Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persepsi
2.1.1. Pengertian Persepsi
Persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui
pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui,
mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada diluar
maupun dalam diri individu (Sunaryo, 2004)
Menurut Najati dalam Bahri (2008), persepsi merupakan fungsi yang
penting dalam kehidupan. Dengan persepsi, makhluk hidup dapat mengetahui
sesuatu yang akan mengganggunya sehingga ia pun dapat menjauhinya, juga
dapat

mengetahui

sesuatu

yang

bermanfaat


sehingga

ia

pun

dapat

mengupayakannya.
2.1.2. Macam-Macam Persepsi
Ada dua macam persepsi, yaitu :
1) External Perceptian, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya
rangsang yang datang dari luar diri individu
2) Self Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang
yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek
adalah dirinya sendiri.
(Sunaryo, 2004)

7
Universitas Sumatera Utara


8

2.1.3. Proses Terjadinya Persepsi
Persepsi melewati tiga proses yaitu :
a. Proses fisik (kealaman) – objek – stimulus – reseptor atau alat indra.
b. Proses fisiologis – stimulus – saraf sensoris – otak.
c. Proses psikologis – proses dalam otak sehingga individu menyadari
stimulus yang diterima.
Jadi, syarat untuk mengadakan persepsi perlu ada proses fisik, fisologis dan
psikologis. Secara bagan dapat digambarkan sebagai berikut :

Objek

Stimulus

Saraf sensorik

Reseptor


Otak

Saraf Motorik

Persepsi
(Sunaryo, 2004)
Skema 2.1. Proses terjadinya persepsi

Universitas Sumatera Utara

9

2.1.4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
Sementara itu menurut Sarwono dalam Bahri (2008), faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut:
a. Perhatian. Biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsang yang ada di
sekitar kita sekaligus, tetapi kita memfokuskan perhatian kita pada satu
dua obyek saja.
b. Set. Set adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul.
c. Kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri

seseorang, akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Dengan demikian,
kebutuhan-kebutuhan yang berbeda, akan menyebabkan pula perbedaan
persepsi.
d. Sistem Nilai. Sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat
berpengaruh pula terhadap persepsi.
e. Ciri Kepribadian. Ciri kepribadian akan mempengaruhi pula persepsi.
f. Gangguan Kejiwaan. Gangguan kejiwaan dapat menimbulkan kesalahan
persepsi yang disebut halusinasi. Berbeda dari ilusi, halusinasi bersifat
individual, jadi hanya dialami oleh penderita yang bersangkutan saja.

2.2. Keluarga
2.2.1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran,
dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap

Universitas Sumatera Utara

10


anggota keluarga. Secara dinamis individu yang membentuk sebuah keluarga
dapat digambarkan sebagai anggota dari kelompok masyarakat yang paling dasar,
tinggal bersama dan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan antar individu
(Friedman, 2010, dalam Suwardiman, 2011).
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya
dengan seseorang. Keluarga yang lengkap dan fungsional serta mampu
membentuk homeostatis akan dapat meningkatkan kesehatan mental para anggota
keluarganya dan kemungkinan dapat meningkatkan ketahanan para anggota
keluarganya dari adanya gangguan-gangguan mental dan ketidaksetabilan
emosional anggota keluarganya. Usaha kesehatan mental sebaiknya dan
seharusnya dimulai dari keluarga. Karena itu perhatian utama dalam kesehatan
mental adalah menggarap keluarga agar dapat memberikan iklim yang kondusif
bagi anggota keluarganya yang mengalami gangguan kesehatan mental
(Notosoedirdjo dan Latipun, 2005, dalam Kurniawan, 2014).
2.2.2. Tipe Keluarga
Dalam Suprajitno (2004), Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks
keilmuan dan orang yang mengelompokkan. Secara tradisional keluarga
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1) Keluarga Inti (Nuclear Family)adalah keluarga yang hanya terdiri dari
ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau

keduanya.

Universitas Sumatera Utara

11

2) Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah
anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakeknenek, paman-bibi).

