Pengembangan Potensi Air Terjun Ponot Di Kabupaten Asahan (Studi deskriptif daya tarik wisata air terjun Ponot di Desa Tangga, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan)

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Pariwisata merupakan salah satu penghasil devisa bagi sebuah negara, selain menghasilkan devisa dalam pembangunan negara, industri pariwisata juga menjadi lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal. Industri pariwisata secara tidak langsung memberi penghasilan tambahan bagi masyarakat lokal sehingga masyarakat lokal terbantu dalam bidang ekonomi. Industri wisata berbeda dengan industri lainnya seperti industri migas yang bergantung pada sumber daya, sedangkan industri pariwisata tidak tergantung pada sumber daya.

Industri pariwisata sebagai kegiatan perekonomian telah menjadi andalan potensial dan prioritas pengembangan bagi sejumlah negara, khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki potensi wilayah dengan daya tarik wisata yang cukup besar. Pariwisata di Indonesia merupakan salah satu penunjang perekonomian yang memiliki prospek yang cerah, tetapi hingga sekarang belum memperlihatkan peranan yang sesuai dengan harapan dalam proses pembangunan di Indonesia. Prospek pariwisata ke depan bagi Negara Indonesia sangat menjanjikan bahkan sangat memberikan peluang besar, selain memiliki daya tarik keindahan alam Indonesia juga punya daya tarik lain salah satunya yaitu atraksi budaya.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi industri pariwisata yang cukup baik, dimana Indonesia memiliki bentang alam yang indah


(2)

2

dari sabang sampai merauke. Industri wisata Indonesia saat ini sudah banyak dikenal dan dikunjungi wisatawan mancanegara, salah satunya adalah Pulau Raja Ampat yang berada di Papua Barat yang memiliki keindahan alam sangat memukau dan sangat terkenal karena keindahan pemandangan biota lautnya. Pulau Raja Ampat Memiliki ± 1.800 pulau-pulau kecil, sekitar 75 % jenis karang di dunia ada di Raja Ampat. Saat ini terdapat 540 jenis karang keras, 1070 jenis ikan karang, 60 jenis udang karang, 699 jenis hewan lunak (jenis moluska), 159 kerangkerangan (bivalva)1

Menurut beberapa para ahli pariwisata dimulai sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri dengan ditandai adanya pergerakan penduduk yang melakukan , jadi tidak heran jika kebanyakan pengunjung ke Pulau Raja Ampat berasal dari wisatawan mancanegara.

Soekadijo (1996: 2), memberikan pendapat bahwa kegiatan wisata diciptakan untuk dapat memberikan hasil yang diinginkan, yaitu mendatangkan banyak pengunjung atau wisatawan karena mereka berhasil “dipuaskan” kebutuhannya atas kegiatan kunjungan tersebut. Kepuasan itu berupa rasa senang, rasa tenang, rasa aman ketika di berada di tempat yang dituju. Kepuasan setiap orang itu berbeda-beda, ada yang ketika sampai di sebuah destinasi wisata orang itu merasa sangat puas atas hasil karena sesuai dengan apa yang di bayangkan sebelumnya dan ada juga yang merasa tidak puas karena tidak sesuai dengan apa yang di bayangkan sebelumnya.

1

“Ekosistem Terumbu Karang Raja Ampat Terkaya di Dunia”, diakses dari 15.32.


(3)

3

ziarah dan perjalanan agama lainnya, serta perjalanan keingin tahuan, gila kehormatan Jaman semakin berkembang seiring dengan perkembangan waktu, begitu juga dengan perkembangan pariwisata hingga saat ini. Pariwisata dijaman modern tidak lagi hanya untuk mencari kepuasan semata saja tetapi pariwisata sudah berubah menjadi suatu industri yang menjanjikan dalam menambah devisa daerah dan negara.

Destinasi wisata yang berkembang saat ini berubah menjadi suatu industri yang memberikan kontribusi besar bukan hanya pada pemerintah, tapi juga pada masyarakat setempat. Dalam membuat perencanaan pengembangan sarana dan prasarana sebuah destinasi wisata harus dijalin kerjasama yang baik dengan berbagai pihak, misalnya dalam hal prasarana seperti angkutan udara, angkutan laut dan kereta api kebanyakan dikuasai oleh pemerintah , angkutan darat seperti bus sebagian besar dikuasai oleh pihak swasta begitu pula hotel dan restoran. Dalam hal ini terlihat antara pihak pemerintah dan pihak swasta saling membutuhkan dan saling menguntungkan.

Sebuah tempat wisata tidak cukup hanya memiliki daya tarik alam yang indah. Akses menuju ke tempat wisata, promosi sebuah destinasi wisata, pembangunan sarana pendukung di tempat wisata dan manajemen pengelolaan yang baik juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan untuk menarik wisatawan berkunjung ke sebuah destinasi wisata. Promosi destinasi wisata atau pengenalan sebuah destinasi wisata kepada masyarakat bisa dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui media sosial seperti facebook, twiter, instagram, melalui media massa, mulut ke mulut, media cetak, melalui web


(4)

4

khusus, dll. Cara promosi yarng berbeda-beda dari setiap tempat wisata merupakan salah satu strategi sebuah tempat wisata untuk mengenalkan dan memasarkan produk kepada masyarakat umum.

Pengembangan pariwisata di suatu daerah tujuan wisata harus didasarkan pada perencanaan, pengembangan dan arah pengelolaan yang jelas agar semua potensi yang dimiliki suatu daerah tujuan wisata dapat dikembangkan secara optimal untuk menarik lebih banyak wisatawan yang berkunjung. Untuk mendapat hasil yang optimal, pengembangan dalam bidang kepariwisataan tidak hanya didukung oleh satu pihak tetapi merupakan kerjasama dari berbagai pihak, baik kalangan usaha (swasta) maupun pihak pemerintah daerah, lebih penting lagi adalah adanya keterlibatan masyarakat lokal sebagai salah satu faktor keberhasilan pengembangan pariwisata. Tanpa melibatkan masyarakat pembangunan pariwisata akan terjadi benturan dengan kebudayaan masyarakat dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal. Pembangunan melalui partisipasi masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat sekitar.

