Perlindungan hukum atas hak cipta dari motif songket sebagai ekspresi budaya tradisional di wilayah Melayu Sumatera Timur (Studi di wilayah Batubara, Deli Serdang dan Langkat) Chapter III V
BAB III
IMPLEMENTASI HAK CIPTA ATAS MOTIF SONGKET DI WILAYAH
SUMATERA TIMUR
A. Pelaksanaan Pencatatan Hak Cipta menurut Undang-Undang Nomor 28
tahun 2014
1.
Pencatatan Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014
Hak Cipta pada prinsipnya dapat diperoleh ketika ciptaan tersebut
diwujudkan. Perlindungan Hukum hak cipta dikenal dengan sistem deklaratif, yaitu
negara melindungi ciptaan secara otomatis setelah terlahir suatu ciptaan tanpa harus
didahului dengan pendaftaran. Hal ini berbeda dengan karya intelektual lain yang
mensyaratkan kewajiban mengajukan permintaan pendaftaran untuk memperoleh
status dan perlindungan hukum. Pendaftaran ciptaan lebih bersifat pilihan.
Pendaftaran berfungsi sebagai pencatatan hak pencipta atas ciptaan, identitas pencipta
atau data lain yang relevan. Tujuannya untuk mendapatkan catatan formal status
kepemilikan Hak Cipta.
Urgensi tentang hak cipta atas motif songket di wilayah Batubara, Deli
Serdang dan Langkat, pada dasarnya begitu penting karena belum adanya pendaftaran
dan pencatatan secara resmi oleh pemerintah daerah Batubara, Deli Serdang dan
Langkat ke direktorat jenderal hak kekayaan intelektual. Perlunya perlindungan
hukum atas motif songket sebagai bagian dari ekspresi budaya tradisional adalah
untuk terjamin nya suatu hasil karya ciptaan dari tindakan penyalahgunaan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dengan diberlakukannya undang-undang
73
Universitas Sumatera Utara
74
hak cipta yang baru tahun 2014 dan diaturnya suatu ciptaan atas ekspresi budaya
tradisional maka pelaksanaan perlindungan hak cipta sudah selayaknya mendapatkan
perhatian masyarakat lokal dan pemerintah. Bahwa untuk menghasilkan karya cipta,
seseorang telah mengorbankan banyak waktu ,pikiran dan tenaga. Karya cipta
tersebut memiliki nilai ekonomi, keindahan dan nilai moral. Dari itu sudah
sepantasnya pencipta mendapatkan perlindungan akan karya ciptanya serta
dioptimalkannya law enforcement dalam setiap pelanggaran hak cipta.
Hak cipta dapat diperoleh secara otomatis namun tidak semua karya berhak
mendapat hak cipta(karya plagiat). Syarat substansif hak cipta terdiri dari tiga elemen
yakni originality, creativity ,dan fixation suatu karya memiliki unsure originality dan
creativity jika merupakan hasil karya sendiri, walaupun bisa saja terinspirasi dari
karya orang lain. Unsur fixation berarti suatu karya telah tertuang dalam bentuk
nyata,tidak sekedar ide. Hak cipta tidak melindungi ide, melainkan ekspresi dari
ide.117
Terkait tenun songket sebagai suatu seni motif pengetahuan masyarakat asli
tentunya perlu dilakukan pencatatan. Pendaftaran ciptaan dulunya diatur dengan
undang-undang nomor 19 tentang hak cipta yang kini menjadi pencatatan dalam
undang-undang nomor 28 tahun 2014. Tata cara pencatatan sendiri diatur dalam pasal
66 hingga 73 undang-undang nomor 28 tahun 2014 yakni sebagai berikut :
117
Ciputra “hak atas kekayaan intelektual bagi entrepreneur”
http//www.ciputra.org/node/379/hak atas kekayaan-intelektual-bagi entrepreneur.html.diakses pada
tanggal 23 desember 2016
Universitas Sumatera Utara
75
Tata Cara Pencatatan
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
berbunyi:
(1) Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait diajukan dengan Permohonan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta,
pemilik Hak Terkait, atau Kuasanya kepada Menteri.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
elektronik dan/atau non elektronik dengan:
a. menyertakan contoh Ciptaan, produk Hak Terkait, atau penggantinya;
b. melampirkan surat pernyataan kepemilikan Ciptaan dan Hak Terkait;
dan
c. membayar biaya.118
Pasal 67 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
berbunyi:
(1) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1)
diajukan oleh:
a. beberapa orang yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan
atau produk Hak Terkait, Permohonan dilampiri keterangan tertulis yang
membuktikan hak tersebut; atau
b. badan hukum, Permohonan dilampiri salinan resmi akta pendirian badan
hukum yang telah disahkan oleh pejabat berwenang.
(2) Dalam hal Permohonan diajukan oleh beberapa orang, nama pemohon harus
dituliskan semua dengan menetapkan satu alamat pemohon yang terpilih.
(3) Dalam hal Permohonan diajukan oleh pemohon yang berasal dari luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Permohonan wajib dilakukan
melalui konsultan kekayaan intelektual yang terdaftar sebagai Kuasa.119
Pasal 68 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
berbunyi:
(1) Menteri melakukan pemeriksaan terhadap Permohonan yang telah
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67.
118
119
Lihat Pasal 66 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Lihat Pasal 67 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Universitas Sumatera Utara
76
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
mengetahui Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dimohonkan tersebut
secara esensial sama atau tidak sama dengan Ciptaan yang tercatat dalam
daftar umum Ciptaan atau objek kekayaan intelektual lainnya.
(3) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai
bahan pertimbangan Menteri untuk menerima atau menolak Permohonan.
(4) Menteri memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan dalam
waktu paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya
Permohonan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 66 dan Pasal 67.120
Pasal 69 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
berbunyi:
(1) Dalam hal Menteri menerima Permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68 ayat (4), Menteri menerbitkan surat pencatatan Ciptaan dan
mencatat dalam daftar umum Ciptaan.
(2) Daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, atau nama pemilik produk
Hak Terkait ;
b. tanggal penerimaan surat Permohonan;
c. tanggal lengkapnya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
dan Pasal 67; dan
d. nomor pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait.
(3) Daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilihat
oleh setiap Orang tanpa dikenai biaya.
(4) Kecuali terbukti sebaliknya, surat pencatatan Ciptaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan bukti awal kepemilikan suatu Ciptaan atau produk
Hak Terkait.121
Pasal 70 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
berbunyi:
Dalam hal Menteri menolak Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
68 ayat (4), Menteri memberitahukan penolakan tersebut secara tertulis
kepada pemohon disertai alasan.122
120
121
Lihat Pasal 68 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Lihat Pasal 69 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Universitas Sumatera Utara
77
Pasal 71 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Berbunyi:
(1)Terhadap Ciptaan atau produk Hak Terkait yang tercatat dalam daftar umum
Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) dapat diterbitkan
petikan resmi.
(2)Setiap Orang dapat memperoleh petikan resmi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dengan dikenai biaya.123
Pasal 72 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Berbunyi:
Pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait dalam daftar umum Ciptaan
bukan merupakan pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan
atau produk Hak Terkait yang dicatat.124
Pasal 73 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta berbunyi:
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan Ciptaan dan produk Hak
Terkait diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Hal ini penting, terutama untuk mendukung pembuktian dalam hal terjadi
sengketa kepemilikan Hak Cipta, termasuk kebenaran mengenai siapa yang dianggap
sebagai Pencipta. Demikian pula dalam pengalihan atau pelisensian Hak Cipta akan
lebih mudah dilakukan apabila terdapat dokumen tertulis tentang ciptaan seperti
sertifikat pendaftaran Hak Cipta yang bersangkutan.125 Pencatatan ini akan
memberikan manfaat bagi pemohon yaitu tetap dianggap sebagai pencipta sampai ada
122
Lihat Pasal 70 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Lihat Pasal 71 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
124
Ibid
125
Ok.Saidin Loc cit, halaman 85.
123
Universitas Sumatera Utara
78
pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya di pengadilan. Sedangkan didalam
undang-undang nomor 19 tahun 2002 Pendaftar menikmati Perlindungan hukum
sampai adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan
bahwa pihak lain (bukan pendaftar) yang menjadi Pencipta.126 Pasal 35 sampai Pasal
44 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur tentang
Pendaftaran Hak Cipta. Prinsip-prinsip ketentuan yang diatur dalam Undang-undang
tersebut adalah sebagai berikut : 127
1) Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat
dalam Daftar Umum Ciptaan. Direktorat Jenderal menyelenggarakan
Pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan. Pendaftaran
Ciptaan tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta. 2)
Pendaftaran Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti,
atau bentuk Ciptaan yang didaftar.
2) Pendaftaran Ciptaan dilakukan atas dasar permohonan yang diajukan oleh
Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atas kuasa (Konsultan Terdaftar).
Dalam hal permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan
hukum yang secara bersama-sama berhak atas Ciptaan, maka permohonan
itu harus dilampiri salinan resmi akta atau keterangan yang membuktikan
kepemilikan haknya.
126
127
Budi Agus Riswadi dan M.Syamsudin, Op.Cit., halaman 19.
Henry Soelistyo, Loc Cit., halaman 83.
Universitas Sumatera Utara
79
3) Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya
permohonan oleh Direktorat Jenderal dengan lengkap, termasuk yang
diajukan oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum.
4) Dalam hal Ciptaan didaftar tidak sesuai dengan nama Pencipta atau pihak
yang berhak, maka pihak yang berhak atas Hak Cipta tersebut dapat
mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga.
5) Kekuatan hukum suatu pendaftaran Ciptaan harus hapus karena dinyatakan
batal oleh putusan pengadilan. Selain itu, penghapusan dapat dilakukan atas
permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta
atau Pemegang hak cipta.
Selebihnya,
pendaftaran
hapus
karena
berakhirnya
Jangka
waktu
perlindungan hak cipta. Sehubungan dengan prinsip-prinsip tersebut di atas,
pemerintah memfasilitasi kebutuhan pencipta untuk mendaftarkan ciptaannya,
terutama untuk memperoleh alat bukti kepemilikan ciptaannya. Hal ini dilakukan
pemerintah dengan menyelenggarakan administrasi khusus pendaftaran ciptaan,
dengan menetapkan syarat-syarat dan biaya pendaftaran. Administrasi pendaftaran
ciptaan diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman Nomor: M.01-HC.03.01 Tahun
1987 yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.128
Peraturan Menteri Kehakiman tersebut hingga saat ini masih berlaku meski Undangundang Hak Cipta sudah diubah dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
128
Ibid. halaman 85
Universitas Sumatera Utara
80
Nomor: M.11.PR.07.06 Tahun 2003 tentang Penunjukan Kantor
Wilayah
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk
Menerima Permohonan Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual, maka Kantor Wilayah
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ditunjuk untuk menerima
permohonan Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut HKI di lingkungan
wilayah kerjanya.
Persyaratan Permohonan Hak Cipta adalah sebagai berikut :129
1. Mengisi Formulir pendaftaran ciptaan rangkap 2 (dua). Formulir dapat diminta
secara cuma-cuma pada kantor wilayah. Lembar pertama dari formulir tersebut
ditandatangani di atas materai Rp.6000,00 (enam ribu rupiah)
2. Formulir pendaftaran ciptaan mencantumkan :
a. Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta
b. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pemegang Hak Cipta;
c. Nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa;
d. Jenis dan judul ciptaan;
e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali;
f. Uraian ciptaan rangkap 4 (empat).
Apabila Hak Cipta dialihkan kepada pihak lain melalui suatu perjanjian
tertulis atau lisensi maka kedua pihak harus dicatatkan nama dan
kewarganegaraannya dalam surat permohonan. Demikian pula terhadap
129
kumham-jakarta.info, Persyaratan Permohonan Hak Cipta, tersedia di website
http://www.kumham-jakarta.info/info-layanan/hak-kekayaan-intelektual/persyaratan-hak-cipta, diakses
pada tanggal 15 September 2016
Universitas Sumatera Utara
81
penerima kuasa. Jenis dan judul ciptaan harus sesuai dengan ketentuan Pasal
12 Undang-undang Hak Cipta. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk
pertama kali maksudnya adalah, waktu dan tempat ciptaan itu diperkenalkan
kepada publik. Sedangkan yang dimaksud uraian ciptaan adalah gambaran
umum tentang ciptaan yang dituangkan secara tertulis dalam formulir
permohonan pendaftaran yang telah dipersiapkan secara baku oleh
Departemen Kehakiman Ditjen HKI.130
3. Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan.
4. Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta dan pemegang hak cipta berupa
fotocopy KTP atau Paspor.
5. Apabila pemohon adalah Badan Hukum maka harus melampirkan turunan resmi
akta pendirian badan hukum tersebut.
6. Melampirkan Surat Kuasa apabila permohonan tersebut dilakukan oleh seorang
kuasa, beserta bukti kewarganegaraan kuasa tersebut. Kuasa disini adalah
konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal.
7. Apabila pemohon tidak bertempat tinggal di dalam wilayah Republik Indonesia,
maka untuk keperluan permohonan pendaftaran ciptaan ia harus memilih tempat
tinggal dan menunjukan seorang kuasa di dalam wilayah Republik Indonesia.
8. Apabila permohonan pendaftaran ciptaan yang diajukan atas nama lebih dari
seorang dan atau suatu badan hukum, maka nama-nama pemohon harus ditulis
semuanya, dengan menetapkan satu alamat pemohon.
130
Saidin, Loc Cit .94-95.
Universitas Sumatera Utara
82
9. Apabila ciptaan tersebut telah dipindahkan, agar melampirkan bukti pemindahan
hak.
10. Melampirkan
contoh
ciptaan
yang
dimohonkan
pendaftarannya
atau
penggantinya. Pemohon akan menerima surat tanda permohonan pendaftaran
ciptaan yang berisikan nama pencipta, pemegang hak cipta, nama kuasa, jenis dan
judul ciptaan, tanggal dan jam surat permohonan diterima, berfungsi sebagai bukti
penyerahan permohonan pendaftaran ciptaan. Terhadap Permohonan pendaftaran
Hak Cipta tersebut, Direktorat Jenderal akan memberikan keputusan paling lama
9 (Sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara
lengkap. Apabila surat permohonan pendaftaran ciptaan tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksudkan di atas, maka Direktorat Jenderal HKI atas
nama Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia memberitahukan secara tertulis
kepada pemohon agar melengkapi syarat–syarat yang dimaksudkan. Apabila
permohonan
dalam
jangka
waktu
3
bulan
sejak
tanggal
pengiriman
pemberitahuan tersebut ternyata pemohon tidak memenuhi atau melengkapi
syarat–syarat yang telah ditetapkan tersebut, maka permohonannya menjadi batal
demi hukum. Artinya jika pemohon hendak meneruskan permohonannya kembali,
ia harus mengulangi kembali syarat–syarat sebagaimana ditetapkan.131
Permohonan pendaftaran ciptaan yang telah memenuhi persyaratan tersebut
oleh Direktorat Jenderal HKI diperiksa apakah pemohon benar- benar Pencipta atau
Pemegang Hak atas Ciptaan yang dimohonkan. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian
131
Ibid, halaman 96.
Universitas Sumatera Utara
83
disampaikan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan
keputusannya. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia diberitahukan
kepada Pemohon oleh Direktur Jenderal HKI.132 Apabila permohonan pendaftaran
ciptaan ditolak oleh Direktorat Jenderal HKI, pemohon dapat mengajukan
permohonan kepada Pengadilan Niaga dengan surat gugatan yang ditandatangani
pemohon atau kuasanya agar ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya didaftarkan
dalam daftar umum ciptaan di Direktorat Jenderal HKI. Permohonan kepada
Pengadilan Niaga tersebut harus diajukan dalam waktu 3 bulan setelah diterimanya
penolakan pendaftaran tersebut oleh pemohon atau kuasanya. 133 Apabila surat
permohonan pendaftaran ciptaan telah memenuhi syaratsyarat tersebut, ciptaan yang
dimohonkan pendaftarannya didaftarkan oleh Direktorat Jenderal HKI dalam daftar
umum ciptaan dengan menerbitkan surat pendaftaran ciptaan dalam rangkap 2 (dua).
Kedua lembar surat pendaftaran ciptaan tersebut ditandatangani oleh Direktorat
Jenderal HKI atau pejabat yang ditunjuk, sebagai bukti pendaftaran, sedangkan
lembar kedua surat pendaftaran ciptaan tersebut beserta surat permohonan
pendaftaran ciptaan dikirim kepada pemohon dan lembar pertama disimpan di Kantor
Direktorat Jenderal HKI.134 Menurut Pasal 39 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta, Daftar Umum ciptaan memuat :
a. Nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta
b. Tanggal penerimaan surat permohonan
132
Ibid
Ibid
134
Ibid.
133
Universitas Sumatera Utara
84
c. Tanggal lengkapnya persyaratan
d. Nomor pendaftaran ciptaan. Setelah dimuat dalam daftar umum ciptaan, hak
cipta yang telah didaftarkan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan
Ditjen HKI yang berisikan keterangan tentang :135 a. Nama, kewarganegaraan
dan alamat Pencipta; b. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pemegang Hak
Cipta; c. Jenis dan judul ciptaan; d. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan
untuk pertama kali; e. Uraian ciptaan; f. Nomor Pendaftaran; g. Tanggal
Pendaftaran; h. Pemindahan hak, perubahan nama, Perubahan alamat,
penghapusan dan pembatalan; i. Lain-lain yang dianggap perlu Seluruh
rangkaian proses pendaftaran hak cipta dikenakan biaya. Besarnya biaya
tergantung pada jenis permohonan. Tarif permohonan pendaftaran suatu
ciptaan sebesar Rp. 200.000,00. Tarif Permohonan pendaftaran suatu ciptaan
berupa program komputer Rp. 300.000,00.136
Sehubungan dengan adanya regulasi terbaru mengenai pendaftaran hak cipta
perkembangan tata cara pendaftaran hak cipta kini semakin dipermudah. Hal tersebut
ditandai dengan adanya pendaftaran secara online bagi produk ukm. Kemudahan ini
tak terlepas dari kerjasama antara Kementrian koperasi dan UKM dan kementrian
Hak Asasi Manusia untuk memfasilitasi hak cipta secara online bagi UKM. Sehingga
hak-hak pengusaha dan pengrajin terakomodir secara pasti.
135
Ibid, halaman 97.
dgip.go.id, diakses di website http://www.dgip.go.id/hak-cipta/tarif-biaya-hak-cipta, tanggal
17 Oktober 2016.
136
Universitas Sumatera Utara
85
Sesuai dengan Prinsip Hak Cipta yaitu Jangka waktu perlindungan hak cipta
bersifat terbatas. Dalam ketentuan Undang-undang Hak Cipta, Hak Cipta mempunyai
jangka waktu perlindungannya. Pada dasarnya Undang-undang Hak Cipta mengenal
tiga ketentuan jangka waktu perlindungan. Hal ini diatur dalam Pasal 29 sampai Pasal
34 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yaitu sebagai berikut :
a. Jangka Waktu selama hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah penciptanya
meninggal dunia. Ciptaan yang memperoleh perlindungan selama life time
plus 50 tahun ini adalah jenis-jenis ciptaan yang asli dan bukan karya turunan
atau derivatif. Diantaranya, buku dan semua karya tulis lain, lagu, atau musik
atau drama atau drama musikal, tari, koreografi, lukisan dan karya seni rupa
dalam segala bentuknya.
b. Apabila ciptaan dimiliki oleh dua orang atau lebih maka Hak Cipta berlaku
selama hidup pencipta yang meninggal paling akhir dan berlangsung 50 tahun
berikutnya.
c. Jangka waktu selama 50 tahun sejak pertama kali ciptaan diumumkan. Jenisjenis ciptaan yang dilindungi selama 50 tahun ini meliputi Program
Komputer,sinematografi, fotografi, database dan hasil karya pengalihwujudan.
Ketentuan ini juga berlaku bagi ciptaan yang dimiliki oleh badan hukum.
Demikianm pula Hak Cipta atas perwajahan karya tulis atau typographical
arrangement yang dihitung sejak pertama kali diterbitkan. Perlindungan
selama 50 tahun juga berlaku terhadap ciptaan-ciptaan yang Hak Ciptanya
dipegang oleh negara karena ciptaan tersebut tidak diketahui penciptanya dan
Universitas Sumatera Utara
86
ciptaan itu belum diterbitkan. Demikian pula ciptaan yang telah diterbitkan
tetapi tidak diketahui penciptanya, atau penerbitnya.
d. Tanpa Batas Waktu. Perlindungan abadi merupakan pengecualian dari prinsip
jangka waktu perlindungan Hak Cipta bersifat terbatas. Perlindungan abadi ini
diberikan untuk folklore atau cerita rakyat dan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu,
kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan hasil karya seni lainnya.
Hak Cipta atas ciptaan-ciptaan seperti ini dipegang oleh negara. Perlindungan
secara tanpa batas waktu juga berlaku terhadap Hak Moral sebagaimana diatur
dalam Pasal 24 ayat (1) Undang undang Hak Cipta yaitu agar nama Pencipta
tetap dicantumkan dalam ciptaannya.
Sesuai dengan Pasal 58, 59 dan 60 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014
tentang masa berlaku hak ekonomi untuk Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
Pasal 58
(1) Perlindungan Hak Cipta atas ciptaan :
a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung,atau kolase;
g. karya arsitektur;
h. peta; dan
i. karya seni batik atau seni motif lain, berlaku selama hidup Pencipta dan
terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta
meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
(2) Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki oleh 2
(dua) orang atau lebih, pelindungan Hak Cipta berlaku selama hidup
Universitas Sumatera Utara
87
Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama 70
(tujuh puluh) tahun sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun
berikutnya.
(3) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama
50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.
Pasal 59
(1) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
a. karya fotografi;
b. Potret;
c. karya sinematografi;
d. permainan video;
e. Program Komputer;
f. perwajahan karya tulis;
g. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,
aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
h. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi
budaya tradisional;
i. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca
dengan Program Komputer atau media lainnya; dan
j. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli,berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak
pertama kali dilakukan Pengumuman.
(2) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan berupa karya seni terapan berlaku
selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali dilakukan
Pengumuman.
Pasal 60
(1) Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional yang dipegang oleh negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) berlaku tanpa Batas waktu.
(2) Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya tidak diketahui yang dipegang
oleh negara sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (1) dan ayat (3) berlaku
selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebutpertama kali dilakukan
Pengumuman.
(3) Hak Cipta atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh pihak yang melakukan
Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) berlaku
selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertamakali dilakukan
Pengumuman.
Universitas Sumatera Utara
88
Hukum memberikan sarana perlindungan terhadap sebuah karya cipta yang
merupakan produk dari pikiran manusia. Dengan adanya Undang – Undang Hak
Cipta, maka terhadap karya cipta yang dihasilkan dapat diberikan perlindungan.
Bentuk nyata ciptaan - ciptaan yang dilindungi dapat berupa kesastraan, seni, maupun
ilmu pengetahuan.
2.
Faktor-faktor yang menghambat belum didaftarkannya motif tenun
songket.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di kabupaten Batubara, Deli
serdang dan langkat. Terdapat pernyataan yang menyatakan adanya hambatan dalam
mendaftarkan motif-motif songket yaitu ;
-
Kurangnya Pengetahuan Pengrajin tentang Hak Cipta
-
Generasi Muda Minim Pengetahuan perihal tenun songket
-
Kurangnya minat masyarakat local untuk menenun
-
Memudarnya motif melayu tradisional
-
Keterbatasan Anggaran Pemerintah Daerah.
-
Songket belum membudaya seperti halnya batik
-
Harga yang mahal dan bahan-bahan sulit di dapat.
Adanya suatu pandangan dari pengrajin tentang hak cipta yang tidak begitu
penting, mereka menggangap bahwa produk terjual lebih penting daripada hak cipta
dari karya mereka. Budaya hukum yang seperti ini yang sangat mempengaruhi pola
pikir dari pengrajin, Masyarakat masih sangat awam tentang pentingnya perlindungan
hak cipta dari suatu karya ciptaan mereka. Minim nya kesadaran hukum dari para
Universitas Sumatera Utara
89
pengrajin songket untuk mendaftarkan karya seni ciptaannya disebabkan tidak adanya
keharusan untuk mendaftarkan dan mencatatkan produknya.