Susman dalam Ali (2009), menguraikan beberapa bentuk keluarga, terdiri
dari :
1) Keluarga inti. Keluarga inti terdiri dari suami (pencari nafkah),
seorang ibu (ibu rumah tangga) dan anak-anak. Akhir-akhir ini ada
kecenderungan keluarga inti tradisional bergeser menjadi bentuk
keluarga inti nontradisional. Kecendurungan ini disebabkan oleh
beberapa hal antara lain suami-istri keduanya pekerja/berkarir dan
keluarga tanpa anak.
2) Keluarga besar tradisional. Keluarga besar tradisional adalah bentuk
keluarga yang pasangan suami-istri sama-sama melakukan pengaturan
dan belanja rumah tangga dengan orang tua, sanak saudara dan

kerabat lain dalam keluarga tersebut.
3) Keluarga dengan orang tua tunggal. Keluarga ini hanya memiliki satu
kepala rumah tangga, ayah atau ibu (duda/janda/belum menikah).
Jumlah ibu remaja yang tidak menikah akhir-akhir ini cenderung
meningkat karena berbagai alasan antara lain kemiskinan dan
pergaulan bebas (melahirkan diluar pernikahan).

Universitas Sumatera Utara

12

2.2.3. Fungsi Keluarga
Friedman dalam Ali (2009), membagi fungsi keluarga menjadi 5 yaitu :
1) Fungsi Afektif. Berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang
merupakan dasar kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan

kebutuhan

psikososial.


Anggota

keluarga

mengembangkan gambaran diri yang positif, peran dijalankan dengan
baik dan penuh rasa kasih sayang.
2) Fungsi sosialisasi. Proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu menghasilkan interaksi sosial dan individu tersebut
melaksanakan

perannya

dalam

lingkungan

sosial.

Keluarga


merupakan tempat individu melaksanakan sosialisasi dengan anggota
keluarga dan belajar disiplin, norma budaya dan perilaku melalui
interaksi dalam keluarga, sehingga individu mampu berperan didalam
masyarakat.
3) Fungsi reproduksi. Fungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan
dan menambah sumber daya manusia.
4) Fungsi ekonomi. Fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti
makanan, pakaian, perumahan dan lain-lain
5) Fungsi perawatan keluarga. Keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlindungan dan asuhan kesehatan/keperawatan.

Universitas Sumatera Utara

13

2.2.4. Tugas Keluarga
Keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan (Friedman, 2010, dalam
Nuraenah, 2012) yang meliputi :
a. Kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan keluarga klien

dengan skizofrenia, keluarga perlu mengetahui peneyebab tanda-tanda
klien kambuh.
b. Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai tindakan
keperawatan yang tepat dalam mengatasi anggota keluarga dengan
skizofrenia, menanyakan kepada orang yang lebih tahu.
c. Kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan merawat
anggota keluarga dengan riwayat skizofrenia.
d. Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang
berada di masyarakat.
e. Kemampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan.
Tugas kesehatan keluarga menurut Bailon dan Maglaya dalam Efendi
(2009), yaitu :
1) Mengenal masalah kesehatan
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
4) Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat
5) Memodifikasi lingkungan atau menciftakan suasana rumah yang sehat

Universitas Sumatera Utara


14

2.3. Skizofrenia
2.3.1. Pengertian
Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama
pada proses fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir,
afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai distoris kenyataan, terutama karena
waham dan halusinasi; asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi
(Herman, A, 2011). Skizofrenia adalah sebuah sindrom kompleks yang dapat
menimbulkan efek merusak kepada diri sendiri atau kepada orang lain (Pieter,
2011).
Menurut Davison (2006), skizofrenia adalah gangguan psikotik yang
ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku pikiran yang
terganggu, dimana berbagai pemikiran yang datar atau tidak sesuai dan berbagai
gangguan aktivitas motorik. Menurut Eugen Bleuer (dalam Mark Durand dan
David H.Barlow, 2007), mengatakan bahwa skizofrenia adalah gangguan psikotik
yang ditandai dengan pikiran yang terpecah (Split) yang mendasari perilaku
menyimpang (tidak lazim), seperti asosiative spliting dalam fungsi –fungsi dasar
kepribadiannya.Penderita skizofrenia kerap kali menunjukkan kesulitan dalam
menjaga konsistensi jalan pikirannya.
Definisi skizofrenia menurut Mark Durand dan David H. Barlow (2007),
skizofrenia ialah gangguan psikotik

yang bersifat merusak yang malibatkan

gangguan berpikir (delusi), persepsi (halusinasi), pembicaraan, emosi, dan
perilaku. Sedangkan menurut

Melinda Hermann (2008), skizofreni sebagai

Universitas Sumatera Utara

15

penyakit neurologis yang memengaruhi persepsi klien, cara berfikir, bahasa,
emosi,dan perilaku sosialnya.