Salah satu daerah yang berpotensi besar dalam sektor pariwisata dan membutuhkan pengembangan partisipatif adalah daerah kabupaten Asahan. Pariwisata yang cukup menarik dan menjanjikan menjadi suatu motivasi bagi pemerintah daerah dan masyarakat setempat untuk mengembangkan destinasi wisata di kabupaten Asahan, salah satunya adalah destinasi wisata Air Terjun Ponot. Air terjun Ponot berada di Desa Tangga, Kecamatan Aek Songsongan. Air terjun Ponot adalah salah satu air terjun tertinggi di Indonesia, Air Terjun ini memiliki 2 lantai yang menjadi daya tarik utama air terjun Ponot.


(5)

5

Data yang didapat dari tahun ke tahun wisatawan yang datang ke destinasi wisata Air Terjun Ponot berkembang dengan pesat, misalnya pada tahun ini setiap hari besar seperti hari tahun baru 2014/2015 pengunjung yang datang dalam satu hari mencapai ±1000 orang dengan uang karcis masuk Rp. 10.000/ kendaraan roda dua dan Rp.25.000/kendaraan roda empat. Dalam satu hari ditahun baru masyarakat yang ikut berpartisipasi mencapai ±100 orang, dimana mereka diberi tugas sesuai dengan bidang mereka masing-masing.

Melihat dari perkembangan pengunjung pariwisata Air Terjun Ponot yang mendapat kunjungan positif wisatawan dari tahun ke tahun, seharusnya pengembangan di fokuskan pada pengembangan berbasis masyarakat dengan dukungan fasilitas dan pelayanan yang memadai. Penghasilan utama masyarakat dari bertani dan berkebun hanya cukup untuk makan sehari-hari, dengan adanya destinasi wisata air terjun Ponot masyarakat setempat terbantu dalam ekonomi.

Jalan sepanjang 500 meter menuju destinasi Air Terjun Ponot masih memprihatinkan, hal ini salah satu yang menjadi faktor penghambat untuk menarik wisatawan berkunjung ke tempat wisata ini. Banyak wisatawan yang mengeluh jalan menuju destinasi wisata ini, jalan yang masih berlubang-lubang dan masih banyak batu padas yang tajam membuat banyak kendaraan wisatawan harus berjalan lambat bahkan ada juga kendaraan wisatawan yang rusak ketika melewati jalan ini.

Pengembangan pariwisata pedesaan di desa wisata ketinggian masih mengandalkan daya tarik alam, strategi yang hendak di kembangkan secara umum sebagai berikut yaitu dengan meningkatkan pemasaran, kualitas SDM, kualitas


(6)

6

pelayanan dan pemeliharaan dari mutu apa yang menarik dan ditawarkan oleh objek wisata tersebut. Selain itu dukungan masyarakat setempat terhadap pengembangan destinasi wisata, peranan organisasi dan dukungan modal usaha perlu diperhatikan agar pengembangan optimal2

1.2. RUMUSAN MASALAH

. Sama halnya dengan wisata air terjun Ponot peningkatan pemasaran, kualitas SDM, pelayanan, pemeliharaan dan dukungan masyarakat sangat diperlukan agar pengembangan air terjun Ponot lebih optimal.

Berdasarkan latar belakang ini penulis tertarik untuk menyusun penelitian dengan judul: “PENGEMBANGAN POTENSI AIR TERJUN PONOT di KABUPATEN ASAHAN (Studi deskriptif daya tarik wisata air terjun Ponot di Desa Tangga, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan)”.

a) Bagaimana pengembangan potensi destinasi air terjun Ponot di Kabupaten Asahan?

b) Bagaimana strategi pengembangan potensi Air Terjun Ponot?

1.3. TINJAUAN PUSTAKA

Ciri khas manusia yang selalu bergerak merupakan embrio yang melahirkan kebutuhan manusia untuk bepergian, mengadakan perjalanan dengan segala ragam keperluan prasarana dan sarananya. Menurut Samsuridjai (1997: 11) pariwisata merupakan manifestasi gejala naluri manusia sejak purbakala, yaitu hasrat untuk megadakan perjalanan.

2 Dodi Widiyanto, Joni Purwo Handoyo dan Alia Fajarwati, “ Pengembangan Pariwisata Pedesaan” Jurnal Bumi Lestari, vol 8 No.2 ,2008: 209.


(7)

7

Wardiyanto dan M Baiquni ( 2011: 3), menyebutkan secara etimologis, kata “pariwisata” diidentikkan dengan kata “travel” dalam bahasa inggris yang diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari satu tempat ke tempat lain. Atas dasar itu dengan melihat situasi dan kondisi saat ini pariwisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan terencana yang dilakukan secara individu atau kelompok dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan.

Kuntowijoyo juga memberikan macam pandangan mengenai pariwisata yang terdapat dalam masyarakat, yakni: (Wardiyanto dan M Baiquni 2011: 1)

1. Pariwisata tidak dikenal masyarakat sepenuhnya dan belum dapat diterapkan dalam kehidupan, karena dalam masyarakat tidak ada pembedaan antara waktu luang dengan waktu kerja dikaitkan dengan aktivitas melakukan pekerjaan. Pada prinsipnya, masyarakat agraris memaknai waktu dalam kehidupannya sebagai waktu untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga waktu tidak bekerja itu hanya merupakan bagian dari waktu kerja saja.

2. Pariwisata sudah mulai dikenal oleh sebagian anggota masyarakat, tetapi masih dipandang sebagai hal yang bersifat negatif, bahwa waktu senggang bagi mereka adalah waktu tidak dalam keadaan kerja atau meninggalkan pekerjaan.

3. Pariwisata sebagai pemanfaatan waktu senggang dipandang sebagai sebuah hal yang berguna dan memiliki arti, bermanfaat bagi kehidupannya, oleh karena itu jika mereka menggunakannya dengan baik,


(8)

8

mereka akan mendapatkan manfaat. Dalam hal ini pariwisata menjadi sebuah kebutuhan hidup yang harus dipenuhi supaya hidupnya lebih baik, Gejala seperti ini terjadi pada masyarakat industrial.