B. Implementasi dari Hak
Serdang dan Langkat
Cipta atas motif
songket
di Batubara, Deli
Hak cipta suatu karya demi kepentingan nasional dengan sepengatahuan
pemegangnya dapat dijadikan milik negara. Dari sekian banyak warisan kebudayan di
indonesia yang tidak diketahui penciptanya adalah salah satunya adalah tenun
songket tradisional. Songket sendiri termasuk kedalam ekspresi budaya tradisional,
banyak motif songket yang tidak diketahui siapa penciptanya dan memang di
wariskan secara turun temurun kepada masyarakat lokal. Selanjutnya negara sebagai
pemegang hak cipta atas suatu ekspresi budaya tradisional wajib menginventarisasi,
menjaga , dan memelihara ekspresi budaya tradisional sebagaimana tercantum di
dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam
hal Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan tersebut belum dilakukan
Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk
kepentingan Pencipta.137
Melihat kepada arti penting perlindungan hukum ini bagi bangsa Indonesia,
jelas memiliki nilai yang sangat strategis. Nilai strategis tersebut dapat dilihat dari
segi budaya, ekonomi dan sosial. Dari segi budaya, tampak sekali bahwa dengan
adanya perlindungan hukum terhadap folklor dan hasil kebudayaan rakyat ini, maka
pelestarian terhadap budaya bangsa akan tercapai.138
137
Penjelasan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Budi Agus Riswandi, M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, halaman 39.
138
Universitas Sumatera Utara
90
Implementasi hak cipta atas motif songket di daerah Kabupaten Batubara,
Deli Serdang dan Langkat dalam hal ini Pemerintah daerah setempat selaku
representasi Negara telah melaksanakan kegiatan menjaga dan memelihara dan juga
promosi serta publikasi dalam hal melindungi motif songket tersebut. Pemerintah
daerah kabupaten Batubara Deli Serdang dan Langkat juga memfasilitasi pengrajin
atau pengusaha songket dalam hal pengembangan usahanya. Selain itu pemerintah
daerah setempat gencar melakukan sosialisasi dan diseminasi (pemahaman)
pentingnya perlindungan Hak Kekayaan intelektual kepada para pengrajin songket di
daerah Batubara, Deli Serdang dan Langkat. Sesuai dengan amanat yang tercantum di
dalam Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pemerintah daerah
Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat telah melaksanakan kegiatan
perlindungan dan pelestarian sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang.139
Pada prinsipnya kewajiban Negara telah dilaksanakan oleh masing-masing
daerah namun dalam hal perlindungan Hak Cipta para pengrajin dan pengusaha
songket di
kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat belum melakukan
pencatatan hak cipta guna melindungi motif-motif hasil dari karyanya tersebut.
Melihat pentingnya memberikan perlindungan hukum kepada para pengrajin songket
yang telah menciptakan motif-motif baru, hasil karya cipta mereka. Pemerintah
daerah Batubara Deli Serdang dan Langkat perlu memberikan penghargaan dan
pengakuan serta perlindungan hukum kepada pengrajin atas keberhasilan upaya
dalam melahirkan karya motif baru. Pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta yang
139
Lihat Pasal 38-39 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014
Universitas Sumatera Utara
91
dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang benar serta dilandasi dengan kesadaran
masyarakat pengrajin songket yang mau menghargai karya-karya pengrajin songket
lain, maka pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta dapat mengakomodir kepentingan
pengrajin songket. Adapun dari ketiga daerah tersebut, hanya kabupaten Batubara
yang memiliki suatu regulasi khusus mengenai pemakaian baju songket di lingkungan
pemerintah kabupaten Batubara. Pada hakekatnya Regulasi tersebut hanya bersifat
bentuk promosi atas motif tenun songket dari pemerintah daerah kabupaten Batubara,
namun belum melindungi secara pasti motif-motif tenun songket tersebut.
Sedangkan untuk kedua daerah lain yaitu kabupaten Langkat dan Deli
Serdang belum memiliki suatu peraturan daerah yang menjelaskan tentang pemakaian
baju songket sebagai pakaian daerah dan sarana promosi di lingkungan pemerintah
tersebut. Bagi pengrajin dan pengusaha songket motivasi untuk melakukan
pencatatan hak cipta masih rendah, hal ini disebabkan karena pengrajin lebih
menganggap penting produknya laku terjual dan belum memikirkan pentingnya
kegunaan hak cipta bagi produk yang dihasilkan. Pada akhirnya Pengrajin songket di
kabupaten Batubara, Deli Serdang, dan Langkat untuk mendapatkan perlindungan
hukum melalui pemerintah kabupaten setempat harus mendaftarkan hasil karya
ciptanya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual atau Departemen Kementrian
Hukum Dan Hak Asasi Manusia di Provinsi.
Hak Cipta atas folklore, hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama
seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian,
kaligrafi serta karya seni lainnya yang dipegang oleh Negara berlaku tanpa batas
Universitas Sumatera Utara
92
waktu. Berdasarkan penjelasan pasal 40 ayat (1) huruf (j) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta :
Yang dimaksud dengan “karya seni motif lain” adalah motif yang merupakan
kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti seni
songket, motif tenun ikat, motif tapis, motif ulos, dan seni motif lain yang
bersifat kontemporer, inovatif, dan terus dikembangkan.140 Implementasi
undang-undang Hak Cipta nomor 28 tahun 2014 sendiri belumlah dapat
dilihat secara nyata dalam penegakan hukum di Indonesia dikarenakan
undang-undang ini baru diberlakukan sejak akhir tahun 2014.
Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan, di Wilayah Kabupaten Batubara
Deli Serdang dan Langkat, implementasi hak cipta atas motif songketnyang dimiliki
daerah tersebut yaitu ;
1. Batubara
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah Melayu Sumatera
Timur Batu Bara, Serdang dan Langkat mengenai implementasi perlindungan hukum
hak cipta atas motif songket, maka penulis mendapatkan informasi mengenai
perkembangan songket di Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat dari Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat, serta
pengrajin berkewenangan mengembangkan industri Wilayah Kabupaten tersebut.
Yang dahulunya adalah Wilayah Melayu Sumatera Timur, sekarang menjadi Provinsi
Sumatera Utara.
Setelah mendapatkan wilayah tersebut maka untuk mengetahui Implementasi
Hak cipta atas motif songket tersebut maka dilakukan wawancara dengan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat, serta
140
Lihat Pasal 40 huruf j Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Universitas Sumatera Utara
93
pengrajin dan membatasi wilayah di daerah Kabupaten Batubara dilakukan di desa
Padang Genting Kecamatan Talawi, Di Kabupaten Deli serdang di Desa Penara,
sedangkan di Langkat di Desa Pekubuan Kecamatan Tanjung Pura.
Provinsi Sumatera Utara yaitu Kabupaten Batubara dikenal sebagai pusat
industri Songket. Menurut hasil penelitian, songket batubara telah ada sejak tahun
1823, berdasarkan sumber tertulis yang bertajuk Mission to the East Coast of
Sumatera oleh Anderson. Anderson adalah seorang utusan inggris yang mengunjungi
Sumatera Timur pada waktu itu termasuk wilayah Batubara. Anderson mencatat
semua kegiatannya selama berkunjung di Batubara termasuk pakaian masyarakat
melayu Batubara yaitu songket. Berdasarkan hasil penelitian di Kabupaten Batubara
pemerintah maupun pengrajin belum mendaftarkan motif-motif tradisional maupun
motif-motif baru yang telah di modifikasi oleh pengrajin ke Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual. Hal ini dikarenakan pengrajin masih kurang memahami
pentingnya pendaftaran motif songket yang telah mereka ciptakan. Mereka umumnya
berfikir sebatas bagaimana hasil dari kerajinan tersebut laku terjual dan diminati oleh
masyarakat luas. Sedangkan,dari Pemerintah Kabupaten Batubara dalam hal ini Dinas
Perindustrian dan Perdagangan sebagai pihak terkait memiliki kendala dalam hal
anggaran. Keterbatasan Anggaran membuat Pemerintah daerah Kabupaten Batubara
terkendala dalam hal pendaftaran Hak Cipta Motif-Motif tersebut. Namun Pemerintah
Kabupaten Batubara melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan berkomitmen
tegas akan melakukan upaya pendaftaran atas motif-motif songket tersebut secara
jelas ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Universitas Sumatera Utara
94
2. Deli Serdang
Kesultanan Serdang berdiri tahun 1723 dan bergabung dengan Republik
Indonesia tahun 1946. Kesultanan ini berpisah dari Deli setelah sengketa tahta
kerajaan pada tahun 1720. Seperti kerajaan-kerajaan lain di pantai timur
141
.
Sumatera, Kesultanan serdang yang sekarang lebih dikenal sebagai kabupaten Deli
serdang. Dahulu pada masa kesultanan serdang, memiliki daerah kekuasaan yaitu
adalah Batang Kuis, Padang, Bedagai, Percut, Senembah, Araskabu dan Ramunia.
Kemudian wilayah Perbaungan juga masuk dalam Kesultanan Serdang karena adanya
ikatan perkawinan. Namun kemudian pada tahun 2003, Serdang Bedagai
memekarkan diri dari kabupaten Deli Serdang sesuai dengan UU RI Nomor 36 Tahun
2003 pada tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003.
Seperti halnya daerah-daerah melayu sumatera timur lainnya, deli serdang
juga memiliki pakaian khas melayu yaitu kain songket yang digunakan pada masa
kesultanan serdang dahulu, dan masih terus dipakai sampai saat ini apabila ada acara
adat pada hari besar-besar tertentu. Songket serdang sendiri diyakini telah ada sejak
zaman kesultanan serdang, berdasarkan hasil penelitian dilapangan keragaman suku
bangsa budaya yang melekat di Kabupaten Deli Serdang turut mempengaruhi
perkembangan tenun songket. Songket serdang tidak lagi hanya menampilkan motifmotif melayu tradisional melainkan motif-motif yang di kompilasi dengan
141
www.wikipedia.org/wiki/kesultanan_serdang, diakses tanggal 17 Agustus 2016, pukul 10.10
Wib
Universitas Sumatera Utara
95
kebudayaan batak, atau masyarakat disana menamakannya dengan Songket Ulos.
Para pengrajin Songket di Deli Serdang, tepatnya di desa penara jarang membuat
Motif-motif songket melayu tradisional.
Songket yang mereka tenun cenderung lebih ke motif tapanuli, meskipun ada
juga beberapa pengrajin yang masih memproduksi songket asli tradisional melayu
serdang, berdasarkan hasil wawancara dengan pengrajin dan Dewan kerajinan
Nasional daerah kabupaten Deli serdang sebagai binaan dari Dinas Perindustrian dan
Perdagangan alasan pengrajin tidak membuat motif songket tradisional melayu
serdang karena kurangnya minat konsumen untuk motif melayu itu sendiri.
Konsumen lebih meminati motif-motif songket yang cenderung kemotif ulos.
Pengrajin di desa penara juga belum mendaftarkan hasil karya cipta mereka ke
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, seperti halnya di Kabupaten Batubara para
pengrajin songket di Deli Serdang belum memahami pentingnya perlindungan hukum
atas hak cipta motif-motif songket tersebut.
3.
Langkat
Sedangkan untuk wilayah Kabupaten Langkat, songket langkat atau lebih
dikenal songket tanjung pura atau nama lainnya adalah songket datuk laksamana
berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu tokoh muda melayu di kabupaten
Langkat Muhammad Abdallah, songket langkat muncul pada tahun 1879, namun
tidak ada literatul yang menjelaskan secara pasti kapan songket di langkat muncul
pertama sekali. Namun masyarakat melayu di Langkat meyakini, motif-motif songket
Langkat sudah digunakan sejak zaman kesultanan Langkat. Implementasi hak cipta
Universitas Sumatera Utara
96
atas motif Songket di Kabupaten Langkat Sendiri sejauh ini belum memadai.
Pemerintah Kabupaten Langkat melalui Dinas Perindustrian Dan Perdagangan belum
mendaftarkan Hak Cipta atas motif-motif tradisional songket Langkat. Hal ini
tentunya menjadi perhatian khusus pemerintah kabupten langkat mengingat
pentingnya perlindungan hukum atas warisan budaya tradisional.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
UPAYA PEMERINTAH KABUPATEN BATUBARA, DELI SERDANG DAN
LANGKAT DALAM MELINDUNGI KARYA CIPTA
MOTIF SONGKET SEBAGAI KEKAYAAN
INTELEKTUAL TRADISIONAL
A. Upaya Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya
Tradisional
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah konsepsi yang sederhana dan logic,
sebab pada intinya HKI mengatur tentang penghargaan atas karya orang lain, yang
dapat berguna bagi masyarakat banyak. Ini merupakan titik awal dari pengembangan
lingkungan yang kondusif untuk pengembangan invensi, kreasi, dan bentuk karya
intelektual lainnya. Hak Kekayaan Intelektual bersifat privat, namun HKI hanya akan
bermakna jika diwujudkan dalam bentuk produk di pasaran, digunakan dalam siklus
permintaan dan penawaran, dan karena itu memiliki suatu peranan dalam bidang
ekonomi.142
Pengembangan
Hak
Kekayaan
Intelektual
pada
hakekatnya
adalah
pengembangan sumber daya manusia (SDM). Sebab HKI berkaitan dengan produk
dan proses yang berkaitan dengan olah pikir manusia. Dengan pengembangan sistem
Hak Kekayaan Intelektual diharapkan akan berkembang pula SDM kita terutama
terciptanya budaya inovatif dan inventif, hal ini sangat penting dikaitkan dengan
kenyataan terdapat begitu banyaknya kekayaan alam nyata atau sumber daya alam
(SDA).