2.3.2. Etiologi
Menurut Videbeck (2008), faktor penyebab skizofrenia adalah:
a. Faktor Genetik
Kebanyakan penelitian genetik berfokus pada keluarga terdekat,
seperti orang tua, saudara kandung, dan cucu-cucu untuk melihat
apakah skizofrenia diwariskan atau diturunkan secara genetik.
Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak
kembar yang menunjukkan bahw kembar identik berisiko mengalami
gangguan ini sebesar 50%, sedangkan kembar fraternal berisiko hanya
15%. Hal ini mengindikasikan bahwa skizofrenia sedikit diturunkan.
Penelitian penting lain menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki
satu orang tua biologis penderita skizofrenia memiliki risiko 15%;
angka ini meningkat sampai 35% jika kedua orang tua biologis
menderita skizofrenia.
b. Faktor Neuronatomi dan Neurokimia
Penelitian menunjukkan bahwa individu penderrita skizofrenia
memiliki jaringan otak yang relatif lebih sedikit, hal ini dapat
memperlihatkan suatu kegagalan perkembangan atau kehilangan
jaringan selanjutnya. Riset secara konsisten menunjukkan penurunan
volume otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporal dan
frontal individu penderita skizofrenia.

Universitas Sumatera Utara

16

Penelitian neurokimia secara konsisten memperlihatkan adanya
perubahan sistem neurotransmiter otak pada individu penderita
skizofrenia. Tampaknya terjadi malfungsi pada jaringan neuron yang
mentransmisikan informasi berupa sinyal-sinyal listrik dari sel saraf
melalui aksonnya dan melewati sinaps ke reseptor pascasinaptik di selsel saraf yang lain.
c. Faktor Imunovirologi
Perubahan patologi otak pada individu penderita skizofrenia dapat
disebabkan oleh pajanan virus, atau respons imun tubuh terhadap virus
dapat mengubah fisiologi otak.

2.3.3. Jenis - Jenis Skizofrenia
Menurut Videbeck (2008), klasifikasi tipe skizofrenia dikelompokkan atas
lima bagian, yaitu :
1) Skizofrenia Tipe Paranoid
Skizofrenia tipe paranoid ditandai dengan waham kejar (rasa menjadi
korban atau di mata-matai) atau waham kebesaran, halusinasi, dan kadangkadang keagamaan yang berlebihan (fokus waham agama), atau perilaku
agresif dan bermusuhan.
2) Skizofrenia Tipe Disorganisasi
Skizofrenia tipe tidak terorganisasi ditandai dengan afek datar atau
afek yang tidak sesuai secara nyata, inkoherensi, asosiasi longgar,
dan disorganisasi perilaku yang ekstern.

Universitas Sumatera Utara

17

3) Skizofrenia Tipe Katatonik
Skizofrenia tipe katatonik ditandai dengan gangguan psikomotor yang
nyata, baik dalam bentuk tanpa gerakan atau aktivitas motorik yang
berlebihan, negativism yang ekstrem, mutisme, gerakan volunteer yang
aneh, ekolalia, atau ekopraksia. Imobilitas motorik dapat terlihat berupa
katalepsi (flexibilitas cerea) atau stupor. Aktivitas motorik yang berlebihan
terlihat tanpa tujuan dan tidak dipengaruhioleh stimulus eksternal.
4) Skizofrenia Tipe Tak Terbedakan
Skizofrenia tipe tak terbedakan ditandai dengan gejala-gejala
skizofrenia campuran (atau tipe lain) disertai tipe gangguan pikiran, afek,
dan perilaku.
5) Skizofrenia Tipe Residual
Skizofrenia tipe residual ditandai dengan setidaknya satu episode
skizofrenia sebelumnya, tetapi saat ini tidak psikotik, menarik diri dari
masyarakat, afek datar, serta asosiasi longgar.