Menurut Samsuridjai dan Kaelany (2011: 24) Secara singkat pariwisata dapat dibagi dalam beberapa jenis yakni: Wisata untuk Rekreasi, Wisata Bahari, Wisata Alam, Wisata Budaya, Wisata Olahraga, Wisata Bisnis, Wisata Konvensi dan Wisata Jenis Lain.

Fokus subjek penelitian penulis tergolong dalam jenis Wisata Alam dimana Wisata Alam adalah jenis wisata yang terdapat banyak bukit terjal, gunung yang tinggi, gua-gua yang dalam, sungai yang deras dan air terjun. Jenis wisata ini umumnya disukai kalangan Remaja, disini fisik dan mental para remaja diuji. Sama halnya dengan wisata Air Terjun Ponot dimana ketika kita berkunjung ke Air Terjun ini, kita ditantang untuk melewati batu-batu terjal dan tanah yang agak licin untuk mencapai jatuhan airnya, disini akan dirasakan sensasi luar biasa dimana suara air, percikan air dari atas yang halus bagai salju membasahi tubuh dan keindahan jatuhan air dari atas tebing yang indah dan menciptakan pelangi di sekitar jatuhan air.

Pengertian potensi wisata menurut Mariotti (Yoeti 1983: 160-162) adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata dan merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut. Menurut RG. Soekadijo (Wardiyanto dan M Baiquni 2011:7), konsep wisatawan berasal dari kata dalam bahasa sansekerta “wisata” yang berarti “perjalanan” yang sama atau dapat disamakan dengan kata “travel” dalam bahasa Inggris, Karena dalam bahasa


(9)

9

Indonesia sudah lazim memakai akhiran “wan” untuk menyatakan orang dengan profesinya, keahliannya, jabatannya dan kedudukan seseorang. Jadi kata “wisatawan” dalam beberapa hal berbeda dengan “touristm” dalam bahasa inggris.

Menurut Bambang Sunaryo (2013: 1), wisatawan (tourist) adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan perjalanan. Kusudianto Hadinoto (1996: 26), mengatakan proses pengembangan suatu kawasan wisata utama dapat membutuhkan waktu 15-20 tahun sebelum berkembang lengkap. Ini merupakan hal yang sangat sensitif yang memerlukan perhatian seperti lingkungan, masyarakat dan budaya.

Pengembangan pariwisata memerlukan dukungan pembangunan berbagai infrastruktur. Penyediaan infrastruktur bisa dilakukan oleh pemerintah maupun swasta atau pun oleh keduanya. Kemampuan dalam pemeliharaan juga sangat berpengaruh pada keberhasilan pengembangan pariwisata, pemeliharaan ini bisa dilakukan oleh masyarakat setempat, disini akan terlihat partisipasi dari masyarakat setempat.

Suansri mengatakan bahwa dalam pengembangan kepariwisataan berbasis masyarakat harus memenuhi 5 dimensi pengembangan yang merupakan aspek utama pengembangan kepariwisataan sebagai berikut : (Bambang Sunaryo 2013:142)

1. Dimensi ekonomi: dengan indikator berupa adanya dana untuk pengembangan komunitas, terciptanya lapangan pekerjaan di sektor


(10)

10

pariwisata, berkembanganya pendapatan masyarakat lokal dari sektor pariwisata,

2. Dimensi sosial: dengan indikator meningkatnya kualitas hidup, peningkatan kebanggaan komunitas, pembagian peran gender yang adil antara laki-laki dan perempuan, generasi tua dan generasi muda, serta memperkuat organisasi komunitas,

3. Dimensi budaya: dengan indikator berupa mendorong masyarakat untuk menghormati nilai budaya yang berbeda, membantu berkembangnya pertukaran budaya, berkembangnya nilai budaya pembangunan yang melekat erat dalam kebudayaan setempat,

4. Dimensi lingkungan: dengan indikator terjaganya daya dukung lingkungan, adanya system pengelolaan sampah yang baik, meningkatnya kepedulian akan perlunya konservasi dan preservasi lingkungan.

5. Dimensi politik: dengan indikator meningkatkan partisipasi dari penduduk lokal, peningkatan kekuasaan komunitas yang lebih luas, dan adanya jaminan hak-hak masyarakat adat dalam pengelolaan SDA.

Bambang Sunaryo (2013:81) mengatakan pemahaman mengenai penyelengaraan pemerintahan yang baik (good governance) harus mengacu pada pemahaman bahwa bukan hanya apa yang dilakukan oleh lembaga pemerintah saja yang harus baik, akan tetapi keseluruhan stakeholders atau para pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan urusan yang terkait dengan masalah dan kepetingan publik harus juga mempunyai kapasitas yang memadai. Disini


(11)

11

diharapkan adanya kerjasama yang baik dari berbagai pihak yang terkait tidak terkecuali kerjasama dari masyarakat lokal.

Bambang Sunaryo (2013:88), meyebutkan konstuksi strategi Public-Private Partnership (PPP) atau kemitraan pemerintah-swasta dalam proses pembangunan kepariwisataan merupakan salah satu cara yang sangat strategis dalam penyediaan infrastruktur dan pelayanan publik, yang dalam hal ini pihak pemerintah tetap bertanggung jawab dan harus akuntabel bagi penyediaan jasa publik dan tetap menjaga kelangsungan kepentingan publik. PPP adalah salah satu cara yang sangat efektif dalam menggerakkan roda perekonomian, dalam PPP diharapkan semua pihak (pemerintah, masyarakat dan swasta) menjalin kerjasama yang solid, adil dan transparan.

Bambang Sunaryo (2013:86-87), mengatakan sektor kepariwisataan merupakan kegiatan yang memiliki keterkaitan dan melibatkan banyak sektor, antara lain meliputi sektor kehutanan, kelautan, pertanian dan perkebunan, industri dan perdagangan, telekomunikasi, perhubungan, lingkungan, kebudayaan, imigrasi dan hubungan luar negeri. Oleh karena itu, harus ditempuh langkah-langkah:

1. Pengembangan kebijakan di sektor perhubungan meliputi pengembangan bandara, jaringan jalan, pelabuhan, kapal dan kereta api,

2. Pengembangan kebijakan di sektor imigrasi, sebagai contoh; kebijakan bebas visa, penghapusan fee untuk visa on arrival bagi negara-negara tertentu,


(12)

12

3. Pengembangan kebijakan disektor kehutanan, pertanian/ perkebunan, kelautan, dan kebudayaan melalui dukungan alokasi ruang/area atau objek bagi pengembangan kegiatan kepariwisataan beserta penyiapan berbagai aturan pelaksanaan yang mendukung.