142
Suyud Margono, Loc Cit., halaman 304
97
Universitas Sumatera Utara
98
Peran sistem perlindungan kekayaan intelektual dalam kaitannya dengan
perlindungan pengetahuan tradisional, mengenai bagaimana untuk melestarikan,
melindungi dan adil dalam penggunaanya, mendapat perhatian meningkat dalam
berbagai diskusi kebijakan internasional. Hal ini dialamatkan pada keberagaman
seperti pangan dan pertanian (diverse of food and agriculture), lingkungan,
khususnya konservasi keanekaragaman hayati, kesehatan (health), termasuk obat
tradisional (traditional medicine), hak asasi manusia dan isu-isu masyarakat
tradisional dan aspek-aspek perdagangan dan pembangunan ekonomi.143
Berkaitan
dengan
perkembangan
yang
berkaitan
dengan
masalah
perlindungan HKI yang aktual saat ini adalah pembahasan konsep kepemililcan
bersama
(common
heritage)
terhadap
pengetahuan
tradisional
(traditional
knowledge), sumber daya genetika (genetic resources), serta ekspresi budaya
tradisional (expression of folklore). Bahkan badan internasional seperti WIPO
(General Assemblies tahun 2000) telah membentuk Inter Governmental Committee
(IGC) untuk mempelajari dan mengembangkan ketiga bidang tersebut di atas, dalam
kaitan dengan perlindungan karya intelektual. Beberapa kasus populer misalnya
menyangkut masalah penggunaan kunyit (turmeric) sebagai obat (India) yang
dipatenkan di AS, paten atas Brotowali di jepang atau juga ayahuasca di daerah
Amazon, yang juga dipatenkan di AS.
Masalah kepemilikan bersama terhadap pengetahuan tradisional (traditional
knowledge), sumber daya genetika (genetic resources), serta ekspresi budaya
143
Ibid, halaman 305
Universitas Sumatera Utara
99
tradisonal (expression of folklore) tidak dapat langsung disamakan dalam sistem HKI
yang telah ada, disamping itu perlunya dokumentasi yang jelas untuk menyatakan
bahwa suatu produk atau proses sudah secara tradisional hidup dan dipergunakan oleh
masyarakat setempat. Ini diperlukan agar pengetahuan tradisional dapat terlindungi.
Selanjutnya pengaturan tentang akses terhadap sumber daya genetika memungkinkan
negara pemilik sumber untuk menerima bagian manfaat dari sumber tersebut. Untuk
tingkat Regional Asia Pacifik Seperti telah diadakan Symposium on Intellectual
Property Rights, Traditional Knowledge, and Related Issues, hasil kerjasama antara
Ditjen Hak Kekayaan Intelektual dan WIPO. Simposium telah berhasil mengeluarkan
suatu report yang berisi rekomendasi yang menghimbau negara-negara Asia Pasifik,
serta WIPO untuk mengambil langkah-langkah seperti yang diinginkan di atas.
Sementara itu isu-isu kebijakan tentang pengetahuan tradisional yang luas dan
beragam (broad and diverse), yang bersinggungan dengan masalah implementasinya
dalam sistem Hak kekayaan Intelektual, terurai menjadi dua terra kunci yang menjadi
Asas dalam perlindungan untuk Pengetahuan Tradisional. Model perlindungan untuk
Pengetahuan Tradisional dan ekspresi budaya masyarakat lokal dapat dilakukan
dengan menggunakan dua macam model yaitu: perlindungan dalam bentuk hukum
dan perlindungan dalam bentuk non hukum. Perlindungan dalam bentuk hukum, yaitu
upaya melindungi traditional knowledge melalui bentuk hukum yang mengikat,
misalnya, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, peraturan-peraturan yang mengatur
masalah somber genetika, khususnya traditional knowledge, kontrak dan hukum adat.
Lebih lanjut, perlindungan dalam bentuk non-hukum, yaitu: perlindungan yang
Universitas Sumatera Utara
100
diberikan kepada traditional knowledge dan ekspresi budaya yang sifatnya tidak
mengikat, meliputi code of conduct yang diadopsi melalui internasional, pemerintah
dan organisasi non pemerintah, masyarakat profesional dan sektor swasta.
Perlindungan lainnya meliputi kompilasi penemuan, pendaftaran, database traditional
knowledge dan folklore.144
1. Asas Perlindungan Defensif (Defensive Protection doctrine)
Bentuk Asas Perlindungan Defensif (Defensive Protection doctrine) dari
perlindungan pengetahuan Tradisional ini adalah berupa tindakan yang menjamin
bahwa hak atas pengetahuan Tradisional tidak diberikan kepada pihak lain selain
pemegang hak pengetahuan tradisional adalah adat sebagai pemiliknya (the
customary Traditional Knowledge holders).
Bentuk perlindungan Defensif dapat juga disebut perlindungan nonhukum
yaitu perlindungan yang diberikan kepada traditional knowledge dan ekspresi budaya
yang sifatnya tidak mengikat. Bentuk perlindungan diadopsi melalui internasional,
pemerintah dan organisasi non pemerintah, masyarakat profesional dan sektor swasta.
Perlindungan Defensif tidak memperdulikan ketentuan mana (baik nasional maupun
internasional) yang mengatur perlindungan Pengetahuan Tradisional, karena
keutamaan dari hak atas budaya dan pengetahuan atau kekayaan intelektual
tradisional eksistensinya sudah ada sebelum sistem HKI itu ada, yang kemudian
terjadi pengambilalihan peran seolah-olah HKI mendapat tugas untuk memberikan
144
Prasetyo Hadi Purwandoko, makalah disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD)
"Model Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Masyarakat Lokal Surakarta
dalam Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia”, Selasa 12 Juli 2011 UNS.
Universitas Sumatera Utara
101
pengamanan ataupun perlindungan.
Traditional knowledge harus dilindungi secara defensif, yakni untuk
menjamin supaya pihak lain tidak dapat memperoleh HKI atas traditional knowledge
tersebut dan perlindungan positif melalui sarana hukum, utamanya hukum HKI dan
hukum kontrak. Usaha untuk menampilkan pengetahuan tradisisonal agar semakin
dilindungi digiatkan melalui forum internasional.
Beberapa upaya atau langkah perlindungan defensif ini termasuk upaya WIPO
untuk mengadministrasi sistem paten (the International Patent Classification System)
dan the Patent Cooperation Treaty (PCT) tentang dokumentasi minimum. Beberapa
negara dan masyarakat juga mengembangkan database mengenai Pengetahuan
Tradisional yang dapat digunakan sebagai bukti kekayaan intelektual terdahulu
dilakukannya (evidence of prior art) klaim untuk sebuah paten yang berasal dari
Pengetahuan Tradisional.
Doktrin perlindungan Defensif, akan apriori terhadap bentuk pemanfaatan
pengetahuan tradional dan penggunaan ekspresi budaya tradisional apabila sistem
pemanfaatan (promote) yang digunakan mengadopsi role model dari perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual yang bersifat individualistik dan komersial.
Bentuk Asas Perlindungan Positif (Positive Protection doctrine), menentukan
bahwa perlindungan Pengetahuan Tradisional dapat dilakukan dengan dibuat
perangkat hak-hak positif untuk Pengetahuan Tradisional (creation of positive rights
in Traditional knowledge) yang berasal dari kaedah-kaedah kolektifitas, perlindungan
budaya dan sitem Hak Intelektual yang telah ada. Pembentukan perangkat dari
Universitas Sumatera Utara
102
kaedah perlindungan positif ini adalah suatu pelembagaan dengan memberdayakan
pemegang hak pengetahuan tradisional untuk melindungi dan mempromosikan
pemanfaatan pengetahuan tradisional masyarakat tradisional.
Bentuk perlindungan Positif atau juga dikenal degan dengan bentuk
perlindungan hukum yaitu upaya melindungi traditional knowledge melalui bentuk
hukum yang mengikat, misalnya, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, peraturanperaturan yang secara khusus mengatur perlindungan dan pemanfaatan pengetahuan
tradisional, ekspresi budaya tradisional dan sumber daya genetika. Di beberapa
negara, implementasi positive protection dibentuk secara sui generic (sui generis
legislation) melalui undang-undang telah dikembangkan secara khusus untuk
melindungi secara positif dari keberadaan Pengetahuan Tradisional. Dalam
prakteknya positive protection memberikan perlindungan kepada. Penyedia dan
pengguna yang juga dapat diterapkan dalam suatu perjanjian kontrak (contractual
arrangement) dan/ atau dengan menggunakan sistem perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual yang telah ada pada pengetahuan tradisional tertentu.145
Konsepsi perlindungan Pengetahuan tradisional tidak dapat dilepaskan pada
perlindungan ekspresi budaya tradisional (Traditional cultural expressions/ TCEs)
merupakan bagian integral dari identitas budaya dan sosial masyarakat adat dan lokal,
mereka mewujudkan pengetahuan dan keterampilan, dan mereka mengirimkan nilainilai inti dan keyakinan. Bentuk perlindungan ekspresi budaya juga berkaitan dengan
145
Endang Purwaningsih. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights (Kajian Hukum
terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten). Penerbit PT. Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2005, halaman 246
Universitas Sumatera Utara
103
promosi kreativitas, keragaman budaya dan pelestarian warisan budaya (the
preservation of cultural heritage).
Bagi beberapa komunitas masyarakat tertentu ekspresi budaya juga berkaitan
dengan pengetahuan tradisional dan terkait sumber daya genetika merupakan bagian
dari warisan terpadu (integrated cultural heritage), karena perlindungan atas ekspresi
budaya terkait dengan kebijakan tertentu di bidang hak kekayaan Intelektual.
Perlindungan atas ekspresi budaya mendapatkan perlakukan yang berbeda di berbagai
undang-undang Hak Kekayaan Intelektual baik dalam sistem nasional maupun
regional, hal inilah yang menyebabkan perlindungan atas ekspresi budaya masih
menjadi perhatian dan dikaji oleh WIPO.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya warisan budaya dilihat dalam wujud
pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan ekspresi kebudayaan tradisional
(traditional cultural expression) dari masyarakat lokal Indonesia, baik dalam bentuk
teknologi berbasis tradisi maupun ekspresi kebudayaan seperti seni musik, tari, seni
lukis atau seni rupa lainnya, arsitektur, tenun, batik, cerita, legends, dan sebagainya.
Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, pengetahuan tradisional dan ekspresi
kebudayan adalah bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat yang
bersangkutan. Beberapa peristiwa penting dalam kehidupan manusia di dalam
kelompok masyarakat tertentu, seringkah ditandai dengan ekspresi seni, baik yang
mengandung dimensi sakral maupun profan. Dengan demikian, eksistensi.
pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan itu oleh masyarakatnya dipahami
sebagai bagian integral dari kehidupan sosial dan spiritual mereka.
Universitas Sumatera Utara
104
Masyarakat tidak memandang warisan budaya secara possessive (bersifat
memiliki), melainkan sebaliknya, masyarakat justru bersifat sangat terbuka. Mereka
tidak keberatan jika ada orang luar yang bukan anggota kelompok ingin belajar
tentang pengetahuan tradisional tertentu maupun seni tertentu dari masyarakat yang
bersangkutan. Falsafah hidup dalam kebersamaan (togetherness) membuat tradisi
“berbagi” (sharing) menjadi sesuatu yang hidup. Ethic of sharing (kebudayaan
berbagi) menjadi salah satu ciri dari kehidupan sosial yang sangat menghargai
keserasian dan keharmonisan kehidupan bersama. Dalam terminologi “modern”, hasil
kreativitas anggota masyarakat tidak dipandang sebagai individual property
sebagaimana pandangan masyarakat Barat. Hasil kreatifitas individu akan
ditempatkan sebagai wujud dharma bakti anggota masyarakat tersebut dalam
kelompoknya.