2.3.4. Gejala Umum Skizofrenia
Gejala-gejala skizofrenia tidak semuanya menunjukkan gejala-gejala yang
sama jenisnya. Setiap gejala-gejala skizofrenia bervariasi dari satu orang ke orang
lain. Di dalam Pieter (2011), gejala-gejala yang lazim dari penderita skizofrenia
yaitu :

Universitas Sumatera Utara

18

1) Delusi
Delusi adalah keyakinan yang oleh kebanyakan orang atau anggota
masyarakat sebagai misinterpretation terhadap realitas dari pengalaman atau
persepsi. Seringkali waham terjadi dalam bentuk penyiaran pikiran, yaitu
mereka percaya bahwa pikiran pribadinya telah disiarkan ke dunia luar.
Selain itu juga, mereka sering kali percaya bahwa perasaan, pikiran dan
tindakan bukan dilakukannya, tetapi digerakkan oleh kekuatan-kekuatan
eksternal.
Delusi penderita skizofrenia kerap kali berupa keyakinan yang tidak
realistis, ganjil, dan tidak dimiliki orang lain. Jenis-jenis tema delusi
skizofrenia antara lain :
a. Delusi kejar, adalah keyakinan bahwa dia sedang diikuti, dikelabui,
dan disiksa ataupun dibuat sebagai bahan ejekan.
b. Waham referensial, adalah keyakinan pada kabar, pernyataan
artikel, mass media atau berita yang didengar penderitanya sebagai
pernyataan buruk atas keberadaan dirinya.
c. Waham kebesaran, adalah suatu keyakinan bahwa dirinya memiliki
kekuatan yang lebih, terkenal, berkuasa, dan dia cenderung
membesar-besarkan dirinya.
d. Waham somatik, adalah keyakinan bahwa pada bagianbagian tubuhnya berpenyakitan yang sebenarnya tidak ada.

Universitas Sumatera Utara

19

e. Delusi kontrol atau pengaruh, adalah keyakinan penderita
skizofrenia bahwa ada orang lain yang menguasai atau mengontrol
kekuatan, pikiran, perasaan, dan tindakannya.
f. Delusi keterhubungan, adalah keyakinan penderita skizofrenia
bahwa dia berhubungan dengan sesuatu hal atau peristiwa yang
sebenarnya hal ini tidak ada kaitannya.
g. Delusi persekusi, adalah keyakinan penderita skizofrenia bahwa
dirinya telah tersaingi oleh kekuatan-kekuatan lain.
h. Delusi nihilisme, adalah keyakinan penderita skizofrenia bahwa
semua orang di dunia ini sudah mati dan kembali kepada
rohkematian.
i. Capgras syndrome, adalah keyakinan penderita skizofrenia bahwa
orang lain telah menggantikan keberadaan dirinya.
j. Cortad syndrome, adalah keyakinan penderita skizofrenia bahwa
ada bagian tubuhnya telah mengalami perubahan yang musykil.
2) Halusinasi
Halusinasi ialah suatu pengalaman pada suatu kejadian sensoris tanpa
ada input dari lingkungan sekitarnya. Mark Durrand dan David H. Barlow
(2007), mendeskripsikan halusinasi adalah suatu penghayatan kepada
kejadian-kejadian yang tidak mendasar pada kejadian eksternal. Halusinasi
bisa terjadi pada pendengaran, penglihatan, ataupun penciuman.

Universitas Sumatera Utara

20

Penderita skizofrenia kerap kali mengalami halusinasi pendengaran,
seperti mendengarkan suara-suara orang meninggal. Selain itu juga
penderita skizofrenia sering mengalami halusinasi penglihatan dan
pendengaran terhadap orang terdekat yang sudah meninggal. Ketika
penderita skizofrenia mengalami halusinasi pendengaran, mereka sering
mendengarkan suara-suara aneh yang dianggapnya sesuatu yang terpisah
dengan alam pikirannya. Suara-suara aneh ini sering memerintahnya untuk
melakukan tindakan yang mencederai dirinya atau orang lain.
3) Pembicaraan Disorganisasi
Pola pembicaraan penderita skizofrenia ditandai dengan pembicaraan
disorganisasi

(ketidakteraturan

pembicaraan).

