Perlindungan hukum atas hak cipta dari motif songket sebagai ekspresi budaya tradisional di wilayah Melayu Sumatera Timur (Studi di wilayah Batubara, Deli Serdang dan Langkat)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang luar biasa, karena memiliki kekayaan
budaya yang beraneka ragam. Keberagaman dan kekhasan budaya dari setiap suku
bangsa merupakan aset yang tidak terhitung jumlahnya. Warisan budaya peninggalan
nenek moyang merupakan bagian dari keberagaman dan kekhasan yang dimiliki
setiap suku bangsa di Indonesia. Warisan budaya merupakan jati diri suatu
bangsa,artinya martabat suatu bangsa ditentukan oleh kebudayaannya.
Hak atas kekayaan intelektual (HKI) merupakan hak atas kekayaan yang
timbul dan lahir dari kemampuan intelektual manusia. Kemampuan intelektual
manusia dihasilkan oleh manusia melalui daya, rasa, dan karsanya diwujudkan
dengan karya-karya intelektual. Karya-karya intelektual juga dilahirkan menjadi
bernilai apalagi dengan manfaat ekonomi yang melekat sehingga akan menumbuhkan
konsep kekayaan terhadap karya-karya intelektual.1
Hak kekayaan intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu yang
bersumber dari kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang
menalar. Hasil kerjanya berupa benda immaterial, Benda tidak berwujud. 2
1
Suyud Margono, Komentar Atas Undang-Undang Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain
Letak Sirkuit Terpadu, CV.Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2001, halaman 4
2
Ok Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights),PT.Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2004, halaman 9
1
Universitas Sumatera Utara
2
HKI merupakan bagian penting dari suatu Negara untuk menjamin
keunggulan industri dan perdagangan,hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi
suatu negaranya yang banyak tergantung pada aspek perdagangan.3
Hak Cipta merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual memberikan
Perlindungan Hukum dalam bidang Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Sastra. Hak Cipta di
Indonesia telah dikenal sejak zaman penjajahan belanda dengan sebutan Auteurswet
1912. Peraturan ini terus diberlakukan menurut Undang-Undang dasar 1945 sambil
menunggu peraturan Perundangan Indonesia diberlakukan.4
Kemunculan Undang-Undang Hak Cipta ini pun dari hari kehari kian
dianggap penting. Negara Republik Indonesia sebagai anggota masyarakat
Internasional secara resmi telah mengesahkan keikutsertaannya dan menerima
persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Estabilishing
The World trade Organization).5 Dengan demikian Indonesia terikat untuk
melaksanakan persetujuan tersebut. Salah satu persetujuan dibawah pengelolaan
World Trade Organization (WTO) ialah Agreement Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods (Persetujuan
mengenai aspek-aspek dagang yang terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual,
termasuk perdagangan barang palsu) yang disingkat dengan TRIPs.6 Pemerintah
3
Muhammad Djumhana dan R.Djubakdillah,Hak Intelektual Sejarah Teori dan Praktiknya di
Indonesia,Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1997, halaman 10
4
Heri, Sosialisasi HAKI dan penegakannya Menuju Bisnis Beretika, Aggregator Batik News,
Yogyakarta, 2007, halaman 1
5
Asian Law Group, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, Alumni, 2004,
halaman 3
6
Ibid, halaman 4
Universitas Sumatera Utara
3
menyadari bahwa implementasi sistem Hak Kekayaan Intelektual merupakan tugas
besar maka dengan itu untuk melaksanakan persetujuan Trade Related Aspects Of
Intellectual Property Rights tersebut sekaligus membangun sistem hukum nasional di
bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Indonesia telah membuat peraturan
perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual yaitu Undang-Undang
nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Lalu disadari karena kekayaan seni dan
budaya serta untuk pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia
memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan
usaha yang sehat maka dengan itu dibentuklah undang-undang hak cipta yang baru
sebagaimana telah di rubah menjadi Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014.
Hak Cipta merupakan hak ekslusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata
tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.7
Memahami konsepsi Hak Cipta, tidak hanya dapat mengandalkan pada
pengenalan norma-norma hukum dan pranata tertulis. Sebagai substansi yang relatif
baru bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Undang-Undang Hak Cipta hanyalah
merupakan instrument hukum yang memuat norma pengaturan, larangan, tuntunan
bagi kehidupan masyarakat.8 Dalam hal peraturan perundangan yang memberikan
perlindungan atas hak milik perindustrian, pengakuan hak diberikan atas hak milik
7
8
Ketentuan umum Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, halaman 18
Universitas Sumatera Utara
4
perindustrian yang diperoleh seseorang atau pihak dalam masyarakat dan pemerintah
melalui karya yang dilakukan secara berhak dan wajar tanpa merugikan pihak lain.9
Salah satu kendala di Indonesia memberikan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) adalah dari masyarakatnya itu sendiri masih menganggap HKI merupakan
public right yang mempunyai fungsi sosial. Karena masih banyak masyarakat tidak
keberatan apabila produknya ditiru oleh pihak lain. Masyarakat lokal memahami
pengetahuan tradisional sebagai warisan budaya yang menjadi milik bersama.10
Indonesia sebagai salah satu negara yang terdiri dari berbagai macam suku
dan sangat kaya akan keragaman tradisi dan budaya, Indonesia tentunya memiliki
kepentingan tersendiri dalam perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual
masyarakat asli tradisional. Tidak seperti kepemilikan HKI pada umumnya yang
bersifat privat, maka kepemilikan Traditional Knowledge masyarakat bersifat kolektif
dan komunal. Hal penting yang harus diperhatikan bahwa setiap generasi harus
menjaga dan menyimpan Traditional Knowledge tersebut dengan hati-hati secara
turun temurun. Karena sifatnya tersebut, maka Traditional Knowledge belum
memiliki perlindungan berupa kepemilikan berdasarkan sistem hukum. Maksudnya
bahwa
perlindungan
bagi
Traditional
Knowledge
belum
memiliki
sistem
perlindungan hukum yang tepat.
9
Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya Dalam Pembangunan,
Sinar Grafika, Jakarta, 2012, halaman 131
10
Hak Cipta Motif Songket Melayu,www.waspadaonline.com, diakses pada tanggal 22 April
2016, pukul 20.45 Wib
Universitas Sumatera Utara
5
Kebudayaan Indonesia merupakan satu kondisi majemuk karena ia
bermodalkan berbagai kebudayaan lingkungan wilayah yang berkembang menurut
tuntutan sejarah-sejarahnya sendiri-sendiri. Pengalaman serta kemampuan wilayahwilayah itu memberikan jawaban terhadap masing-masing tantangan itulah yang
memberikan bentuk dari kebudayaan itu, juga proses sosialisasi yang kemudian
dikembangkan dalam kerangka masing-masing kultur itu memberi warna kepada
kepribadian yang muncul dari lingkungan wilayah budaya itu.11
Kebudayaan itu bersifat superorganik, artinya kebudayaan itu diwariskan
turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan akan hidup terus menerus
meskipun anggota masyarakatnya silih berganti. Jadi kebudayaan itu merupakan
semua hasil karya, rasa dan cita masyarakat.12
Budaya yang hidup Indonesia salah satunya berupa karya ekspresi budaya
tradisional atau yang biasa disebut dengan folklore. Karya folklore atau ekspresi
budaya tradisional ini adalah kekayaan intelektual dalam bidang seni yang
mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang merupakan sumber daya
bersama dikembangkan dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu dan
organisasi sosial tertentu. 13
Menurut Tengku H.Muhammad Lah Husni (1986), yang dimaksud dengan
suku melayu itu adalah golongan bangsa yang menyatukan dirinya dengan perbauran
11
Edwin Frymaruwah, Peranan Industri Songket dalam Melestarikan Kebudayaan,
www.akuntanesia.com, diakses pada tanggal 22 April 2016, pukul 21.50 Wib
12
Ibid
13
Andrieansjah Soeparman, Hak Desain Industri Berdasarkan Penilaian Kebaruan Desain
Industri, Alumni, Bandung, 2013, halaman 3
Universitas Sumatera Utara
6
ikatan perkawinan antar suku bangsa serta memakai adat resam bahasa melayu secara
sadar dan berkelanjutan. Selain itu pengertian melayu juga dapat disimpulkan dalam
tiga bidang yaitu: (a). Dalam arti luas merupakan rumpun ras melayu yang meliputi
daerah Indonesia, Malaysia, Filipina, malagasi, muang thai ,dan sebagian dari pulau
teduh lain-lain. (b). Dalam arti pertengahan bangsa Indonesia yang terdiri dari beribu
suku bangsa, berhimpun dalam suatu kesatuan daerah berperintahan sendiri meliputi
bekas Nederlands-Indie dahulu. (c). Dalam arti sempit suku bangsa melayu khusus
yang berdiam di dataran rendah sumatera timur dan daerah pantai lainnya yang
dinamakan juga melayu pesisir.14
Suku-Suku melayu di Sumatera Timur berdiam di Provinsi sumatera utara
bagian timur. Daerahnya menjulur dari dataran dari pantai kebarat hingga sampai ke
berbukit-bukit,mulai dari kabupaten aceh timur, langkat, deli, serdang, batubara,
asahan,dan sampai ke labuhan batu. Sedangkan yang disebut denga orang melayu
pesisir sumatera timur adalah turunan dari campuran antara orang melayu sumatera
utara tadi dengan suku bangsa pendatang dari Arab, India, Johor, Melaka, portugis,
dan berbagi etnik seperti suku Aceh, Karo, Mandailing, Jawa, Bugis, Minangkabau
dan lain-lain yang merasa dan mengamalkan adat resam melayu serta beragama
islam,serta memakai bahasa melayu dalam kehidupan sehari-hari (Lah Husni
1986:34).15 Adapun daerah-daerah kebudayaan melayu di Sumatera Timur atau
pesisir timur Sumatera Utara, berdasarkan pemerintahan kabupaten dan kota di
14
Eva Gusmala Yanti, Lagu-Lagu Zapin Ciptaan Zul Alinur: kajian struktur teks dan melodi,
Skripsi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, 2011, halaman 61
15
Ibid, halaman 62
Universitas Sumatera Utara
7
sumatera utara pada masa kini mencakup: Kabupaten Langkat, Kota Binjai,
Kabupaten Deli Serdang, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Batubara, Kabupaten
Asahan, Kabupaten Labuhan Batu, dan Kota Tanjung Balai. Sedangkan berdasarkan
sejarah kesultanan-kesultanan yang berada di sumatera timur adalah: (a). Kesultanan
Deli, (b) Kesultanan Serdang, (c) Kesultanan Langkat, (d) Kesultanan Asahan, (e)
Kesultanan Panai, (f) Kesultanan Kualuh, (g) Kesultanan Kota Pinang, (h) Kesultanan
Merbau. Ditambah empat kedatuan di Batubara yang memiliki kekuasaan otonomi
pada masa pemerintahannya.16
Di dalam kebudayaan melayu terutama sumatera timur sangat dikenal
kerajinan pembuatan Tenun Songket. Yang digunakan hingga sampai saat ini. Tenun
songket merupakan ekspresi budaya dan pengetahuan tradisional yang bersifat turun
temurun, yang masih berkembang sampai dengan saat ini. Kain tenunan melayu di
zaman dahulu kala mendapat bahan pewarna dari yang bisa diperoleh dari alam
sekelilingnya dan kemudian diolah secara sederhana, seperti halnya dengan tumbuhtumbuhan seperti kulit atau kayu,kunyit dan lain-lain. Kemudian berkembang setelah
ada perdagangan import dari Negara dan bangsa lain. Pengetahuan Tradisional
diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan oleh suatu
komunitas, masyarakat atau suku bangsa tertentu yang bersifat turun temurun dan
terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan.17 Pengetahuan tradisional
sendiri terbagi atas dua yaitu yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati,antara
16
Ibid, halaman 64
Agus Sardjono, Hak kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, PT.Alumni,
Bandung, halaman 1
17
Universitas Sumatera Utara
8
lain adalah traditional medicine, traditional agriculture practices. Yang Kedua
adalah berkaitan dengan kesenian dan Sastra, Seperti tari-tarian, kerajinan tangan dan
lain sebagainya.18 Perlindungan atas pengetahuan tradisional sangat penting bagi
seluruh komunitas masyarakat di semua Negara di dunia, khususnya bagi Negaranegara berkembang seperti Indonesia.
