632E7

1.16466E7

0.000

4.77509E7

Kol

15 3.1881E7

3.08443E6

0.000 0.000

4.77509E7

Cabai

15 7.9632E7

1.16466E7

0.000

7.11798E7

Kopi

15 8.4524E6

4.61857E6

0.002 0.000

7.11798E7

Kol

15 3.1881E7

3.08443E6

0.000

2.34289E7

Kopi

15 8.4524E6

4.61857E6

0.045 0.000

2.34289E7

Mean

Std.
Deviation

Sig.

Sumber: Hasil olahan data dengan SPSS 17

Biaya pada usahatani cabai merah dan kol/kubis adalah biaya usahatani
per musim tanam sedangkan biaya pada usahatani kopi adalah biaya investasi
beserta biaya operasional selama umur produktif tanaman (15 tahun) yang
kemudian dirata-ratakan menjadi biaya usahatani per tahun. Pada Tabel 17 terlihat
bahwa rata-rata (Mean) biaya per hektar usahatani cabai merah sebesar
Rp. 65.830.000,-, kol sebesar Rp. 19.319.000,- dan kopi sebesar Rp. 5.387.200,-.
Komparasi biaya usahatani cabai merah dengan usahatani kol dimana keduanya
merupakan tanaman hortikultura semusim menunjukan bahwa biaya usahatani

Universitas Sumatera Utara

62

cabai merah lebih besar dibandingkan dengan usahatani kol. Hasil Sig = 0,112
lebih besar dari α = 0,05 yang berarti varians keduanya sama besar. Nilai
signifikansi (sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan yang sangat nyata pada biaya usahatani cabai merah dan usahatani kol.
Perbedaan rata-rata (Mean Difference) biaya usahatani cabai merah dan kol adalah
sebesar Rp. 46.510.700,-.
Komparasi biaya usahatani cabai merah (tanaman hortikultura semusim)
dengan biaya usahatani kopi (tanaman perkebunan tahunan) dapat juga dilihat
pada Tabel 17. Pada tabel tersebut dapat dilihat hasil Sig = 0,177 lebih besar dari
α = 0,05 yang berarti variansnya sama besar dengan nilai signifikansi (sig. 2tailed) = 0,000 < 0,05 menunjukkan ada perbedaan yang sangat nyata pada biaya
usahatani cabai merah dan usahatani kopi. Perbedaan rata-rata (Mean Difference)
biaya usahatani cabai merah dan kopi adalah sebesar Rp. 40.442.900,-. Komparasi
biaya usahatani kol (tanaman hortikultura semusim) dengan usahatani kopi
(tanaman perkebunan tahunan) menunjukan hasil Sig = 0,704 lebih besar dari α =
0,05 yang berarti variansnya sama besar dengan nilai signifikansi (sig. 2-tailed) =
0,000 < 0,05 yang berarti ada perbedaan yang sangat nyata pada biaya usahatani
kol dan usahatani kopi. Perbedaan rata-rata (Mean Difference) biaya usahatani
keduanya adalah sebesar Rp. 13.932.200,-.
Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa pendapatan rata-rata per hektar usahatani
cabai merah sebesar Rp. 91.027.000,-, kol sebesar Rp. 40.347.000,- dan kopi

sebesar Rp. 11.499.000,- Komparasi pendapatan usahatani cabai merah dengan
kol diperoleh hasil Sig = 0,053 sama dengan α = 0,05 yang berarti variansnya
sama besar. Nilai signifikansi (sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05 sehingga dapat

Universitas Sumatera Utara

63

disimpulkan bahwa ada perbedaan yang sangat nyata pada pendapatan usahatani
cabai merah dan usahatani kol. Perbedaan rata-rata (Mean Difference) biaya
usahatani keduanya adalah sebesar Rp. 50.679.000,-.
Komparasi pendapatan usahatani tanaman hortikultura semusim dengan
usahatani tanaman perkebunan tahunan yaitu usahatani cabai merah dengan
usahatani kopi diperoleh hasil Sig = 0,995 lebih besar dari α = 0,05 yang berarti
kedua varians sama besar dengan nilai signifikansi (sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang sangat nyata pada
pendapatan usahatani cabai merah dan usahatani kopi. Perbedaan rata-rata (Mean
Difference) pendapatan keduanya adalah sebesar Rp. 79.527.700,-. Komparasi
pendapatan usahatani kol dengan usahatani kopi diperolah hasil Sig = 0,009 lebih
kecil dari α = 0,05 yang berarti kedua varians tidak sama besar. Nilai signifikansi
(sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05 menunjukkan ada perbedaan yang sangat nyata pada
pendapatan usahatani kol dan usahatani kopi yaitu sebesar Rp. 28.847.900,-.
Komparasi terhadap keuntungan usahatani diperoleh bahwa keuntungan
rata-rata usahatani cabai merah sebesar Rp. 79.632.000,-, usahatani kol sebesar
Rp. 31.881.000,- dan usahatani kopi sebesar Rp. 8.452.400,-. Komparasi
keuntungan usahatani cabai merah dengan usahatani kol diperoleh hasil Sig =
0,000 lebih kecil dari α = 0,05 yang berarti kedua varians tidak sama besar. Nilai
signifikansi (sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05 menunjukkan ada perbedaan yang
sangat nyata pada keuntungan usahatani cabai merah dan usahatani kol.
Perbedaan rata-rata (Mean Difference) keduanya adalah sebesar Rp. 47.750.900,-.
Komparasi keuntungan usahatani cabai merah dengan usahatani kopi
diperoleh hasil Sig = 0,002 lebih kecil dari α = 0,05 yang berarti kedua varians