Ciri-ciri

pembicaraan

disorganisasi yaitu :
a. Topik pembicaraan yang melompat-lompat dari topik.
b. Pembicaraan yang serampangan dan kehilangan asosiasi.
c. Pembicaraan yang tidak berhubungan dengan topik.
d. Neologisme (menciptakan kata atau kalimat yang aneh-aneh).
e. Tidak menjawab pertanyaan dan memberikan jawaban yang
menyimpang dari pertanyaan atau clanging (berbicara dengan kata
dan kalimat yang tidak dapat dimengerti).
4) Timbulnya Masalah-masalah Perilaku
Pengulangan sikap motorik tertentu, seperti menggosok-gosok kepala,
meremas-remas, atau merobek-robek pakaian dalam situasi tertentu
merupakan

bentuk

perilaku

abnormal

dari

penderita

skizofrenia.

Universitas Sumatera Utara

21

Tindakannya tanpa tujuan dan berulang-ulang, atau sebaliknya pula
penderita skizofrenia sama sekali tidak melakukan gerakan hingga mereka
mencapai tahap catatonic stupor (tidak melakukan apapun dan tidak
bergerak sama sekali dalam kurun waktu yang lama).
Masalah-masalah

perilaku

yang

ditunjukkan

para

penderita

skizofrenia yaitu :
a. Bergerak dengan kegaduhan.
b. Agitasi liar dan imobilitas katatonik.
c. Wally flexibelity (mempertahankan sikap tubuh pada posisi yang
sama ketika orang lain berusaha menggerakkannya).
d. Cara berpakaian yang tak jelas dan tak pas pada situasinya.
e. Afek yang tidak pas pada situasi.
f. Tidak memperdulikan higienis personality.
5) Avolisi
Avolisi adalah ketidakmampuan seseorang untuk memulai dan
mempertahankan berbagai macam kegiatan ataupun aktivitas. Biasanya
penderita skizofrenia akan menunjukkan sikap yang apatis, tidak berminat
melakukan aktivitas dan tidak memedulikan masalah kesehatandan higienis
pribadinya.
6) Alogia
Alogia berasal dari kata a (tanpa) dan logos (kata), yakni ketiadaan
pembicaraan. Penderita skizofrenia akan menunjukkan alogia dalam bentuk
jawaban pendek, terbatas, dan tidak tertarik untuk bercerita.

Universitas Sumatera Utara

22

7) Pendataran Afek
Kira-kira ¼ penderita skizofrenia mengalami pendataran afek.
Pendataran afek penderita skizofrenia ditandai dengan ketiadaan emosi,
pandangan kosong, bicara datar tanpa ontonasi, tidak terpengaruh situasi
lingkungan sekitarnya, dan tidak memiliki ekspresi wajah.
Ciri-ciri pendataran afeksi adalah gangguan mood (suasana perasaan)
atau psikosis, yang ditandai pada perasaan bahagia yang luar biasa (manic
elation) atau perasaan sedih yang luar biasa (manis depresisive). Penderita

memiliki perasaan tumpul, datar dan tidak tepat. Pengaruh tumpul ditandai
dengan sedikitnya suasana emosi. Penderita tidak adanya ekspresi emosional
menurut situasi dan adanya anhedonia (tanpa memperlihatkan ekspresi
emosi).
8) Anhedonia
Penderita skizofrenia seringkali mengalami anhedonia . Anhedonia
ialah ketiadaan perasaan senang (bahagia) yang ditandai dengan sikap tidak
peduli atas kegiatan kegiatan yang biasa dianggap menyenangkan, seperti
tidak tertarik makan atau relasi seks.
9) Penarikan Diri dari Kehidupan Sosial
Seperti telah diuraikan diatas ciri-ciri umum skizofrenia ialah kondisi
emosional yang tidak stabil dan kurangnya minat terhadap lingkungan
sosial, membuat para penderitanya selalu asik dengan pemikiran dirinya
sendiri dan mereka secara berangsur-angsur mengurangi keterlibatan dengan
orang lain.