Sejak zaman prasejarah, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal
teknik menenun. Hal ini, diperkuat dengan adanya penemuan tembikar dari zaman
neolitik yang didalamnya terdapat kain tenun kasar beberapa temuan fragmen kain
tenun lainnya.19Songket memberikan nilai tersendiri yang dapat menunjukan
kebesaran bagi orang-orang yang mengenakan dan membuatnya. Rangkain benang
yang tersusun dan teranyam rapi dengan pola simetris, menunjukkan bahwa kain
songket dibuat dengan keterampilan masyarakat yang lebih dari sekedar memahami
cara untuk membuat kain, akan tetapi keahlian dan ketelitian yang telah mendarah
daging. Lestarinya kain songket mutlak karena adanya proses pembelajaran antar
generasi. Songket tidak hanya selembar kain benda pakai, namun Songket adalah
simbol budaya yang telah merasuk dalam kehidupan, tradisi, sistem nilai, dan sosial
masyarakatnya.20 Tenun Songket sebagai salah satu Artefak budaya Indonesia, karena
keberadaannya merupakan jatidiri bangsa Indonesia yang tersebar luas di seluruh
kepulauan Indonesia. Salah Satunya adalah Pulau Sumatera. Di pulau Sumatera,
18
Hak Kekayaan Intelektual Dan Perlindungan Pengetahuan Tradisional di Indonesia, Sendhy
Nugraha.blogspot.co.id,diakses pada tanggal 24 Mei 2016 pukul 16.00 wib
19
Kain Songket, Asal mula, Jenis dan Maknanya, www.wacananusantara.org, Diakses pada
tanggal 22 April 2016 pukul 22.00 WIB
20
Ibid
Universitas Sumatera Utara
9
khususnya Sumatera Utara tenun songket melayu langkat merupakan khazanah dalam
Budaya Melayu Sumatera Timur.
Salah satu daerah yang mempunyai tenun songket adalah kabupaten Batubara,
songket Batubara hidup terus menuruti perkembangan zaman, karena songket sangat
fungsional dalam kebudayaan Melayu di kawasan ini. Mengenai songket di Batubara,
berasaskan sumber tertulis yang bertajuk Mission to the East Coast of Sumatera
1823, yang ditulis Anderson, diperkirakan sudah ada pada tahun tersebut. Anderson
adalah seorang utusan Inggris mengunjungi Sumatera Timur, termasuk Batubara. Ia
mencatat semua kegiatannya selama berkunjung di kawasan ini, mulai 30 Desember
1822 sampai 5 April 1823.21
Batubara sendiri merupakan pusat industri songket di Sumatera Utara.
Songket selalu menjadi bahagian penting dalam upacara-upacara adat Melayu seperti:
nikah kawin, khitanan, menyambut tetamu, menghantar dan menyambut jamaah haji,
dan lainlainnya.Selain itu, songket juga digunakan oleh etnik-etnik seperti Karo,
Batak Toba, Simalungun,Mandailing, Minangkabau, Jawa dan lainnya yng ada di
Sumatera Utara.22 Motif-motif yang digunakan oleh para penenun songket Batubara,
adalah masih meneruskan motif tradisi Melayu yang ada. motif-motif yang digunakan
adalah: (A) Motif dasar, terdiri dari empat jenis, yaitu: (a) pucuk betikam, (b) pucuk
perak, (c) pucuk pandan, dan (d) pucuk caul. (B) Motif tambahan, terdiri dari
berbagai jenis motif seperti: gigi hiu, siku keluang, pucuk parang, tampuk manggis,
21
Fadlin Muhammad Djafar, Songket Melayu Batubara: Eksistensi Dan Fungsi Sosiobudaya,
Akademi Pengajian Melayu UM, Departemen Etnomusikologi USU, Medan, halaman 9
22
Ibid
Universitas Sumatera Utara
10
cempaka, bunga tabur, gigi ikan hiu, tolab bermukim (gabungan dari berbagai motif
bunga), dan lain-lain.
Tanjung Pura Langkat merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Negeri
Langkat. Di era pemerintahan Indonesia kota Tanjung Pura menjadi salah satu
kecamatan yang ada di kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Kesultanan
Langkat merupakan kerajaan Melayu yang dulu memerintah di wilayah Kabupaten
Langkat, Sumatera Utara sekarang ini. Kesultanan ini masih berada dibawah
Kesultanan Aceh Sultan Iskandar Muda.
Songket Melayu Langkat Tanjung Pura memiliki jenis motif, diantaranya
yang sering ditampilkan adalah tepak sirih, lebah begantung, itik menyelam, dan
karang-karang. Selain dari wilayah melayu batubara dan langkat wilayah melayu
serdang sebagai bagian dari wilayah melayu sumatera timur juga memiliki warisan
budaya tradisional yaitu tenun songket tersendiri serta memiliki motif-motif yang
berbeda-beda dengan wilayah melayu Batu Bara dan Langkat. Namun ada pula motifmotif yang sama atau menyerupai dengan wilayah Batu Bara dan Langkat. Motifmotif songket melayu serdang yang dikenal diantaranya adalah sulur kangkung,
pucuk rebung, dan bunga cengkeh.
Dewasa ini perkembangan industri tenun songket semakin berkembang
pesat,banyak para designer baik dari dalam dan luar negeri melirik tenun songket
menciptakan karya mereka dengan bahan dasar kain tenun. Namun seiring
perkembangan Teknologi motif-motif tenun songket kini tak lagi diproduksi secara
tradisional, melainkan di cetak melalui mesin pencetak atau di print. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
11
dikarenakan pembuatan songket dapat dibuat hingga berbulan-bulan dengan harga
yang cukup mahal. Berbeda halnya apabila di cetak melalui mesin pencetak, harganya
jauh lebih murah. Hal inilah pada akhirnya dapat meninggalkan pengrajin tenun
songket tradisional.
Pemerintah daerah sebagai representasi Negara dalam perlindungan dan
pengaturan Warisan budaya Tradisional dapat mencegah adanya monopoli dan
komersialisasi yang dapat merusak nilai kebudayaan tersebut. Sebab dalam
permasalahan ini pemerintah, serta masyarakat memiliki tanggung jawab untuk
bersama-sama melindungi serta melestarikan budaya daerahnya, Mendasarkan pada
uraian tersebut di atas, kiranya dapat dipahami bahwa masalah dalam perlindungan
karya cipta motif songket tradisional adalah belum adanya sistem perlindungan yang
tepat untuk melindungi karya cipta songket tradisional dan pengrajin yang
menghasilkan karya-karyanya yang dapat tergolong dalam cipta pribadi. Motif
Songket tradisional adalah bagian dari budaya tradisional suku melayu bangsa
Indonesia. Maka motif songket lebih tepat digolongkan bukan sebagai karya cipta
biasa, namun sebagai bentuk dari Ekspresi Budaya Tradisional. Menurut Edy
Sedyawati, secara umum pengertian Ekspresi Budaya Tradisional atau apa yang
disebut dengan istilah folklore adalah segala bentuk ungkapan budaya yang bersifat
ekspresif yaitu khususnya ungkapan seni di mana yang penciptanya anonim dan
ditransmisikan secara lisan.