4. Pengembangan di sektor pendidikan yang dapat mendukung meningkatkan kualitas SDM pariwisata Indonsia dan pengembangan standart pelatihan dan pendidikan untuk menopang industri pariwisata, sehingga mampu berkompetisi dengan SDM asing.

Dari data awal yang didapatkan dilapangan, pengembangan sektor perhubungan di air terjun Ponot ini masih sangat minim. Melalui koordinasi terpadu yang dijalin antar sektor tersebut, maka dapat dipersiapkan kerangka pengembangan terpadu yang akan memberikan nilai manfaat yang besar dalam jangka panjang, baik dalam hal penerimaan devisa, penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan produk lokal, pemberdayaan ekonomi rakyat, maupun konservasi lingkungan dan sumber daya alam.

Menurut Bambang Sunaryo (2013:77), prinsip dari penyelenggaraan tata kelola kepariwisataan yang baik pada intinya adalah koordinasi dan sinkronisasi program antar pemangku kepentingan yang ada serta keterlibatan partisipasi aktif yang sinergis (terpadu dan saling menguatkan) antara pihak pemerintah, swasta, industri pariwisata dan masyarakat setempat.

Bambang Sunaryo (2013:77-80), mengatakan secara teoritis pola manajemen dari penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan akan dapat dengan mudah dikenali


(13)

13

melalui berbagai ciri penyelenggaraan yang berbasis pada prinsip- prinsip sebagai berikut ini Parisipasi masyarakat terkait, Keterlibatan segenap pemangku kepentingan, Kemitraan kepemilikan lokal, Pemanfaatan sumber daya secara berlanjut, Mengakomodasikan aspirasi masyarakat, Daya dukung lingkungan, Monitor dan evaluasi program, Akuntabilitas lingkungan, Pelatihan pada masyarakat terkait, Promosi dan advokasi nilai budaya kelokalan.

Pengembangan pariwisata yang berkelanjutan selain memperhatikan faktor non-fisik, pengembangan pariwisata juga harus memperhatikan beberapa faktor fisik salahsatunya adalah lingkungan atau tata ruang pariwisata. Dalam tulisan artikel Sjarifuddin Akil telah disebutkan beberapa kebijakan penataan ruang dalam mendukung pengembangan pariwisata yaitu sebagai berikut: (Mohammad Ridwan 2012:25-26)

1. Pengembangan wilayah dengan pendekatan pengembangan ekosistem, yaitu penata ruang dilakukan dengan pendekatan secara terpadu dan terkoordinasi, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,

2. Peningkatan keterkaitan fungsi pengembangan kegiatan pariwisata yang baik dengan sektor lainnya untuk memberikan nilai efisiensi yang tinggi dan percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah,

3. Pengembangan pariwisata harus dikaitkan dengan pengembangan ekonomi nasional, wilayah dan lokal,

4. Pengembangan pariwisata harus diupayakan dapat melibatkan seluruh stakeholder. Dalam konteks ini peran masyarakat terlibat mulai dari hulu


(14)

14

(memberikan kegiatan produksi yang ekstraktif) sampai hilir ( kegiatan produksi jasa),

5. Pemanfaatan rencana pengembangan wilayah secara nasional yang dalam hal ini harus terkait dengan Rencana Tata Ruang Nasional(RTRWN). Didalam RTRWN ini diberikan arahan fungsi lindung dan budidaya.

6. Pengembangan dukungan sarana-prasarana tranportasi secara terpadu intermoda dan terkait dengan struktur pengembangan wilayah.

Pengembangan pariwisata yang berkelanjutan memerlukan rencana pengembangan yang tepat sehingga akan mencapai sasaran yang telah ditentukan. Menurut Mohammad Ridwan (2012:54-55), ada beberapa faktor yang perlu diketahui dalam perencanaan pengembangan pariwisata, yaitu: wisatawan, transportasi, objek dan daya tarik wisata, fasilitas pelayanan, infrastruktur pendukung, masyarakat lokal dan informasi.

Kusudianto Hadinoto (1996: 76-78), mengatakan perencanaan pengembangan pariwisata dilakukan dalam 2 tahap, yakni:

1. Rencana konseptual, yang merupakan konsepsi garis besar dan menentukan sasaran, strategi pengembangan dan maksud/tujuan pengembangan.

2. Rencana induk pengembangan, yang lebih detail dan lebih meliputi teknik pembangunan.


(15)

15

Bambang Sunaryo (2013:132), mengatakan ada 3 strategi perencanaan pembangunan kepariwisataan yaitu:

1. Stategi perencanaan pembangunan kepariwisataan yang mengutamakan pada pertumbuhan ( growth oriented model),

2. Strategi perencanaan pembangunan kepariwisataan yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat ( community based tourism development), 3. Startegi perencanaan kepariwisataan yang bertumpu pada keberlanjutan

pembangunan kepariwisataan ( sunsainable tourism development).

Data yang ditemukan penulis di lapangan bahwa pengembangan air terjun Ponot menggunakan strategi perencanaan pembangunan kepariwisataan nomor 2. Strategi perencanaan pembangunan kepariwisataan yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat (community based tourism development), secara tidak langsung memberikan wadah pemberdayaan bagi masyarakat lokal khususnya dibidang ekonomi.

Setelah rencana pengembangan telah dibuat secara matang, langkah selanjutnya adalah menentukan sasaran pengembangan pariwisata. Gunn (Oka A. Yoeti 2002:52), menetapkan sasaran pengembangan pariwisata pada suatu DTW sebagai berikut:

Pertama, mempersiapkan aksesibilitas, fasilitas dan daya tarik pariwisata sedemikian rupa sehingga bila wisatawan berkunjung ke DTW tersebut merasa puas, senang dan sesuai dengan harapannya, mengapa dia melakukan perjalanan wisata.