Universitas Sumatera Utara

23

Faktor-faktor penyebab skizofrenia tidak tertarik dalam hubungan
sosial dan cenderung menarik diri dari lingkungan sosial adalah minimnya
atensi dan kegagalan menjalin komunikasi dan membina relasi personal.
Kondisi ini menyebabkan penderitanya menjadi orang yang hipersensitif dan
orientasi pola berpikirnya berfokus pada dirinya sendiri.

2.3.5. Penanganan Skizofrenia
Menurut Herri Zan Pieter, dkk (2011), penanganan Skizofrenia terdiri dari
sebagai berikut :
1) Penanganan Psikologis
Secara umum langkah-langkah penanganan psikologis yang dapat
diambil ialah membantu klien dan keluarganya memahami jenis penyakit
skizofreniadan faktor-faktor pencetusnya, apakah akibat kejadian traumatis,
sikap permusuhan, menyediakan sumber daya untuk mengahdapi tantangan
emosional, dan mengajarkan keterampilan komuniksai kepada klien dan
anggota keluarganya.
2) Terapi Perilaku
a. Ajarkan klien untuk memiliki rasa percaya diri.
b. Bantu klien untuk menghilangkan pola pikir salah , waham, dan
halusinasinya.
c. Bantu klien untuk untuk menghilangkan kecemasannya.
d. Fokuskan pada konsekuensi perilaku disfungsional dan cara-cara
mengubahnya.

Universitas Sumatera Utara

24

e. Ajarkan klien untuk belajar dalam keterampilan sosial atau aktivitas
sehari-hari.
f. Ajarkan klien untuk berkomunikasi.
g. Ajarkan klien untuk memiliki ekspresi afeksi.
h. Gunakan sistem penghargaan untuk menguatkan perilaku yang
diinginkan sesuai dengan hak-hak pribadinya.
3) Terapi Kelompok
a. Fokus pada keterampilan kehidupan sehari-hari.
b. Ajarkan cara-cara mengelola stresor lingkungan.
c. Ajari klien dalam membina hubungan interpersona.
d. Bantu klien untuk mengembangkan rasa percaya diri.
e. Berikan interaksi yang bersifat mendukung dan memberikan umpan
balik langsung kepada klien.
f. Menyediakan tempat bagi klien untuk mengekspresikan perasaannya
dan membicarakan masalah-masalahnya.
g. Hadirkan kesempatan untuk memberikan dan menerima dukungan
kepada klien.
4) Terapi Keluarga
a. Fokuskan pada peningkatan pengetahuan tentang struktur dan fungsi
sistem keluarga.
b. Membantu keluarga untuk bisa bersikap mendukung dan merawat
penderita tanpa menjadi over protective.
c. Anjurkan kejujuran dalam mengekspresikan perasaan.

Universitas Sumatera Utara

25

d. Tingkatkan cara-cara efektif dalam mengatasi perasaan negatif dan
konflik keluarga.
e. Koreksi komunikasi yang tidak sesuai.
f. Tingkatkan kemampuan mengatasi gangguan jiwa kronis.
g. Klarifikasi pembatasan dan peran keluarga.
h. Diskusikan kebutuhan sosial dalam berbagai kesempatan.
5) Latihan Keterampilan Sosial
Langkah-langkah yang dapat diambil yaitu :
a. Dapat dilakukan dengan membuat setting rumah sakit atau
lingkungan

sosia,

misalnya

dengan

memberikan

suasana

lingkungan yang nyaman, terstruktur, dan kondusif.
b. Mengajarkan keterampilan sosial, seperti mengurus diri sendiri,
mandi, dan makan.
c. Mengajarkan keterampilan vokasional kepada klien.
d. Dukung kemampuan klien dalam membuat keputusan.
e. Tingkatkan aktivitas-aktivitas yang mampu mengalihkan delusi
atau halusinasi klien.
f. Tingkatkan pengontrolan terhadap perilaku agresivitasnya.
6) Penggunaan Obat-obatan
Memeberikan obat-obat neuroleptik yang dapat membantu klien
dalam menjernihkan pikiran dan menghilangkan delusi dan halusinasi.
Terapi dengan pemakaian obat-obatan harus konsisten agar efektif. Dosis