Indonesia sebagai Negara yang memiliki kemajemukan dari berbagai suku,
agama, dan budaya. Keragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa yang harus
Universitas Sumatera Utara
12
terus dilestarikan dan dijaga serta dikembangkan. Apabila kekayaan tersebut dikelola
sungguh-sungguh maka tidak mustahil membawa kesejahteraan bagi masyarakat
lokalnya. Peran Pemerintah daerah, Masyarakat, Swasta dan para pemangku
kepentingan
diharapakan
mengembangkan
mampu
untuk
melestarikan,
memanfaatkan
serta
Songket sehingga membumi di Indonesia sebagai mana
membuminya Batik. Pemerintah juga harus dapat segera mengeluarkan berbagai
kebijakan tentang pengetahuan tradisional, sehingga dapat melindungi semua
pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh bangsa yang besar ini.
Menurut Rebecca Clements “kekayaan budaya sudah seharusnya di lindungi
oleh Negara asal dari kekayaan budaya tersebut. Dalam Hukum Internasional hal itu
telah diakui”23
Faktor hukum memainkan peran yang penting agar pemanfaatan warisan
budaya ini tidak disalah gunakan oleh pihak-pihak asing yang tidak berwenang.
Hukum memandang warisan budaya dari sisi hak, dalam arti siapa yang berhak. Oleh
karena itu, hukum juga memandang warisan budaya dari aspek perlindungannya,
bagaimana memberikan perlindungan hukum yang tepat dan benar, serta dapat
dipahami oleh anggota masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan Uraian diatas, maka Penelitian ini bermaksud meneliti lebih
dalam tentang perlindungan hak cipta motif Tenun Songket di wilayah Sumatera
Timur. Dengan Judul “Perlindungan Hukum Atas Hak Cipta Motif Songket Sebagai
23
Agus Sardjono,Op cit, Halaman 248
Universitas Sumatera Utara
13
Ekspresi Budaya Tradisional Di Wilayah Melayu Sumatera Timur (Studi Di Wilayah
Batubara, Serdang dan Langkat).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahanpermasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan hukum atas motif songket sebagai ekspresi budaya
tradisional dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta?
2. Bagaimana Implementasi perlindungan hak cipta atas motif songket di wilayah
Batubara, Deli Serdang, dan Langkat?
3. Bagaimana upaya pemerintah daerah dalam melindungi motif songket sebagai
kekayaan intelektual tradisional?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Bagaimana pengaturan hukum atas motif songket sebagai
ekspresi budaya tradisional dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014
tentang hak cipta.
2. Untuk mengetahui Bagaimana implementasi perlindungan hak cipta atas motif
songket di wilayah Batubara, Deli Serdang dan Langkat.
3. Untuk mengetahui Bagaimana upaya pemerintah daerah Batubara Deli
Serdang dan Langkat dalam melakukan perlindungan hak cipta motif songket
sebagai kekayaan intelektual tradisional.
Universitas Sumatera Utara
14
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan saran, baik secara
praktis maupun teoritis. Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan para
praktisi hukum dalam memahami Aspek hukum Perlindungan hak kekayaan
intelektual motif songket di wilayah sumatera timur yaitu Batubara, Serdang, dan
Langkat. Selain itu penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan kepada
pengrajin Tenun Songket, yang berada di wilayah tersebut.
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum
hak kekayaan intelektual pada khususnya yaitu dalam Aspek Hukum perlindungan
motif tenun songket di wilayah sumatera timur sebagai bagian dari pengetahuan
tradisional.
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan dan pemeriksaan yang telah
penulis lakukan, baik di Kepustakaan Penulisan Karya Ilmiah Magister Hukum,
maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan
ditemukan beberapa hasil penulisan yang menyangkut dengan permasalahan dan
pembahasan diantaranya:
-
Tesis dengan judul: “Tinjauan Hukum Atas Perlindungan Hak Cipta Atas Motif
Ulos Batak Toba (penelitian kerajinan ulos di kabupaten Samosir, Nim :
Universitas Sumatera Utara
15
06701070, oleh RITA SELVIA, Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara (USU).
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.
Kerangka Teori
Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti.24 Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala
spesifik untuk proses tertentu terjadi.25
Konsep teori menurut M. Solly Lubis ialah : “Kerangka pemikiran atau butirbutir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si
pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju
ataupun tidak disetujuinya, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti.26
Teori Ini sendiri adalah serangkaian preposisi atau keterangan yang saling
berhubungan dengan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu
penjelasan atas suatu gejala.
Adapun teori menurut Maria S.W.Sumardjono adalah:
“Seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah
didefenisikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan
pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable dengan
variable lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut”.27
24
Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodolgi Penelitian Hukum Empiris, Jakarta, INDHLL CO,
1990, halaman 67
25
J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M.Hisman.Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1,
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, halaman 203
26
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, halaman 80
27
Maria S. W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta,
1989, halaman 12
Universitas Sumatera Utara
16
Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai
landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan
postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam. 28 Holland
yang dikutip oleh Wise, Percy M. Winfield dan Bias, menyatakan bahwa tujuan
hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-hak (legal rights). Hukum pada
hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam manifestasinya bisa berwujud
konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang
dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagian yang sebesar-besarnya dan
berkurangnya penderitaan.29
Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti.30 Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala
spesifik untuk proses tertentu terjadi.31
Menurut teori konvensional, Tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan
(rechtsgerechtigheid),
kemanfaatan
(rechtsutiliteit)
dan
kepastian
hukum
(rechtszekerheid).32 Menurut Satjipto Raharjo,”Hukum melindungi kepentingan
seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak
dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara
28
W.Friedman, Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakarta, halaman 2.
Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1993, halaman 79.
30
Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodolgi Penelitian Hukum Empiris, Jakarta, INDHLL CO,
1990, halaman 67
31
J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M.Hisman.Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1,
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, halaman 203
32
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung
Agung Tbk, Jakarta, 2002, halaman 85.
29
Universitas Sumatera Utara
17
terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang
demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat
bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan
melekatnya hak itu pada seseorang.33
Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk
melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak
sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman
sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.34
Menurut
Muchsin,
perlindungan
hukum
merupakan
kegiatan
untuk
melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah
yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban
dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.35
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek
hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan
pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu: 36
a. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah
dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini
terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk
33
Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V, Bandung, 2000. halaman 53.
34
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2004, halaman 3.
35
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Magister Ilmu
Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003, halaman 14.
36
Ibid, halaman 20.
Universitas Sumatera Utara
18
mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasanbatasan dalam melakukan sutu kewajiban.
b. Perlindungan Hukum Represif, Perlindungan hukum represif merupakan
perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman
tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan
suatu pelanggaran.
World
Iintellectual
Property
Organization
(WIPO)
mendefinisikan
pengetahuan tradisional sebagai pengetahuan yang berbasis pada tradisi.
37
Antara
lain seperti pengetahuan di bidang karya sastra, karya artistik atau ilmiah,
pertunjukan, invensi, penemuan ilmiah, desain, merek, nama dan simbol, informasi
yang tidak diungkapkan dan semu inovasi dan kreasi berbasis pada tradisi yang
disebabkan oleh kegiatan intelektual dalam bidang industri, ilmiah, kesusastraan dan
artistik. Sedangkan pengetahuan yang berbasis tradisi menurut Achmad Zein Umar
Purba, adalah pengetahuan yang dibangun oleh sekelompok orang, yang digunakan
secara turun temurun, dan berkaitan langsung dengan lingkungan atau alam, yang
dikembangkan secara non sistematis dan terus menerus.38
Konsep
“tradisi”
yang diberikan
oleh
World Intellectual Property
Organization (WIPO) yang hanya terbatas pada proses (turun temurun) ini oleh Agus
Sardjono di dalam bukunya “Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional”
dianggap sebagai ganjalan di dalam memberikan perlindungan hukum terhadap
37
38
Ibid. halaman 36.
Ibid. halaman 40
Universitas Sumatera Utara
19
pengetahuan tradisional. Menurutnya konsep “tradisi” pada dasarnya tidak hanya
terbatas pada proses (turun temurun), tetapi juga mencakup adat istiadat yang terlepas
dari nilai atau pandangan hidup (philosophical background) masyarakat yang
bersangkutan.39 Istilah tradisional dalam pengetahuan tradisional tidak selalu
diasosiasikan dengan sesuatu yang kuno, Pengetahuan tradisional sebenarnya dapat
merupakan sesuatu yang dinamis, yang dihasilkan oleh sekelompok masyarakat
tertentu yang mencerminkan budaya mereka. Pengetahuan tradisional dikembangkan,
dipertahankan, dan diteruskan secara turun temurun antar generasi dalam masyarakat
tersebut, dan kadangkala diturunkan melalui tata cara adat tertentu yang berlaku
dalam kebudayaan masyarakat tersebut. Banyak komunitas masyarakat yang
menganggap pengetahuan tradisional sebagai bentuk identitas budaya (cultural
identity) mereka sehingga inilah yang membuat pengetahuan tradisional bersifat
“tradisional”.40
Di dalam Article 8 (j) Convention on Biological Diversity (CBD) 1992,
dikatakan bahwa pengetahuan tradisional itu meliputi pengetahuan, inovasi, dan
praktik-praktik masyarakat lokal yang mencakup tata cara hidup tradisional yang
relevan dengan pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan dari pada keanekaragaman
hayati.41 Pengetahuan tradisional menurut Convention on Biological Diversity (CBD)
dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu pertama, dalam kaitannya dengan
39
Ibid
Dwi Rezki Sri Astarini, HKI dalam kaitannya dengan perlindungan traditional knowledge,
Floklore dan Genetic Resources, http://astarini.multiply.com/jurnal/item/1, diakses tanggal 17 Agustus
2016 pukul 22.15 WIB
41
Ibid
40
Universitas Sumatera Utara
20
perlindungan traditional knowledge, Floklore dan Genetic Resources, pengetahuan
tradisional yang terkait dengan keanekaragaman hayati, misalnya obat tradisional.