(16)

16

Kedua, supaya perusahaan-perusahaan yang termasuk kelompok industri pariwisata memperoleh hasil keuntungan yang berimbang atau proporsional dengan volume kunjungan wisata ke daerah itu, apalagi bagi pengusaha yang telah menginvestasikan modalnya dalam sektor pariwisata yang pengembaliannya relatif cukup lama.

Ketiga, pengembangan yang dilakukan hendaknya sekaligus dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan lingkungan, pencemaran seni dan budaya, kerusakan moral dan kepribadian bangsa, kehancuran kehidupan beragama dan terhindar dari perdagangan narkotika.

Pengembangan pariwisata tidak hanya memerlukan perencanaan pengembangan yang matang dan penentuan sasaran pengembangan, tetapi dalam pengembangan pariwisata juga diperlukan strategi pengembangan pariwisata yang akurat dalam mendukung rencana pengembangan yang telah dibuat. Oka A. yoeti (2002:56), mengatakan dalam pengembangan pariwisata bisa menentukan strategi mana yang akan dipilih dan yang mana yang lebih cocok, dapat melakukannya dalam dua tahap:

Pertama, dapat mengembangkan suatu strategi portofolio produk, artinya terhadap produk yang sementara ada akan diapakan, apakah sebagian akan dikembangkan terus dan sebagian dihilangkan karena tidak ada peminat dan dipertimbangkan untuk menciptakan produk baru. Jadi disini diperlukan pengembangan produk baru (product development).


(17)

17

Kedua, bisa mengembangkan suatu strategi perluasan pasar dengan memutuskan dan berkonsentrasi pada pasar baru (new market) yang akan dijadikan sasaran diwaktu yang akan datang.

Menurut Oka A. Yoeti (2002;37) strategi menetapkan pasar akan merupakan sesuatu yang amat penting dalam konteks pemasaran regional, hal ini dapat dilakukan dengan dua langkah yaitu:

1. Mendefinisikan dan menganalisis pasar produk ( defining and analizyng product markets)

2. Target pemasaran (target marketing).

Dalam pengembangan pariwisata alam agar tidak merusak lingkungan perlu diperhatikan kebijakan-kebijakan pengembangan pariwisata. Chafid Fandeli dan Mukhlison (2000:49), menyebutkan Kebijakan umum pengembangan hutan untuk ekowisata saat ini mengacu pada kebijakan pariwisata alam yang berlandaskan UU No. 5 tahun 1990 dan PP No. 18 dan No.13 tahun 1994 sebagai berikut:

1. Kebijakan umum

Pengembangan pariwisata alam dilakukan dalan kerangka mewujudkan kelestarian sumber daya alam hayati dan keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

2. Kebijakan Operasional

Untuk menjabarkan umum maksud, maka diterapkan kebijakan operasional pengusahaan pariwisata alam antara lain sebagai berikut;


(18)

18

1) Pengusahaan pariwisata alam diserahkan kepada pihak ketiga yaitu: perorangan, swasta, koperasi, atau BUMN.

2) Pengusahaan pariwisata alam dilaksanakan pada sebagian kecil areal blok pemanfaatan, dan tetap memperhatikan pada aspek kelestarian. 3) Pengusahaan pariwisata alam tidak dibenarkan melakukan

perubahan mendasar pada bentang alam dan keaslian habitat

4) Pembangunan sarana-prasarana dalam rangka pengusahaan pariwisata alam harus bercorak pada bentuk asli tradisional dan tidak menghilangkan ciri khas atau identitas etnis setempat.

5) Kegiatan pengusahaan pariwisata alam harus melibatkan masyarakat setempat dalam rangka pemberdayaan ekonomi.

6) Pengusahaan pariwisata alam harus melaporkan semua aktivitasnya secara berkala untuk memudahkan kegiatan monitoring, pengendalian dan pembinaan.

Lawrence mengatakan pariwisata berkelanjutan akan tercapai jika dapat menjaga keseimbangan sumberdaya yang ada, yakni dampak yang ditimbulkannya seimbang antara dampak sosial dan dampak lingkungan dengan tujuan ekonomis yang diharapkan, (Wardiyanto dan M Baiquni 2011: 78).

James J. Spilane (1994: 51-62), mengatakan dampak positif dan negatif pariwisata terhadap pembangunan yakni:

1. Dampak positif: pariwisata dan pencipta lapangan pekerjaan, pariwisata sebagai sumber devisa asing, pariwisata dan distribusi pembangunan secara spiritual.


(19)

19

2. Dampak negative: Pariwisata dan vulnerabilitay ekonomi, kebocoran pendapatan dari industri pariwisata, polarisasi spasial dari industri pariwisata, sifat dari pekerjaan dalam industri pariwisata, dampak industri pariwisata terhadap alokasi sumberdaya ekonomi dan dampak industri pariwisata terhadapa lingkungan

Secara tidak langsung pembangunan pariwisata akan memberikan kontribusi dibagian ekonomi bagi masyarakat setempat, dimana dalam pembangunan pariwisata secara tidak sengaja menciptakan lapangan pekerjaan di berbagai bidang.

1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengembangan air terjun Ponot dan untuk mengetahui strategi pengembangan Air Terjun Ponot. Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk menambah wawasan pembaca tentang pengembangan pariwisata, menambah wawasan pembaca tentang tempat-tempat potensi wisata dan penelitian ini bisa menjadi acuan dan pendorong bagi pemerintah Asahan untuk melakukan pengembangan pariwisata di Kabupaten Asahan khususnya pengembangan wisata Air Terjun Ponot.

1.5. Metode Penelitian

Metode yang digunakan peneliti dalam Penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif berusaha menemukan data/informasi atau keterangan yang dapat


(20)

20

menggambarakan kebudayaan yang diteliti secara utuh/bulat sesuai dengan fokus masalah yang dikaji. Menurut Lexy J. Moleong penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang terjadi dan dialami oleh subjek penelitian diantaranya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Bongdan dan Taylor (Moleong, 2006:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurutnya, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh), sebagaimana Koentjaraningrat mengutarakan bahwa para ahli antropologi biasanya memakai istilah holistik untuk menggambarkan metode tinjauan yang mendekati suatu kebudayaan itu sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi (1980:224).