Universitas Sumatera Utara

26

yang inkosisten akan memperberat gejala yang sudah ada dan menciptakan
gejala psikotik yang baru.
Pada fase akut, obat fenotiazin diberikan dalam dosis besar, sering
dengan ECT. Fenotiazin efektif mengurangi waham, halusinasi serta
gangguan pemikiran dan perilaku, tetapi kurang efektif dalam mengatasi
gejala negatif seperti penumpulan emosi dan kehilangan kemauan. Harus
diberikan terapi pemeliharaan selama beberapa tahun, angka kekambuhan
akan meninggi, sewaktu obat dicoba untuk dihentikan. Karena banyak
pasien gagal minum obat secara teratur, maka banyak dipakai preparat
bersama kerja lama (misal flufenazin dekanoat) yang diberikan setiap dua
sampai empat minggu.

2.4. Kekambuhan Skizofrenia
2.4.1. Pengertian
Kekambuhan gangguan jiwa pisikotik adalah munculnya kembali gejalagejala pisikotik yang nyata. Angka kekambuhan secara positif hubungan dengan
beberapa kali masuk Rumah Sakit (RS), lamanya dan perjalanan

penyakit.

Penderita-penderita yang kambuh biasanya sebelum keluar dari Rumah Sakit
mempunyai karakteristik hiperaktif, tidak mau minum obat dan memiliki
keterampilan sosial (Widodo dalam Purwanto, 2010).
Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala yang sama
seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (Andri,
2008 dalam Saputra, 2010).

Universitas Sumatera Utara

27

Secara umum, istilah relaps ditujukan untuk gejala perburukan atau rekuensi
gejala positif daripada gejala negatif (Simanjutak, 2008). Skizofrenia memerlukan
rehabilitasi intensif, sosial, industrial, dan jumlah rangsangan harus cocok dengan
kebutuhan individu. Rangsangan yang berlebihan telah terbukti menyebabkan
kekambuhan, sedangkan rangsangan yang terlalu kecil terbukti meneruskan
penarikan diri dan kronitas, relaps (kekambuhan) seringkali timbul setelah adanya
peningkatan “peristiwa hidup”. Kebanyakan dari pasien mengalami peristiwa
hidup itu dengan frekuensi tinggi dalam tiga minggu sebelum kambuh dan hal ini
akan terjadi lebih sering bila pasien menjadi sasaran permusuhan dalam konflik
keluarga.
Anggota keluarga dapat bereaksi negatif terhadap anggota keluarga lainnya
yang menderita skizofrenia yaitu dengan menunjukkan sikap bingung, marah,
tidak mengerti, bermusuhan, overprotektif. Reaksi keluarga ini disebut sebagai
“High Expressed Emotion” (HEE). Keluarga dengan ekspresi emosi yang rendah
dikatakan sebagai keluarga yang supportif, menunjukkan simpati, kasih sayang,
perhatian, tanpa menjadi overprotektif. Pasien yang tinggal dengan keluarga yang
memiliki ekspresi emosi yang tinggi memiliki resiko terjadinya relaps makin
besar (Yulia, 2011).
Jika keluarga skizofrenia memperlihatkan emosi yang diekspresikan (EE)
secara berlebihan, misalnya pasien sering diomeli atau terlalu banyak dikekang
dengan aturan-aturan yang berlebihan, maka kemungkinan kambuh juga akan
semakin besar. Jika pasien tidak mendapat neuropletik (obat). Angka kekambuhan
di rumah dengan EE rendah dan pasien minum obat teratur, sebesar 12%; dengan

Universitas Sumatera Utara

28

EE rendah dan tanpa obat 42%; EE tinggi tanpa obat, angka kekambuhan
92%(riset oleh Leff dan Wing dalam Yulia, E.W, 2011).
Angka kekambuhan pada penderita skizofrenia yang tinggi disebabkan oleh
beberapa faktor, salah satu faktor yang berperan sangat penting adalah ekspresi
emosi tinggi keluarga yang ditampilkan kepada penderita, seperti critical
comment dan emotional over involvement atau terlalu protektif (Fadli dan Mitra,