Kedua, pengetahuan yang terkait dengan seni (folklore). 42
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah konsepsi yang mengatur tentang
penghargaan atas karya orang lain, untuk pengembangan invensi, kreasi, desain dan
lain-lain bentuk karya intelektual. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bersifat privat,
namun hanya akan bermakna jika diwujudkan dalam bentuk produk di pasaran,
digunakan dalam siklus permintaaan dan penawaran, oleh karena itu memainkan
suatu peranan dalam bidang ekonomi.
Teori yang dipergunakan untuk mengkaji permasalahan dalam tesis ini adalah
teori Perlindungan Hukum. Alasan menggunakan teori perlindungan hukum adalah
Tenun Songket sebagai bagian dari ekspresi budaya tradisional dan pengetahuan
tradisional yang bersifat tradisi perlu mendapat perhatian khusus yaitu Perlindungan
hukum dari Pemerintah, baik dari Pemerintah pusat maupun daerah,dalam hal ini di
wilayah Batubara, Deli Serdang dan Langkat.
2.
Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.43
42
A. Zen Umar Purba, Peta Mutakhir Hak Kekayaan Intelektual Indonesia; (http://www. d gip.
Go.id/ebhtml/hki/filecontent.php?fid=5764). diakses tanggal 17 Agustus 2016.
43
Samadi Suryabrata, Metode Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998, halaman 3
Universitas Sumatera Utara
21
Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain
seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep
merupakan salah satu hal yang dirasa penting dalam hukum.
Suatu Konsep atau suatu kerangka Konsepsionil pada hakikatnya merupakan
suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari pada kerangka teoritis yang
sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsionil
kadang-kadang dirasakan masih juga bersifat abstrak. Sehingga diperlukan defenisidefenisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit didalam proses penelitian.44
Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu
penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya
sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan
suatu konsep sebenarnya adalah defenisi secara singkat dari kelompok fakta atau
gejala itu. Maka konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati, konsep
menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan
empiris.45
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefenisikan
beberapa konsep dalam rangka menyamakan persepsi yaitu, adalah:
a. Pengetahuan Tradisional adalah pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan
digunakan oleh suatu komunitas, masyarakat atau suku bangsa tertentu yang
44
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986,
halaman 133
45
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1997, halaman 21
Universitas Sumatera Utara
22
bersifat turun temurun dan terus berkembang sesuai dengan perubahan
lingkungan.46
b. Hak Cipta adalah suatu hak khusus yang dimiliki oleh pencipta atas sesuatu
karya di bidang ilmu, seni dan sastra yang dapat dipertahankan terhadap setiap
orang yang melanggar hak tersebut sesuai ketentuan Undang-Undang.47
c. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang
secara sendiri atau bersama-sama melahirkan suatu ciptaan yang bersifat
khasdan pribadi.48
d. Ciptaan adalah setiap Hasil Karya cipta di bidang ilmu penegetahuan, seni,
dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pemikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk
nyata.49
e. Songket adalah sebutan untuk kain tenun yang dibuat dengan teknik
menambah benang pakan sebagai hiasan, yaitu dengan menyisipkan benang
emas, perak atau warna diatas benang lungsin. Istilah songket berasal dari
bahasa melayu yang berarti menyungkit.50
G. Metode Penelitian
Pada penelitian hukum ini bidang ilmu hukum dijadikan sebagai landasan
ilmu pengetahuan induk. Penelitian hukum atau suatu kegiatan ilmiah didasarkan
pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
46
Agus Sardjono, Op Cit, halaman 1
Sophar Maru Hutagalung, Op cit, halaman 16
48
Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
49
Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
50
Tenun Songket Indonesia, www.Tenun Songket Indonesia.blogspot.co.id, diakses pada
tanggal 13 Mei 2016, pukul 01.51 Wib
47
Universitas Sumatera Utara
23
satu atau segala hukum dengan jalan menganalisanya.51 Metodelogi yang dimaksud
berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis berdasarkan suatu sistem
dan konsisten berarti tidak bertentangan dengan suatu kerangka tertentu. 52
1. Spesifikasi Penelitian
Sebagaimana yang diketahui bahwa Ilmu Hukum mengenal dua jenis
penelitian, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Menurut
Peter Mahmud Marzuki,53 bahwa penelitian hukum normatif adalah ”suatu proses
untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrindoktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi”. Mukti Fajar dan Yulianto
Acmad,
54
penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang mencakup, penelitian
terhadap identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektifitas hukum”. Alasan
peneliti menggunakan penelitian hukum normatif untuk menjawab permasalahan
dalam peneltian tesis ini, karena untuk mengetahui pengaturan hukum atas motif
songket sebagai ekspresi budaya tradisional. Argumentasi, teori atau konsep baru
sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan juga
menggunakan penelitian hukum empiris untuk mengidentifikasi implementasi
Undang-Undang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah dalam hal ini objek
penelitianya adalah perlindungan hukum atas hak cipta dari motif songket sebagai
51
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2001, halaman 42
52
Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988,
halaman 10
53
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Kencana, Jakarta, 2010, halaman 35
54
Mukti Fajar dan Yulianto Achnmad. Dualisme Penelitian Hukum. Normatif dan Empiris.
Pustaka Pelajar, Jakarta, 2010, halaman 153
Universitas Sumatera Utara
24
ekspresi budaya tradisional di wilayah melayu sumatera timur studi pada Kabupaten
Batubara, Deli Serdang dan Langkat. Selain itu juga penyelesaian masalahnya akan
lebih rinci mengetahui dan mengerti serta disamping menganalisis peraturan yang ada
juga berhadapan dengan kenyataan dan secara langsung berhubungan dengan
responden.
2. Sumber Data Penelitian
Sebagaimana jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis
empiris, dan didukung dengan melakukan penelitian yuridis normatif. Maka sumber
bahan hukum dan jenis data yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Sumber Bahan Hukum dalam Penelitian Normatif
Bahan Hukum Primer Menurut Mukti Fajar dan Yulianto Achmad ”bahan
hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, yaitu hasil dari
tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwewenang untuk
itu”.55
1) Bahan hukum primer
Bahan hukum primer ialah salah satu sumber hukum yang penting bagi
sebuah penelitian ilmiah hukum yang bersifat yuridis normatif. Bahan hukum
primer meliputi bahan hukum yang memmpunyai kekuatan mengikat sebagai
landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian. Bahan hukum yang
difokuskan oleh peneliti adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta.
55
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. Ibid. halaman 157
Universitas Sumatera Utara
25
2) Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan
penjelasan dan memperkuat bahan hukum primer, Bahan hukum sekunder
dapat berupa:
a) Buku-buku Hukum;
b) Jurnal-jurnal Hukum;
c) Karya Tulis Hukum atau Pandangan Ahli Hukum yang termuat dalam
media masa;
d) Internet.
3) Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang memberikan
petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus hukum, ensiklopedi, kamus bahasa, artikel, sumber data elektronik dari
internet dan lain-lain yang relevan dengan penelitian ini.
b. Sumber Bahan Hukum dalam Penelitian Empiris
Sumber data primer adalah kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau
diwawancara. Pencatatan sumber data utama melalui pengamatan atau observasi dan
wawancara merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan
bertanya yang dilakukan secara sadar, terarah dan senantiasa bertujuan memperoleh
informasi yang diperlukan, yang diperoleh secara langsung dari responden yaitu
terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat Serta
para Pengrajin Tenun Songket di Wilayah-Wilayah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
26
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Penelitian Kepustakaan
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan kajian
sosiolegal research secara tekstual dengan mengumpulkan dan mempelajari
serta menganalisa bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan hukum di
bidang Hak Kekayaan Intelektual, dan Pengetahuan Tradisional.
b. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana
bekerjanya hukum dalam suatu masyarakat, untuk melihat bagaimana ssuatu
masyarakat memiliki kapasitas untuk menciptakan hukumnya sendiri, yang
dirasa lebih dekat dengan rasa keadilan dan budaya hukumnya.56
Pengumpulan data dilapangan dilakukan secara langsung melalui wawancara
dengan instansi terkait yaitu Dinas Perindusrian dan Perdagangan maupun
para pengrajin songket di daerah Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan
Langkat.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data dengan
pendekatan kualitatif, yaitu analisis data kombinasi antara data primer dan data
sekunder. Hasil analisis data dari data primer dan data sekunder ini kemudian akan
ditarik menjadi kesimpulan akhir untuk penelitian ini dengan menggunakan metode
56
Sulistyowati Irianto dan Sidharta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi,
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, halaman 193
Universitas Sumatera Utara
27
pendekatan deduktif, yaitu dari hal-hal yang bersifat umum ke yang bersifat khusus
sehingga dapat disajikan dalam bentuk deskriptif.57
5. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan Studi perbandingan di Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batubara, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Langkat dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Deli
Serdang, serta pengrajin songket di desa Padang Genting Kecamatan Talawi,
pengrajin songket di desa penara kecamatan Tanjung Morawa, dan pengrajin songket
di Desa Pekubuan Kecamatan Tanjung Pura.