Universitas Sumatera Utara

64

tidak sama besar. Nilai signifikansi (sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05 berarti ada
perbedaan yang sangat nyata pada keuntungan usahatani keduanya yaitu sebesar
Rp. 71.179.800,-. Komparasi keuntungan usahatani kol dengan usahatani kopi
diperolah hasil Sig = 0,045 lebih kecil dari α = 0,05 yang berarti kedua varians
tidak sama besar. Nilai signifikansi (sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05 yang berarti ada
perbedaan yang sangat nyata pada keuntungan usahatani keduanya yaitu sebesar
Rp. 23.428.900,-.
Berdasarkan Tabel 17 dan uraian diatas diketahui bahwa biaya usahatani
cabai merah memiliki biaya terbesar yaitu Rp. 65.830.000,- dan biaya usahatani
terkecil adalah usahatani kopi yaitu sebesar Rp. 5.387.200,-. Pendapatan usahatani

terbesar juga pada usahatani cabai merah yaitu sebesar Rp. 91.027.000,-, dan
pendapatan terkecil adalah usahatani kopi yaitu sebesar Rp. 11.499.000,-. Beda
rata-rata pendapatan terbesar adalah antara usahatani cabai merah terhadap
usahatani kopi yaitu sebesar Rp. 79.527.700,-. Besarnya biaya (modal) usahatani
cabai merah adalah pada penggunaan pestisida dan pupuk. Hal ini karena sifat
tanaman cabai merah yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Hasil
penelitian menunjukkan usahatani cabai merah memiliki tiga komponen biaya
yang cukup besar yaitu komponen pupuk (kimia), pestisida dan komponen tenaga
kerja. Dari ketiganya, pupuk merupakan komponen biaya tertinggi apabila
komponen tenaga kerja yang diperhitungkan hanyalah tenaga kerja luar keluarga.
Biaya pupuk kimia mencapai 39,03 persen dari total biaya. Biaya pestisida
sebesar 23,89 persen dan biaya tenaga kerja luar keluarga adalah 21,90 persen dari
total biaya. Biaya tetap sebesar 11,80 persen dan 3,38 persen adalah biaya lainnya.
Walaupun budidaya cabai merah rentan terhadap gagal panen akibat serangan

Universitas Sumatera Utara

65

hama dan penyakit, namun petani antusias bertanam cabai merah karena
permintaan terhadap komoditi cabai merah yang stabil dan kontinyu serta harga
yang relatif stabil dan bahkan pada waktu tertentu harga dapat naik relatif cukup
tinggi. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usahatani cabai merah adalah
komoditi “high risk high return” atau hasil yang lebih besar, akan dihadapkan
pada risiko yang lebih besar pula.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya dan pendapatan usahatani kopi
relatif rendah. Biaya rata-rata per hektar per tahun dari 15 tahun umur produktif
tanaman kopi adalah sebesar Rp. 5.387.200,- dan pendapatan per hektar per tahun
adalah sebesar Rp. 11.499.000,-. Hal ini karena budidaya tanaman kopi masih
bersifat tradisional. Sumber benih kopi yang digunakan masih bersifat sembarang
yang diperoleh dari kebun kopi petani lainnya. Pemeliharaan tanaman seperti
pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit relatif rendah. Pemangkasan dan
penggunaan pohon pelindung relatif tidak ada. Hal ini menyebabkan rendahnya
produksi. Hasil wawancara terhadap responden ditemukan bahwa pola pikir petani
kopi untuk membudidayakan tanaman kopi cenderung didorong oleh sifat
tanaman kopi yang dapat dipanen secara kontinyu satu kali dalam dua minggu.
Sifat panen kopi yang demikian membuat petani merasa terjamin dalam
memperoleh penghasilan dari usahatani kopi. Beberapa petani bahkan
beranggapan seperti memperoleh penghasilan atau gaji bulanan seperti layaknya
pegawai negeri atau karyawan swasta dari hasil panen kopi. Namun pada sisi lain,
upaya pemeliharaan terhadap kebun/tanaman kopi relatif rendah. Sifat tanaman
kopi yang dapat dipanen secara kontinyu tersebut membuat kopi ini disebut
sebagai “kopi sigarar utang”(kopi untuk membayar hutang).