Adapun cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data-data tentang penelitian ini yaitu:

1. Observasi

Pengamatan dilakukan peneliti dengan cara langsung turun kelapangan mengamati kegiatan masyarakat setempat, mengamati air terjun Ponot dan mengamati semua aktifitas di sekitar daerah air terjun Ponot, seperti mengamati pengunjung (wisatawan), mengamati pemberi karcis masuk, mengamati tukang parkir dan mengamati pedagang di tempat wisata air terjun Ponot. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang masyarakat yang sebenar-benarnya baik tindakan, percakapan maupun tingkahlaku.


(21)

21 2. Wawancara

Model wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang digunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal. Pertanyaan yang diajukan tidak disusun lebih dahulu, tetapi disesuaikan dengan keadaan informan. Pelaksanaan tanya jawab mengalir sepeti percakapan sehari-hari. Wawancara tidak terstruktur bersifat bebas dan santai, dengan memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada informan untuk mengemukakan keterangan-keterangan yang sifatnya umum. Wawancara dilakukan seperti percakapan biasa sehari-hari sehingga tidak membuat informan merasa bosan dan takut.

Wawancara saya mulai dengan pemberi karcis masuk ke tempat wisata, piket jaga, wisatawan dan masyarakat setempat. Peneliti menggunakan kesempatan bercerita dengan piket jaga yang sedang bersantai disini posisi saya selain sebagai peneliti saya juga sebagai wisatawan, sehingga piket jaga tidak merasa canggung bercerita kepada saya mengenai air terjun Ponot. Wawancara terakhir saya lakukan dengan Bapak M. Imron Siagian, bapak Imron adalah ketua pengelola air terjun Ponot.


(22)

22

1.6. Pengalaman Peneliti di Air Terjun Ponot.

Peneliti berasal dari Desa Pasarbaru, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera utara. Penelitian di tempat wisata air terjun Ponot saya mulai pada bulan Maret 2015 tepatnya tanggal 6 Maret 2015, setiap hari peneliti menggunakan sepeda motor menuju air terjun Ponot, dengan jarak tempuh ± 35 km dengan waktu tempuh normal ±1,5 jam (alat transportasi mobil), tapi karena peneliti menggunakan sepeda motor biasanya peneliti hanya butuh waktu 45 Menit menuju air terjun Ponot.

Setiap hari peneliti pulang-balik, biasanya peneliti berangkat jam 9.00 pagi menuju air terjun Ponot. Peneliti memilih waktu berangkat cepat agar bisa mengatur waktu pulang menuju kota Porsea, karena setiap sore wilayah desa Pintu Pohan- Desa Tangga selalu diguyur hujan.

Pertama berada di tempat wisata dan mulai melakukan wawancara dengan beberapa piket jaga pada hari kamis saya terkejut dengan respon mereka. Ketika mereka tau bahwa saya melakukan penelitian pengembangan air terjun Ponot bukan hanya melihat dari sisi pengembangan yang dilakukan pengelola atau masyarakat lokal, tetapi juga dari sisi pengembangan yang dilakukan pemerintah daerah. Mereka langsung menyuruh saya pulang ketika saya menyinggung pemerintah daerah. Bapak T.Siagian menjelaskan kepada saya,

“jika pemerintah daerah mengurus air terjun Ponot ini, saya hanya

percaya jika kepala pemerintah daerah itu adalah bapak Ahok ataupun bapak Jokowi, yang lainnya hanya mencari uang saja untuk kantong mereka, setelah kantong mereka penuh mereka akan meninggalkan tempat ini”.


(23)

23

Penjelasan bapak T. Siagian menggambarkan mengapa mereka sangat benci dengan pemerintah daerah. Saya tidak langsung percaya hanya dari 1 informan saja, lalu hari berikutnya saya mewawancarai 4 informan lagi untuk memastikan apakah seluruh masyarakat lokal dan pengelola tempat wisata air terjun Ponot tidak suka dengan pemerintah daerah dan ternyata dari hasil wawancara saya, seluruh informan yang saya wawancarai mengatakan hal yang sama dengan yang dijelaskan bapak T.Siagian.

Hasil wawancara Peneliti pada hari berikutnya dengan salah satu penduduk desa Tangga yang sedang berada di rumahnya.

permisi nantulang, saya mau bertanya sedikit tentang air terjun Ponot, apakah saya mengganggu ibu?. iya, tidak mengganggu kok ito. Mau Tanya apa ito?. bagaimana menurut nantulang jika pengelolaan air terjun Ponot dikelola oleh pemerintah daerah?. Penipu ido maksud mu (penipu itu maksud ito dalam bahasa Indonesia)?. maksud nantulang?. orang kecamatan kan maksud ito?. iya nantulang. initinya satu to, kami seluruh masyarakat desa Tangga tidak akan memberikan apapun lagi kepada pemerintah daerah. Cukup lah sudah apa yang mereka lakukan sebelumnya kepada kami disini to. Banyak cakap aja itu pemerintah daerah, cumin nyari uang kantong aja itu to.

Setelah peneliti merasa mendapat cukup data dari penduduk desa Tangga dan piket yang bertugas setiap hari selama seminggu, peneliti melanjutkan penelitian dengan mencari data inti kepada ketua pengelola air terjun Ponot yaitu bapak M. Imron Siagian. Bapak M. Imron Siagian memiliki banyak kesibukan sehingga peneliti harus ekstra kerja keras untuk menjumpai bapak M. Imron Siagian.

Peneliti mulai mencari data awal tentang kediaman dan kesibukan setiap hari bapak M.Imron Siagian, dari data awal penduduk setempat memberitahukan kepada saya bahwa bapak M. Imron Siagian setiap harinya selalu berangkat pukul


(24)

24

08. 00 pagi dan pulang kerja pukul 22.00 malam . posisi tempat tinggal peneliti dengan tempat tinggal bapak M. Imron Siagian sangat jauh, tidak memungkinkan jika peneliti datang pada pagi hari pukul 08.00, karena lampu jalan dari kota Porsea menuju air terjun Ponot masih sangat minim, untuk mensiasati peneliti harus bermalam di desa Pintu Pohan, dimana desa Pintu Pohan cukup dekat dengan desa Tangga tempat tinggal bapak M. Imron Siagian.