57
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta,
1986, halaman 1
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang luar biasa, karena memiliki kekayaan
budaya yang beraneka ragam. Keberagaman dan kekhasan budaya dari setiap suku
bangsa merupakan aset yang tidak terhitung jumlahnya. Warisan budaya peninggalan
nenek moyang merupakan bagian dari keberagaman dan kekhasan yang dimiliki
setiap suku bangsa di Indonesia. Warisan budaya merupakan jati diri suatu
bangsa,artinya martabat suatu bangsa ditentukan oleh kebudayaannya.
Hak atas kekayaan intelektual (HKI) merupakan hak atas kekayaan yang
timbul dan lahir dari kemampuan intelektual manusia. Kemampuan intelektual
manusia dihasilkan oleh manusia melalui daya, rasa, dan karsanya diwujudkan
dengan karya-karya intelektual. Karya-karya intelektual juga dilahirkan menjadi
bernilai apalagi dengan manfaat ekonomi yang melekat sehingga akan menumbuhkan
konsep kekayaan terhadap karya-karya intelektual.1
Hak kekayaan intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu yang
bersumber dari kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang
menalar. Hasil kerjanya berupa benda immaterial, Benda tidak berwujud. 2
1
Suyud Margono, Komentar Atas Undang-Undang Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain
Letak Sirkuit Terpadu, CV.Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2001, halaman 4
2
Ok Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights),PT.Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2004, halaman 9
1
Universitas Sumatera Utara
2
HKI merupakan bagian penting dari suatu Negara untuk menjamin
keunggulan industri dan perdagangan,hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi
suatu negaranya yang banyak tergantung pada aspek perdagangan.3
Hak Cipta merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual memberikan
Perlindungan Hukum dalam bidang Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Sastra. Hak Cipta di
Indonesia telah dikenal sejak zaman penjajahan belanda dengan sebutan Auteurswet
1912. Peraturan ini terus diberlakukan menurut Undang-Undang dasar 1945 sambil
menunggu peraturan Perundangan Indonesia diberlakukan.4
Kemunculan Undang-Undang Hak Cipta ini pun dari hari kehari kian
dianggap penting. Negara Republik Indonesia sebagai anggota masyarakat
Internasional secara resmi telah mengesahkan keikutsertaannya dan menerima
persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Estabilishing
The World trade Organization).5 Dengan demikian Indonesia terikat untuk
melaksanakan persetujuan tersebut. Salah satu persetujuan dibawah pengelolaan
World Trade Organization (WTO) ialah Agreement Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods (Persetujuan
mengenai aspek-aspek dagang yang terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual,
termasuk perdagangan barang palsu) yang disingkat dengan TRIPs.6 Pemerintah
3
Muhammad Djumhana dan R.Djubakdillah,Hak Intelektual Sejarah Teori dan Praktiknya di
Indonesia,Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1997, halaman 10
4
Heri, Sosialisasi HAKI dan penegakannya Menuju Bisnis Beretika, Aggregator Batik News,
Yogyakarta, 2007, halaman 1
5
Asian Law Group, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, Alumni, 2004,
halaman 3
6
Ibid, halaman 4
Universitas Sumatera Utara
3
menyadari bahwa implementasi sistem Hak Kekayaan Intelektual merupakan tugas
besar maka dengan itu untuk melaksanakan persetujuan Trade Related Aspects Of
Intellectual Property Rights tersebut sekaligus membangun sistem hukum nasional di
bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Indonesia telah membuat peraturan
perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual yaitu Undang-Undang
nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Lalu disadari karena kekayaan seni dan
budaya serta untuk pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia
memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan
usaha yang sehat maka dengan itu dibentuklah undang-undang hak cipta yang baru
sebagaimana telah di rubah menjadi Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014.
Hak Cipta merupakan hak ekslusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata
tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.7
Memahami konsepsi Hak Cipta, tidak hanya dapat mengandalkan pada
pengenalan norma-norma hukum dan pranata tertulis. Sebagai substansi yang relatif
baru bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Undang-Undang Hak Cipta hanyalah
merupakan instrument hukum yang memuat norma pengaturan, larangan, tuntunan
bagi kehidupan masyarakat.8 Dalam hal peraturan perundangan yang memberikan
perlindungan atas hak milik perindustrian, pengakuan hak diberikan atas hak milik
7
8
Ketentuan umum Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, halaman 18
Universitas Sumatera Utara
4
perindustrian yang diperoleh seseorang atau pihak dalam masyarakat dan pemerintah
melalui karya yang dilakukan secara berhak dan wajar tanpa merugikan pihak lain.9
Salah satu kendala di Indonesia memberikan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) adalah dari masyarakatnya itu sendiri masih menganggap HKI merupakan
public right yang mempunyai fungsi sosial. Karena masih banyak masyarakat tidak
keberatan apabila produknya ditiru oleh pihak lain. Masyarakat lokal memahami
pengetahuan tradisional sebagai warisan budaya yang menjadi milik bersama.10
Indonesia sebagai salah satu negara yang terdiri dari berbagai macam suku
dan sangat kaya akan keragaman tradisi dan budaya, Indonesia tentunya memiliki
kepentingan tersendiri dalam perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual
masyarakat asli tradisional. Tidak seperti kepemilikan HKI pada umumnya yang
bersifat privat, maka kepemilikan Traditional Knowledge masyarakat bersifat kolektif
dan komunal. Hal penting yang harus diperhatikan bahwa setiap generasi harus
menjaga dan menyimpan Traditional Knowledge tersebut dengan hati-hati secara
turun temurun. Karena sifatnya tersebut, maka Traditional Knowledge belum
memiliki perlindungan berupa kepemilikan berdasarkan sistem hukum. Maksudnya
bahwa
perlindungan
bagi
Traditional
Knowledge
belum
memiliki
sistem
perlindungan hukum yang tepat.
9
Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya Dalam Pembangunan,
Sinar Grafika, Jakarta, 2012, halaman 131
10
Hak Cipta Motif Songket Melayu,www.waspadaonline.com, diakses pada tanggal 22 April
2016, pukul 20.45 Wib
Universitas Sumatera Utara
5
Kebudayaan Indonesia merupakan satu kondisi majemuk karena ia
bermodalkan berbagai kebudayaan lingkungan wilayah yang berkembang menurut
tuntutan sejarah-sejarahnya sendiri-sendiri. Pengalaman serta kemampuan wilayahwilayah itu memberikan jawaban terhadap masing-masing tantangan itulah yang
memberikan bentuk dari kebudayaan itu, juga proses sosialisasi yang kemudian
dikembangkan dalam kerangka masing-masing kultur itu memberi warna kepada
kepribadian yang muncul dari lingkungan wilayah budaya itu.11
Kebudayaan itu bersifat superorganik, artinya kebudayaan itu diwariskan
turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan akan hidup terus menerus
meskipun anggota masyarakatnya silih berganti. Jadi kebudayaan itu merupakan
semua hasil karya, rasa dan cita masyarakat.12
Budaya yang hidup Indonesia salah satunya berupa karya ekspresi budaya
tradisional atau yang biasa disebut dengan folklore. Karya folklore atau ekspresi
budaya tradisional ini adalah kekayaan intelektual dalam bidang seni yang
mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang merupakan sumber daya
bersama dikembangkan dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu dan
organisasi sosial tertentu. 13
Menurut Tengku H.Muhammad Lah Husni (1986), yang dimaksud dengan
suku melayu itu adalah golongan bangsa yang menyatukan dirinya dengan perbauran
11
Edwin Frymaruwah, Peranan Industri Songket dalam Melestarikan Kebudayaan,
www.akuntanesia.com, diakses pada tanggal 22 April 2016, pukul 21.50 Wib
12
Ibid
13
Andrieansjah Soeparman, Hak Desain Industri Berdasarkan Penilaian Kebaruan Desain
Industri, Alumni, Bandung, 2013, halaman 3
Universitas Sumatera Utara
6
ikatan perkawinan antar suku bangsa serta memakai adat resam bahasa melayu secara
sadar dan berkelanjutan. Selain itu pengertian melayu juga dapat disimpulkan dalam
tiga bidang yaitu: (a). Dalam arti luas merupakan rumpun ras melayu yang meliputi
daerah Indonesia, Malaysia, Filipina, malagasi, muang thai ,dan sebagian dari pulau
teduh lain-lain. (b). Dalam arti pertengahan bangsa Indonesia yang terdiri dari beribu
suku bangsa, berhimpun dalam suatu kesatuan daerah berperintahan sendiri meliputi
bekas Nederlands-Indie dahulu. (c). Dalam arti sempit suku bangsa melayu khusus
yang berdiam di dataran rendah sumatera timur dan daerah pantai lainnya yang
dinamakan juga melayu pesisir.14
Suku-Suku melayu di Sumatera Timur berdiam di Provinsi sumatera utara
bagian timur. Daerahnya menjulur dari dataran dari pantai kebarat hingga sampai ke
berbukit-bukit,mulai dari kabupaten aceh timur, langkat, deli, serdang, batubara,
asahan,dan sampai ke labuhan batu. Sedangkan yang disebut denga orang melayu
pesisir sumatera timur adalah turunan dari campuran antara orang melayu sumatera
utara tadi dengan suku bangsa pendatang dari Arab, India, Johor, Melaka, portugis,
dan berbagi etnik seperti suku Aceh, Karo, Mandailing, Jawa, Bugis, Minangkabau
dan lain-lain yang merasa dan mengamalkan adat resam melayu serta beragama
islam,serta memakai bahasa melayu dalam kehidupan sehari-hari (Lah Husni
1986:34).15 Adapun daerah-daerah kebudayaan melayu di Sumatera Timur atau
pesisir timur Sumatera Utara, berdasarkan pemerintahan kabupaten dan kota di
14
Eva Gusmala Yanti, Lagu-Lagu Zapin Ciptaan Zul Alinur: kajian struktur teks dan melodi,
Skripsi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, 2011, halaman 61
15
Ibid, halaman 62
Universitas Sumatera Utara
7
sumatera utara pada masa kini mencakup: Kabupaten Langkat, Kota Binjai,
Kabupaten Deli Serdang, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Batubara, Kabupaten
Asahan, Kabupaten Labuhan Batu, dan Kota Tanjung Balai. Sedangkan berdasarkan
sejarah kesultanan-kesultanan yang berada di sumatera timur adalah: (a). Kesultanan
Deli, (b) Kesultanan Serdang, (c) Kesultanan Langkat, (d) Kesultanan Asahan, (e)
Kesultanan Panai, (f) Kesultanan Kualuh, (g) Kesultanan Kota Pinang, (h) Kesultanan
Merbau. Ditambah empat kedatuan di Batubara yang memiliki kekuasaan otonomi
pada masa pemerintahannya.16
Di dalam kebudayaan melayu terutama sumatera timur sangat dikenal
kerajinan pembuatan Tenun Songket. Yang digunakan hingga sampai saat ini. Tenun
songket merupakan ekspresi budaya dan pengetahuan tradisional yang bersifat turun
temurun, yang masih berkembang sampai dengan saat ini. Kain tenunan melayu di
zaman dahulu kala mendapat bahan pewarna dari yang bisa diperoleh dari alam
sekelilingnya dan kemudian diolah secara sederhana, seperti halnya dengan tumbuhtumbuhan seperti kulit atau kayu,kunyit dan lain-lain. Kemudian berkembang setelah
ada perdagangan import dari Negara dan bangsa lain. Pengetahuan Tradisional
diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan oleh suatu
komunitas, masyarakat atau suku bangsa tertentu yang bersifat turun temurun dan
terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan.17 Pengetahuan tradisional
sendiri terbagi atas dua yaitu yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati,antara
16
Ibid, halaman 64
Agus Sardjono, Hak kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, PT.Alumni,
Bandung, halaman 1
17
Universitas Sumatera Utara
8
lain adalah traditional medicine, traditional agriculture practices. Yang Kedua
adalah berkaitan dengan kesenian dan Sastra, Seperti tari-tarian, kerajinan tangan dan
lain sebagainya.18 Perlindungan atas pengetahuan tradisional sangat penting bagi
seluruh komunitas masyarakat di semua Negara di dunia, khususnya bagi Negaranegara berkembang seperti Indonesia.