Universitas Sumatera Utara

66

Secara garis besar hasil analisis usahatani cabai merah, kol dan kopi dapat
dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Hasil Analisis Usahatani Cabai Merah, Kol dan Kopi per Hektar
Analisis Usaha Tani
No

Uraian

Cabai Merah

Kol/Kubis

Kopi

A. Analisis Biaya dan Pendapatan
1

Penerimaan

2

Biaya

Rp.164,457,831 Rp.56,421,875

- Biaya Variabel

Rp. 57,678,253

Rp.10,667,201

- Biaya Tetap

Rp. 2,221,000 Rp. 2,979,688

- Total Biaya

Rp. 65,705,963 Rp.13,646,902

- Biaya Investasi

Rp.13,582,415

- Biaya Operasional/thn

Rp. 6,277,427

3

Pendapatan petani

Rp. 98,751,868 Rp.37,676,015

4

Keuntungan

Rp. 81,059,097 Rp.32,577,056

B. Analisis BEP (Break Even Point)
5

BEP Penerimaan

6

BEP Produksi

7

BEP Harga

Rp. 12,363,974 Rp. 3,674,368
828 Kg

2.448 Kg

Rp. 5,993

Rp. 363

62,8 %

76,2%

2,50

4,13

123,37*

238,71*

C. Analisis Perubahan Harga
8

Harga riil > Harga BEP

D. Analisis Kelayakan
9

R/C ratio > 1

10

π/C ratio > bunga bank

11

Produktivitas TK > upah Rp. 510,739** Rp. 175,223**

12

Pendapatan > sewa lahan

13

NPV

14

Net B/C

15

IRR

4,94***

1,88***
Rp.60,471,828
5,52
37,61%

*** = Bunga Bank pada bulan Desember 2013 adalah 7,22%.
*** = Upah Tenaga Kerja Rp. 55.000,-/hari (HOK).
*** = Sewa kebun Rp. 20.000.000,-/ha/thn.

Universitas Sumatera Utara

67

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Biaya usahatani cabai merah 340,75% lebih besar dibanding biaya
usahatani kol dan 1.222% lebih besar dibanding biaya usahatani kopi.
Biaya usahatani kol 358,60% lebih besar dibanding biaya usahatani kopi.
2. Pendapatan usahatani cabai merah 225.61% lebih besar dibanding
pendapatan usahatani kol dan 792% lebih besar dibanding biaya usahatani
kopi. Pendapatan usahatani kol dan 350.87% lebih besar dibanding biaya
usahatani kopi.
3. Pendapatan dan keuntungan usahatani cabai merah lebih besar dibanding
pendapatan dan keuntungan usahatani kol dan kopi meskipun dengan
biaya atau modal yang lebih besar pula. Usahatani cabai merah adalah
usahatani bersifat “high risk bring about high return”, artinya jika ingin
memperoleh hasil yang lebih besar, akan dihadapkan pada risiko yang
lebih besar pula.
4. Berdasarkan

Analisis

BEP

(Breakeven

Point)

diperoleh

bahwa

penerimaan, produksi dan harga jual pada usahatani cabai merah dan kol
lebih besar dibandingkan dengan BEP penerimaan, BEP produksi dan BEP
harga sehingga usahatani cabai merah dan kol layak diusahakan.
5. Berdasarkan Analisis Perubahan Harga terhadap usahatani cabai merah
dan kol diperoleh bahwa harga rata-rata pada sentra produksi lebih besar
dari harga BEP usahatani sehingga usahatani cabai merah dan kol layak
diusahakan.

Universitas Sumatera Utara

68

6. Berdasarkan Analisis Kelayakan diperoleh bahwa R/C ratio (penerimaan
dibanding biaya) usahatani cabai merah sebesar 2,50 dan R/C ratio
usahatani kol sebesar 4,13. π/C ratio (keuntungan dibanding biaya)
usahatani cabai merah sebesar 123,37 dan π/C ratio usahatani kol sebesar
238,31 sehingga usahatani cabai merah dan kol layak diusahakan.
7. Hasil analisis finansial usahatani kopi dengan usia produktif 15 tahun
diperoleh NPV (Net Present Value) sebesar Rp. 60.471.828,-, Net B/C
(Net Benefit Cost Ratio) sebesar 5,52 dan IRR (Internal Rate of Return)
sebesar 37,61% sehingga usahatani kopi layak diusahakan.

5.2. Saran
1. Disarankan kepada petani yang memilki modal relatif besar agar
menggantikan tanaman jeruk dengan tanaman cabai merah, karena
dibandingkan dengan usahatani kol dan kopi usahatani cabai merah
memberikan pendapatan yang lebih besar.
2. Disarankan kepada petani yang memiliki modal relatif kecil dapat
menggantikan tanaman jeruk dengan tanaman kopi karena usahatani kopi
dapat diusahakan secara tradisional dengan modal yang relatif lebih sedikit
namun perlu ditingkatkan budidaya tanaman yang baik.
3. Disarankan kepada pemerintah daerah Kabupaten Karo diharapkan adanya
penyuluhan kepada petani kopi untuk meningkatkan produktivitas
tanaman kopi.

Universitas Sumatera Utara