Perilaku dan sikap masyarakat semacam ini memang rentan untuk terjadinya
misapproriation atas warisan budaya mereka yang dilakukan oleh orang-orang yang
hanya memandang keuntungan pribadi sebagai tujuan Berta ke
IMPLEMENTASI HAK CIPTA ATAS MOTIF SONGKET DI WILAYAH
SUMATERA TIMUR
A. Pelaksanaan Pencatatan Hak Cipta menurut Undang-Undang Nomor 28
tahun 2014
1.
Pencatatan Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014
Hak Cipta pada prinsipnya dapat diperoleh ketika ciptaan tersebut
diwujudkan. Perlindungan Hukum hak cipta dikenal dengan sistem deklaratif, yaitu
negara melindungi ciptaan secara otomatis setelah terlahir suatu ciptaan tanpa harus
didahului dengan pendaftaran. Hal ini berbeda dengan karya intelektual lain yang
mensyaratkan kewajiban mengajukan permintaan pendaftaran untuk memperoleh
status dan perlindungan hukum. Pendaftaran ciptaan lebih bersifat pilihan.
Pendaftaran berfungsi sebagai pencatatan hak pencipta atas ciptaan, identitas pencipta
atau data lain yang relevan. Tujuannya untuk mendapatkan catatan formal status
kepemilikan Hak Cipta.
Urgensi tentang hak cipta atas motif songket di wilayah Batubara, Deli
Serdang dan Langkat, pada dasarnya begitu penting karena belum adanya pendaftaran
dan pencatatan secara resmi oleh pemerintah daerah Batubara, Deli Serdang dan
Langkat ke direktorat jenderal hak kekayaan intelektual. Perlunya perlindungan
hukum atas motif songket sebagai bagian dari ekspresi budaya tradisional adalah
untuk terjamin nya suatu hasil karya ciptaan dari tindakan penyalahgunaan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dengan diberlakukannya undang-undang
73
Universitas Sumatera Utara
74
hak cipta yang baru tahun 2014 dan diaturnya suatu ciptaan atas ekspresi budaya
tradisional maka pelaksanaan perlindungan hak cipta sudah selayaknya mendapatkan
perhatian masyarakat lokal dan pemerintah. Bahwa untuk menghasilkan karya cipta,
seseorang telah mengorbankan banyak waktu ,pikiran dan tenaga. Karya cipta
tersebut memiliki nilai ekonomi, keindahan dan nilai moral. Dari itu sudah
sepantasnya pencipta mendapatkan perlindungan akan karya ciptanya serta
dioptimalkannya law enforcement dalam setiap pelanggaran hak cipta.
Hak cipta dapat diperoleh secara otomatis namun tidak semua karya berhak
mendapat hak cipta(karya plagiat). Syarat substansif hak cipta terdiri dari tiga elemen
yakni originality, creativity ,dan fixation suatu karya memiliki unsure originality dan
creativity jika merupakan hasil karya sendiri, walaupun bisa saja terinspirasi dari
karya orang lain. Unsur fixation berarti suatu karya telah tertuang dalam bentuk
nyata,tidak sekedar ide. Hak cipta tidak melindungi ide, melainkan ekspresi dari
ide.117
Terkait tenun songket sebagai suatu seni motif pengetahuan masyarakat asli
tentunya perlu dilakukan pencatatan. Pendaftaran ciptaan dulunya diatur dengan
undang-undang nomor 19 tentang hak cipta yang kini menjadi pencatatan dalam
undang-undang nomor 28 tahun 2014. Tata cara pencatatan sendiri diatur dalam pasal
66 hingga 73 undang-undang nomor 28 tahun 2014 yakni sebagai berikut :
117
Ciputra “hak atas kekayaan intelektual bagi entrepreneur”
http//www.ciputra.org/node/379/hak atas kekayaan-intelektual-bagi entrepreneur.html.diakses pada
tanggal 23 desember 2016
Universitas Sumatera Utara
75
Tata Cara Pencatatan
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
berbunyi:
(1) Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait diajukan dengan Permohonan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta,
pemilik Hak Terkait, atau Kuasanya kepada Menteri.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
elektronik dan/atau non elektronik dengan:
a. menyertakan contoh Ciptaan, produk Hak Terkait, atau penggantinya;
b. melampirkan surat pernyataan kepemilikan Ciptaan dan Hak Terkait;
dan
c. membayar biaya.118
Pasal 67 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
berbunyi:
(1) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1)
diajukan oleh:
a. beberapa orang yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan
atau produk Hak Terkait, Permohonan dilampiri keterangan tertulis yang
membuktikan hak tersebut; atau
b. badan hukum, Permohonan dilampiri salinan resmi akta pendirian badan
hukum yang telah disahkan oleh pejabat berwenang.
(2) Dalam hal Permohonan diajukan oleh beberapa orang, nama pemohon harus
dituliskan semua dengan menetapkan satu alamat pemohon yang terpilih.
(3) Dalam hal Permohonan diajukan oleh pemohon yang berasal dari luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Permohonan wajib dilakukan
melalui konsultan kekayaan intelektual yang terdaftar sebagai Kuasa.119
Pasal 68 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
berbunyi:
(1) Menteri melakukan pemeriksaan terhadap Permohonan yang telah
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67.
118
119
Lihat Pasal 66 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Lihat Pasal 67 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Universitas Sumatera Utara
76
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
mengetahui Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dimohonkan tersebut
secara esensial sama atau tidak sama dengan Ciptaan yang tercatat dalam
daftar umum Ciptaan atau objek kekayaan intelektual lainnya.
(3) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai
bahan pertimbangan Menteri untuk menerima atau menolak Permohonan.
(4) Menteri memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan dalam
waktu paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya
Permohonan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 66 dan Pasal 67.120
Pasal 69 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
berbunyi:
(1) Dalam hal Menteri menerima Permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68 ayat (4), Menteri menerbitkan surat pencatatan Ciptaan dan
mencatat dalam daftar umum Ciptaan.
(2) Daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, atau nama pemilik produk
Hak Terkait ;
b. tanggal penerimaan surat Permohonan;
c. tanggal lengkapnya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
dan Pasal 67; dan
d. nomor pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait.
(3) Daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilihat
oleh setiap Orang tanpa dikenai biaya.
(4) Kecuali terbukti sebaliknya, surat pencatatan Ciptaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan bukti awal kepemilikan suatu Ciptaan atau produk
Hak Terkait.121
Pasal 70 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
berbunyi:
Dalam hal Menteri menolak Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
68 ayat (4), Menteri memberitahukan penolakan tersebut secara tertulis
kepada pemohon disertai alasan.122
120
121
Lihat Pasal 68 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Lihat Pasal 69 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Universitas Sumatera Utara
77
Pasal 71 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Berbunyi:
(1)Terhadap Ciptaan atau produk Hak Terkait yang tercatat dalam daftar umum
Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) dapat diterbitkan
petikan resmi.
(2)Setiap Orang dapat memperoleh petikan resmi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dengan dikenai biaya.123
Pasal 72 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Berbunyi:
Pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait dalam daftar umum Ciptaan
bukan merupakan pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan
atau produk Hak Terkait yang dicatat.124
Pasal 73 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta berbunyi:
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan Ciptaan dan produk Hak
Terkait diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Hal ini penting, terutama untuk mendukung pembuktian dalam hal terjadi
sengketa kepemilikan Hak Cipta, termasuk kebenaran mengenai siapa yang dianggap
sebagai Pencipta. Demikian pula dalam pengalihan atau pelisensian Hak Cipta akan
lebih mudah dilakukan apabila terdapat dokumen tertulis tentang ciptaan seperti
sertifikat pendaftaran Hak Cipta yang bersangkutan.125 Pencatatan ini akan
memberikan manfaat bagi pemohon yaitu tetap dianggap sebagai pencipta sampai ada
122
Lihat Pasal 70 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Lihat Pasal 71 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
124
Ibid
125
Ok.Saidin Loc cit, halaman 85.
123
Universitas Sumatera Utara
78
pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya di pengadilan. Sedangkan didalam
undang-undang nomor 19 tahun 2002 Pendaftar menikmati Perlindungan hukum
sampai adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan
bahwa pihak lain (bukan pendaftar) yang menjadi Pencipta.126 Pasal 35 sampai Pasal
44 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur tentang
Pendaftaran Hak Cipta. Prinsip-prinsip ketentuan yang diatur dalam Undang-undang
tersebut adalah sebagai berikut : 127
1) Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat
dalam Daftar Umum Ciptaan. Direktorat Jenderal menyelenggarakan
Pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan. Pendaftaran
Ciptaan tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta. 2)
Pendaftaran Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti,
atau bentuk Ciptaan yang didaftar.
2) Pendaftaran Ciptaan dilakukan atas dasar permohonan yang diajukan oleh
Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atas kuasa (Konsultan Terdaftar).
Dalam hal permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan
hukum yang secara bersama-sama berhak atas Ciptaan, maka permohonan
itu harus dilampiri salinan resmi akta atau keterangan yang membuktikan
kepemilikan haknya.
126
127
Budi Agus Riswadi dan M.Syamsudin, Op.Cit., halaman 19.
Henry Soelistyo, Loc Cit., halaman 83.
Universitas Sumatera Utara
79
3) Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya
permohonan oleh Direktorat Jenderal dengan lengkap, termasuk yang
diajukan oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum.
4) Dalam hal Ciptaan didaftar tidak sesuai dengan nama Pencipta atau pihak
yang berhak, maka pihak yang berhak atas Hak Cipta tersebut dapat
mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga.
5) Kekuatan hukum suatu pendaftaran Ciptaan harus hapus karena dinyatakan
batal oleh putusan pengadilan. Selain itu, penghapusan dapat dilakukan atas
permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta
atau Pemegang hak cipta.
Selebihnya,
pendaftaran
hapus
karena
berakhirnya
Jangka
waktu
perlindungan hak cipta. Sehubungan dengan prinsip-prinsip tersebut di atas,
pemerintah memfasilitasi kebutuhan pencipta untuk mendaftarkan ciptaannya,
terutama untuk memperoleh alat bukti kepemilikan ciptaannya. Hal ini dilakukan
pemerintah dengan menyelenggarakan administrasi khusus pendaftaran ciptaan,
dengan menetapkan syarat-syarat dan biaya pendaftaran. Administrasi pendaftaran
ciptaan diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman Nomor: M.01-HC.03.01 Tahun
1987 yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.128
Peraturan Menteri Kehakiman tersebut hingga saat ini masih berlaku meski Undangundang Hak Cipta sudah diubah dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
128
Ibid. halaman 85
Universitas Sumatera Utara
80
Nomor: M.11.PR.07.06 Tahun 2003 tentang Penunjukan Kantor
Wilayah
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk
Menerima Permohonan Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual, maka Kantor Wilayah
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ditunjuk untuk menerima
permohonan Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut HKI di lingkungan
wilayah kerjanya.
Persyaratan Permohonan Hak Cipta adalah sebagai berikut :129
1. Mengisi Formulir pendaftaran ciptaan rangkap 2 (dua). Formulir dapat diminta
secara cuma-cuma pada kantor wilayah. Lembar pertama dari formulir tersebut
ditandatangani di atas materai Rp.6000,00 (enam ribu rupiah)
2. Formulir pendaftaran ciptaan mencantumkan :
a. Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta
b. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pemegang Hak Cipta;
c. Nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa;
d. Jenis dan judul ciptaan;
e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali;
f. Uraian ciptaan rangkap 4 (empat).
Apabila Hak Cipta dialihkan kepada pihak lain melalui suatu perjanjian
tertulis atau lisensi maka kedua pihak harus dicatatkan nama dan
kewarganegaraannya dalam surat permohonan. Demikian pula terhadap
129
kumham-jakarta.info, Persyaratan Permohonan Hak Cipta, tersedia di website
http://www.kumham-jakarta.info/info-layanan/hak-kekayaan-intelektual/persyaratan-hak-cipta, diakses
pada tanggal 15 September 2016
Universitas Sumatera Utara
81
penerima kuasa. Jenis dan judul ciptaan harus sesuai dengan ketentuan Pasal
12 Undang-undang Hak Cipta. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk
pertama kali maksudnya adalah, waktu dan tempat ciptaan itu diperkenalkan
kepada publik. Sedangkan yang dimaksud uraian ciptaan adalah gambaran
umum tentang ciptaan yang dituangkan secara tertulis dalam formulir
permohonan pendaftaran yang telah dipersiapkan secara baku oleh
Departemen Kehakiman Ditjen HKI.130
3. Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan.
4. Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta dan pemegang hak cipta berupa
fotocopy KTP atau Paspor.