Sejak zaman prasejarah, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal
teknik menenun. Hal ini, diperkuat dengan adanya penemuan tembikar dari zaman
neolitik yang didalamnya terdapat kain tenun kasar beberapa temuan fragmen kain
tenun lainnya.19Songket memberikan nilai tersendiri yang dapat menunjukan
kebesaran bagi orang-orang yang mengenakan dan membuatnya. Rangkain benang
yang tersusun dan teranyam rapi dengan pola simetris, menunjukkan bahwa kain
songket dibuat dengan keterampilan masyarakat yang lebih dari sekedar memahami
cara untuk membuat kain, akan tetapi keahlian dan ketelitian yang telah mendarah
daging. Lestarinya kain songket mutlak karena adanya proses pembelajaran antar
generasi. Songket tidak hanya selembar kain benda pakai, namun Songket adalah
simbol budaya yang telah merasuk dalam kehidupan, tradisi, sistem nilai, dan sosial
masyarakatnya.20 Tenun Songket sebagai salah satu Artefak budaya Indonesia, karena
keberadaannya merupakan jatidiri bangsa Indonesia yang tersebar luas di seluruh
kepulauan Indonesia. Salah Satunya adalah Pulau Sumatera. Di pulau Sumatera,
18
Hak Kekayaan Intelektual Dan Perlindungan Pengetahuan Tradisional di Indonesia, Sendhy
Nugraha.blogspot.co.id,diakses pada tanggal 24 Mei 2016 pukul 16.00 wib
19
Kain Songket, Asal mula, Jenis dan Maknanya, www.wacananusantara.org, Diakses pada
tanggal 22 April 2016 pukul 22.00 WIB
20
Ibid
Universitas Sumatera Utara
9
khususnya Sumatera Utara tenun songket melayu langkat merupakan khazanah dalam
Budaya Melayu Sumatera Timur.
Salah satu daerah yang mempunyai tenun songket adalah kabupaten Batubara,
songket Batubara hidup terus menuruti perkembangan zaman, karena songket sangat
fungsional dalam kebudayaan Melayu di kawasan ini. Mengenai songket di Batubara,
berasaskan sumber tertulis yang bertajuk Mission to the East Coast of Sumatera
1823, yang ditulis Anderson, diperkirakan sudah ada pada tahun tersebut. Anderson
adalah seorang utusan Inggris mengunjungi Sumatera Timur, termasuk Batubara. Ia
mencatat semua kegiatannya selama berkunjung di kawasan ini, mulai 30 Desember
1822 sampai 5 April 1823.21
Batubara sendiri merupakan pusat industri songket di Sumatera Utara.
Songket selalu menjadi bahagian penting dalam upacara-upacara adat Melayu seperti:
nikah kawin, khitanan, menyambut tetamu, menghantar dan menyambut jamaah haji,
dan lainlainnya.Selain itu, songket juga digunakan oleh etnik-etnik seperti Karo,
Batak Toba, Simalungun,Mandailing, Minangkabau, Jawa dan lainnya yng ada di
Sumatera Utara.22 Motif-motif yang digunakan oleh para penenun songket Batubara,
adalah masih meneruskan motif tradisi Melayu yang ada. motif-motif yang digunakan
adalah: (A) Motif dasar, terdiri dari empat jenis, yaitu: (a) pucuk betikam, (b) pucuk
perak, (c) pucuk pandan, dan (d) pucuk caul. (B) Motif tambahan, terdiri dari
berbagai jenis motif seperti: gigi hiu, siku keluang, pucuk parang, tampuk manggis,
21
Fadlin Muhammad Djafar, Songket Melayu Batubara: Eksistensi Dan Fungsi Sosiobudaya,
Akademi Pengajian Melayu UM, Departemen Etnomusikologi USU, Medan, halaman 9
22
Ibid
Universitas Sumatera Utara
10
cempaka, bunga tabur, gigi ikan hiu, tolab bermukim (gabungan dari berbagai motif
bunga), dan lain-lain.
Tanjung Pura Langkat merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Negeri
Langkat. Di era pemerintahan Indonesia kota Tanjung Pura menjadi salah satu
kecamatan yang ada di kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Kesultanan
Langkat merupakan kerajaan Melayu yang dulu memerintah di wilayah Kabupaten
Langkat, Sumatera Utara sekarang ini. Kesultanan ini masih berada dibawah
Kesultanan Aceh Sultan Iskandar Muda.
Songket Melayu Langkat Tanjung Pura memiliki jenis motif, diantaranya
yang sering ditampilkan adalah tepak sirih, lebah begantung, itik menyelam, dan
karang-karang. Selain dari wilayah melayu batubara dan langkat wilayah melayu
serdang sebagai bagian dari wilayah melayu sumatera timur juga memiliki warisan
budaya tradisional yaitu tenun songket tersendiri serta memiliki motif-motif yang
berbeda-beda dengan wilayah melayu Batu Bara dan Langkat. Namun ada pula motifmotif yang sama atau menyerupai dengan wilayah Batu Bara dan Langkat. Motifmotif songket melayu serdang yang dikenal diantaranya adalah sulur kangkung,
pucuk rebung, dan bunga cengkeh.
Dewasa ini perkembangan industri tenun songket semakin berkembang
pesat,banyak para designer baik dari dalam dan luar negeri melirik tenun songket
menciptakan karya mereka dengan bahan dasar kain tenun. Namun seiring
perkembangan Teknologi motif-motif tenun songket kini tak lagi diproduksi secara
tradisional, melainkan di cetak melalui mesin pencetak atau di print. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
11
dikarenakan pembuatan songket dapat dibuat hingga berbulan-bulan dengan harga
yang cukup mahal. Berbeda halnya apabila di cetak melalui mesin pencetak, harganya
jauh lebih murah. Hal inilah pada akhirnya dapat meninggalkan pengrajin tenun
songket tradisional.
Pemerintah daerah sebagai representasi Negara dalam perlindungan dan
pengaturan Warisan budaya Tradisional dapat mencegah adanya monopoli dan
komersialisasi yang dapat merusak nilai kebudayaan tersebut. Sebab dalam
permasalahan ini pemerintah, serta masyarakat memiliki tanggung jawab untuk
bersama-sama melindungi serta melestarikan budaya daerahnya, Mendasarkan pada
uraian tersebut di atas, kiranya dapat dipahami bahwa masalah dalam perlindungan
karya cipta motif songket tradisional adalah belum adanya sistem perlindungan yang
tepat untuk melindungi karya cipta songket tradisional dan pengrajin yang
menghasilkan karya-karyanya yang dapat tergolong dalam cipta pribadi. Motif
Songket tradisional adalah bagian dari budaya tradisional suku melayu bangsa
Indonesia. Maka motif songket lebih tepat digolongkan bukan sebagai karya cipta
biasa, namun sebagai bentuk dari Ekspresi Budaya Tradisional. Menurut Edy
Sedyawati, secara umum pengertian Ekspresi Budaya Tradisional atau apa yang
disebut dengan istilah folklore adalah segala bentuk ungkapan budaya yang bersifat
ekspresif yaitu khususnya ungkapan seni di mana yang penciptanya anonim dan
ditransmisikan secara lisan.