2012).
2.4.2. Gejala-Gejala Kambuh
Menurut Mansjoer (1999) dalam Anggraeni dan Sunaryanti (2009), pada
klien skizofrenia terdapat dua gejala, yaitu:
1) Gejala-gejala positif
Meliputi

halusinasi

(pendengaran,

somatik

taktil,

penciuman,

pengecapan), delusi, waham (cemburu, rasa bersalah/berdosa berlebihan,
kebesaran, curiga berlebihan dan lain-lain), tingkah laku bizarre (mematung,
tingkah laku yang berulang-ulang, tingkah laku agresifagitasi), gangguan
arus pikir (tangentiality, inkoheren, illogically).
2) Gejala-gejala negatif
Meliputi afek datar yaitu ekspresi muka yang tidak berubahubah,
spontanitas menurun, tidak ada kontak mata, afek tidak spesifik, sikap tubuh
ekspresif, alogia yaitu gangguan pikir, apathy yaitu warna emosi yang
tumpul, acuh tidak peduli, anhedonia-asosiety yaitu ketidakmampuan
mengekspresikan kesenangan dan mempertahankan kontak sosial, gangguan
perhatian yaitu ketidakmampuan memfokuskan pikiran.

Universitas Sumatera Utara

29

2.4.3. Faktor-Faktor Penyebab Kekambuhan Skizofrenia
Keliat (2009) dalam Fitra (2013), menyebutkan faktor-faktor penyebab
kekambuhan pasien skizofrenia meliputi:
a. Klien
Sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal meminum obat dengan
teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Klien skizofrenia
khusunya sukar mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan
realitas dan ketidakmampuan membuat keputusan.
b. Penanggung jawab
Setelah klien pulang ke rumah, maka perawat tetap bertanggung jawab
atas program adaptasi klien di rumah. Penanggung jawab kasus
mempunyai lebih banyak kesempatan untuk bertemu klien sehingga dapat
melihat gejala dini dan segera melihat tindakan.
c. Keluarga
Dukungan dan bantuan merupakan variabel yang sangat penting dalam
kepatuhan pengobatan pasien skizofrenia. Pasien yang ditinggal sendirian
secara umum memiliki angka kepatuhan yang rendah dibandingkan
mereka yang tinggal dalam lingkungan yang mendukung. Sebagai
kemungkinan lain, sikap negatif dalam lingkungan sosial pasien terhadap
pengobatan dapat mempengaruhi kepatuhan.
d. Lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat tempat tinggal klien yang tidak mendukung juga
dapat meningkatkan frekuensi kekambuhan. Misalnya masyarakat

Universitas Sumatera Utara

30

menganggap klien sebagai individu yang tidak berguna, mengucilkan
klien, mengejek klien dan seterusnya.
Sullinger (Kaplan dan Sadock, 2006) dalam Fitra (2013), mengemukakan
empat faktor yang mempengaruhi kekambuhan pasien skizofrenia, yaitu:
a. Penderita
Sudah umum diketahui bahwa penderita yang gagal memakan obat secara
teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan 25% sampai 50% klien yang pulang dari rumah
sakit tidak memakan obat secara teratur.
b. Dokter
Makan obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun
pemakaian obat neuroleptic yang lama dapat menimbulkan efek samping
Tardive Diskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti
gerakan yang tidak terkontrol.
c. Penanggung Jawab Penderita
Setelah penderita pulang ke rumah maka pihak rumah sakit tetap
bertanggung jawab atas program adaptasi penderita di rumah.
d. Dukungan Keluarga
Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika, keluarga dengan ekspresi
emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak menekan
dan menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan
ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan
ekspresi emosi keluarga yang rendah.

Universitas Sumatera Utara

31

Terdapat empat faktor penyebab pasien skizofrenia kambuh dan perlu
dirawat di rumah sakit jiwa, yaitu: pasien, keluarga, dokter dan case manager .
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung
pada setiap keadaan pasien baik itu sehat maupun sakit. Status kesehatan dalam
suatu keluarga dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap keluarga (Ryandini 2011
dalam Pratama, 2013).
Ada beberapa hal yang bisa memicu kekambuhan skizofrenia, antara lain
penderita tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur,
menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan
dari keluarga dan masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat dapat
memicu stress. sehingga penderita kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit
(Pratama, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

4 17 86

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

13 77 79

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

0 0 10

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

0 0 2

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

0 0 6

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

0 1 3

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

0 0 20

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

0 1 9

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

0 0 2

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

0 0 6