5. Apabila pemohon adalah Badan Hukum maka harus melampirkan turunan resmi
akta pendirian badan hukum tersebut.
6. Melampirkan Surat Kuasa apabila permohonan tersebut dilakukan oleh seorang
kuasa, beserta bukti kewarganegaraan kuasa tersebut. Kuasa disini adalah
konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal.
7. Apabila pemohon tidak bertempat tinggal di dalam wilayah Republik Indonesia,
maka untuk keperluan permohonan pendaftaran ciptaan ia harus memilih tempat
tinggal dan menunjukan seorang kuasa di dalam wilayah Republik Indonesia.
8. Apabila permohonan pendaftaran ciptaan yang diajukan atas nama lebih dari
seorang dan atau suatu badan hukum, maka nama-nama pemohon harus ditulis
semuanya, dengan menetapkan satu alamat pemohon.
130
Saidin, Loc Cit .94-95.
Universitas Sumatera Utara
82
9. Apabila ciptaan tersebut telah dipindahkan, agar melampirkan bukti pemindahan
hak.
10. Melampirkan
contoh
ciptaan
yang
dimohonkan
pendaftarannya
atau
penggantinya. Pemohon akan menerima surat tanda permohonan pendaftaran
ciptaan yang berisikan nama pencipta, pemegang hak cipta, nama kuasa, jenis dan
judul ciptaan, tanggal dan jam surat permohonan diterima, berfungsi sebagai bukti
penyerahan permohonan pendaftaran ciptaan. Terhadap Permohonan pendaftaran
Hak Cipta tersebut, Direktorat Jenderal akan memberikan keputusan paling lama
9 (Sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan secara
lengkap. Apabila surat permohonan pendaftaran ciptaan tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksudkan di atas, maka Direktorat Jenderal HKI atas
nama Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia memberitahukan secara tertulis
kepada pemohon agar melengkapi syarat–syarat yang dimaksudkan. Apabila
permohonan
dalam
jangka
waktu
3
bulan
sejak
tanggal
pengiriman
pemberitahuan tersebut ternyata pemohon tidak memenuhi atau melengkapi
syarat–syarat yang telah ditetapkan tersebut, maka permohonannya menjadi batal
demi hukum. Artinya jika pemohon hendak meneruskan permohonannya kembali,
ia harus mengulangi kembali syarat–syarat sebagaimana ditetapkan.131
Permohonan pendaftaran ciptaan yang telah memenuhi persyaratan tersebut
oleh Direktorat Jenderal HKI diperiksa apakah pemohon benar- benar Pencipta atau
Pemegang Hak atas Ciptaan yang dimohonkan. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian
131
Ibid, halaman 96.
Universitas Sumatera Utara
83
disampaikan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan
keputusannya. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia diberitahukan
kepada Pemohon oleh Direktur Jenderal HKI.132 Apabila permohonan pendaftaran
ciptaan ditolak oleh Direktorat Jenderal HKI, pemohon dapat mengajukan
permohonan kepada Pengadilan Niaga dengan surat gugatan yang ditandatangani
pemohon atau kuasanya agar ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya didaftarkan
dalam daftar umum ciptaan di Direktorat Jenderal HKI. Permohonan kepada
Pengadilan Niaga tersebut harus diajukan dalam waktu 3 bulan setelah diterimanya
penolakan pendaftaran tersebut oleh pemohon atau kuasanya. 133 Apabila surat
permohonan pendaftaran ciptaan telah memenuhi syaratsyarat tersebut, ciptaan yang
dimohonkan pendaftarannya didaftarkan oleh Direktorat Jenderal HKI dalam daftar
umum ciptaan dengan menerbitkan surat pendaftaran ciptaan dalam rangkap 2 (dua).
Kedua lembar surat pendaftaran ciptaan tersebut ditandatangani oleh Direktorat
Jenderal HKI atau pejabat yang ditunjuk, sebagai bukti pendaftaran, sedangkan
lembar kedua surat pendaftaran ciptaan tersebut beserta surat permohonan
pendaftaran ciptaan dikirim kepada pemohon dan lembar pertama disimpan di Kantor
Direktorat Jenderal HKI.134 Menurut Pasal 39 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta, Daftar Umum ciptaan memuat :
a. Nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta
b. Tanggal penerimaan surat permohonan
132
Ibid
Ibid
134
Ibid.
133
Universitas Sumatera Utara
84
c. Tanggal lengkapnya persyaratan
d. Nomor pendaftaran ciptaan. Setelah dimuat dalam daftar umum ciptaan, hak
cipta yang telah didaftarkan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan
Ditjen HKI yang berisikan keterangan tentang :135 a. Nama, kewarganegaraan
dan alamat Pencipta; b. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pemegang Hak
Cipta; c. Jenis dan judul ciptaan; d. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan
untuk pertama kali; e. Uraian ciptaan; f. Nomor Pendaftaran; g. Tanggal
Pendaftaran; h. Pemindahan hak, perubahan nama, Perubahan alamat,
penghapusan dan pembatalan; i. Lain-lain yang dianggap perlu Seluruh
rangkaian proses pendaftaran hak cipta dikenakan biaya. Besarnya biaya
tergantung pada jenis permohonan. Tarif permohonan pendaftaran suatu
ciptaan sebesar Rp. 200.000,00. Tarif Permohonan pendaftaran suatu ciptaan
berupa program komputer Rp. 300.000,00.136
Sehubungan dengan adanya regulasi terbaru mengenai pendaftaran hak cipta
perkembangan tata cara pendaftaran hak cipta kini semakin dipermudah. Hal tersebut
ditandai dengan adanya pendaftaran secara online bagi produk ukm. Kemudahan ini
tak terlepas dari kerjasama antara Kementrian koperasi dan UKM dan kementrian
Hak Asasi Manusia untuk memfasilitasi hak cipta secara online bagi UKM. Sehingga
hak-hak pengusaha dan pengrajin terakomodir secara pasti.
135
Ibid, halaman 97.
dgip.go.id, diakses di website http://www.dgip.go.id/hak-cipta/tarif-biaya-hak-cipta, tanggal
17 Oktober 2016.
136
Universitas Sumatera Utara
85
Sesuai dengan Prinsip Hak Cipta yaitu Jangka waktu perlindungan hak cipta
bersifat terbatas. Dalam ketentuan Undang-undang Hak Cipta, Hak Cipta mempunyai
jangka waktu perlindungannya. Pada dasarnya Undang-undang Hak Cipta mengenal
tiga ketentuan jangka waktu perlindungan. Hal ini diatur dalam Pasal 29 sampai Pasal
34 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yaitu sebagai berikut :
a. Jangka Waktu selama hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah penciptanya
meninggal dunia. Ciptaan yang memperoleh perlindungan selama life time
plus 50 tahun ini adalah jenis-jenis ciptaan yang asli dan bukan karya turunan
atau derivatif. Diantaranya, buku dan semua karya tulis lain, lagu, atau musik
atau drama atau drama musikal, tari, koreografi, lukisan dan karya seni rupa
dalam segala bentuknya.
b. Apabila ciptaan dimiliki oleh dua orang atau lebih maka Hak Cipta berlaku
selama hidup pencipta yang meninggal paling akhir dan berlangsung 50 tahun
berikutnya.
c. Jangka waktu selama 50 tahun sejak pertama kali ciptaan diumumkan. Jenisjenis ciptaan yang dilindungi selama 50 tahun ini meliputi Program
Komputer,sinematografi, fotografi, database dan hasil karya pengalihwujudan.
Ketentuan ini juga berlaku bagi ciptaan yang dimiliki oleh badan hukum.
Demikianm pula Hak Cipta atas perwajahan karya tulis atau typographical
arrangement yang dihitung sejak pertama kali diterbitkan. Perlindungan
selama 50 tahun juga berlaku terhadap ciptaan-ciptaan yang Hak Ciptanya
dipegang oleh negara karena ciptaan tersebut tidak diketahui penciptanya dan
Universitas Sumatera Utara
86
ciptaan itu belum diterbitkan. Demikian pula ciptaan yang telah diterbitkan
tetapi tidak diketahui penciptanya, atau penerbitnya.
d. Tanpa Batas Waktu. Perlindungan abadi merupakan pengecualian dari prinsip
jangka waktu perlindungan Hak Cipta bersifat terbatas. Perlindungan abadi ini
diberikan untuk folklore atau cerita rakyat dan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu,
kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan hasil karya seni lainnya.
Hak Cipta atas ciptaan-ciptaan seperti ini dipegang oleh negara. Perlindungan
secara tanpa batas waktu juga berlaku terhadap Hak Moral sebagaimana diatur
dalam Pasal 24 ayat (1) Undang undang Hak Cipta yaitu agar nama Pencipta
tetap dicantumkan dalam ciptaannya.
Sesuai dengan Pasal 58, 59 dan 60 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014
tentang masa berlaku hak ekonomi untuk Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
Pasal 58
(1) Perlindungan Hak Cipta atas ciptaan :
a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung,atau kolase;
g. karya arsitektur;
h. peta; dan
i. karya seni batik atau seni motif lain, berlaku selama hidup Pencipta dan
terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta
meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
(2) Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki oleh 2
(dua) orang atau lebih, pelindungan Hak Cipta berlaku selama hidup
Universitas Sumatera Utara
87
Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama 70
(tujuh puluh) tahun sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun
berikutnya.
(3) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama
50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.
Pasal 59
(1) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
a. karya fotografi;
b. Potret;
c. karya sinematografi;
d. permainan video;
e. Program Komputer;
f. perwajahan karya tulis;
g. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,
aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
h. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi
budaya tradisional;
i. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca
dengan Program Komputer atau media lainnya; dan
j. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli,berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak
pertama kali dilakukan Pengumuman.
(2) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan berupa karya seni terapan berlaku
selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali dilakukan
Pengumuman.
Pasal 60
(1) Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional yang dipegang oleh negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) berlaku tanpa Batas waktu.
(2) Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya tidak diketahui yang dipegang
oleh negara sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (1) dan ayat (3) berlaku
selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebutpertama kali dilakukan
Pengumuman.
(3) Hak Cipta atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh pihak yang melakukan
Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) berlaku
selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertamakali dilakukan
Pengumuman.
Universitas Sumatera Utara
88
Hukum memberikan sarana perlindungan terhadap sebuah karya cipta yang
merupakan produk dari pikiran manusia. Dengan adanya Undang – Undang Hak
Cipta, maka terhadap karya cipta yang dihasilkan dapat diberikan perlindungan.
Bentuk nyata ciptaan - ciptaan yang dilindungi dapat berupa kesastraan, seni, maupun
ilmu pengetahuan.
2.
Faktor-faktor yang menghambat belum didaftarkannya motif tenun
songket.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di kabupaten Batubara, Deli
serdang dan langkat. Terdapat pernyataan yang menyatakan adanya hambatan dalam
mendaftarkan motif-motif songket yaitu ;
-
Kurangnya Pengetahuan Pengrajin tentang Hak Cipta
-
Generasi Muda Minim Pengetahuan perihal tenun songket
-
Kurangnya minat masyarakat local untuk menenun
-
Memudarnya motif melayu tradisional
-
Keterbatasan Anggaran Pemerintah Daerah.
-
Songket belum membudaya seperti halnya batik
-
Harga yang mahal dan bahan-bahan sulit di dapat.
Adanya suatu pandangan dari pengrajin tentang hak cipta yang tidak begitu
penting, mereka menggangap bahwa produk terjual lebih penting daripada hak cipta
dari karya mereka. Budaya hukum yang seperti ini yang sangat mempengaruhi pola
pikir dari pengrajin, Masyarakat masih sangat awam tentang pentingnya perlindungan
hak cipta dari suatu karya ciptaan mereka. Minim nya kesadaran hukum dari para
Universitas Sumatera Utara
89
pengrajin songket untuk mendaftarkan karya seni ciptaannya disebabkan tidak adanya
keharusan untuk mendaftarkan dan mencatatkan produknya.