Sabtu 20 Maret 2015 peneliti menjumpai bapak M. Imron Siagian dan peneliti memulai wawancara. Hasil wawancara pada hari sabtu dengan bapak M. Imron Siagian cukup panjang walaupun wawancara harus dilakukan di kedai tempat bapak M. Imron sedang mium kopi. Bapak M. Imron menjelaskan kepada saya tentang sejarah terbentuknya air terjun Ponot, perkembangan air terjun Ponot mulai diresmikan menjadi tempat wisata sampai sekarang, struktur organisasi pengelola air terjun Ponot, dll.

Banyak pengalaman yang peneliti dapatkan dari penelitian di air terjun Ponot, Desa Tangga, Dusun I. pengalaman bagaimana menghadapi emosi seseorang kepada peneliti sementara peneliti tidak tau apa sebab mereka marah adalah pengalaman pertama yang peneliti dapatkan dilapangan. Penelitian di air terjun Ponot juga membawa saya banyak mengenal penduduk dari berbagai daerah dan dari berbagai kabupaten, dengan beragam suku dan beragam sikap dalam merespon setiap pertanyaan peneliti. Pelajaran politik di Indonesia khususnya, politik di kabupaten Asahan bisa saya dapatkan di tempat wisata air terjun Ponot ini.


(1)

19

2. Dampak negative: Pariwisata dan vulnerabilitay ekonomi, kebocoran pendapatan dari industri pariwisata, polarisasi spasial dari industri pariwisata, sifat dari pekerjaan dalam industri pariwisata, dampak industri pariwisata terhadap alokasi sumberdaya ekonomi dan dampak industri pariwisata terhadapa lingkungan

Secara tidak langsung pembangunan pariwisata akan memberikan kontribusi dibagian ekonomi bagi masyarakat setempat, dimana dalam pembangunan pariwisata secara tidak sengaja menciptakan lapangan pekerjaan di berbagai bidang.

1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengembangan air terjun Ponot dan untuk mengetahui strategi pengembangan Air Terjun Ponot. Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk menambah wawasan pembaca tentang pengembangan pariwisata, menambah wawasan pembaca tentang tempat-tempat potensi wisata dan penelitian ini bisa menjadi acuan dan pendorong bagi pemerintah Asahan untuk melakukan pengembangan pariwisata di Kabupaten Asahan khususnya pengembangan wisata Air Terjun Ponot.

1.5. Metode Penelitian

Metode yang digunakan peneliti dalam Penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif berusaha menemukan data/informasi atau keterangan yang dapat


(2)

20

menggambarakan kebudayaan yang diteliti secara utuh/bulat sesuai dengan fokus masalah yang dikaji. Menurut Lexy J. Moleong penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang terjadi dan dialami oleh subjek penelitian diantaranya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Bongdan dan Taylor (Moleong, 2006:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurutnya, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh), sebagaimana Koentjaraningrat mengutarakan bahwa para ahli antropologi biasanya memakai istilah holistik untuk menggambarkan metode tinjauan yang mendekati suatu kebudayaan itu sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi (1980:224).

Adapun cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data-data tentang penelitian ini yaitu:

1. Observasi

Pengamatan dilakukan peneliti dengan cara langsung turun kelapangan mengamati kegiatan masyarakat setempat, mengamati air terjun Ponot dan mengamati semua aktifitas di sekitar daerah air terjun Ponot, seperti mengamati pengunjung (wisatawan), mengamati pemberi karcis masuk, mengamati tukang parkir dan mengamati pedagang di tempat wisata air terjun Ponot. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang masyarakat yang sebenar-benarnya baik tindakan, percakapan maupun tingkahlaku.


(3)

21 2. Wawancara

Model wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang digunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal. Pertanyaan yang diajukan tidak disusun lebih dahulu, tetapi disesuaikan dengan keadaan informan. Pelaksanaan tanya jawab mengalir sepeti percakapan sehari-hari. Wawancara tidak terstruktur bersifat bebas dan santai, dengan memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada informan untuk mengemukakan keterangan-keterangan yang sifatnya umum. Wawancara dilakukan seperti percakapan biasa sehari-hari sehingga tidak membuat informan merasa bosan dan takut.

Wawancara saya mulai dengan pemberi karcis masuk ke tempat wisata, piket jaga, wisatawan dan masyarakat setempat. Peneliti menggunakan kesempatan bercerita dengan piket jaga yang sedang bersantai disini posisi saya selain sebagai peneliti saya juga sebagai wisatawan, sehingga piket jaga tidak merasa canggung bercerita kepada saya mengenai air terjun Ponot. Wawancara terakhir saya lakukan dengan Bapak M. Imron Siagian, bapak Imron adalah ketua pengelola air terjun Ponot.


(4)

22 1.6. Pengalaman Peneliti di Air Terjun Ponot.

Peneliti berasal dari Desa Pasarbaru, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera utara. Penelitian di tempat wisata air terjun Ponot saya mulai pada bulan Maret 2015 tepatnya tanggal 6 Maret 2015, setiap hari peneliti menggunakan sepeda motor menuju air terjun Ponot, dengan jarak tempuh ± 35 km dengan waktu tempuh normal ±1,5 jam (alat transportasi mobil), tapi karena peneliti menggunakan sepeda motor biasanya peneliti hanya butuh waktu 45 Menit menuju air terjun Ponot.

Setiap hari peneliti pulang-balik, biasanya peneliti berangkat jam 9.00 pagi menuju air terjun Ponot. Peneliti memilih waktu berangkat cepat agar bisa mengatur waktu pulang menuju kota Porsea, karena setiap sore wilayah desa Pintu Pohan- Desa Tangga selalu diguyur hujan.

Pertama berada di tempat wisata dan mulai melakukan wawancara dengan beberapa piket jaga pada hari kamis saya terkejut dengan respon mereka. Ketika mereka tau bahwa saya melakukan penelitian pengembangan air terjun Ponot bukan hanya melihat dari sisi pengembangan yang dilakukan pengelola atau masyarakat lokal, tetapi juga dari sisi pengembangan yang dilakukan pemerintah daerah. Mereka langsung menyuruh saya pulang ketika saya menyinggung pemerintah daerah. Bapak T.Siagian menjelaskan kepada saya,

“jika pemerintah daerah mengurus air terjun Ponot ini, saya hanya percaya jika kepala pemerintah daerah itu adalah bapak Ahok ataupun bapak Jokowi, yang lainnya hanya mencari uang saja untuk kantong mereka, setelah kantong mereka penuh mereka akan meninggalkan tempat ini”.