Indonesia sebagai Negara yang memiliki kemajemukan dari berbagai suku,
agama, dan budaya. Keragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa yang harus
Universitas Sumatera Utara
12
terus dilestarikan dan dijaga serta dikembangkan. Apabila kekayaan tersebut dikelola
sungguh-sungguh maka tidak mustahil membawa kesejahteraan bagi masyarakat
lokalnya. Peran Pemerintah daerah, Masyarakat, Swasta dan para pemangku
kepentingan
diharapakan
mengembangkan
mampu
untuk
melestarikan,
memanfaatkan
serta
Songket sehingga membumi di Indonesia sebagai mana
membuminya Batik. Pemerintah juga harus dapat segera mengeluarkan berbagai
kebijakan tentang pengetahuan tradisional, sehingga dapat melindungi semua
pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh bangsa yang besar ini.
Menurut Rebecca Clements “kekayaan budaya sudah seharusnya di lindungi
oleh Negara asal dari kekayaan budaya tersebut. Dalam Hukum Internasional hal itu
telah diakui”23
Faktor hukum memainkan peran yang penting agar pemanfaatan warisan
budaya ini tidak disalah gunakan oleh pihak-pihak asing yang tidak berwenang.
Hukum memandang warisan budaya dari sisi hak, dalam arti siapa yang berhak. Oleh
karena itu, hukum juga memandang warisan budaya dari aspek perlindungannya,
bagaimana memberikan perlindungan hukum yang tepat dan benar, serta dapat
dipahami oleh anggota masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan Uraian diatas, maka Penelitian ini bermaksud meneliti lebih
dalam tentang perlindungan hak cipta motif Tenun Songket di wilayah Sumatera
Timur. Dengan Judul “Perlindungan Hukum Atas Hak Cipta Motif Songket Sebagai
23
Agus Sardjono,Op cit, Halaman 248
Universitas Sumatera Utara
13
Ekspresi Budaya Tradisional Di Wilayah Melayu Sumatera Timur (Studi Di Wilayah
Batubara, Serdang dan Langkat).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahanpermasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan hukum atas motif songket sebagai ekspresi budaya
tradisional dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta?
2. Bagaimana Implementasi perlindungan hak cipta atas motif songket di wilayah
Batubara, Deli Serdang, dan Langkat?
3. Bagaimana upaya pemerintah daerah dalam melindungi motif songket sebagai
kekayaan intelektual tradisional?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Bagaimana pengaturan hukum atas motif songket sebagai
ekspresi budaya tradisional dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014
tentang hak cipta.
2. Untuk mengetahui Bagaimana implementasi perlindungan hak cipta atas motif
songket di wilayah Batubara, Deli Serdang dan Langkat.
3. Untuk mengetahui Bagaimana upaya pemerintah daerah Batubara Deli
Serdang dan Langkat dalam melakukan perlindungan hak cipta motif songket
sebagai kekayaan intelektual tradisional.
Universitas Sumatera Utara
14
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan saran, baik secara
praktis maupun teoritis. Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan para
praktisi hukum dalam memahami Aspek hukum Perlindungan hak kekayaan
intelektual motif songket di wilayah sumatera timur yaitu Batubara, Serdang, dan
Langkat. Selain itu penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan kepada
pengrajin Tenun Songket, yang berada di wilayah tersebut.
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum
hak kekayaan intelektual pada khususnya yaitu dalam Aspek Hukum perlindungan
motif tenun songket di wilayah sumatera timur sebagai bagian dari pengetahuan
tradisional.
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan dan pemeriksaan yang telah
penulis lakukan, baik di Kepustakaan Penulisan Karya Ilmiah Magister Hukum,
maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan
ditemukan beberapa hasil penulisan yang menyangkut dengan permasalahan dan
pembahasan diantaranya:
-
Tesis dengan judul: “Tinjauan Hukum Atas Perlindungan Hak Cipta Atas Motif
Ulos Batak Toba (penelitian kerajinan ulos di kabupaten Samosir, Nim :
Universitas Sumatera Utara
15
06701070, oleh RITA SELVIA, Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara (USU).
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.
Kerangka Teori
Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti.24 Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala
spesifik untuk proses tertentu terjadi.25
Konsep teori menurut M. Solly Lubis ialah : “Kerangka pemikiran atau butirbutir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si
pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju
ataupun tidak disetujuinya, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti.26
Teori Ini sendiri adalah serangkaian preposisi atau keterangan yang saling
berhubungan dengan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu
penjelasan atas suatu gejala.
Adapun teori menurut Maria S.W.Sumardjono adalah:
“Seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah
didefenisikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan
pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable dengan
variable lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut”.27
24
Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodolgi Penelitian Hukum Empiris, Jakarta, INDHLL CO,
1990, halaman 67
25
J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M.Hisman.Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1,
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, halaman 203
26
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, halaman 80
27
Maria S. W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta,
1989, halaman 12
Universitas Sumatera Utara
16
Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai
landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan
postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam. 28 Holland
yang dikutip oleh Wise, Percy M. Winfield dan Bias, menyatakan bahwa tujuan
hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-hak (legal rights). Hukum pada
hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam manifestasinya bisa berwujud
konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang
dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagian yang sebesar-besarnya dan
berkurangnya penderitaan.29
Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti.30 Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala
spesifik untuk proses tertentu terjadi.31
Menurut teori konvensional, Tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan
(rechtsgerechtigheid),
kemanfaatan
(rechtsutiliteit)
dan
kepastian
hukum
(rechtszekerheid).32 Menurut Satjipto Raharjo,”Hukum melindungi kepentingan
seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak
dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara
28
W.Friedman, Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakarta, halaman 2.
Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1993, halaman 79.
30
Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodolgi Penelitian Hukum Empiris, Jakarta, INDHLL CO,
1990, halaman 67
31
J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M.Hisman.Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1,
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, halaman 203
32
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung
Agung Tbk, Jakarta, 2002, halaman 85.
29
Universitas Sumatera Utara
17
terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang
demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat
bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan
melekatnya hak itu pada seseorang.33
Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk
melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak
sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman
sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.34
Menurut
Muchsin,
perlindungan
hukum
merupakan
kegiatan
untuk
melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah
yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban
dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.35
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek
hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan
pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu: 36
a. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah
dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini
terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk
33
Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V, Bandung, 2000. halaman 53.
34
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2004, halaman 3.
35
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Magister Ilmu
Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003, halaman 14.
36
Ibid, halaman 20.
Universitas Sumatera Utara
18
mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasanbatasan dalam melakukan sutu kewajiban.
b. Perlindungan Hukum Represif, Perlindungan hukum represif merupakan
perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman
tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan
suatu pelanggaran.
World
Iintellectual
Property
Organization
(WIPO)
mendefinisikan
pengetahuan tradisional sebagai pengetahuan yang berbasis pada tradisi.
37
Antara
lain seperti pengetahuan di bidang karya sastra, karya artistik atau ilmiah,
pertunjukan, invensi, penemuan ilmiah, desain, merek, nama dan simbol, informasi
yang tidak diungkapkan dan semu inovasi dan kreasi berbasis pada tradisi yang
disebabkan oleh kegiatan intelektual dalam bidang industri, ilmiah, kesusastraan dan
artistik. Sedangkan pengetahuan yang berbasis tradisi menurut Achmad Zein Umar
Purba, adalah pengetahuan yang dibangun oleh sekelompok orang, yang digunakan
secara turun temurun, dan berkaitan langsung dengan lingkungan atau alam, yang
dikembangkan secara non sistematis dan terus menerus.38
Konsep
“tradisi”
yang diberikan
oleh
World Intellectual Property
Organization (WIPO) yang hanya terbatas pada proses (turun temurun) ini oleh Agus
Sardjono di dalam bukunya “Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional”
dianggap sebagai ganjalan di dalam memberikan perlindungan hukum terhadap
37
38
Ibid. halaman 36.
Ibid. halaman 40
Universitas Sumatera Utara
19
pengetahuan tradisional. Menurutnya konsep “tradisi” pada dasarnya tidak hanya
terbatas pada proses (turun temurun), tetapi juga mencakup adat istiadat yang terlepas
dari nilai atau pandangan hidup (philosophical background) masyarakat yang
bersangkutan.39 Istilah tradisional dalam pengetahuan tradisional tidak selalu
diasosiasikan dengan sesuatu yang kuno, Pengetahuan tradisional sebenarnya dapat
merupakan sesuatu yang dinamis, yang dihasilkan oleh sekelompok masyarakat
tertentu yang mencerminkan budaya mereka. Pengetahuan tradisional dikembangkan,
dipertahankan, dan diteruskan secara turun temurun antar generasi dalam masyarakat
tersebut, dan kadangkala diturunkan melalui tata cara adat tertentu yang berlaku
dalam kebudayaan masyarakat tersebut. Banyak komunitas masyarakat yang
menganggap pengetahuan tradisional sebagai bentuk identitas budaya (cultural
identity) mereka sehingga inilah yang membuat pengetahuan tradisional bersifat
“tradisional”.40
Di dalam Article 8 (j) Convention on Biological Diversity (CBD) 1992,
dikatakan bahwa pengetahuan tradisional itu meliputi pengetahuan, inovasi, dan
praktik-praktik masyarakat lokal yang mencakup tata cara hidup tradisional yang
relevan dengan pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan dari pada keanekaragaman
hayati.41 Pengetahuan tradisional menurut Convention on Biological Diversity (CBD)
dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu pertama, dalam kaitannya dengan
39
Ibid
Dwi Rezki Sri Astarini, HKI dalam kaitannya dengan perlindungan traditional knowledge,
Floklore dan Genetic Resources, http://astarini.multiply.com/jurnal/item/1, diakses tanggal 17 Agustus
2016 pukul 22.15 WIB
41
Ibid
40
Universitas Sumatera Utara
20
perlindungan traditional knowledge, Floklore dan Genetic Resources, pengetahuan
tradisional yang terkait dengan keanekaragaman hayati, misalnya obat tradisional.