B. Implementasi dari Hak
Serdang dan Langkat
Cipta atas motif
songket
di Batubara, Deli
Hak cipta suatu karya demi kepentingan nasional dengan sepengatahuan
pemegangnya dapat dijadikan milik negara. Dari sekian banyak warisan kebudayan di
indonesia yang tidak diketahui penciptanya adalah salah satunya adalah tenun
songket tradisional. Songket sendiri termasuk kedalam ekspresi budaya tradisional,
banyak motif songket yang tidak diketahui siapa penciptanya dan memang di
wariskan secara turun temurun kepada masyarakat lokal. Selanjutnya negara sebagai
pemegang hak cipta atas suatu ekspresi budaya tradisional wajib menginventarisasi,
menjaga , dan memelihara ekspresi budaya tradisional sebagaimana tercantum di
dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam
hal Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan tersebut belum dilakukan
Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk
kepentingan Pencipta.137
Melihat kepada arti penting perlindungan hukum ini bagi bangsa Indonesia,
jelas memiliki nilai yang sangat strategis. Nilai strategis tersebut dapat dilihat dari
segi budaya, ekonomi dan sosial. Dari segi budaya, tampak sekali bahwa dengan
adanya perlindungan hukum terhadap folklor dan hasil kebudayaan rakyat ini, maka
pelestarian terhadap budaya bangsa akan tercapai.138
137
Penjelasan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Budi Agus Riswandi, M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, halaman 39.
138
Universitas Sumatera Utara
90
Implementasi hak cipta atas motif songket di daerah Kabupaten Batubara,
Deli Serdang dan Langkat dalam hal ini Pemerintah daerah setempat selaku
representasi Negara telah melaksanakan kegiatan menjaga dan memelihara dan juga
promosi serta publikasi dalam hal melindungi motif songket tersebut. Pemerintah
daerah kabupaten Batubara Deli Serdang dan Langkat juga memfasilitasi pengrajin
atau pengusaha songket dalam hal pengembangan usahanya. Selain itu pemerintah
daerah setempat gencar melakukan sosialisasi dan diseminasi (pemahaman)
pentingnya perlindungan Hak Kekayaan intelektual kepada para pengrajin songket di
daerah Batubara, Deli Serdang dan Langkat. Sesuai dengan amanat yang tercantum di
dalam Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pemerintah daerah
Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat telah melaksanakan kegiatan
perlindungan dan pelestarian sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang.139
Pada prinsipnya kewajiban Negara telah dilaksanakan oleh masing-masing
daerah namun dalam hal perlindungan Hak Cipta para pengrajin dan pengusaha
songket di
kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat belum melakukan
pencatatan hak cipta guna melindungi motif-motif hasil dari karyanya tersebut.
Melihat pentingnya memberikan perlindungan hukum kepada para pengrajin songket
yang telah menciptakan motif-motif baru, hasil karya cipta mereka. Pemerintah
daerah Batubara Deli Serdang dan Langkat perlu memberikan penghargaan dan
pengakuan serta perlindungan hukum kepada pengrajin atas keberhasilan upaya
dalam melahirkan karya motif baru. Pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta yang
139
Lihat Pasal 38-39 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014
Universitas Sumatera Utara
91
dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang benar serta dilandasi dengan kesadaran
masyarakat pengrajin songket yang mau menghargai karya-karya pengrajin songket
lain, maka pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta dapat mengakomodir kepentingan
pengrajin songket. Adapun dari ketiga daerah tersebut, hanya kabupaten Batubara
yang memiliki suatu regulasi khusus mengenai pemakaian baju songket di lingkungan
pemerintah kabupaten Batubara. Pada hakekatnya Regulasi tersebut hanya bersifat
bentuk promosi atas motif tenun songket dari pemerintah daerah kabupaten Batubara,
namun belum melindungi secara pasti motif-motif tenun songket tersebut.
Sedangkan untuk kedua daerah lain yaitu kabupaten Langkat dan Deli
Serdang belum memiliki suatu peraturan daerah yang menjelaskan tentang pemakaian
baju songket sebagai pakaian daerah dan sarana promosi di lingkungan pemerintah
tersebut. Bagi pengrajin dan pengusaha songket motivasi untuk melakukan
pencatatan hak cipta masih rendah, hal ini disebabkan karena pengrajin lebih
menganggap penting produknya laku terjual dan belum memikirkan pentingnya
kegunaan hak cipta bagi produk yang dihasilkan. Pada akhirnya Pengrajin songket di
kabupaten Batubara, Deli Serdang, dan Langkat untuk mendapatkan perlindungan
hukum melalui pemerintah kabupaten setempat harus mendaftarkan hasil karya
ciptanya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual atau Departemen Kementrian
Hukum Dan Hak Asasi Manusia di Provinsi.
Hak Cipta atas folklore, hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama
seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian,
kaligrafi serta karya seni lainnya yang dipegang oleh Negara berlaku tanpa batas
Universitas Sumatera Utara
92
waktu. Berdasarkan penjelasan pasal 40 ayat (1) huruf (j) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta :
Yang dimaksud dengan “karya seni motif lain” adalah motif yang merupakan
kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti seni
songket, motif tenun ikat, motif tapis, motif ulos, dan seni motif lain yang
bersifat kontemporer, inovatif, dan terus dikembangkan.140 Implementasi
undang-undang Hak Cipta nomor 28 tahun 2014 sendiri belumlah dapat
dilihat secara nyata dalam penegakan hukum di Indonesia dikarenakan
undang-undang ini baru diberlakukan sejak akhir tahun 2014.
Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan, di Wilayah Kabupaten Batubara
Deli Serdang dan Langkat, implementasi hak cipta atas motif songketnyang dimiliki
daerah tersebut yaitu ;
1. Batubara
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah Melayu Sumatera
Timur Batu Bara, Serdang dan Langkat mengenai implementasi perlindungan hukum
hak cipta atas motif songket, maka penulis mendapatkan informasi mengenai
perkembangan songket di Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat dari Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat, serta
pengrajin berkewenangan mengembangkan industri Wilayah Kabupaten tersebut.
Yang dahulunya adalah Wilayah Melayu Sumatera Timur, sekarang menjadi Provinsi
Sumatera Utara.
Setelah mendapatkan wilayah tersebut maka untuk mengetahui Implementasi
Hak cipta atas motif songket tersebut maka dilakukan wawancara dengan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat, serta
140
Lihat Pasal 40 huruf j Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Universitas Sumatera Utara
93
pengrajin dan membatasi wilayah di daerah Kabupaten Batubara dilakukan di desa
Padang Genting Kecamatan Talawi, Di Kabupaten Deli serdang di Desa Penara,
sedangkan di Langkat di Desa Pekubuan Kecamatan Tanjung Pura.
Provinsi Sumatera Utara yaitu Kabupaten Batubara dikenal sebagai pusat
industri Songket. Menurut hasil penelitian, songket batubara telah ada sejak tahun
1823, berdasarkan sumber tertulis yang bertajuk Mission to the East Coast of
Sumatera oleh Anderson. Anderson adalah seorang utusan inggris yang mengunjungi
Sumatera Timur pada waktu itu termasuk wilayah Batubara. Anderson mencatat
semua kegiatannya selama berkunjung di Batubara termasuk pakaian masyarakat
melayu Batubara yaitu songket. Berdasarkan hasil penelitian di Kabupaten Batubara
pemerintah maupun pengrajin belum mendaftarkan motif-motif tradisional maupun
motif-motif baru yang telah di modifikasi oleh pengrajin ke Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual. Hal ini dikarenakan pengrajin masih kurang memahami
pentingnya pendaftaran motif songket yang telah mereka ciptakan. Mereka umumnya
berfikir sebatas bagaimana hasil dari kerajinan tersebut laku terjual dan diminati oleh
masyarakat luas. Sedangkan,dari Pemerintah Kabupaten Batubara dalam hal ini Dinas
Perindustrian dan Perdagangan sebagai pihak terkait memiliki kendala dalam hal
anggaran. Keterbatasan Anggaran membuat Pemerintah daerah Kabupaten Batubara
terkendala dalam hal pendaftaran Hak Cipta Motif-Motif tersebut. Namun Pemerintah
Kabupaten Batubara melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan berkomitmen
tegas akan melakukan upaya pendaftaran atas motif-motif songket tersebut secara
jelas ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Universitas Sumatera Utara
94
2. Deli Serdang
Kesultanan Serdang berdiri tahun 1723 dan bergabung dengan Republik
Indonesia tahun 1946. Kesultanan ini berpisah dari Deli setelah sengketa tahta
kerajaan pada tahun 1720. Seperti kerajaan-kerajaan lain di pantai timur
141
.
Sumatera, Kesultanan serdang yang sekarang lebih dikenal sebagai kabupaten Deli
serdang. Dahulu pada masa kesultanan serdang, memiliki daerah kekuasaan yaitu
adalah Batang Kuis, Padang, Bedagai, Percut, Senembah, Araskabu dan Ramunia.
Kemudian wilayah Perbaungan juga masuk dalam Kesultanan Serdang karena adanya
ikatan perkawinan. Namun kemudian pada tahun 2003, Serdang Bedagai
memekarkan diri dari kabupaten Deli Serdang sesuai dengan UU RI Nomor 36 Tahun
2003 pada tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003.
Seperti halnya daerah-daerah melayu sumatera timur lainnya, deli serdang
juga memiliki pakaian khas melayu yaitu kain songket yang digunakan pada masa
kesultanan serdang dahulu, dan masih terus dipakai sampai saat ini apabila ada acara
adat pada hari besar-besar tertentu. Songket serdang sendiri diyakini telah ada sejak
zaman kesultanan serdang, berdasarkan hasil penelitian dilapangan keragaman suku
bangsa budaya yang melekat di Kabupaten Deli Serdang turut mempengaruhi
perkembangan tenun songket. Songket serdang tidak lagi hanya menampilkan motifmotif melayu tradisional melainkan motif-motif yang di kompilasi dengan
141
www.wikipedia.org/wiki/kesultanan_serdang, diakses tanggal 17 Agustus 2016, pukul 10.10
Wib
Universitas Sumatera Utara
95
kebudayaan batak, atau masyarakat disana menamakannya dengan Songket Ulos.
Para pengrajin Songket di Deli Serdang, tepatnya di desa penara jarang membuat
Motif-motif songket melayu tradisional.
Songket yang mereka tenun cenderung lebih ke motif tapanuli, meskipun ada
juga beberapa pengrajin yang masih memproduksi songket asli tradisional melayu
serdang, berdasarkan hasil wawancara dengan pengrajin dan Dewan kerajinan
Nasional daerah kabupaten Deli serdang sebagai binaan dari Dinas Perindustrian dan
Perdagangan alasan pengrajin tidak membuat motif songket tradisional melayu
serdang karena kurangnya minat konsumen untuk motif melayu itu sendiri.
Konsumen lebih meminati motif-motif songket yang cenderung kemotif ulos.
Pengrajin di desa penara juga belum mendaftarkan hasil karya cipta mereka ke
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, seperti halnya di Kabupaten Batubara para
pengrajin songket di Deli Serdang belum memahami pentingnya perlindungan hukum
atas hak cipta motif-motif songket tersebut.
3.
Langkat
Sedangkan untuk wilayah Kabupaten Langkat, songket langkat atau lebih
dikenal songket tanjung pura atau nama lainnya adalah songket datuk laksamana
berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu tokoh muda melayu di kabupaten
Langkat Muhammad Abdallah, songket langkat muncul pada tahun 1879, namun
tidak ada literatul yang menjelaskan secara pasti kapan songket di langkat muncul
pertama sekali. Namun masyarakat melayu di Langkat meyakini, motif-motif songket
Langkat sudah digunakan sejak zaman kesultanan Langkat. Implementasi hak cipta
Universitas Sumatera Utara
96
atas motif Songket di Kabupaten Langkat Sendiri sejauh ini belum memadai.
Pemerintah Kabupaten Langkat melalui Dinas Perindustrian Dan Perdagangan belum
mendaftarkan Hak Cipta atas motif-motif tradisional songket Langkat. Hal ini
tentunya menjadi perhatian khusus pemerintah kabupten langkat mengingat
pentingnya perlindungan hukum atas warisan budaya tradisional.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
UPAYA PEMERINTAH KABUPATEN BATUBARA, DELI SERDANG DAN
LANGKAT DALAM MELINDUNGI KARYA CIPTA
MOTIF SONGKET SEBAGAI KEKAYAAN
INTELEKTUAL TRADISIONAL
A. Upaya Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya
Tradisional
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah konsepsi yang sederhana dan logic,
sebab pada intinya HKI mengatur tentang penghargaan atas karya orang lain, yang
dapat berguna bagi masyarakat banyak. Ini merupakan titik awal dari pengembangan
lingkungan yang kondusif untuk pengembangan invensi, kreasi, dan bentuk karya
intelektual lainnya. Hak Kekayaan Intelektual bersifat privat, namun HKI hanya akan
bermakna jika diwujudkan dalam bentuk produk di pasaran, digunakan dalam siklus
permintaan dan penawaran, dan karena itu memiliki suatu peranan dalam bidang
ekonomi.142
Pengembangan
Hak
Kekayaan
Intelektual
pada
hakekatnya
adalah
pengembangan sumber daya manusia (SDM). Sebab HKI berkaitan dengan produk
dan proses yang berkaitan dengan olah pikir manusia. Dengan pengembangan sistem
Hak Kekayaan Intelektual diharapkan akan berkembang pula SDM kita terutama
terciptanya budaya inovatif dan inventif, hal ini sangat penting dikaitkan dengan
kenyataan terdapat begitu banyaknya kekayaan alam nyata atau sumber daya alam
(SDA).