(5)

23

Penjelasan bapak T. Siagian menggambarkan mengapa mereka sangat benci dengan pemerintah daerah. Saya tidak langsung percaya hanya dari 1 informan saja, lalu hari berikutnya saya mewawancarai 4 informan lagi untuk memastikan apakah seluruh masyarakat lokal dan pengelola tempat wisata air terjun Ponot tidak suka dengan pemerintah daerah dan ternyata dari hasil wawancara saya, seluruh informan yang saya wawancarai mengatakan hal yang sama dengan yang dijelaskan bapak T.Siagian.

Hasil wawancara Peneliti pada hari berikutnya dengan salah satu penduduk desa Tangga yang sedang berada di rumahnya.

permisi nantulang, saya mau bertanya sedikit tentang air terjun Ponot, apakah saya mengganggu ibu?. iya, tidak mengganggu kok ito. Mau Tanya apa ito?. bagaimana menurut nantulang jika pengelolaan air terjun Ponot dikelola oleh pemerintah daerah?. Penipu ido maksud mu (penipu itu maksud ito dalam bahasa Indonesia)?. maksud nantulang?. orang kecamatan kan maksud ito?. iya nantulang. initinya satu to, kami seluruh masyarakat desa Tangga tidak akan memberikan apapun lagi kepada pemerintah daerah. Cukup lah sudah apa yang mereka lakukan sebelumnya kepada kami disini to. Banyak cakap aja itu pemerintah daerah, cumin nyari uang kantong aja itu to.

Setelah peneliti merasa mendapat cukup data dari penduduk desa Tangga dan piket yang bertugas setiap hari selama seminggu, peneliti melanjutkan penelitian dengan mencari data inti kepada ketua pengelola air terjun Ponot yaitu bapak M. Imron Siagian. Bapak M. Imron Siagian memiliki banyak kesibukan sehingga peneliti harus ekstra kerja keras untuk menjumpai bapak M. Imron Siagian.

Peneliti mulai mencari data awal tentang kediaman dan kesibukan setiap hari bapak M.Imron Siagian, dari data awal penduduk setempat memberitahukan kepada saya bahwa bapak M. Imron Siagian setiap harinya selalu berangkat pukul


(6)

24

08. 00 pagi dan pulang kerja pukul 22.00 malam . posisi tempat tinggal peneliti dengan tempat tinggal bapak M. Imron Siagian sangat jauh, tidak memungkinkan jika peneliti datang pada pagi hari pukul 08.00, karena lampu jalan dari kota Porsea menuju air terjun Ponot masih sangat minim, untuk mensiasati peneliti harus bermalam di desa Pintu Pohan, dimana desa Pintu Pohan cukup dekat dengan desa Tangga tempat tinggal bapak M. Imron Siagian.

Sabtu 20 Maret 2015 peneliti menjumpai bapak M. Imron Siagian dan peneliti memulai wawancara. Hasil wawancara pada hari sabtu dengan bapak M. Imron Siagian cukup panjang walaupun wawancara harus dilakukan di kedai tempat bapak M. Imron sedang mium kopi. Bapak M. Imron menjelaskan kepada saya tentang sejarah terbentuknya air terjun Ponot, perkembangan air terjun Ponot mulai diresmikan menjadi tempat wisata sampai sekarang, struktur organisasi pengelola air terjun Ponot, dll.

Banyak pengalaman yang peneliti dapatkan dari penelitian di air terjun Ponot, Desa Tangga, Dusun I. pengalaman bagaimana menghadapi emosi seseorang kepada peneliti sementara peneliti tidak tau apa sebab mereka marah adalah pengalaman pertama yang peneliti dapatkan dilapangan. Penelitian di air terjun Ponot juga membawa saya banyak mengenal penduduk dari berbagai daerah dan dari berbagai kabupaten, dengan beragam suku dan beragam sikap dalam merespon setiap pertanyaan peneliti. Pelajaran politik di Indonesia khususnya, politik di kabupaten Asahan bisa saya dapatkan di tempat wisata air terjun Ponot ini.


Dokumen yang terkait

Potensi Objek Wisata Air Terjun Serdang Sebagai Daya Tarik Wisata Di Kabupaten Labuhan Batu Utara

14 120 53

Pengembangan Potensi Air Terjun Ponot Di Kabupaten Asahan (Studi deskriptif daya tarik wisata air terjun Ponot di Desa Tangga, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan)

21 119 124

Potensi Kawasan Air Terjun Sihobuk Sebagai Daya Tarik Wisata Alam Di Kabupaten Tapanuli Tengah

1 19 54

KAJIAN POTENSI WISATA AIR TERJUN PONOT DI DESA TANGGA KECAMATAN AEK SONGSONGAN KABUPATEN ASAHAN.

3 18 22

POTENSI DAN PENGEMBANGAN AIR TERJUN BANYUNIBO SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KABUPATEN WONOGIRI.

0 0 14

Pengembangan Potensi Air Terjun Ponot Di Kabupaten Asahan (Studi deskriptif daya tarik wisata air terjun Ponot di Desa Tangga, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan)

0 0 14

Pengembangan Potensi Air Terjun Ponot Di Kabupaten Asahan (Studi deskriptif daya tarik wisata air terjun Ponot di Desa Tangga, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan)

0 0 1

Pengembangan Potensi Air Terjun Ponot Di Kabupaten Asahan (Studi deskriptif daya tarik wisata air terjun Ponot di Desa Tangga, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan)

0 1 27

Pengembangan Potensi Air Terjun Ponot Di Kabupaten Asahan (Studi deskriptif daya tarik wisata air terjun Ponot di Desa Tangga, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan)

0 0 2

Pengembangan Potensi Air Terjun Ponot Di Kabupaten Asahan (Studi deskriptif daya tarik wisata air terjun Ponot di Desa Tangga, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan)

0 0 9