Kedua, pengetahuan yang terkait dengan seni (folklore). 42
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah konsepsi yang mengatur tentang
penghargaan atas karya orang lain, untuk pengembangan invensi, kreasi, desain dan
lain-lain bentuk karya intelektual. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bersifat privat,
namun hanya akan bermakna jika diwujudkan dalam bentuk produk di pasaran,
digunakan dalam siklus permintaaan dan penawaran, oleh karena itu memainkan
suatu peranan dalam bidang ekonomi.
Teori yang dipergunakan untuk mengkaji permasalahan dalam tesis ini adalah
teori Perlindungan Hukum. Alasan menggunakan teori perlindungan hukum adalah
Tenun Songket sebagai bagian dari ekspresi budaya tradisional dan pengetahuan
tradisional yang bersifat tradisi perlu mendapat perhatian khusus yaitu Perlindungan
hukum dari Pemerintah, baik dari Pemerintah pusat maupun daerah,dalam hal ini di
wilayah Batubara, Deli Serdang dan Langkat.
2.
Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.43
42
A. Zen Umar Purba, Peta Mutakhir Hak Kekayaan Intelektual Indonesia; (http://www. d gip.
Go.id/ebhtml/hki/filecontent.php?fid=5764). diakses tanggal 17 Agustus 2016.
43
Samadi Suryabrata, Metode Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998, halaman 3
Universitas Sumatera Utara
21
Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain
seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep
merupakan salah satu hal yang dirasa penting dalam hukum.
Suatu Konsep atau suatu kerangka Konsepsionil pada hakikatnya merupakan
suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari pada kerangka teoritis yang
sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsionil
kadang-kadang dirasakan masih juga bersifat abstrak. Sehingga diperlukan defenisidefenisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit didalam proses penelitian.44
Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu
penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya
sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan
suatu konsep sebenarnya adalah defenisi secara singkat dari kelompok fakta atau
gejala itu. Maka konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati, konsep
menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan
empiris.45
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefenisikan
beberapa konsep dalam rangka menyamakan persepsi yaitu, adalah:
a. Pengetahuan Tradisional adalah pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan
digunakan oleh suatu komunitas, masyarakat atau suku bangsa tertentu yang
44
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986,
halaman 133
45
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1997, halaman 21
Universitas Sumatera Utara
22
bersifat turun temurun dan terus berkembang sesuai dengan perubahan
lingkungan.46
b. Hak Cipta adalah suatu hak khusus yang dimiliki oleh pencipta atas sesuatu
karya di bidang ilmu, seni dan sastra yang dapat dipertahankan terhadap setiap
orang yang melanggar hak tersebut sesuai ketentuan Undang-Undang.47
c. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang
secara sendiri atau bersama-sama melahirkan suatu ciptaan yang bersifat
khasdan pribadi.48
d. Ciptaan adalah setiap Hasil Karya cipta di bidang ilmu penegetahuan, seni,
dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pemikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk
nyata.49
e. Songket adalah sebutan untuk kain tenun yang dibuat dengan teknik
menambah benang pakan sebagai hiasan, yaitu dengan menyisipkan benang
emas, perak atau warna diatas benang lungsin. Istilah songket berasal dari
bahasa melayu yang berarti menyungkit.50
G. Metode Penelitian
Pada penelitian hukum ini bidang ilmu hukum dijadikan sebagai landasan
ilmu pengetahuan induk. Penelitian hukum atau suatu kegiatan ilmiah didasarkan
pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
46
Agus Sardjono, Op Cit, halaman 1
Sophar Maru Hutagalung, Op cit, halaman 16
48
Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
49
Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
50
Tenun Songket Indonesia, www.Tenun Songket Indonesia.blogspot.co.id, diakses pada
tanggal 13 Mei 2016, pukul 01.51 Wib
47
Universitas Sumatera Utara
23
satu atau segala hukum dengan jalan menganalisanya.51 Metodelogi yang dimaksud
berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis berdasarkan suatu sistem
dan konsisten berarti tidak bertentangan dengan suatu kerangka tertentu. 52
1. Spesifikasi Penelitian
Sebagaimana yang diketahui bahwa Ilmu Hukum mengenal dua jenis
penelitian, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Menurut
Peter Mahmud Marzuki,53 bahwa penelitian hukum normatif adalah ”suatu proses
untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrindoktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi”. Mukti Fajar dan Yulianto
Acmad,
54
penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang mencakup, penelitian
terhadap identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektifitas hukum”. Alasan
peneliti menggunakan penelitian hukum normatif untuk menjawab permasalahan
dalam peneltian tesis ini, karena untuk mengetahui pengaturan hukum atas motif
songket sebagai ekspresi budaya tradisional. Argumentasi, teori atau konsep baru
sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan juga
menggunakan penelitian hukum empiris untuk mengidentifikasi implementasi
Undang-Undang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah dalam hal ini objek
penelitianya adalah perlindungan hukum atas hak cipta dari motif songket sebagai
51
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2001, halaman 42
52
Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988,
halaman 10
53
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Kencana, Jakarta, 2010, halaman 35
54
Mukti Fajar dan Yulianto Achnmad. Dualisme Penelitian Hukum. Normatif dan Empiris.
Pustaka Pelajar, Jakarta, 2010, halaman 153
Universitas Sumatera Utara
24
ekspresi budaya tradisional di wilayah melayu sumatera timur studi pada Kabupaten
Batubara, Deli Serdang dan Langkat. Selain itu juga penyelesaian masalahnya akan
lebih rinci mengetahui dan mengerti serta disamping menganalisis peraturan yang ada
juga berhadapan dengan kenyataan dan secara langsung berhubungan dengan
responden.
2. Sumber Data Penelitian
Sebagaimana jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis
empiris, dan didukung dengan melakukan penelitian yuridis normatif. Maka sumber
bahan hukum dan jenis data yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Sumber Bahan Hukum dalam Penelitian Normatif
Bahan Hukum Primer Menurut Mukti Fajar dan Yulianto Achmad ”bahan
hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, yaitu hasil dari
tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwewenang untuk
itu”.55
1) Bahan hukum primer
Bahan hukum primer ialah salah satu sumber hukum yang penting bagi
sebuah penelitian ilmiah hukum yang bersifat yuridis normatif. Bahan hukum
primer meliputi bahan hukum yang memmpunyai kekuatan mengikat sebagai
landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian. Bahan hukum yang
difokuskan oleh peneliti adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta.
55
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. Ibid. halaman 157
Universitas Sumatera Utara
25
2) Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan
penjelasan dan memperkuat bahan hukum primer, Bahan hukum sekunder
dapat berupa:
a) Buku-buku Hukum;
b) Jurnal-jurnal Hukum;
c) Karya Tulis Hukum atau Pandangan Ahli Hukum yang termuat dalam
media masa;
d) Internet.
3) Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang memberikan
petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus hukum, ensiklopedi, kamus bahasa, artikel, sumber data elektronik dari
internet dan lain-lain yang relevan dengan penelitian ini.
b. Sumber Bahan Hukum dalam Penelitian Empiris
Sumber data primer adalah kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau
diwawancara. Pencatatan sumber data utama melalui pengamatan atau observasi dan
wawancara merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan
bertanya yang dilakukan secara sadar, terarah dan senantiasa bertujuan memperoleh
informasi yang diperlukan, yang diperoleh secara langsung dari responden yaitu
terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat Serta
para Pengrajin Tenun Songket di Wilayah-Wilayah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
26
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Penelitian Kepustakaan
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan kajian
sosiolegal research secara tekstual dengan mengumpulkan dan mempelajari
serta menganalisa bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan hukum di
bidang Hak Kekayaan Intelektual, dan Pengetahuan Tradisional.
b. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana
bekerjanya hukum dalam suatu masyarakat, untuk melihat bagaimana ssuatu
masyarakat memiliki kapasitas untuk menciptakan hukumnya sendiri, yang
dirasa lebih dekat dengan rasa keadilan dan budaya hukumnya.56
Pengumpulan data dilapangan dilakukan secara langsung melalui wawancara
dengan instansi terkait yaitu Dinas Perindusrian dan Perdagangan maupun
para pengrajin songket di daerah Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan
Langkat.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data dengan
pendekatan kualitatif, yaitu analisis data kombinasi antara data primer dan data
sekunder. Hasil analisis data dari data primer dan data sekunder ini kemudian akan
ditarik menjadi kesimpulan akhir untuk penelitian ini dengan menggunakan metode
56
Sulistyowati Irianto dan Sidharta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi,
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, halaman 193
Universitas Sumatera Utara
27
pendekatan deduktif, yaitu dari hal-hal yang bersifat umum ke yang bersifat khusus
sehingga dapat disajikan dalam bentuk deskriptif.57
5. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan Studi perbandingan di Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batubara, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Langkat dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Deli
Serdang, serta pengrajin songket di desa Padang Genting Kecamatan Talawi,
pengrajin songket di desa penara kecamatan Tanjung Morawa, dan pengrajin songket
di Desa Pekubuan Kecamatan Tanjung Pura.
57
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta,
1986, halaman 1
Universitas Sumatera Utara