142
Suyud Margono, Loc Cit., halaman 304
97
Universitas Sumatera Utara
98
Peran sistem perlindungan kekayaan intelektual dalam kaitannya dengan
perlindungan pengetahuan tradisional, mengenai bagaimana untuk melestarikan,
melindungi dan adil dalam penggunaanya, mendapat perhatian meningkat dalam
berbagai diskusi kebijakan internasional. Hal ini dialamatkan pada keberagaman
seperti pangan dan pertanian (diverse of food and agriculture), lingkungan,
khususnya konservasi keanekaragaman hayati, kesehatan (health), termasuk obat
tradisional (traditional medicine), hak asasi manusia dan isu-isu masyarakat
tradisional dan aspek-aspek perdagangan dan pembangunan ekonomi.143
Berkaitan
dengan
perkembangan
yang
berkaitan
dengan
masalah
perlindungan HKI yang aktual saat ini adalah pembahasan konsep kepemililcan
bersama
(common
heritage)
terhadap
pengetahuan
tradisional
(traditional
knowledge), sumber daya genetika (genetic resources), serta ekspresi budaya
tradisional (expression of folklore). Bahkan badan internasional seperti WIPO
(General Assemblies tahun 2000) telah membentuk Inter Governmental Committee
(IGC) untuk mempelajari dan mengembangkan ketiga bidang tersebut di atas, dalam
kaitan dengan perlindungan karya intelektual. Beberapa kasus populer misalnya
menyangkut masalah penggunaan kunyit (turmeric) sebagai obat (India) yang
dipatenkan di AS, paten atas Brotowali di jepang atau juga ayahuasca di daerah
Amazon, yang juga dipatenkan di AS.
Masalah kepemilikan bersama terhadap pengetahuan tradisional (traditional
knowledge), sumber daya genetika (genetic resources), serta ekspresi budaya
143
Ibid, halaman 305
Universitas Sumatera Utara
99
tradisonal (expression of folklore) tidak dapat langsung disamakan dalam sistem HKI
yang telah ada, disamping itu perlunya dokumentasi yang jelas untuk menyatakan
bahwa suatu produk atau proses sudah secara tradisional hidup dan dipergunakan oleh
masyarakat setempat. Ini diperlukan agar pengetahuan tradisional dapat terlindungi.
Selanjutnya pengaturan tentang akses terhadap sumber daya genetika memungkinkan
negara pemilik sumber untuk menerima bagian manfaat dari sumber tersebut. Untuk
tingkat Regional Asia Pacifik Seperti telah diadakan Symposium on Intellectual
Property Rights, Traditional Knowledge, and Related Issues, hasil kerjasama antara
Ditjen Hak Kekayaan Intelektual dan WIPO. Simposium telah berhasil mengeluarkan
suatu report yang berisi rekomendasi yang menghimbau negara-negara Asia Pasifik,
serta WIPO untuk mengambil langkah-langkah seperti yang diinginkan di atas.
Sementara itu isu-isu kebijakan tentang pengetahuan tradisional yang luas dan
beragam (broad and diverse), yang bersinggungan dengan masalah implementasinya
dalam sistem Hak kekayaan Intelektual, terurai menjadi dua terra kunci yang menjadi
Asas dalam perlindungan untuk Pengetahuan Tradisional. Model perlindungan untuk
Pengetahuan Tradisional dan ekspresi budaya masyarakat lokal dapat dilakukan
dengan menggunakan dua macam model yaitu: perlindungan dalam bentuk hukum
dan perlindungan dalam bentuk non hukum. Perlindungan dalam bentuk hukum, yaitu
upaya melindungi traditional knowledge melalui bentuk hukum yang mengikat,
misalnya, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, peraturan-peraturan yang mengatur
masalah somber genetika, khususnya traditional knowledge, kontrak dan hukum adat.
Lebih lanjut, perlindungan dalam bentuk non-hukum, yaitu: perlindungan yang
Universitas Sumatera Utara
100
diberikan kepada traditional knowledge dan ekspresi budaya yang sifatnya tidak
mengikat, meliputi code of conduct yang diadopsi melalui internasional, pemerintah
dan organisasi non pemerintah, masyarakat profesional dan sektor swasta.
Perlindungan lainnya meliputi kompilasi penemuan, pendaftaran, database traditional
knowledge dan folklore.144
1. Asas Perlindungan Defensif (Defensive Protection doctrine)
Bentuk Asas Perlindungan Defensif (Defensive Protection doctrine) dari
perlindungan pengetahuan Tradisional ini adalah berupa tindakan yang menjamin
bahwa hak atas pengetahuan Tradisional tidak diberikan kepada pihak lain selain
pemegang hak pengetahuan tradisional adalah adat sebagai pemiliknya (the
customary Traditional Knowledge holders).
Bentuk perlindungan Defensif dapat juga disebut perlindungan nonhukum
yaitu perlindungan yang diberikan kepada traditional knowledge dan ekspresi budaya
yang sifatnya tidak mengikat. Bentuk perlindungan diadopsi melalui internasional,
pemerintah dan organisasi non pemerintah, masyarakat profesional dan sektor swasta.
Perlindungan Defensif tidak memperdulikan ketentuan mana (baik nasional maupun
internasional) yang mengatur perlindungan Pengetahuan Tradisional, karena
keutamaan dari hak atas budaya dan pengetahuan atau kekayaan intelektual
tradisional eksistensinya sudah ada sebelum sistem HKI itu ada, yang kemudian
terjadi pengambilalihan peran seolah-olah HKI mendapat tugas untuk memberikan
144
Prasetyo Hadi Purwandoko, makalah disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD)
"Model Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Masyarakat Lokal Surakarta
dalam Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia”, Selasa 12 Juli 2011 UNS.
Universitas Sumatera Utara
101
pengamanan ataupun perlindungan.
Traditional knowledge harus dilindungi secara defensif, yakni untuk
menjamin supaya pihak lain tidak dapat memperoleh HKI atas traditional knowledge
tersebut dan perlindungan positif melalui sarana hukum, utamanya hukum HKI dan
hukum kontrak. Usaha untuk menampilkan pengetahuan tradisisonal agar semakin
dilindungi digiatkan melalui forum internasional.
Beberapa upaya atau langkah perlindungan defensif ini termasuk upaya WIPO
untuk mengadministrasi sistem paten (the International Patent Classification System)
dan the Patent Cooperation Treaty (PCT) tentang dokumentasi minimum. Beberapa
negara dan masyarakat juga mengembangkan database mengenai Pengetahuan
Tradisional yang dapat digunakan sebagai bukti kekayaan intelektual terdahulu
dilakukannya (evidence of prior art) klaim untuk sebuah paten yang berasal dari
Pengetahuan Tradisional.
Doktrin perlindungan Defensif, akan apriori terhadap bentuk pemanfaatan
pengetahuan tradional dan penggunaan ekspresi budaya tradisional apabila sistem
pemanfaatan (promote) yang digunakan mengadopsi role model dari perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual yang bersifat individualistik dan komersial.
Bentuk Asas Perlindungan Positif (Positive Protection doctrine), menentukan
bahwa perlindungan Pengetahuan Tradisional dapat dilakukan dengan dibuat
perangkat hak-hak positif untuk Pengetahuan Tradisional (creation of positive rights
in Traditional knowledge) yang berasal dari kaedah-kaedah kolektifitas, perlindungan
budaya dan sitem Hak Intelektual yang telah ada. Pembentukan perangkat dari
Universitas Sumatera Utara
102
kaedah perlindungan positif ini adalah suatu pelembagaan dengan memberdayakan
pemegang hak pengetahuan tradisional untuk melindungi dan mempromosikan
pemanfaatan pengetahuan tradisional masyarakat tradisional.
Bentuk perlindungan Positif atau juga dikenal degan dengan bentuk
perlindungan hukum yaitu upaya melindungi traditional knowledge melalui bentuk
hukum yang mengikat, misalnya, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, peraturanperaturan yang secara khusus mengatur perlindungan dan pemanfaatan pengetahuan
tradisional, ekspresi budaya tradisional dan sumber daya genetika. Di beberapa
negara, implementasi positive protection dibentuk secara sui generic (sui generis
legislation) melalui undang-undang telah dikembangkan secara khusus untuk
melindungi secara positif dari keberadaan Pengetahuan Tradisional. Dalam
prakteknya positive protection memberikan perlindungan kepada. Penyedia dan
pengguna yang juga dapat diterapkan dalam suatu perjanjian kontrak (contractual
arrangement) dan/ atau dengan menggunakan sistem perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual yang telah ada pada pengetahuan tradisional tertentu.145
Konsepsi perlindungan Pengetahuan tradisional tidak dapat dilepaskan pada
perlindungan ekspresi budaya tradisional (Traditional cultural expressions/ TCEs)
merupakan bagian integral dari identitas budaya dan sosial masyarakat adat dan lokal,
mereka mewujudkan pengetahuan dan keterampilan, dan mereka mengirimkan nilainilai inti dan keyakinan. Bentuk perlindungan ekspresi budaya juga berkaitan dengan
145
Endang Purwaningsih. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights (Kajian Hukum
terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten). Penerbit PT. Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2005, halaman 246
Universitas Sumatera Utara
103
promosi kreativitas, keragaman budaya dan pelestarian warisan budaya (the
preservation of cultural heritage).
Bagi beberapa komunitas masyarakat tertentu ekspresi budaya juga berkaitan
dengan pengetahuan tradisional dan terkait sumber daya genetika merupakan bagian
dari warisan terpadu (integrated cultural heritage), karena perlindungan atas ekspresi
budaya terkait dengan kebijakan tertentu di bidang hak kekayaan Intelektual.
Perlindungan atas ekspresi budaya mendapatkan perlakukan yang berbeda di berbagai
undang-undang Hak Kekayaan Intelektual baik dalam sistem nasional maupun
regional, hal inilah yang menyebabkan perlindungan atas ekspresi budaya masih
menjadi perhatian dan dikaji oleh WIPO.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya warisan budaya dilihat dalam wujud
pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan ekspresi kebudayaan tradisional
(traditional cultural expression) dari masyarakat lokal Indonesia, baik dalam bentuk
teknologi berbasis tradisi maupun ekspresi kebudayaan seperti seni musik, tari, seni
lukis atau seni rupa lainnya, arsitektur, tenun, batik, cerita, legends, dan sebagainya.
Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, pengetahuan tradisional dan ekspresi
kebudayan adalah bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat yang
bersangkutan. Beberapa peristiwa penting dalam kehidupan manusia di dalam
kelompok masyarakat tertentu, seringkah ditandai dengan ekspresi seni, baik yang
mengandung dimensi sakral maupun profan. Dengan demikian, eksistensi.
pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan itu oleh masyarakatnya dipahami
sebagai bagian integral dari kehidupan sosial dan spiritual mereka.
Universitas Sumatera Utara
104
Masyarakat tidak memandang warisan budaya secara possessive (bersifat
memiliki), melainkan sebaliknya, masyarakat justru bersifat sangat terbuka. Mereka
tidak keberatan jika ada orang luar yang bukan anggota kelompok ingin belajar
tentang pengetahuan tradisional tertentu maupun seni tertentu dari masyarakat yang
bersangkutan. Falsafah hidup dalam kebersamaan (togetherness) membuat tradisi
“berbagi” (sharing) menjadi sesuatu yang hidup. Ethic of sharing (kebudayaan
berbagi) menjadi salah satu ciri dari kehidupan sosial yang sangat menghargai
keserasian dan keharmonisan kehidupan bersama. Dalam terminologi “modern”, hasil
kreativitas anggota masyarakat tidak dipandang sebagai individual property
sebagaimana pandangan masyarakat Barat. Hasil kreatifitas individu akan
ditempatkan sebagai wujud dharma bakti anggota masyarakat tersebut dalam
kelompoknya.
Perilaku dan sikap masyarakat semacam ini memang rentan untuk terjadinya
misapproriation atas warisan budaya mereka yang dilakukan oleh orang-orang yang
hanya memandang keuntungan pribadi sebagai tujuan Berta ke